Untuk lebih jelasnya, misalnya ‘kursi’ adalah cara kerja pikiran untuk menangkap substansi
sebuah kursi. kita selalu menemui bermacam kursi dalam jenis, sifat, bentuk, dan perujudannya.
Menurut jenis bentuk, posisi, dan fungsinya ada kursi makan, kursi belajar, kursi goyang, kursi tamu,
dan sebagainya. Namun, terlepas dari hal itu semua ‘kursi’ adalah kursi bukan ‘meja’ meskipun bisa
difungsikan sebagai meja atau sebagai alat (benda buatan) dalam bentuk tertentu, yang berfungsi
sebagai ‘tempat duduk’. Sementara duduk adalah suatu kegiatan seseorang dalam posisi meletakkan
seluruh badan dengan macam jenis, sifat, bentuk hal atau benda dalam keadaan seperti apapun, di
mana, serta kapanpun berada dan yang biasanya difungsikan sebagai tempat duduk. Berikut adalah
aliran-aliran dalam epistemologis:
1. Rasionalisme, Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau
rasio.
2. Empirisme, Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui
pengalaman indra.
3. Realisme, suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita serap lewat indra
adalah nyata dalam diri objek tersebut.
1. Bayani, sebuah metode berfikir yang berdasarakan pada teks kitab suci (Al-quran).
1
Rizal Mustansyir, Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 16
2
Saliba, Jamil (1979), al-Mu`jam al-Falsafibi al-Alfaz al-`Arabiyyah wa al-Faransiyyah wa alInjiliziyyah wa al-
Latiniyyah, Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnani,h. 241.
2. Irfani, model penalaran yang berdasarakan atas pendekatan dan pengalaman spiritual langsung
atas realitas yang tampak.
3. Burhani, metode berfikir yang tidak didasarakan atas teks suci maupun pengalaman spritual
melainkan berdasarkan keruntutan logika.
Thales menyimpulkan bahwa hakikat segala sesuatu itu air, ilmu modern juga menyimpulkan
bahwa hakikat dair segala sesuatu adalah air. Terkadang manusia menyimpulkan sesuatu dari
penampakannya saja, padahal bisa saja keyataannya berbeda. Seperti air laut yang tampaknya
berwarna biru, tetapi saat diteliti keyataannya air laut tidak berwarna biru.
M. Quraish Shihab, dalam buku Membumikan al-Qur’an, menyatakan bahwa ada realitas lain
yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan observasi
atau eksperimen. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh firman Allah swt. dalam Q.S. al-Haqqah [69]:
38-39, yang artinya, “Maka, aku bersumpah dengan apa-apa yang kamu lihat, dan dengan apa yang
tidak kamu lihat.” “Apa-apa” tersebut sebenarnya ada dan merupakan satu realitas, tetapi tidak ada
dalam dunia empiris4.
2. Aliran Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi dan bahwa segala sesuatu
yang lainnya yang kita sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Filsafat
yunani yang pertama kali muncul berdasarkan materialisme, mereka disebut (Nature filosofie)
mereka menyelidiki asal-usul kejadian ini pada unsur kebendaan yang pertama.
3. Aliran Idealisme
Segala sesuatu yang terletak dalam jiwa. Dalam aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik
pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Sejatinya segala sesuatu justru terletak dibalik yang fisik dan yg
non fisik dianggap hanya bayang-bayang yang sifatnya sementara. Dalam perkembangannya, aliran
ini ditemui dalam ajaran plato (428-348 SM). Menurutnya tiap-tiap yang ada di dalam pasti ada
idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah
berupa bayangan dari alam itu saja.
B. Aksiologi Ilmu Pengetahuan dalam islam
Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.
Sumantri (1996) menyatakan aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dan
3
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), 69.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
(Bandung: Mizan, 1994), hlm. 64
pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus bahasa Indonesia, aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khusunya etika. 5
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan
itu sendiri dan bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut. Jadi hakikat yang ingin dicapai
aksiologi adalah hakikat manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Objek kajian aksiologi
adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu karena ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral sehingga nilai kegunaan ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat. Aksiologi
disebut teori tentang nilai yang menaruh perhatian baik dan buruk atau benar dan salah serta tata
cara dan tujuan. Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar, yakni:
1. Etika
Istilah etika berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain
dinamakan moral yang berasal dari bahasa latin “mores”, kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas masalah-masalah moral, perilaku,
norma, dan adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu.
2. Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.
Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata
secara tertib dan harmonis dalam suatu hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu
objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian.
Aksiologi dalam islam adalah ilmu yang mempelajari entang nilai atau etika. Dan etika (ahklak)
merupakan tujuan pokok bagi orang yang mempelajari ilmu itu sendiri. Sebagian lain berpendapat,
bahwa ilmu adalah sebagai jalan, atau sarana untuk memperoleh etika, kemudahan-kemudahan
dalam hidupnya di dunia.
Ada perbedaan pendapat tentang aksiologi dalam pandangan Barat dan Islam. Pertama,
menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun
aksiologis. Dalam hal ini, ilmuwan Barat adalah menemukan pengetahuan dan terserah pada orang
lain untuk mempergunakannya, apakah ilmu tersebut digunakan untuk tujuan baik atau untuk
tujuan buruk. Kedua, berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada
metafisika keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya ilmu terletak pada objek penelitian harus
dilandaskan pada asas-asas moral. Oleh karena itu, bahwa ilmu tidak ada yang benar-benar bebas
nilai, tetapi disangat tergantung kepada siapa dan dokma yang diyakini. Sedangkan aksiologi Islam,
memandang bahwa ilmu itu berasal dari Allah Swt, sang maha pencipta (pemberi Nilai). Karena nilai
kebaikan dan keburukan itu sejatinya adalah dari tuhan untuk manusia. Dan manusia yang akan
memberikan nilai terhadap prilaku dan perbuatan.
5
Abdulhak, Filsafat ilmu pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008).