Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT ILMU

ONTOLOGI HAKIKAT ILMU

Dosen pengampu:
Nurcholis, M.Ag

Disusun Oleh :
1. Elsa Amelia Fitri (22651004)

PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada Dosen Pengampu Bapak Nurcholis, M.Ag yang telah memberikan amanah
untuk menyelesaikan pembahasan tentang ontologi hakikat ilmu.Penulis tentu menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Curup , 28 oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................

A. Latar Belakang .................................................................................................


B. Rumusan Masalah ............................................................................................
C. Tujuan .............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................

 ONTOLOGI :HAKIKAT ILMU


A. Makna ontologi
B. Ontologi dan metafisika
C. Landasan metafisika
D. Cabang metafisika
E. Sumber kebenaran metafisika
F. Kegunaan metafisika

BAB III PENUTUP .....................................................................................................

A. Kesimpulan ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan mistik ( metafisika ) adalah pengetahuan supra-rasional tentang obyek


yang supra-rasional. Banyak pandangan yang telah membawa perubahan besar pada pola pikir
manusia dan masyarakat modern, yang mendasarkan diri pada filsafat rasionalisme dan
empirisme, sehingga realitas yang dianggap nyata adalah yang empirik, atau yang bisa dipikirkan
secara rasional. Di luar semua itu, dipandang dan diyakini sebagai sesuatu yang tidak nyata.
Inilah yang disebut dengan aliran intuisionisme. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan
tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diperdiksi. Intuisi
inilah yang menjadi pengetahuan mistik.

Namun seiring perkembangan zaman, pengetahuan mistik menjadi terkesampingkan,


akibat dari positivisme dan kemajuan ilmu pengetahuan maka comte pun menganjurkan pola
hidup sekuler dengan cara meninggalkan hal-hal yang berbau mistik ataupun agama karena
merupakan anakronisme yang harus ditinggalkan. Dan orang yang masih berpegang pada agama
merupakan ciri orang primitip. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan tentang
hakikat pengetahuan mistik ( metafisika ), struktur pengetahuan mistik ( metafisika ) dan aliran-
aliran dari pengetahuan mistik ( metafisika ).

B. Rumusan masalah

1.Apa makna ontologi?

2.Apa itu Ontologi dan metafisika?

3. Bagaimana Landasan metafisika?

4.Apa saja Cabang metafisika?

5.Bagaimana Sumber kebenaran metafisika?

6.Bagaimana Kegunaan metafisika ?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Apa makna ontologi

2.Untuk mengetahui Apa itu Ontologi dan metafisika

3. Untuk mengetahui Bagaimana Landasan metafisika

4.Untuk mengetahui Apa saja Cabang metafisika

5.Untuk mengetahui Bagaimana Sumber kebenaran metafisika

6.Untuk mengetahui Bagaimana Kegunaan metafisika


BAB II

PEMBAHASAN

A. MAKNA ONTOLOGI
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata:
ontos yang berarti ada atau keberadaaan dan logos yang berarti studi atau ilmu. Sedangkan
menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.

Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana wujud dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal
universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai
teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir
ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.

Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk
menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian
Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus.
Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Namun pada kenyataannya,
ontologi hanya merupakan bagian pertama metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang
berada secara terbatas sebagaimana adanya dan apa yang secara hakiki dan secara langsung
termasuk ada tersebut.

Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada
terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan
ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat
seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya
menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.[1

B. ONTOLOGI DAN METAFISIKA


 Beberapa karekteristik ontologi antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut:

a. Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada
dalam dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.

b.Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas
mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau

1
Hunnex, MD. Chronological and Thematic Charts Of Philosophies and Philosopher(Michigan: academie Books,
1986) h. 15.
potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu,
perubahan, dan sebagainya

c. Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu
yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak
bergantung kepada-nya.

d.Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah
pikiran itu nyata, dan sebagainya.

