Anda di halaman 1dari 11

Pancasila sebagai

Sistem Filsafat
Pertemuan minggu ke-12
Definisi filsafat

Secara etimologis, filsafat berasal dari kata Yunani philos atau philein dan sophos atau
sophia. Philos atau philein berarti cinta atau teman, sedangkan sophos atau sophia artinya
kebijaksanaan. Dengan demikian, philosophia berarti mencintai kebijaksanaan.
Dalam bahasa Arab, kata filsafat disebut dengan istilah falsafah yang berarti cinta kearifan.
Orang yang berfilsafat disebut filsuf atau filosof.
Filsafat berarti berpikir secara mendalam mengenai segala hal yang ada, meliputi Tuhan,
alam, dan manusia untuk mengungkap hakekatnya.
Filsafat menurut konteksnya
Menurut Slamet Soetrisno,
1) Filsafat berarti jiwa dan pikiran pada sebuah zaman atau era. Fungsi filsafat sangat besar bagi berlangsungnya sebuah
kebudayaan.
2) Filsafat berarti kearifan hidup personal maupun kolektif orang atau sekelompok masyarakat tertentu.
3) Filsafat dalam arti filsafat ilmu yaitu sebuah refleksi kritis dan secara mendasar atas perkembangan ilmu.
4) Filsafat mengacu pada aliran-aliran filsafat, misalnya: Platonisme, Aristotelian, pragmatisme, dan lain sebagainya.
5) Filsafat dalam arti ilmu filsafat yaitu sebuah disiplin atau bidang studi yang diajarkan oleh sistem pendidikan. Wilayah
kajiannya berupa metafisika, ontologi, epistemologi, aksiologi, dan lain sebagainya.
6) Filsafat berarti pandangan hidup atau weltanschauung (bahasa Jerman). Filsafat tersebut terkait dengan usaha
sekelompok manusia dalam menjawab permasalahan-permasalahan mendasar dalam hidup. Perangkat keyakinan
konseptual yang telah diresapi oleh masyarakat, manusia, bangsa, yang telah menubuh dalam kebudayaan masyarakat
tersebut, baik disadari atau tidak.
7) Filsafat berarti pandangan dunia atau worldview. Jika pandangan hidup lebih mengacu pada “sistem nilai yang bersifat
normatif” yang menjadi acuan bagi sikap dan perilaku masyarakat, maka pandangan dunia menitikberatkan pada
“sistem intelektual kognitif” yang menjadi acuan, persepsi, dan pembentukan pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
Artinya, pandangan dunia lebih menunjukkan upaya “memberi deskripsi umum tentang semesta yang melingkungi
sebuah masyarakat atau bangsa.
Disiplin umum filsafat
1. Ontologi
Menyelidiki tentang esensi yang terdalam dari “yang ada”.
Kenyataan baik yang abstrak maupun konkrit, yang meliputi eksistensi, penampakan,
substansi, perubahan, kesatuan, pluralitas, serta unsur-unsur dasarnya.
Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu?
2. Epistemologi
Menyelidiki tentang sumber-sumber pengetahuan, metode, subjek, validitas,
subjektivitas-objektivitasnya.
Bagaimana caranya memperoleh pengetahuan tersebut?
3. Aksiologi
Menyelidiki tentang nilai (kegunanaan dan manfaat pengetahuan). Nilai baik-buruk
diselidiki dalam bidang etika; Indah-tidak indah diselidiki dalam bidang estetika; Benar-
salah diselidiki dalam bidang logika.
Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
Ciri berpikir secara filosofis

Kritis Rasional

Radikal Komprehensif
Filsafat Pancasila
Secara teoritis
Filsafat Pancasila berarti mengkaji Pancasila menggunakan pendekatan filsafat.

Mengapa diperlukan pengkajian Pancasila?


Sejak tahun 1960-an, telah muncul disiplin ilmu baru dalam filsafat, yaitu filsafat Pancasila.
Melalui usaha keilmuan akademis, Pancasila diharapkan dapat berkembang sehingga menjadi
disiplin akademis yang jelas.

Secara Praktis
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
Pancasila merupakan hasil kristalisasi nilai-nilai yang telah ada dalam kehidupan bangsa
sehingga menjadi sistem nilai dasar (core values) bagi kehidupan bangsa yang memberi
kerangka normatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ontologis Pancasila
Manusia Indonesia menjadi dasar dan subjek bagi adanya Pancasila.
Eksistensi dan kualitas Pancasila bergantung pada manusia Indonesia.
Manusia memiliki hakekat “mono-pluralis” yang artinya terdiri atas susunan
kodrati (jiwa dan raga), sifat kodrati (makhluk individu dan makhluk sosial), dan
kedudukan kodrati (makhluk pribadi dan makhluk Tuhan).
Asal-usul pembentukan Pancasila sebagai dasar filsafat negara, terdiri atas empat
macam:
1. Causa material (asal mula bahan)
2. Causa formalis (asal mula bentuk)
3. Causa finalis (asal mula tujuan)
4. Causa eficient (asal mula karya)
Epistemologis Pancasila
Sumber pengetahuan Pancasila berasal dari nilai-nilai, adat-istiadat, budaya, dan
religiusitas bangsa Indonesia.
Hakekat manusia memiliki susunan kodrati jiwa dan raga maka manusia menggunakan
indera dalam mempersepsi realitas di sekitarnya dan memperoleh pengetahuan. Manusia
juga menggunakan rasa dan karsa dalam mencari kebenaran. Selain itu, sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial mempengaruhi dalam memperoleh
kebenaran. Dengan demikian, terdapat beberapa macam kebenaran yang diperoleh, yaitu:
a. Kebenaran empiris yang berasal dari indera
b. Kebenaran rasional yang berasal dari akal
c. Kebenaran intuitif yang bersumber dari rasa
d. Kebenaran wahyu yang berasal dari ajaran agama
e. Kebenaran konsensus yang berasal dari masyarakat
Aksiologis Pancasila
a. Pancasila merupakan Sein im Sollen
Pancasila merupakan kenyataan, harapan, dan cita-cita bagi bangsa Indonesia.
Pancasila mencerminkan nilai realitas dan nilai idealitas.
b. Pancasila mengandung nilai intrinsik
Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli budaya bangsa Indonesia dan nilai
positif yang diambil dari budaya luar Indonesia pada saat Indonesia memasuki masa
sejarah, masa penjajahan, maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan
Soekarno, Hatta, dan para pahlawan yang lain saat belajar ke negara Belanda.
c. Pancasila mengandung nilai ekstrinsik (nilai instrumental)
Pancasila menjadi arah dalam proses mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai sistem filsafat

Notonagoro,
Pancasila terdiri atas lima sila yang masing-masing berperan
sebagai nilai dasar (core value) yang hekakatnya membentuk
sebuah sistem filsafat.
Daftar Pustaka

Nufus, A.B. (2018). Pendidikan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.


Malang: Madani.
Tim Dosen Pancasila Pusat MPK UB. (2017). Pancasila dalam Diskursus.
Yogyakarta: Ifada Publishing.
Susanto. (2011). Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai