Anda di halaman 1dari 10

Dina : 1323002l Gian Along Putra : 1323018

Novita Sari Menrofa : 1323014 Maizatu Saufia Saputri : 1323034


Fahira : 1323009

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap negara atau bangsa di dunia selalu memiliki suatu sistem nilai (filsafat)
yang menjadi pegangan bagi warga masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan
pemerintahanya. Filsafat negara merupakan pandangan hidup bangsa yang diyakini
kebenaranya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami negara
tersebut. Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang akan mempengaruhi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin kompleks terjadi secara cepat
baik secara langsung ataupun tidak langsung, hal ini mengakibatkan perubahan besar
pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan
transnasional melalui globalisasi memberikan ancaman terhadap eksistensi negara-negara
kebangsaan, termasuk Indonesia. Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan
nasional mengakibatkan suatu tarik menarik kepentingan yang secara langsung
mengancam jati diri bangsa.
Prinsip dasar yang diciptakan oleh para peletak dasar negara Indonesia, (The
founding fathers) dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara diabstraksikan menjadi
suatu prinsip dasar filsafat bernegara disebut sebagai Pancasila. Ketika para pendiri
Negara Indonesia mempersiapkan berdirinya Negara Indonesia merdeka, mereka sadar
sepenuhya untuk menjawab pertanyaan yang fundamental “di atas dasar apakah Negara
Indonesia merdeka ini didirikan?”. Jawaban atas pertanyaan ini selalu menjadi dasar dan
tolak ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu
bertolak ukur pada nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat bangsa1.

1
Document dari website Universitas Gunadarma, Rowland Bismark F.P (2013), Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.5
PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat
Secara etimologi filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu “philein” yang artinya
“cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah”, “kebijaksanaan” . Jadi secara harfiah,
dari arti bahasa ini dapat dimaknai bahwa filsafat adalah, cinta akan kebenaran atau
kebijaksanaan (love of wisdom)2. Bersfilsafat adalah aktivitas berpikir sedalam-dalamnya
(merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk
mencari hakikat dari kebenaran sesuatu.
Pada umumnya, ada dua pengertian mengenai filsafat yaitu, filsafat dalam arti
proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu juga terdapat pengertian lain yaitu,
filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Disamping itu juga dikenal
pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis. Pancasila dapat
dikategorikan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan
filsafat dalam arti praktis. Hal itu memiliki arti bahwasanya Pancasila mempunya fungsi
dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam bersikap, bertingkah laku, dan
perbuatan dalam kehidupan sehari hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
Secara umum, filsafat dapat diartikan sebagai suatu kebijaksanaan hidup
(filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan
refleksi atas pengalaman ilmiah ataupun pengalaman hidup. Filsafat adalah suatu ilmu
pengetahuan, hal ini dikarenakan ilmu filsafat memiliki logika, metode dan sistem.
Filsafat menjadi dasar dari pemikiran yang melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan lainya.
Oleh karena itu, ilmu filsafat memiliki objek kajian yang sangat luas yaitu unsur
kehidupan secara menyeluruh.
Sedangkan pengertian filsafat menurut beberapa para ahli sebagai berikut.:
1) Plato: Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang berupaya mencapai kebenaran
asli.
2) Aristoteles: Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran,
yang didalamnya terdapat ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
politika, dan estetika

2
Imam Bernadib, (1992), Filsafat Pendidikan: Pengantar Mengenai Sistem Dan Metode, Yogyakarta: Andi Offset
2. Pancasila Sebagai Filsafat
2.1 Landasan Filsafat Pancasila
1) Landasan Ontologis
Ontologi menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat
sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi. Masalah ontologis
antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini
suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada rahasia dibalik
realitas itu?, dan seterusnya. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang
ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta, metafisika.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
Pancasila terdiri dari atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang
berdiri sendiri-sendiri melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki
hakikat mutlatk yaitu monopluralis, oleh karena itu juga disebut sebagai
dasar antropologis. Subjek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah
manusia.
2) Landasan Epistemologis
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat,
susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti
sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan
validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori
terjadinya ilmu atau science of science
Menurut (Pranarka, 1996) mengatakan bahwa terdapat tiga persoalan yang
mendasar dalam epistemologi, yaitu:3
1. Tentang sumber pengetahuan manusia;
2. Tentang kebenaran pengetahuan manusia;
3. Tentang watak pengetahuan manusia.

