Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“METAFISIKA”
(FILSAFAT UMUM)

Dosen Pengampu : Agussalim, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Shabrina Alifia Nurrohmah (2023.08.10.005)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AZHAAR LUBUKLINGGAU
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu
dan maksimal. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Umum Adapun topik yang dibahas didalam makalah ini adalah penjelasan tentang
“Metafisika”.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama
teman-teman yang telah berkontribusi dan mendukung secara moral untuk
tersajinya makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, hal itu dikarenakan keterbatasan yang ada pada penulis. Sehingga
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua.
Sehingga penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia dapat
terselesaikan, atas perhatianya saya ucapkan terima kasih.

Lubuklinggau, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3


A. Metafisika ........................................................................................... 3
B. Metafisika dalam Ilmu Pengetahuan (ontology dan epistemology) ... 4
C. Manfaat Metafisika bagi Pengembangan Ilmu (aksiology) ................ 7

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 9


A. Kesimpulan ......................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengetahuan mistik ( metafisika ) adalah pengetahuan supra-rasional
tentang obyek yang supra-rasional. Banyak pandangan yang telah membawa
perubahan besar pada pola pikir manusia dan masyarakat modern, yang
mendasarkan diri pada filsafat rasionalisme dan empirisme, sehingga realitas
yang dianggap nyata adalah yang empirik, atau yang bisa dipikirkan secara
rasional. Di luar semua itu, dipandang dan diyakini sebagai sesuatu yang
tidak nyata. Inilah yang disebut dengan aliran intuisionisme. Intuisi
merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diperdiksi. Intuisi inilah yang
menjadi pengetahuan mistik.1
Namun seiring perkembangan zaman, pengetahuan mistik menjadi
terkesampingkan, akibat dari positivisme dan kemajuan ilmu pengetahuan
maka comte pun menganjurkan pola hidup sekuler dengan cara meninggalkan
hal-hal yang berbau mistik ataupun agama karena merupakan anakronisme
yang harus ditinggalkan. Dan orang yang masih berpegang pada agama
merupakan ciri orang primitip. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
diuraikan tentang hakikat pengetahuan mistik ( metafisika ), struktur
pengetahuan mistik ( metafisika ) dan aliran-aliran dari pengetahuan mistik (
metafisika ).2

1
Jujun S. Suriasumantri, Tentang Hakikat, dalam Ilmu dalam Persepektif dalam Amsal Bahtiar, Filsafat
IIlmu,
2
Anton Baker, Ontologi, Metafisika Umum : Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan (Yogyakarta:
Kanisius, 1992) h. 25-26.

1
B. Rumusan Masalah
1. Metafisika
2. Metafisika dalam Ilmu Pengetahuan (ontology dan epistemology)
3. Manfaat Metafisika bagi Pengembangan Ilmu (aksiology)

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini untuk memaparkan kajian metafisika
yang merupakan cabang ilmu filsafat yang mengkaji asal atau hakekat objek
(fisik) di dunia secara mendasar. Secara khusus tujuan penulisan ini untuk
mengkaji:
1. Perlunya manusia mengkaji metafisika.
2. Keberadaan Metafisika dalam Ilmu Pengetahuan (ontology dan
epistemology).
3. Manfaat metafisika dalam ilmu pengetahuan (aksiology).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metafisika
1. Pengertian Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempelajari penjelasan
asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Dimana metafisika
mempersoalkan realitas dan dunia dengan segala struktur dan dimensinya.
Apa yang sungguh-sungguh ‘ada’ yang paling utama? Apakah itu
‘kehidupan’? apakah itu ‘dunia fisik’?. Apakah keseluruhan kenyataan itu
tunggal atau majemuk? Apakah kenyataan itu satu ragam ataukah
bermacam ragam? Secara garis besar, pandangan filsafat terkait dengan
pokok soal tersebut dapat dikelompokan antara monisme dan pluraisme,
yang baik monisme maupun pluralisme dapat bersifat spiritualistis ataupun
materialistis.
Menurut para pemikir metafisis seperti Plato dan Aristoteles
memberikan asumsi dasar bahwa dunia atau realitas adalah yang dapat
dipahami (intelligible) yang mana setiap aliran metafisika mengklaim
bahwa akal budi memiliki kapasitas memadai untuk memahami dunia.
Seolah – olah akal budi memiliki kualitas “ampuh” untuk menyibak semua
realitas mendasar dari segala yang ada. Sedangkan menurut Hamlyn,
metafisika adalah bagian kajian filsafat yang paling abstrak dan dalam
pandangan sementara orang merupakan bagian yang paling “tinggi” karena
berurusan dengan realitas yang paling utama, berurusan dengan “apa yang
sungguh-sungguh ada” yang membedakan sekaligus menentukan bahwa
sesuatu itu mungkin ataukah tidak. Sekalipun demikian, subjek yang pasti
dari kajian metafisika secara terus menerus dipertanyakan, demikian juga
validitas klaim-klaimnya dan kegunaannya. Dengan demikian, metafisika
adalah bagian kajian filsafat tentang sifat dan fungsi teori tentang realita. 3