 Metafisika

Pengetahuan Mistik atau sering disebut dengan pengetahuan metafisika. Metafisika berasal dari
akar kata ‘meta’ dan ‘fisika’. Meta berarti ‘sesudah’,’selain’,atau ‘di balik’. Fisika yang berarti
‘nyata’, atau ‘alam fisik’. Metafisika berarti ‘sesudah,’di balik yang nyata’. Dengan kata lain,
metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan ‘hal-hal yang berada di belakang gejala-
gejala yang nyata’.

 Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat
mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Ditinjau dari segi filsafat secara
menyeluruh Metafisika ( Mistik ) adalah ilmu yang memikirkan hakikat di balik alam
nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa
dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindra.
 Pengertian secara umum, Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional. Pengertian
mistik bila dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan ( ajaran atau keyakinan ) tentang
Tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan
pada indera dan rasional
 Aristoteles menyinggung masalah metafisika dalam karyanya tentang ‘filsafat pertama’,
yang berisi hal-hal yang bersifat ghaib. Menurutnya, ilmu metafisika termasuk cabang
filsafat teoretis yang membahas masalah hakikat segala sesuatu, sehingga ilmu metafisika
menjadi inti filsafat.
 Pengetahuan metafisika ( mistik ) adalah pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio,
maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio.
C. LANDASAN METAFISIKA

Landasan ontologis atau sering juga disebut landasan metafisik merupakan landasan filsafat
yang menunjuk pada keberadaan atau substansi sesuatu. Misalnya, ilmu secara ilmiah
ditujukan untuk mensistematisasikan konsep-konsep dan praktik ilmu yang telah dikaji
secara metodologis menjadi suatu bentuk pengetahuan tersendiri yang disebut Ilmu
Pendidikan. Pengetahuan ilmiah mengenai pendidikan pada hakikatnya dilandasi oleh suatu
pemikiran filsafati mengenai manusia sebagai subjek dan objek pendidikan, pandangan
tentang alam semesta; tempat manusia hidup bersama, dan pandangan tentang Tuhan sebagai
pencipta manusia dan alam semesta tersebut.2

Kneller (1971: 6) mengatakan bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang bersifat
spekulatif, membahas hakikat kenyataan terdalam. Metafisika mencari jawaban atas
persoalan mendasar: Adakah alam semesta ini mempunyai desain rasional atau hanya sesuatu
yang tidak ada maknanya? Apakah pikiran itu merupakan kenyataan dalam dirinya atau
hanya sekedar sebentuk materi yang bergerak? Apakah perilaku semua organisme telah
ditentukan atau apakah ada organisme, misalnya manusia, yang mempunyai ukuran
kebebasan?Dengan kemunculan ilmu-ilmu empiris, banyak orang meyakini bahwa
metafisika telah ketinggalan jaman. Temuan ilmu-ilmu empiris tampak lebih dipercaya,
sebab temuannya dapat diukur, sedangkan pemikiran metafisik tampaknya tidak dapat
diverifikasi dan tidak bersifat aplikatif. Metafisika dan ilmu-ilmu empiris seolah merupakan
dua bidang kegiatan yang berbeda.Sebenarnya, ilmu-ilmu empiris mendasarkan diri pada
asumsi-asumsi metafisik, tetapi banyak orang yang tidak menyadarinya. Sebagaimana
dinyatakan oleh ahli fisika Max Planck bahwa gambaran dunia secara ilmiah yang diperoleh
dari pengalaman tetaplah selalu hanya suatu perkiraan saja; suatu model yang lebih kurang.
Oleh karena ada objek material di belakang setiap sensasi inderawi, maka demikian pula ada
kenyataan metafisik di belakang segala sesuatu, yang menjadi nyata dalam pengalaman hidup
manusia (Kneller, 1971: 6).

