Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MAKALAH

“Ontologi, Epistemologi,dan aksiologi Dakwah Islam”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih Diampuh Oleh

Bapak Dosen Prof. Dr. H. Mahmuddin, M.Ag

DISUSUN OLEH:
Masnia (50200122071)

Ahiruddin sae (50200122072)

Ahmad Asyari (50200122073)

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena berkat Rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai secara tepat waktu. Makalah kami ini
berjudul “Ontologi,Epistomologi,Dan Aksiologi Dakwah Islam”

Penyusun makalah ini bertujuan untuk memenuhu tugas perkuliahan dari dosen
pembimbing. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami
sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya dalam hal manfaat pelaksanaan bimbingan
kelompok sebagai upaya menigkatkan motovasi belajar mahasiswa.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H.
Mahmuddin, M.Ag.selaku dosen pembimbing. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum
sepenuhnya sempurna, maka dari itu kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun
kemampuan kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Gowa, Maret 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dakwah yang berarti ajakan atau dapat diartikan kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak
dan memanggil manusia untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan akidah, akhlak dan
syariat Islam. Ilmu dakwah merupakan suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik
perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau melaksanakan suatu ideologi,
agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Tujuan utama dari dakwah adalah mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat.

Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa diibaratkan dengan mata rantai yang tidak
terputus satu sama lain. Penelitian akan selalu dilakukan untuk memberikan penemuan baru bagi
kehidupan manusia. Penemuan tersebut dikemukakan oleh para ilmuwan yang nantinya penemuan
tersebut bersifat penting untuk menemukan hal-hal baru lainnya. Penemuan penemuan ini
berkembang pada sektor ilmu dan teknologi, sekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan
budaya, komunikasi dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain. Kepandaian manusia
zaman sekarang tidak terlepas dari adanya ilmu pengetahuan yang dimiliki. Ilmu-ilmu tersebut terdiri
dari tiga pembahasan filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi memiliki
pembahasaan tentang apa yang ingin diketahui dan segala sesuatu yang dapat melahirkan suatu ilmu
pengetahuan atau teori tentang suatu hal. Epistemologi membahas tentang bagaimana proses kita
memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

Dengan mempelajari ketiga unsur ilmu ini manusia akan memahami hakikat ilmu dan
kegunaannya bagi kehidupan sehari-hari. Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi serta segala
permasalahannya merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau saling
berhubungan antara ketiganya. Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu diuraikan lebih lanjut
melalui tema : “Ontologi,Epistemologi Dan Aksiologi Ilmu Dakwah Dalam Keilmuan Islam”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi, epistomologi dan aksiologi ?

2. Sebutkan jenis-jenis dari ketiga ilmu tersebut ?

3. Bagaimana ketiga ilmu tersebut menurut pandangan islam?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologi
Ontologi memiliki dua kata yakni onto dan logi, yang berarti ilmu tentang hal yang nyata.
Ontologi ialah teori tentang sesuatu yang nyata atau kenyataan. Ontologi (ilmu hakikat) ialah bagian
dari metafisika. Metafisika yang salah satunya dari bab filsafat. Meliputi persoalan secara ontologis
yaitu mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan kenyataan. Jadi kesimpulannya ontologi adalah
bagian dari metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh
ilmu pengetahuan atau dengan kata lain menjawab tentang pertanyaan apakah hakikat ilmu itu. Apa
yang dapat kita alami dan amati secara langsung adalah kenyataanya, sehingga kenyataan disebut
nyata empiris, melingkup semua aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indra. Pembahasan
ontologi tidak perlu dicampur antara kenyataan dan penampakan. dan ungkapan penting di bidang
ontologis ialah: “apakah yang yakni hakikat terdalam dari segenap realitas. Dari ontologis, ilmu
membatasi lingkup penganalisisan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada pada linkup
pengalaman manusia. Dengan demikian, objek penganalisisan yang berada dalam daerah pra
pengalaman (seperti reka cipta manusia) atau sesudah pengalaman (seperti hidup setelah mati) tidak
menjadi ulasan dalam ontologi. 1

1. Ontologi Dalam Filsafat Paripatetik

Problema alam yang diwarisi oleh para filsuf-filsuf Muslim dari hakikat Yunani ialah bahwa
alam itu qadamu (azali). Hal ini begitu juga tegas diakui oleh Aristoteles, dan kurang tegas diakui
oleh Plato dan Plotinus. Plato mengutarakan bahwa alam ini qadim, Namun Tuhanlah yang
menyusun. Sementara itu, Plotinus mempertunjukan teori sorotan (pelimpahan) pada kejadian
alam, yang menyimpan unsur panteisme (wahdah al-wujud) Al-Kindi sebagai pelampau
mengutarakan bahwa alam ini tidak kekal. Alasan, menurutnya,semua benda fisik berisi atas
materi dan bentuk, yang bergerak pada ruang dan waktu. Jadi, materi,bentuk, ruang, dan waktu
yaitu unsur dari setiap fisik dan karenanya terbatas, meskipun fisik ini ialah wujud dunia. Oleh
karena terbatas, maka tak kekal, dan hanya Allah lah yang kekal/abadi.

