Anda di halaman 1dari 19

ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM

PENGETAHUAN FILSAFAT

DISUSUN OLEH:

ANGGUN (2022151005)

Mata Kuliah: Azas dan filsafat olahraga

Dosen Pengampu : Sugar Wanto M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI FAKULTAS KEGURUAN


DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
TAHUN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat,taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan
makalah tentang“ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN AKSIOLOGI FILSAFAT
ILMU” untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu filsafat dan logika. Tidak
lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
memberikan sumbangan baik materi maupun idenya.

Dan harapan kami semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan dan
sumber ilmu bagi para pembaca. Semoga untuk ke depannya kami dapat memperbaiki
dan menambah isi makalah agar menjadi lebih baik. Karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami, Sehingga masih ada kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 18 Oktober 2022

2
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................... I

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ II

DAFTAR ISI....................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 4


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
1.3. Tujuan Makalah ...................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 6

2.1. Pengertian ontologi ................................................................................................. 6


2.2. Pengertian epistimologi ......................................................................................... 9
2.3. Pengertian aksiologi ................................................................................................ 13

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 18

3.1. Simpulan ................................................................................................................. 18


3.2. Saran ....................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan
untuk membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya dengan cara yang
lebih memuaskan. Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman
membawa kita kepada tindakan yang telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi
seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan karena ia menentukan
pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk mencapai tujuan.Filsafat
membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkinada baik bersifat
abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk
faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-
pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang
lingkup filsafat. Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan
pokokatau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas
bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang
membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan
aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan.Sehingga,
mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat
yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya. Ketiga teori di atas
sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal
yang berbeda dan tujuan yang bedapula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan
membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu
dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek
yangkita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan
dayapikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang
pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan
perkembangannya

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu ontologi?
2. Apa itu Epistemologi?
3. Apa itu Aksiologi?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian ontologi dan macam-macam alirannya.
2. Untuk menguraikan pengertian ontologi dan kebenaran pengetahuan..
3. Untuk menerangkan pengertian aksiologi dan nilai dalam aksiologi.

5
2.1 Ontologi

A. Pengertian Ontologi

Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat


keberadaan segala sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan
hukum sebab-akibat. Yaitu, ada manusia, ada alam, dan ada causa prima dalam suatu
hubungan menyeluruh, teratur dan tertib dalam keharmonisan. Jadi, dari aspek
ontologi, segala sesuatu yang ada ini berada dalam tatanan hubungan estetis yang
diliputi dengan warna nilai keindahan.

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal
seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf
yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu.

Thales merupakan orang pertama yang berpendirian sangat berbeda di tengah-


tengah pandangan umum yang berlaku saat itu. Di sinilah letak pentingnya tokoh
tersebut. Kecuali dirinya, semua orang waktu itu memandang segala sesuatu
sebagaimana keadaannya yang wajar. Apabila mereka menjumpai kayu, besi, air,
daging, dan sebagainya, hal-hal tersebut dipandang sebagai substansi-substansi (yang
terdiri sendiri-sendiri). Dengan kata lain, bagi kebanyakan orang tidaklah ada
pemilihan antara kenampakan (appearance) dengan kenyataan (reality). Namun yang
lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari
satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang
pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada
menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia,
ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan
tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007). Ontologi dapat pula diartikan
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada. Obyek ilmu atau keilmuan itu

6
adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau pancaindera. Dengan demikian,
obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan
pada logika semata. Pengertian ini didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa
“ontology is the theory of being qua being”, artinya ontologi adalah teori tentang
wujud.
Hakikat Manusia Sebagai Subjek Pendidikan (Pendidik dan Peserta Didik).
Kajian tentang manusia sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang belum juga
berakhir dan tidak akan berakhir. Manusia merupakan makhluk yang sangat unik
dengan segala kesempurnaannya. Manusia dapat dikaji dari berbagai sudut pandang,
baik secara historis, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya. Pada hakikatnya
manusia adalah makhluk yang spesial dari pada makhluk-makhluk ciptaan Allah yang
lain. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah, ayat 30:

30)