D. CABANG METAFISIKA
 Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat
fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya. Kajian mengenai
metafisika umumnya berporos pada pertanyaan mendasar mengenai keberadaan dan sifat-
sifat yang meliputi realitas yang dikaji. Metafisika tradisional umumnya dibedakan
menjadi metafisika umum dan metafisika khusus, dengan metafisika umum membahas
ontologi dan metafisika khusus meliputi kajian metafisika dalam ranah spesifik seperti
teologi, psikologi dan kosmologi.
 Metafisika umum mempertanyakan klasifikasi paling umum dan, karena hal tersebut,
meafisika umum berarti kajian mengenai hal-hal fundamental. Metafisika umum
berurusan dengan keberadaan, karakteristik, dan relasi di antara keduanya.
 Teologi rasional mempertanyakan causa prima, sebab pertama atas segala sesuatu.
Misalnya keberadaan tuhan sebagai hal maha tinggi dan dasar dari realitas.
o Psikologi rasional atau antropologi metafisik berurusan dengan jiwa atau esensi
(manusia) sebagai substansi.
o Kosmologi rasional berurusan dengan sifat keberadaan dunia.3
2
Anton Baker, Ontologi, Metafisika Umum : Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan (Yogyakarta: Kanisius,
1992) h. 25-26.
3
http://www.metafisika.html. dalam makalah imanudin, Filsafat Metafisika, 2010. h. 4.
o Pemahaman metafisis dapat dipahami dengan metodologi yang berbeda:Adalah
sebuah proses deduktif atau spekulatif. Konsep metafisika dapat berawal dari
sebuah perandaian yang merepresentasi realitas secara holistik. Hal tersebut
misalnya Tuhan, yang-Ada, Monad, der Weltgeist, atau konsep keberadaan
spekulatif lainnya.Adalah sebuah proses induktif. Konsep metafisika didesain
sebagai upaya untuk memahami gambaran besar dari pemahaman-pemahaman
yang lebih praktis.
o Adalah, dapat juga, sebagai sebuah proses reduktif. Konsep metafisika dipahami
hanya sebagai spekulasi hiperbolis atas pemahaman atau asumsi yang telah ada.
E. SUMBER KEBENARAN METAFISIKA

Kebenaran dalam metafisika adalah yang ada sejauh berhadapan dengan akal budi atau
pikiran manusia. Kebenaran selalu berhubungan langsung dengan akal budi yang
mengetahuinya. Artinya, kebenaran tersaji di hadapan akal budi untuk ditangkap dan dipahami.
Sehingga, dalam pemahaman metafisika klasik, metafisika membahas pertanyaan-pertanyaan
mendasar yang jawaban-jawaban atasnya dapat digunakan menjadi dasar bagi pertanyaan yang
lebih kompleks.[butuh rujukan] Misalnya: adakah maksud utama dalam beradanya dunia ini?
Lalu apakah keberadaannya sebatas keberadaan yang "mengada" atau dependen terhadap
keberadaan lainnya?; Apakah tuhan/tuhan-tuhan ada? Lalu, jika ada, apa saja hal-hal yang bisa
manusia tahu/tidak tahu tentangnya?; Benarkah terdapat hal semacam intellectus, terutama dalam
pembahasan mengenai pembedaan antara problem pemisahan entitas jiwa–badan?; Apakah jiwa
sesuatu yang nyata, dan apakah ia berkehendak bebas?; Apakah segalanya tetap atau berubah?
Apakah terdapat hal atau relasi yang selalu bersifat tetap yang bekerja dalam berbagai
fenomena?; dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang sejenis.Objek bahasan metafisika bukan
semata-mata hal-hal empiri atau hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengamatan individual,
melainkan hal-hal atau aspek-aspek yang menjadi dasar realitas itu sendiri. Klaim-klaim atas
metode dan objek kajian metafisika telah menjadi problem perenial kefilsafatan.Pembahasan
mengenai metafisika memiliki berbagai subbahasan. Misalnya pembahasan sentral metafisika
adalah ontologi, yaitu proses analitis dan penggalian klasifikasi berdasarkan prinsip-prinsip
kategori keberadaan dan relasi di antaranya. Bahasan sentral lainnya adalah kosmologi metafisik,
yaitu kajian mendalam atas prinsip keberadaan dunia, realitas, asal mula, dan makna keberadaan
atasnya.

