Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

DASAR ONTOLOGI, EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGI FILSAFAT


PANCASILA

Dosen pembimbing :

Alpari Nopindra, M.Pd

Disusun oleh kelompok 5 :

1. Syayida Halifa N. [PO71340220027]


2. Naila Maghfirah [PO71340220031]
3. Elin Mashito [PO713402200]
4. Mindy Herninda [PO713402200]
5. Faizatuz Az-Zahro [PO713402200]

PROGRAM STUDI D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

POLTEKES KEMENKES JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2022/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
berisikan tentang ”dasar ontologi, epistemologis dan aksiologi filsafat pancasila”. Di
harapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang dasar
ontologi, epistemologis dan aksiologi filsafat pancasila.
Kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperanserta dalam
penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita.

Jambi, 23 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
2.1Dasar Ontologis .......................................................................................................... 2
2.1.1 Pengertian Ontologi ............................................................................................ 2
2.1.2 Kajian dasar Ontologis........................................................................................ 3
2.2 Landasan Epistemologis Pancasila ............................................................................ 3
2.2.1 Pengertian Epistemologi ..................................................................................... 3
2.2.2 Kajian Dasar Epistemologi ................................................................................. 4
2.3 Dasar Aksiologi ......................................................................................................... 5
2.3.1 Pengertian Aksiologi........................................................................................... 5
2.3.2 kajian DasarAksiologi......................................................................................... 6
BAB 3 PENUTUP............................................................................................................... 8
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 8
3.2. Saran ......................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam berbagai sudut pandang mengenai teori pancasila tidak dapat dielakkan lagi
bahwa pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Mempelajari Pancasila
lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan
harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa
yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi.
Dalam pembahasan makalah kali ini kami akan membahas dasar ontologi, aksiologi,
dan epistemologis filsafat pancasila. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Pembahasan aksiologi
menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu, Didalam ontology banyak sekali yang
berpendapat tentang definisi ontology itu sendiri. Epistemologi atau teori pengetahuan
adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah mengenai kajian
pancasila dari berbagai sudut pandang yaitu :
1. Apa dari kajian ontologis, epistemolgi, dan aksiologi pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui inti atau pokok kajian ontologis, epistemologi, dan aksiologi
pancasila

1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah yang berjudul tentang dasar antologis, epistemologi, dan
aksiologi pancasila adalah :
1. Sebagai sumber referensi khasanah keilmuwan
2. Sebagai pemahaman kita sebagai warga Negara tentang ideology dasar Negara kita.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Ontologis

2.1.1 Pengertian Ontologi


1) Menurut Aristoteles
Ontologi menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau
tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
Untuk Aristoteles ada empat dimensi ontologis yang berbeda:
1. Menurut berbagai kategori atau cara menangani yang sedang seperti itu
2. Menurut kebenaran atau kesalahan (misalnya emas palsu, uang palsu)
3. Apakah itu ada dalam dan dari dirinya sendiri atau hanya 'datang bersama' oleh
kecelakaan
4. Sesuai dengan potensinya, gerakan (energi) atau jadi kehadiran (Buku Metafisika
Theta).

2) Menurut Suriasumantri (1985)


Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin
tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah
ontologism akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a) Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut
c) Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

3) Menurut Soetriono & Hanafie (2007)


Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud
yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologism atau obyek formal dari pengetahuan)
serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontology atau obyek formal
tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh
pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.

4) Menurut The Liang Gie


Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah
eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan.

5) Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi


Aristoteles
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh
realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat
nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip
benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM).
Secara sederhana ontology bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis.

2
2.1.2 Kajian dasar Ontologis
Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki
satu kesatuan dasar ontologism atau setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri-
sendiri. Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila. Pada hakikatnya
manusia memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis sebagai dasar
ontologism Pancasila.
Kesesuaian hubungan Negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan
sebab-akibat. Yaitu sebagai berikut :
• Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia,
satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
• Landasan sila-silaPancasilayaituTuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah
sebagai sebab, dan Negara adalah sebagai akibat.

Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala
sesuatu : alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati,
dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
• Tuhan yang Maha Esa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi
ketuhanan bersifat religius, supranatural, transcendental dan suprarasional;
• Ada kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas,
dengan wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan perwahana
dan sumber kehidupan semua makhluk : bumi, matahari, zat asam, air, tanah
subur, pertambangan, dans ebagainya;
• Eksistensi subyek/pribadi manusia : individual, suku, nasional, umat manusia
(universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun
nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik :
menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-
horisontal dengan alam dan sesame manusia), sekaligus secara sosial-vertikal,
universal denganTuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi
jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
• Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia
yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan
martabat dan kepribadian manusia: system nilai, system kelembagaan hidup
seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi cultural dan
peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita
sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
• Eksistensi bangsa-negara yang berwujud system nasional, system kenegaraan
yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan
kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat
merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan
nasional.