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Manusia dalam kajian kali ini lebih difokuskan kepada subjek pendidikan,
bahwa dalam dunia pendidikan manusialah yang banyak berperan. Karena
dilakukannya pendidikan itu tidak lain diperuntukan bagi manusia, agar tidak timbul
kerusakan di bumi ini. Dalam pendidikan bahwa manusia dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu sebagai pendidik dan peserta didik.
Menurut Al-Aziz, pendidik adalah orang yang bertanggungjawab dalam
menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya menciptakan individu yang
memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna. Masing-masing definisi
tersebut, mengisyaratkan bahwa peran, tugas dan tanggungjawab sebagai seorang
pendidik tidaklah gampang, karena dalam diri anak didik harus terjadi perkembangan
baik secara afektif, kognitif maupun psikomotor. Dalam setiap individu terdidik harus

7
terdapat perubahan ke arah yang lebih baik. Jika dalam ajaran Islam anak didik harus
mampu menginternalisasikan ajaran-ajaran dalam dirinya, sehingga mampu menjadi
pribadi yang bertaqwa dan berakhlakul karimah yang akan bahagia baik di dunia dan
di akhirat.
Sedangkan anak didik (peserta didik) adalah makhluk yang sedang berada
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing.
Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik
optimal kemampuan fitrahnya. Pengertian tersebut berbeda apabila anak didik
(peserta didik) sudah bukan lagi anak-anak, maka usaha untuk
menumbuhkembangkannya sesuai kebutuhan peserta didik, tentu saja hal ini tidak
bisa diperlakukan sebagaimana perlakuan pendidik kepada peserta didik (anak didik)
yang masih anak-anak. Maka dalam hal ini dibutuhkan pendidik yang benar-benar
dewasa dalam sikap maupun kemampuannya.
Dalam pandangan modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek
atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek
pendidikan, dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam
proses belajar mengajar. Dengan demikian bahwa peserta didik adalah orang yang
memerlukan pengetahuan, ilmu, bimbingan dan pengarahan. Islam berpandangan
bahwa hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan
melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu berasal dari Allah, maka membawa
konsekuensi perlunya seorang peserta didik mendekatkan diri kepada Allah atau
menghiasi diri dengan akhlak yang mulai yang disukai Allah, dan sedapat mungkin
menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah.
Bertolak dari hal itu, sehingga muncul suatu aturan normatif tentang perlunya
kesucian jiwa sebagai seorang yang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan
ilmu yang merupakan anugerah Allah. Ini menunjukkan pentingnya akhlak dalam
proses pendidikan, di samping pendidikan sendiri adalah upaya untuk membina
manusia agar menjadi manusia yang berakhlakul karimah dan bermanfaat bagi
seluruh alam.
Pada akhirnya, dengan memahami ontologi pendidikan tersebut, maka
diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran para pendidik dan peserta didik untuk
menjalankan peran dan fungsinya dalam keberlangsungan pendidikan di tengah-
tengah peradaban manusia yang dari waktu ke waktu semakin berkembang. Tentu
pendidikan tidak akan mengalami perkembangan yang berarti dan signifikan jika

8
tidak dibarengi oleh perkembangan manusianya. Namun, tanpa manusia, maka sistem
dan pola pendidikan tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu, pendidikan sebagai
produk dan manusia sebagai creator-nya tidak bisa, bahkan tidak akan pernah bisa
dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang, maka jika satu sisi saja tidak ada, maka sisi
yang lain pun jadi tidak berarti. Sehingga kedua unsur ini (manusia dan pendidikan)
harus selaras, sejalan dan seiring dalam gerak dan laju yang harmonis, sehingga
menciptakan sebuah “irama” yang indah sekaligus menginspirasi.

B. Aliran-aliran Ontologi

1. Dualisme
aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad,
dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda.
Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi
2. Pluralisme
paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata.
3. Agnotisme
adalah paham pengingkaran atau penyangkalan manusia mengetahui hakikat
benda baik materi ataupun ruhani.