F .KEGUNAAN METAFISIKA

Axiologi (teori tentang nilai) sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu
pengetahuan bagi manusia. Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan
antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral?Dengan demikian Aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolok ukur kebenaran
(ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normative dalam penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu.Pembahasan yang mendalam tentang keberadaan metafisika dalam ilmu
pengetahuan memberikan banyak wawasan bagaimana metafisika merupakan hal substantive
dalam menelaah lebih jauh konsep keilmuan dalam menunjang kejayaan manusia dalam berfikir
dan menganalisis. Sehingga manfaat yang mutlak terhadap pengembangan ilmu dipaparkan
Kuhn bahwa kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigm ilmiah, ketika
kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar,
antara lain: metafisika, sains yang lain, kejadian personal dan historis serta metafisika
mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan
kreativitas baru. [14]Selanjutnya Kennick juga mengungkapkan bahwa metafisika mengajarkan
cara berfikir yang serius, terutama dalam menjawab problem yang bersifat enigmatif (teka-teki),
sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam.4 Perdebatan dalam metafisika
melahirkan berbagai aliran, mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga
memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.

Sementara Van Peursen mengatakan bahwa metafisika menuntut orisinalitas berfikir,


karena setiap metafisikus menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan menciptakan
terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam
rangka menerapkan heuristikaMetafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari
prinsip pertama (First Principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Serta hal yang paling
booming dalam dunia filsafat adalah bagaimana Descartes mengungkapkan bahwa Kepastian
ilmiah dalam metode skepticnya hanya dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi
yang bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito ergo sum) Skeptis-Metodis Rene
Descartes.5

Disamping itu Bakker mengemukakan bahwasanya metafisika mengandung potensi


untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dalam
ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis,
tetepi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan.6

4
Hamlyn, DW, “Metaphysics, History Of”, dalam Honderich, ed., 1993, h. 556 dalam makalah Sindung Tjahyadi,
Metafisika : Sebuah Kencan Singkat di Akhir Mei 2008, h. 1
5
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Edisi Revisi (Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2006), hal.26
6
Dov. M. Gabbay, Paul Thagard, and John Woods. Ebook of General Philosophy of Science. Hal.516
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Jadi berdasarkan pembahasan diatas ontologi dan metafisika adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak.sedangkan metafisika cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal
yang sangat mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Ditinjau dari segi filsafat secara
menyeluruh Metafisika ( Mistik ) adalah ilmu yang memikirkan hakikat di balik alam nyata.
Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu
yang dapat diserap oleh pancaindra.dan metafisika mempunyai landasan dan cabang dan sumber
kebenaran yang bisa di buktikan dan mempunyai kegunaan antara lain: bahwa metafisika
menuntut orisinalitas berfikir, karena setiap metafisikus menyodorkan cara berfikir yang
cenderung subjektif dan menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini
diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. Metafisika
mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First Principle) sebagai
kebenaran yang paling akhir.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. Filsafat Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2007.

S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu Dalam Persepektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang
Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.

Siswanto, Joko. Metafisika Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Taman Pustaka Kristen, 2004.

Gabbay, Dov. M, dkk. Ebook of General Philosophy of Science. Netherland: North-Holland –


Elsevier, 2007.

Hunnex, MD. Chronological and Thematic Charts Of Philosophies and Philosopher, Michigan:
academie, 2007.

http://www.metafisika.html. dalam makalah imanudin, Filsafat Metafisika, 2010.

Baker, Anton. Ontologi, Metafisika Umum : Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan.
Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Anda mungkin juga menyukai