2.2 Landasan Epistemologis Pancasila


2.2.1 Pengertian Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode,
dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan
syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah

3
ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20)
terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:

a. Tentang sumber pengetahuan manusia;


b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
c. Tentang watak pengetahuan manusia.

2.2.2 Kajian Dasar Epistemologi


Secara epistemologis kajian Pancasila sebagaif filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu system pengetahuan.
Pancasila sebagai system filsafat pada hakikatnya juga merupakan system pengetahuan.
Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, system cita-cita, menjadi suatu
ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsure rasionalitas terutama dalam
kedudukannya sebagai system pengetahuan.

Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep
dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-
nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa
materialis pancasila.Tentang susunan Pancasila sebagai suatu system pengetahuan, maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila
Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila
adalah bersifat hirarkis dan berbentuk pyramidal.
Sifat hirarkis dan bentuk pyramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila
pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat silanya, sila kedua didasari sila
pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari
dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima,
sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan
menjiwai sila kelima, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan
keempat.
Dengan demikian susunan Pancasila memiliki system logis baik yang menyangkut
kualitas maupun kuantitasnya.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1. Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang
merupakan inti sari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam
pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit.
2. Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman
kolektif Negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3. Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehinggam emiliki sifat
khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975: 36-40).

Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia yang
memiliki unsure pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga
manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki

4
unsure akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia
yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis
dan kreatif. Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan
menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi,
intuisi, inspirasi dan ilham.

Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga


menyangkut isi arti Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa member landasan
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikatnya
kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai
dengan sila pertama Pancasila, epistemology Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu
yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi.
Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang
harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia
untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi. Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan
kelima, maka epistemology Pancasila mengakui kebenaran consensus terutama dalam
kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya
bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religious dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

2.3 Dasar Aksiologi

2.3.1 Pengertian Aksiologi


Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teorinilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair,
dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu system seperti
politik, social dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang
diidamkan oleh setiap insan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi, Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia
kalau kita bias memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
malah menimbulkan bencana.

5
2.3.2 Kajian Dasar Aksiologi
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontology dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat diartikan sebagai berikut:

• Tuhan yang Maha Esa sebagai maha sumber nilai, pencipta alam semesta dan
segala isi beserta antar hubungannya, termasuk hokum alam. Nilai dan hukum
moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual : akal dan budi nurani,
obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan
hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang
menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
• Subyek manusia dapat membedakan hakikat maha sumber dan sumber nilai
dalam perwujudan Tuhan yang maha esa, pencipta alam semesta, asal dan
tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual
maupunsosial).
• Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang
meliputi: Tuhan yang maha esa dengan perwujudan nilai agama yang
diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin
kehidupan setiap makhluk dalam antar hubungan yang harmonis, subyek
manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, dsb.)
beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesame adalah
kebahagiaan social dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan
ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk system nilai
dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
• Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam
hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau
‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya
dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan
karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man
created everything from something to be something else, God created
everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia
adalah procreator bersama Allah.
• Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuh kembang
dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat
kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan
darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
• Manusiadengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan
nurani sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang
maha esa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai
agama secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan supranatural. Maka
potensi martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori : diciptakan Tuhan
dengan identitas martabat yang unik : secara sadar mencintai keadilan dan
kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk manusia –
identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.
• Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab
terhadap pendaya guna dan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam
kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran

6
adalah kebencian (dalam aneka wujudnya : dendam, permusuhan, perang,
dsn.).
• Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran
berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan
nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural.

7
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pancasila sebagai filsafat, kajian ontologis, epistemologis, dan aksiologi pancasila. Secara
ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat
dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki satu kesatuan dasar
ontologism maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu system pengetahuan.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila
(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.

3.2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan–kekurangan baik dari bentuk maupun isinya. Untuk itu kami sangat
membutuhkan saran masukan dari pembaca. Dan semoga dengan makalah ini para
pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan karena Pengembangan ilmu
pengetahuan yang berlandaskan Pancasila merupakan bagian penting bagi
keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara di masa mendatang (Pranarka, 1985:391).

8
DAFTAR PUSTAKA

M. Fachri adnan. 2003. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Padang;


Universitas Negri Padang press.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Edisi Reformasi. Yogyakarta; Penerbit paradigma.

Mudhofir, Ali, 1996, ‘Pancasila Sebagai Sistem Kefilsafatan’, dalam Jurnal Filsafat,
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Seri 26 Desember 1996.

Notonagoro. 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta. Pantjuran Tujuh.


Soeprapto, Sri. 1994, Hand Out Filsafat Pancasila. Yogyakarta. Program Studi Ilmu
Filsafat Program Pasca Sarjana UGM.
Supadjar, Damardjati. Dkk., 1996, “Landasan Pengembangan Filsafat Pancasila” dalam
Majalah Jurnal Filsafat, Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, Desember 1996.

Sutrisno, Budi. 2006. ‘Teori Kebenaran Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu’.
Dalam Jurnal Filafat, Vol. 39, Nomor 1, April 2006.

Anda mungkin juga menyukai