2.2 Epistimologi

A. Pengertian Epistimologi

Secara etimologis istilah “epistemology” merupakan gabungan kata dalam


bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan,
sedangkan logos berarti pengetahuan sistematik atau ilmu. Dengan demikian,
epistimologi dapat diartikan sebagai suatu pemikiran mendasar dan sistematik
mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode
atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Oleh sebab

9
itu, epistimologi juga disebut sebagai “teori pengetahuan”.

Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh L.F Ferier pada abad ke-19 di Institut of
Metaphisics (1854). Dalam Encyclopedia of Philosophy, epistemologi didifenisikan
sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup
pengetahuan praanggapan dan dasar-dasarnya serta realitas umum dari tuntutan
pengetahuan sebenarnya. Epistemologi ini adalah nama lain dari logika materiil atau
logika mayor yang membahas dari isi pikiran manusia, yakni pengetahuan (Dardini,
1986:18 . Sementara itu, Brameld mendifinisikan “epistemologi memberikan
kebenaran kepada murid-muridnya. Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan,
bagaimana kita mengetahui benda-benda. Untuk lebih jelasnya, ada beberapa contoh
pertanyaan yang menggunakan kata “tahu” dan mengandung pengertian yang
berbeda-beda, baik sumbernya maupun validitasnya.

a. Tentu saja saya tahu ia sakit, karena saya melihatnya.


b. Percayalah, saya tahu apa yang saya bicarakan.
c. Kami tahu mobilnya baru, karena baru kemarin kami menaikinya.

Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya


dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada
anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan
cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan.
Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah salah satu usaha baik dari
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotor. Di mana pendidikan yang sebelumnya lebih
mengarahkan siswa pada aspek kognitif saja.

Akan tetapi apa aplikasinya? Munculnya KBK justru membuat kebingungan


tersendiri di kalangan para pengajar. Pada peserta didik sebagai subyek pendidikan,
mereka menjadi “korban” dari KBK ini. Kejenuhan, kebosanan, merasa tidak ada
waktu untuk bermain merupakan reson dari akibat peserta didik yang merasakan
kurikulum ini. Pada kenyataannya siswa juga tidak jauh berbeda dengan penerapan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Aspek kognitif yang ditekankan. Secara
konseptual, KBK memang diakui bagus. Akan tetapi dalam tataran aplikasi? Masih
sangat jauh sekali.

10
Ciri-ciri epistemologi, antara lain:
a. Ciri utama epistemologi adalah menggunakan akal dan rasio .
b. Bersifat sentral, posisi antara subjektif dan objektif
c. Landasan bagi segenap tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari
d. Dasar bagi pengembangan pemikiran ilmiah
e. Jembatan antara alam keharusan yang bersifat kejiwaan dan alam empirik yang
bersifat inderawi.
f. Penafsiran yang terpaku atas objek sering bersifat kabur dan tidak bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan
anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan
atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.
Sebagai contoh perlakuan antara siswa yang memiliki kemampuan intelektualitas
tinggi dengan yang standart.

Bagi mereka siswa yang memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata justru
akan memilih keluar atau tidur daripada mendengarkan guru mengajar karena merasa
bosan, ketika guru memberikan materi yang sebenarnya levelnya disampaikan kepada
mereka yang memiliki intelektualitas rata-rata. Mereka harus difasilitasi dengan
sesuatu yang lebih. Adanya kelas akselerasi yang notebenennya usaha untuk
memfasilitasi anak-anak yag seperti ini teryata menuai pro kontra tersendiri pada
beberapa kalangan. Adanya aspek kesenjangan sosial dan adanya pembedaan-
pembedaan menyebabkan kontranya sistem ini.

Pada dunia pendidikan cara memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan


kebutuhan justru pada sekolah-sekolah swasta yang pada dasarnya tidak ingin
tergantung pada kapitalisme semata. Mereka mendidik anak-anak dengan
mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan anak-anak bisa berkembangan
secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap sebagai pusat segala-galanya. Guru
yang paling pandai dan gudang ilmu. Siswa adalah penerima. Cara model sekarang,
banyak diantaranya mengembangkan metode active learning untuk memacu
kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya sebagai fasiltator saja. Guru
mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya melalui diskusi, problem based
learning (PBL), pergi ke perpustakaan, belajar dengan e-learning (internet), membaca

11
dan sebagainya. Cara-cara seperti ini akan memacu potensi siswa daripada siswa
diperlakukan hanya sebagai objek yag pasif saja.