3
Dalam Kaelan, (1996). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga
merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu
belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu
Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya
sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat
berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila
sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber
pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada
pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai
karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta
moralitas religius dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
3) Landasan Aksiologis
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan
dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung
arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat,
dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai,
yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki
adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya
kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya
abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan”
(goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan
akan sesuatu yang diinginkan.
Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai
dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
a) Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang
bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu
dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan
nilai keadilan.
b) Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan
norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan
dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
c) Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat
2.2 Karakter Filsafat Dalam Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki sila-sila yang saling terkait
sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh. Pancasila merupakan filsafat tentang
kehidupan dan cita cita luhur bangsa indonesia yang komplek dan mencakup relasi
manusia dengan sang pencipta, hubungan sosial marsyarakat serta hubungan hingga
warga dan negara. Dasar dari pacasila diperoleh dari eksistensi manusia sebagai
manusia terlepas dari keadaan dan peran tertentu yang bersifat fungsional. Pancasila
dengan kata lain dapat disebut sebagai filsafat tentang kodrat manusia. Dalam
pancasila terkandung hak-hak asasi tentang manusia yang bersifat universal4.
Dalam pandangan Driyarkara, pancasila dapat dipahami sebagai dalil-dalil
filsafat5. Ada lima dalil filsafat. Dalil pertama berkaitan dengan dasar dari semua
eksistensi. ‘Kasih’ merupakan sumber dari segala sumber eksistensi. Eksistensi
manusia terletak pada keber-ada-an. Keber-ada-an tersebut menjahit “aku-engkau”
menjadi satu. Peng-“aku”-an eksistensi manusia selalu memuat yang bernama
“engkau”. Keber-ada-an bersama antara “aku” dan “kamu” memiliki prinsip
fundamental yaitu cinta kasih. Cinta kasih merupakan dasar keberadaan antara sang
aku dan sang kamu. Cinta kasih membuka akan kemungkinan hidup bersama menjadi
4
G. Moedjanto, (1998), Pancasila, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia, hlm. 76.
5
Driyarkara, (1980), Negara dan Bangsa, Yogyakart: Kanisius, hlm. 53.
sebuah persaudaraan. Pancasila dalam keseluruhan sifatnya dipersatukan oleh cinta
kasih sebagai dwi-sila dan eka-sila. Cinta kasih dalam pandangan dwi-sila memiliki
arti cinta kasih terhadap tuhan dan sesama. Sedangkan dalam pandangan eka-sila,
cinta kasih terhadap sesama manusia yang pada umumnya disebut perikemanusiaan.
Dalil kedua merupakan penjabaran lebih lanjut dari dalil pertama. Dalil kedua
berkaitan dengan keadilan sosial. Perikemanusiaan yang dirumuskan sebagai dalil
pertama harus dilaksanakan dan dijalankan dalam semangat kebersamaan.
Penjelmaan dari perikemanusiaan dalam kebersaam dengan sesama itulah yang
disebut keadilan sosial.
Dalil ketiga berkaitan dengan demokrasi. Dalam kehidupan bermasyarakat,
manusia hidup berdampingan dengan manusia lain. Hidup bermasyarakat berarti
melakukan yang namanya kesatuan-karya yang hanya bisa terwujud jika setiap
manusia menghargai dan menghormati sesama. Demokrasi Pancasila merupakan
demokrasi yang didasarkan pada asas kekeluargaan dan gotong royong ,yang
ditujukan untuk kesejahteraan rakyat dan mengandung unsur-unsur berkesadaran
religius, kebenaran, kecintaan, budi pekerti luhur dan berkesinambungan 6.
Dalil keempat adalah penjabaran perikemanusiaan dalam aspek kebangsaan.
Perikemanusiaan harus dilaksanakan berdasarkan hubungan kesatuan manusia
sebagai makhluk historis. Kesatuan manusia dalam penghayatan sejarah hidupnya
turut membentuk pribadi yang kongkret sebagai manusia. Kesatuan yang besar dalam
”ada-bersama-yang-lain” dalam konteks peradaban, keturunan dan kebudayaan yang
terpatri dalam sejarah hidup manusia itulah yang disebut kebangsaan.
Dalil kelima adalah dasar dari perikemanusiaan. Cinta kasih terhadap manusia
sebagai sesama ciptaan bisa terwujud karena cinta kasih dari dan kepada Sang
Pencipta. Sang pencipta merupakan “ada-yang-mutlak”. Dia adalah dasar dari segala
“ada-bersama-yang-lain”-nya. Dialah Sang Maha Ada Dan Maha Sempurna. Orang
beragama menyebutnya “Tuhan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu, manusia bukanlah
sumber bagi dirinya sendiri. Keber-ada-an manusia sebagai ada-bersama dalam cinta
kasih sesungguhnya buah dari cinta kasih dari dan kepada Sang Maha Cinta Kasih
(Tuhan Yang Maha Esa).
6
Lihat Mohammad Hatta, “Indonesia Merdeka” dalam karya lengkap Bung Hatta. Buku I: Kebangsaan dan
Kerakyatan (Jakarta: penerbit LP3ES, 1998), hlm 87
2.3 Pancasila Merupakan Suatu Filsafat
Pancasila merupakan suatu filsafat dapat diartikan sebagai, refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa yang
bertujun mendapatkan pokok-pokok pikiran yang mendasar dan menyeluh untuk
pengaktualisasiannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila dikatakan
sebagai filsafat karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam
yang dilakukan oleh para founding fathers Indonesia yang kemudian dituangkan
kedalam suatu sistem kenegaraan.
Pancasila sebagai filsafat memiliki tiga alasan untuk menempatakannya menjadi
falsafah bangsa Indonesia. Pertama, nilai nilai yang terkandung didalam pancasila
merupakan intisari dari nilai nilai yang sudah tertanam dalam diri pribadi dan
komunitas serta suku-suku yang ada di Indonesia. Jadi, nilai nilai tersebut tidak
berasal atau didatangkan dari luar. Nilai nilai tersebut menjadi pengalaman hidup
keseharian suku-suku yang ada di Indonesia. Sila-sila pancasila itu merupakan filsafat
tentang kehidupan dan cita cita luhur bangsa Indonesia yang mengungkap relasi
manusia dengan sang Pencipta, hubungan dengan sesama manusia dan hubungan
manusia dengan alam semesta. Oleh karena itu, seperti yang ditegaskan Driyarkara,
terlepas dari keaadan tertentu, pancasila mendapatkan dasarnya pada eksistensi
manusia sebagai manusia. Pancasila adalah filsafat tentang kodrat manusia dan dalam
Pancasila terkandung hak-hak asasi manusia yang bersifat universal7
Kedua, sebagai suatu sistem filsafat, masing masing dari sila yang ada saling
berkaitan sebagai suatu satu kesatuan yang menyeluruh. Artinya, sila yang satu tidak
bisa dilepaskan dari keberadaan sila yang lain. Karena itulah nilai nilai Pancasila
memiliki urutan yang hierarkis dan piramidal yang saling terhubung. Bersifat
hierarkis disebabkan karena sila-silanya menggambarkan urutan baik dalam urutan
luas ataupun urutan sifat isinya. Pancasila memperlihatkan suatu rangkaian dan
merupakan pengkhususan dari sila-sila di diatasnya. Akan tetapi urutan urutan
tersebut tidak terpisah pisah melainkan saling mengikat. Ikatan ini kemudian
menempatkan sila-sila Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh.