1
Fadkhul Mufid Perkembangan Otonlogi Dalam Filsafat Islam Jurnal Penelitian, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013.Hal 277
Al-Farabi menguraikan alam ini berusul dari al-Awwal (Yang Maha Pertama) lewat proses
emanasi (faid). Dari “Yang Pertama” melimpah “Pertama” yang lain (akal pertama), maka dari itu
apa yang berasal dari “satu” harus “satu” juga, bagaikan keluarnya cahaya dari matahari. Lantas
dari akal pertama (pertama yang lain, wujud kedua) memancar akal kedua (wujud ketiga), dan
semacam itu seterusnya sampai muncul akal kesepuluh (wujud kesebelas).

2. Ontologi Dalam Filsafat Iluminasi Suhrawardi

Suhrawardi ialah tokoh sufi falsafi yang paham akan filsafat Platonisme, Paripatetisme,
NeoPlatonisme, berkat Persia, anutan agama, dan hermeneutikisme. Tasawuf falsaf Suhrawardi
dikenal dengan “Filsafat Isyraqiyah” (Iluminatif) yang sebagai ontologis atau epistemologis lahir
bagaikan alternatif atas kelemahan-kelemahan spekulasi sebelumnya, khususnya Paripatetik
Aristotelian. Kelemahan hakikat Paripatetik sebagai epistemologis bedasarkan Suhrawardi yakni
penalaran rasional dan silogisme rasional bukan menggapai seluruh kenyataan wujudnya, dan
pada waktu tertentu tidak bisa mendeskripsikan atau mendefinisikan materi yang diketahuinya.
Betul manusia adalah makhluk berpikir dan yakni ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibanding
dengan makhluk Tuhan lainnya.
Inti dari hakikat iluminasi Suhrawardi ialah sifat dan penyebaran cahaya. Cahaya menurutnya
bersifat immaterial dan tidak dapat dijelaskan. Bedasarkan Suhrawardi, apa yang dimaksud
eksistensi hanyalah formulasi abstrak yang dapat dipikirkan dari substansi eksternal. Tapi,
menurut Suhrawardi, masing-masing cahaya terkadang berbeda tingkat intensitas ditampakannya,
tergantung dengan tingkat kedekatannya pada cahaya segala cahaya yang merupakan sumber
segala cahaya. 2

3. Ontologi Dalam Filsafat Transenden Teosofi Mulla Sadra

Kehaqiqian eksistensi ialah prinsip adanya setiap wujud kontingen, terdiri atas dua kaidah,
yaitu eksistensi dan esensi. Salah satu dari dua kaidah itu tentu ada yang secara realitas menjadi
tempat aktual untuk kehadiran efek-efek pada kenyataan, sedangkan yang lain hanya penampakan
yang ditanggapi oleh akal manusia. Berdasarkan Mulla Sadra, dari kedua kaidah tersebut, yang
benar-benar haqiqi atau real secara esensial ialah eksistensi, sedangkan esensi kuiditas tidak lebih
dari penampakan belaka. Prinsip ini pastinya prinsip dasar ontologis didalam hakikat al-Hikmah
al- Muta„aliyah dan tentunya prinsip paling utama yang diutarakan oleh Mulla

2
Fadkhul Mufid, Perkembangan Otonlogi Dalam Filsafat Islam Jurnal Penelitian, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013.Hal 279
Sadra di antara segala prinsip hakikatnya yang lain, mengingat semua prinsip hakikat
berikutnya bertumpu pada prinsip ini. Mulla Sadra dalam hal ini, begitu juga para filsuf lainnya
mencoba menjawab persoalan yang diperdebatkan yang terjadi di sela-sela para filsuf dan sufi,
yaitu wujud atau eksistensi dan mahiyah atau esensi. Wujud merupakan kenyataan dasar yang
paling real dan jelas. 3