3
Hamlyn, DW, “Metaphysics, History Of”, dalam Honderich, ed., 1993, h. 556 dalam makalah Sindung
Tjahyadi, Metafisika : Sebuah Kencan Singkat di Akhir Mei 2008, h. 1

3
2. Tafsiran Metafisika
Manusia memberikan pendapat mengenai tafsiran metafisika.
Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini
adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural) dan hal-hal tersebut
bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang
nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini
lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme. Selain faham diatas, ada
juga paham yang disebut paham naturalisme. Paham ini sangat
bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme
menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang
bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam alam itu
sendiri, yang dapat dipelajari dan diketahui. Penganut faham naturalisme
percaya bahwa setiap gejala, gerak bisa dijelaskan menurut hukum
kausalitas (hukum sebab-akibat) atau hukum stimulus-respon. Contoh:
bola bilyard tidak akan bergerak kecuali karena ada bola yang
menabraknya atau disodok oleh tongkat bilyard. 4

B. Metafisika dalam Ilmu Pengetahuan (ontology dan epistemology)


Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
On/Ontos= ada, dan Logos= Ilmu. Jadi, Ontologi adalah ilmu tentang yang
ada. Sedangkan menurut Istilah, Ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, akan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstract.sedangkan menurut Jujun S.
Suriassumantri dalam Pengantar Ilmu Dalam Persepektif mengatakan,
ontology membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin
tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang
“ada”. Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu
pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme,
pengetahuan; dan logos, theory. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat
yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu
pengetahuan.

4
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Edisi Revisi (Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2006), hal.26

4
Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu,
ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara ‘alim
(subjek) dan ma’lum (objek). Atau dengan kata lain, epistemologi adalah
bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan
bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam
menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu
saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran”
macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. Bila
Kumpulan pengetahuan yang benar/episteme/diklasifikasi, disusun sitematis
dengan metode yang benar dapat menjadi epistemologi. Aspek epistemologi
adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut pandang mengapa dan
bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kembali
kebenarannya. 5
Metafisika ternyata mendapat pertentangan dari beberapa ilmuan,
antara lain adalah yang menganut paham positivism. Paham positivism logis
menyatakan bahwa metafisika tidak bermakna. Wittgenstein, 1921; Carnap,
1936/37; Ayer, 1946 dalam Ebook of General Philosopgy of Science
menyatakan bahwa the statement of science is veryfiable and thus
meaningful, those of metaphysic and all other kind of bad philosophy were
not; they were just nonsense. Berikut adalah pendapat para ilmuwan tentang
Metafisika. Alfred, J. Ayer menyatakan bahwa sebagian besar perbincangan
yang dilakukan oleh para filosof sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan juga tidak ada gunanya, problem yang diajukan
dalam bidang metafisika adalah problem semu, artinya permasalahan yang
tidak memungkinkan untuk dijawab, berkaitan dengan pendapat Ayer
tersebut. Dan Katsoff menyatakan bahwa sepertinya Ayer berupaya untuk
menunjukan bahwa naturalism, materialism, dan lainnya merupakan
pandangan yang sesat. Adapun Penentang lain adalah Luwig Winttgenstien
yang menyatakan bahwa metafisika bersifat the mystically, hal-hal yang tak
dapat diungkapkan ke dalam bahasa yang bersifat logis. Wittgenstien
menyatakan terdapat tiga persoalaan dalam metafisika, yaitu;