7
G. Moedjanto, (1998), Pancasila, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia, hlm. 76.
Pancasila dikatakan berbentuk piramidal dikarenakan sila-sila Pancasila
mempunyai tingkatan seperti piramida. Disatu sisi, sila pertama merupakan dasar dari
empat sila lainya. Sementara disisi lain, sila pertama dijabarkan dalam sila-sila
berikutnya. Dengan demikian, ketuhanan yang dihayati dalam praktik hidup
berbangsa dan bernegara adalah ketuhanan yang bermartabat dalam kodrat manusia,
ketuhanan yang dihayati dalam persatuan bangsa, ketuhanan yang menjamin
kedaulatan rakyat dalam setiap proses musyawarah dan perwakilan serta ketuhanan
yang dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dalam catatan
Notonegoro, secara ontologis hakikat kelima sila mengungungkapkan lima kata, yaitu
tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil8
Ketiga, Pancasila sebagai filsafat bersifat terbuka untuk terus dikaji dan dikritisi
berdasarkan pada objektivitas dan dengan sistematika yang terstruktur untuk terus
digali dan mengaktualisasikan nilai-nilai yang rada didalamnya, demi memberi
kebaikan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai filsafat, setiap warga
negara perlu untuk terus mendalami nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, menggali
intisari dan mengaktualisasikanya dalam kehidupan karena dalama hal ini Pancasila
dapat dijadikan sebagai pandangan dan pegangan bagi banga Indonesia sekaligus
menjadi pondasi berperilaku dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
2.4 Fungsi Utama Pancasila Sebagai Filsafat Bagi Bangsa Indonesia
Keberadaan pancasila telah memberi bukti bahwasanya mampu mempersatukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari perbedaan dan mengindarkan dari
perpecahan, dengan memakai konsep Bhineka Tunggal Ika, Pancasila menjadi nilai
rujukan kebersamaan atas beragam etnis budaya dan agama di Indonesia. Maka, dari
kenyataan ini dapat dilihat fungsi dan peranan Pancasila meliputi :
1) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
2) Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia
3) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
4) Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
5) Pancasila sebagai moral pembangunan negara Indonesia

8
Notonegoro, (1974), Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: Bina Aksara, hlm. 59.
Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan
kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini akan
kebenarannya dan menumbuhkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkan negara
yang sejahtera (wellfare state).

PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, berfilsafat
adalah berfikir secara mendalam, sistematis dan bersungguh-sungguh. Sedangkan
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu satu kesatuan bagian yang saling terhubung,
terkait dan bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk suatu tujuan dan
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memilki beberapa inti,
nilai dan landasan yang mendasar.

DAFTAR PUSTAKA

Bernadib, I. (1992). Filsafat Pendidikan: Pengantar Mengenai Sistem Dan Metode. Yogyakarta:
Andi Offset.
Driyarkara. (1980). Negara dan Bangsa. Yogyakarta: Kanisius.
Hatta, M. (1998). Kebangsaan dan Kerakyatan. Jakarta: LP3ES.
Kaelan. (1996). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Moedjanto, G. (1998). Pancasila, Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia.
Notonegoro. (1974). Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Bina Aksara.
Pasaribu, R. B. (2013, 9 14). Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Diambil kembali dari
Universitas Gunadarma Web site:
http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.5

Anda mungkin juga menyukai