4. Ontologi Ilmu Dakwah

Aspek ontologi dalam ilmu dakwah berkaitan dengan apa yang menjadi objek kajian pada ilmu
tersebut. Obyek kajian ilmu dakwah terbagi dua bagian, yaitu: obyek material dan obyek formal.
Amrullah Achmad berpendapat, obyek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam
yakni Al-Qur‟an, Al-Sunnah, hasil ijtihad serta realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi,
sosial, hukum, ekonomi, pendidikan dan lainnya, khususnya kelembagaan Islam. Sedangkan
obyek formalnya yaitu kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada fitrahnya sebagai
muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, maka ilmu dakwah dapat disebut sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang sifatnya empiric maupun pemikiran. Obyek kajian ini berkaitan dengan aspek
kehidupan manusia, sosial, kehidupan agama, pemikiran, budaya, estetika dan filsafat yang bisa
diuji serta diverifikasi. Ilmu dakwah mempelajari dan memberikan misi yang berkaitan dengan
ajaran Islam bagi kehidupan manusia. 4

B. Pengertian Epistemologi
Epistimologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yakni Episteme dan Logos yang berarti
pengetahuan dan ilmu, yang merupakan cabang filsafat serta memiliki kerterkaitan dengan asal, sifat,
karakter dan jenis pengetahuan. Hal ini termasuk kedalam hal yang sering dibahas dan diperdebatkan
dalam ilmu filsafat.

Sedangkan menurut para ahli, Epistimologi adalah adalah cabang filsafat yang berhubungan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. 5

3
Fadkhul Mufid, Perkembangan Otonlogi Dalam Filsafat Islam Jurnal Penelitian, Vol. 7, No. 2, Agustus 2013.Hal 287
4
Rubiyanah, Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah, Lemlit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta,2010, h.9

5
Maully Syifa Devinta, Ni’matul Azizah, Reny Hanim Anggraini; EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN MENURUT
1. Epistemologi Dalam Islam

Dalam pandangan Islam, epistimologi tidak berpacu kepada manusia, melainkan kepada Allah
SWT. dengan artian Allah adalah sumber dari segala pengetahuan serta segala kebenaran. Namun
hal ini tidak menghilangkan sosok manusia dan menganggap kedudukan manusia tidak penting,
karena manusia itu sendiri merupakan pelaku dari pencari pengetahuan.
Ada tiga cara berpikir yang dipakai dalam kajian Islam :

a. Epistemologi Bayani

Hal ini merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara menganalisis teks, yang berarti
sumber Epistemologi ini adalah teks. Tekas yang dimaksud memiliki dua jenis, yaitu teks nash,
yang berasal dari Al Quran dan sunah, serta teks non nash, yang merupakan karya para ulama.

b. Epistemologi Burhani

Hal ini merupakan pengetahuan yang didapat dari, indera, percobaan, hukum serta logika.
Maksudnya adalah dalam mengetahui sesuatu hal, dapat dilihat dari kemampuan alami manusia,
penalaran yang satu ini berhubungan dengan realitas serta terkait dengan alam dan sosial.

c. Epistemologi Irfani

Epistemologi Irfani tidak hanya bertumpu pada akal, namun juga dengan hati dan batin.
Penalaran Irfani harus mensingkronkan akal, hati, dan batin. 6

2. Jenis-Jenis Epistemologi

 Epistemologi Metafisis, merpakan jenis Epistemologi yang mendekati gejala


pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu.
 Epistimologi Skeptis, merupakan jenis Epistemologi yang memerlukan pembuktian
terlebih dahulu apa yang dapat diketahui sebagai hal yang nyata atau benar-benar tidak
dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu
yang kebenarannya masih dapat diragukan.
 Epistemologi Kritis, pada Epistemologi ini tidak memprioritasskan metafisikan atau
Epistemologi tertentu, melainkan berangkat dari asumsi, prosedur, dan kesimpulan
pemikiran akal sehat.7

BERAGAM FILSAFAT DUNIA: IDEALISME, REALISME, PRAGMATISME, EKSISTENSIALISME, Hal.1


6
Izza Afkarina Fillah, Epistemologi Dalam Perspektif Islam, Kompasiana, 1 November 2019 Hal. 1
3. Epistemologi Ilmu Dakwah

Mendapatkan pengetahuan dalam ilmu dakwah berasal dari teks atau nash (al-Qur‟an dan
alsunnah) sebagai otoritas suci. Pada dataran ini, secara keilmuwan lazim disebut dakwah
normatif, yang memiliki karakteristik lebih tetap, mutlak dan tidak berubah-ubah. Adapun secara
burhani, bersumber dari realtas, termasuk didalamnya ilmu sosia, alam dan kemanusiaan. Pada
dataran ini, secara keilmuwan lazim disebut sebagai dakwah historis, yang memiliki karakteristik
lebih terbuka, mengalami perubahan, dinamis dan berubah-ubah berdasarkan paradigm dakwah
itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

7
Ranti Alfiani Filsafat Ilmu Tentang Epistemolgi; Blogspot, 20 Juli 2016

Anda mungkin juga menyukai