Pertanyaan ini terkait dengan kompetensi guru serta metode atau gaya pengajaran
yang mereka terapkan. Sebenarnya jaman sekarang ini model ceramah yang bersifat
pasif sudahbukan jamannya lagi. Akan tetapi dibeberapa sekolah atau bahkan
Pergurun Tinggi sendiri masih memberlakukan sistem pengajaran seperti ini. Salah
seorang mahasiswi Unair di sebuah fakultas mengeluh karena ternyata masih ada
dosennya yang mengajar dengan cara konvensional seperti ini. Cara penyampaian
cukup mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah satu contoh SD Kreatif. SD
ini memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan pendidikan dengan
outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan memberikan pesan moral
dan mengajak untuk berpikir rasional (rasional thinking).

B. Kebenaran Pengetahuan
Seseorang yang memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indra
akan berbeda cara pembuktiannya dengan seseorang yang bertumpu pada akal
atau rasio, intuisi, otoritas, keyakinan dan wahyu. Beberapa teori yang
menjelaskan tentang kebenaran adalah sebagai berikut:
a. Teori Koresponden menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu
adalah kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat
dengan fakta yang ada.
b. Teori Konsistensi menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau
realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri.
Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara
yang baru itu dengan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita
akui benarnya terlebih dahulu.
c. Teori Prakmatis maksud teori ini adalah bahwa benar tidaknya sesuatu
ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada aspek manfaat
tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak
dalam kehidupannya.
d. Berdasarkan tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran
adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan

12
lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada aspek
manfaat tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.

2.3 Aksiologi

A. Pengertian Aksiologi
Akhlak adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value).
Menurut Brameld, ada tiga bagian yang membedakan di dalam aksiologi.
Pertama, moral conduct, tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika. Kedua, esthetic expression, ekspresi keindahan yang
melahirkan estetika. Ketiga, socio-political life, kehidupan sosial politik.
Bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik (Muhammad Noor Syam,
1986:34-36).
Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa yunani “axios” yang
berarti bermanfaat dan „logos‟ berarti ilmu pengetahuan atau ajaran.
Secara istilah, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan. Sejalan dengan itu,
Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang hakikat
tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan
kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat
tertinggi dari nilai-nilai etika dan estetika. Dengan kata lain, apakah yang
baik atau bagus itu.
Definisi lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan
yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan
manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian peserta didik.
Dengan demikian aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang
mempelajari tentang nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu ilmu.
Berbicara mengenai nilai itu sendiri dapat kia jumpai dalam kehidupan
seperti kata-kata adil dan tidak adil, jujur dan curang. Hal itu semua
mengandung penilaian karena manusia yang dengan perbuatannya
berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai.

13
Secara singkat dapat dikatakan, perkataan “nilai” kiranya mempunyai
macam-macam makna seperti (1) mengandung nilai, artinya berguna; (2)
merupakan nilai, artinya baik atau benar, atau indah; (3) mempunyai nilai
artinya merypakan obyek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat
menyebab-kan orang mengambil sikap menyetujui, atau mempunyai sifat
nilai tertentu; (4) memberi nilai artinya, menanggapi sesuatu sebagai hal
yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu. Nilai
ini terkait juga dengan etika dan nilai estetika. Nilai etika adalah teori
perbuatan manusia yang ditimbang menurut baik atau buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral. Sedangkan nilai estika adalah telaah filsafat
tentang keindahan serta keindahan, dan tanggapan manusia terhadapnya.
Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan karena menyangkut tanggung jawab, baik tanggung jawab pada
diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap Tuhan.
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan dipahami ilmu pengetahuan
mengandung nilai, dan kebenaran nilai ilmu pengetahuan yang
dikandungnya bukan untuk kebesaran ilmu pengetahuan semata yang
berdiri hanya mengejar kebenaran obyektif yang bebas nilai melainkan
selalu terikat dengan kemungkinan terwujudnya kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia. Sejak awal kehadirannya, Islam sudah
memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu. Wahyu pertama
yang diturunkan pada Rasulullah Muhammad adalah “iqra‟” atau perintah
untuk membaca. Jibril memerintah Muhammad untuk membaca dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Jadi, dari kata iqra‟ inilah,
umat Islam diperintah untuk membaca yang kemudian lahir makna untuk
memahami, mendalami, menelaah, menyampaikan, maupun mengetahui
dengan dilandasi “bismi rabbik”, dalam arti, hasil-hasil bacaan dan
pemahaman itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan (Shihab,
2001:433).
Al Qur‟an dan hadits kemudian dijadikan sebagai sumber ilmu yang
dikembangkan oleh umat Islam dalam spectrum yang seluas-luasnya
(Achmadi, 2005:33) Ilmu pengetahuan dalam sejarah tradisi Islam tidaklah
berkembang pada arah yang tak terkendali, melainkan pada arah maknawi