5
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Edisi Revisi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 134d

5
a. Subjek bukan merupakan dunia atau bagian dari dunia, melainkan lebih
dapat dikatakan sebagai batas dari dunia.
b. Kematian, kematian bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan, manusia
tidak hidup untuk mengalami pengalaman kematian.
c. Tuhan, Ia tidak menampakkan diri-Nya di dunia. Dengan demikian
Wittgenstein menyimpulkan, bahwa sesuatu yang tidak dapat diungkapkan
secara logis sebaiknya didiamkan saja.
Namun pada kenyataanya banyak ilmuan besar, terutama Albert
Einstein yang merasakan perlunya membuat formula konsepsi metafisika
sebagai konsekuensi dari penemuan ilmiahnya. Manfaat metafisika bagi
pengembangan ilmu dikatakan oleh Thomas S. Kuhn yakni ketika kumpulan
kepercayaan belum lengkap faktanya, maka ia mesti dipasok dari luar, antara
lain adalah ilmu pengetahuan lain, peristiwa sejarah, pengalaman personal,
dan metafisika, misalnya adalah upaya-upaya untuk memecahkan masalah
yang tak dapat dipecahkan oleh paradigm keilmuan yang lama dan selama ini
dianggap mampu memecahkan masalah dan membutuhkan paradigm baru,
pemecahan masalah baru, hal ini hanya dapat dipenuhi dari hasil perenungan
metafisik yang dalam banyak hal memang bersifat spekulatif dan intuitif,
hingga dengan kedalaman kontemplasi serta imajinasi akan dapat membuka
kemungkinan-kemungkinan atau peluang-peluang konsepsi teoritis, asumsi,
postulat, tesis dan paradigm baru untuk memecahkan masalah yang ada.
Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan tidak dapat disangkal lagi
adalah pada fundamental ontologisnya. 6
Sumbangan metafisika pada ilmu pengetahuan adalah persinggunggan
antara metafisika dan ontology dengan epistimologi. Dalam metafisika yang
mempertanyakan apakah hakikat terdalam dari kenyataan yang diantaranya
dijawab bahwa hakikat terdalam dari kenyataan adalah materi, maka
munculah paham materialism, sedangkan dalam epistimologi yang dimulai
dari pertanyaan bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Descartes
telah menjelaskan bahwa kita memperoleh pengetahuan melalui akal dan dari
pemikiran tersebut maka munculah rasionalisme.

6
Edisin Revisi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011) h. 133.

6
Sedangkan John Locke telah menjawab pertanyaan tersebut bahwa
pengetahuan diperoleh dari pengalaman, maka ia telah melahirkan aliran
empirisme. Sedangkan berbagai perdebatan lainnya dalam metafisika
mengenai realitas, ada tidak dan lainnya sebagaimana telah dikemukan di
dalam telah melahirkan berbagai pandangan berbeda satu sama lain secara
otomatis juga melahirkan berbagai aliran pemahaman yang lazim dinyatakan
sebagai aliran-aliran filsafat awal, ketika pemahaman-pemahaman aliran-
aliran filsafat tersebut dipertemukan dengan ranah epistimologi atau
dihadapkan pada fenomena dinamika perkembangan illmu pengetahuan.
Metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang biasanya muncul
melalui kontemplasi atau intuisi berupa kilatan-kilatan mendadak akan
sesuatu, hingga menjadikan para metafisikus menyodorkan cara berpikir yang
cenderung subjektif dan menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi
semacam ini dinyatakan oleh Van Peursen sangat diperlukan untuk
pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika. Berkaitan dengan
pembentukan minat intelektual, maka metafisika mengajarkan mengenai cara
berpikir yang serius dan mendalam tentang hakikat-hakikat segala sesuatu
yang bersifat enigmatik, hingga pada akhirnya melahirkan sikap ingin tahu
yang tinggi sebagaimana mestinya dimiliki oleh para intelektual. Metafisika
mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama sebagai
kebenaran yang paling akhir.