14
dan umat berkuasa untuk mengendalikannya.Kekuasaan manusia atas ilmu
pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh.
Eksistensi ilmu pengetahuan bukan saja untuk mendesak pengetahuan,
melainkan kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk
kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada Yang Maha
Pencipta. Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteknya, dan agama
yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada
tujuan hakikinya, yaitu memahami realitas alam dan memahami eksistensi
Allah, agar manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan
tidak mengarahkan ilmu pengetahuan hanya pada praksisnya atau
kemudahan-kemudahan pada material duniawi. Solusi yang diberikan Al
Qur‟an terhadap ilmu pengetahuan yang terikan dengan nilai adalah
dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya,
sehingga ia menjadi berkah dan rahmat bagi manusia dan alam, bukan
sebaliknya membawa mudharat atau penderitaan (Tafsir, 1997:173).
Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan
menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan
manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk
mengatakan sesuatu bernilai baik itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi
menilai secara mendalam dalam arti untuk membina kepribadian ideal.
Berikut ini beberapa contoh yang dapat kita pergunakan untuk menilai
seseorang itu baik, yaitu :
a. Baik, Bu. Saya akan selalu baik dan taat kepada Ibu!
b. Nak, bukanlah ini bacaan yang baik untuk mu?
c. Baiklah, Pak. Aku akan mengamalkan ilmuku.
B. Nilai dalam aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua komponen mendasar yakni etika (moralitas)
dan estetika (keindahan). Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang
membahas tentang masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada
perilaku, norma dan adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu.
Etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan,
melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika
adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan
apa yang ia lakukan.

15
Dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung
jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam
maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika, ada empat teori etika sebagai
sistem filsafatmoral yaitu, hedonisme, eudemonisme,
utiliterisme, dan deontologi. Hedonisme adalah pandangan moral yang
menyamakan baik menurut pandangan moral dengan
kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia
diorientasikan untuk mengejar tujuan. Dan tujuan manusia itu sendiri
adalah kebahagiaan. Utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hokum
adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan
perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak
kodrati. Deontologi adalah pemikiran tentang moral dalam bentuk suatu
kehendak manusia.
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan
tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa di dalam diri
segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis
dalam satu kesatuan hubungan yang menyeluruh.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani
atau abstrak. Ada beberapa aliran ontologi seperti: Dualisme, Pluralisme dan
Agnotisme. Secara etimologis istilah “epistemology” merupakan gabungan kata
dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan,
sedangkan logos berarti pengetahuan sistematik atau ilmu. Dengan demikian,
epistimologi dapat diartikan sebagai suatu pemikiran mendasar dan sistematik
mengenai pengetahuan.

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti sesuai
atau wajar sedangkan logos berarti ilmu. Aksiologi disebut juga dengan teori nilai dan
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia
menggunakan ilmu tersebut.

3.2 Kritik dan Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, mohon sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan Sdan memakluminya,
karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah dan lupa.

17
DAFTAR PUSTAKA

Junitarohma.blogspot.com/2013/09/makalah-ontologi-filsafat-ilmu_6181.html?m=1

Tim Sunan Ampel. 2013. Pengantar Filsafat. Surabaya UIN Sunan Aampel.

18
19

Anda mungkin juga menyukai