C. Manfaat Metafisika bagi Pengembangan Ilmu (aksiology)


Axiologi (teori tentang nilai) sebagai filsafat yang membahas apa
kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia. Aksiologi menjawab, untuk apa
pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara
cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana
kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma-norma moral? Dengan demikian Aksiologi adalah nilai-
nilai (value) sebagai tolok ukur kebenaran (ilmiah), etik, dan moral sebagai
dasar normative dalam penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.

7
Pembahasan yang mendalam tentang keberadaan metafisika dalam
ilmu pengetahuan memberikan banyak wawasan bagaimana metafisika
merupakan hal substantive dalam menelaah lebih jauh konsep keilmuan
dalam menunjang kejayaan manusia dalam berfikir dan menganalisis.7
Sehingga manfaat yang mutlak terhadap pengembangan ilmu dipaparkan
Kuhn bahwa kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigm
ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya,
maka ia harus dipasok dari luar, antara lain: metafisika, sains yang lain,
kejadian personal dan historis serta metafisika mengajarkan sikap open-
ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan
kreativitas baru.
Selanjutnya Kennick juga mengungkapkan bahwa metafisika
mengajarkan cara berfikir yang serius, terutama dalam menjawab problem
yang bersifat enigmatif (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin
tahu yang mendalam. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai
aliran, mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga
memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu. Sementara Van
Peursen mengatakan bahwa metafisika menuntut orisinalitas berfikir, karena
setiap metafisikus menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan
menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini diperlukan
untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.
Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip
pertama (First Principle) sebagai kebenaran yang paling akhir. Serta hal yang
paling booming dalam dunia filsafat adalah bagaimana Descartes
mengungkapkan bahwa Kepastian ilmiah dalam metode skepticnya hanya
dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi yang bertitik tolak
dari premis yang paling kuat (Cogito ergo sum) Skeptis-Metodis Rene
Descartes. Disamping itu Bakker mengemukakan bahwasanya metafisika
mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu
dengan pengada yang lain.

7
Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Jakarta: PT. Refika Aditama, 2006)h. 124 Dov. M. Gabbay,
Sutardjo A. Wiramihardja, loc.cit. hal. 132

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep keilmuan semestinya mengalami proses panjang dalam
menemukan suatu esensi yang bernilai untuk dikaji dan apa semestinya yang
menjadi kajian penting dalam suatu disiplin ilmu. Dalam hal ini memberikan
kesimpulan bahwa: Pertama Metafisika merupakan cabang filsafat yang
mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia yang
didasarkan pada faham Supranaturalisme, naturalisme, dualistik serta paham-
paham yang dilahirkannya. Kedua, Metafisika dalam Ilmu Pengetahuan
mencari kebenaran yang paling akhir untuk mendapatkan
pengetahuan/fundamental ontologisnya dan Epistimoliginya sebagai cara
yang digunakan mendapatkan pengetahuannya. Ketiga, Manfaat Metafisika,
aksiology, dalam Ilmu untuk menelaah lebih jauh konsep keilmuan yang
selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru dalam menunjang kejayaan
manusia dalam berfikir dan menganalisis.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. Filsafat Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan, 2007.
S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu Dalam Persepektif, Sebuah Kumpulan
Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.
Siswanto, Joko. Metafisika Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Taman Pustaka
Kristen, 2004.
Psillos, Stathis. Ebook Philosophy of Science A-Z. Britain: Edinburg University
Press, 2007.
Gabbay, Dov. M, dkk. Ebook of General Philosophy of Science. Netherland:
North-Holland – Elsevier, 2007.
Hunnex, MD. Chronological and Thematic Charts Of Philosophies and
Philosopher, Michigan: academie, 2007.
http://mochammadirfan99.com/2010/12/makalah-ontologi-ilmu-pengetahuan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Positivisme_logis
http://www.metafisika.html. dalam makalah imanudin, Filsafat Metafisika, 2010.
Baker, Anton. Ontologi, Metafisika Umum : Filsafat Pengada dan Dasar-
Dasar Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Wiramihardja, Sutardjo A. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT. Refika Aditama, 2006.

10

Anda mungkin juga menyukai