Anda di halaman 1dari 36

Triya Indra Rahmawan, SH., MH.

 Istilah ‘filsafat’ merupakan padanan kata


falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris)
yang berasal dari bahasa Yunani
philosophia.
 Kata philosophia merupakan kata majemuk
yang tersusun dari kata philos/philein yang
berarti “cinta” atau “teman” dan
sophos/sophia artinya “kebijaksanaan”.
 Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan
atau teman kebijaksanaan.
 Kebijaksanaan adalah kepandaian
menggunakan akal budinya (pengalaman dan
pengetahuannya).
 Sehingga bisa dikatakan bahwa filsafat terkait
dengan “ajaran-ajaran kebijaksanaan”.
 Untuk itu, filsafat bisa terdapat dimana-
mana, karena ajaran kebijaksaan bisa
ditemukan dimanapun dan biasanya
termanifestasi dalam petuah-petuah,
pepatah, puisi, ajaran, karya sastra, tembang,
dll.
 Pengertian Khsusus Filsafat
Karena filsafat telah mengalami
perkembangan yang dipengaruhi ruang,
waktu, keadaan dan orangnya, maka muncul
berbagai pendapat mengenai pengertian
filsafat.
 Kattsof: Filsafat adalah berpikir secara kritis,
rasional dalam bentuk yang sistematik,
menghasilkan sesuatu yang runtut, dan
bersifat komprehensif.
 Menurut Alston: Filsafat adalah analisis kritis
terhadap konsep-konsep dasar yang
dengannya orang berpikir tentang dunia dan
kehidupan manusia.
 Menurut Plato: Filsafat adalah suatu
penyelidikan terhadap sifat dasar dari
penghabisan kenyataan.
(Soetrisno, 2006:22-23)
 Sunoto (1987) memberikan rangkuman
berbagai pengertian filsafat:
a. Filsafat adalah hasil pikiran manusia yang
kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang
sistematik;
b. Filsafat adalah hasil pikiran yang paling
dalam;
c. Filsafat adalah pandangan hidup;
d. Filsafat adalah hasil perenungan jiwa
manusia yang mendalam, mendasar dan
menyeluruh.
 Dua Pengertian Filsafat:
a. Filsafat sebagai Produk: Filsafat sebagai
jenis ilmu pengetahuan, konsep-konsep,
teori, sistem aliran yang merupakan hasil
proses berfilsafat;
b. Filsafat sebagai suatu proses: filsafat
sebagai bentuk aktivitas berfilsafat, proses
pemecahan masalah dengan menggunakan
cara dan metode tertentu.
 Rasional: menurut pikiran dan pertimbangan
yang logis.
 Kritis dalam berpikir: yaitu mempertanyakan
terus menerus segala sesuatu baik itu
tentang masalah-masalah yang dihadapi
ataupun tentang kebenaran yang diyakini
(selalu ingin tahu).
 Radikal: berasal dari kata Latin “radix” yang
berarti akar. Berpikir secara radikal berarti
berpikir mendalam sampai ke akar-akarnya
(mendasar/sampai kepeda hal yang prinsip).
 Komprehensif: filsafat dalam memikirkan
objek kajiannya memerhatikan segala aspek
yang berhubungan.
 Sistematis: menghasilkan suatu pemikiran
yang sistematis. Ada hubungan antara bagian
yang satu dengan yang lain dan bagian-
bagian tersebut saling memperkuat untuk
mendukung dasar pemikiran.
 Metafisika; cabang filsafat yang mempelajari
asal mula segala sesuatu yang-ada dan yang
mungkin-ada. Metafisika terdiri atas
metafisika umum yang selanjutnya disebut
sebagai ontologi, yaitu ilmu yang membahas
segala sesuatu yang-ada, dan metafisika
khusus yang terbagi dalam teodesi yang
membahas adanya Tuhan, kosmologi yang
membahas adanya alam semesta, dan
antropologi metafisik yang membahas adanya
manusia.
 Epistemologi; cabang filsafat mempelajari seluk beluk
pengetahuan. Dalam epistemologi, terkandung
pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang
pengetahuan, seperti kriteria apa yang dapat
memuaskan kita untuk mengungkapkan kebenaran,
apakah sesuatu yang kita percaya dapat diketahui,
dan apa yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan
yang dianggap benar.
 Aksiologi; cabang filsafat yang menelusuri hakikat
nilai. Dalam aksiologi terdapat etika yang membahas
hakikat nilai baik-buruk, dan estetika yang
membahas nilai-nilai keindahan. Dalam etika,
dipelajari dasar-dasar benarsalah dan baik-buruk
dengan pertimbanganpertimbangan moral secara
fundamental dan praktis. Sedangkan dalam estetika,
dipelajari kriteria-kriteria yang mengantarkan
sesuatu dapat disebut indah.
 Pancasila telah ada dan mengendap dalam
sanubari dan kandungan jiwa yang menjadi
sumber dari kebudayaan bangsa sejak
beratus-ratus tahun lamanya. (Pranaka,
1985)
 Dengan demikian, Pancasila tentu berkaitan
dengan sistem pandangan dunia bangsa
Indonesia, yakni sebuah filsafat bangsa
yang berkait dengan cara memandang
kenyataan dan kebenaran.
 Para pendiri negara hanya membantu
merumuskan dan mengeksplisitkan nilai-
nilai maupun pandangan-pandangan
tersebut agar menjadi pedoman bangsa;
 Untuk itu, Pancasila dikatakan sebagai
filsafat karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang
dilakukan oleh the founding fathers
Indonesia, yang dituangkan dalam suatu
sistem (Abdul Gani, 1998).
 Filsafat Pancasila dapat diartikan sebagai
pembahasan Pancasila secara filsafati, yakni
pembahasan Pancasila sampai pada hakikat
terdalam. (Notonegoro, 1966: 34)
 Filsafat Pancasila merupakan refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara
dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan
untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya
yang mendasar dan menyeluruh.
 Dengan demikian, Filsafat Pancasila ialah filsafat
yang menjadikan Pancasila sebagai obyeknya.
 Filsafat Pancasila tidak hanya akan
menghasilkan pemikiran yang sedalam-
dalamnya atau tidak hanya bertujuan
mencari, tetapi hasil pemikiran yang
berwujud filsafat Pancasila tersebut
dipergunakan sebagai pedoman hidup;
 Dasar Ontologis Pancasila
Dasar ontologis Pancasila mengungkap status
istilah yang digunakan, isi dan susunan sila-
sila, tata hubungan, serta kedudukannya.
Dengan kata lain, pengungkapan secara
ontologis itu dapat memperjelas identitas dan
entitas Pancasila secara filosofis.
 Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak
mono-pluralis. Manusia Indonesia menjadi
dasar adanya Pancasila. Kaelan (2002: 69)
 bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusian yang adil dan beradab,
berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada
hakekatnya adalah manusia.
 Untuk itu, secara ontologis (hakekat dasar
keberadaan) dari sila sila Pancasila adalah
manusia “monopluralis”.
 Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok
sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani dan
rohani, sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan sosial, serta kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri
sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa (Kaelan, 2002:72).
 Jika ditinjau menurut sejarah asal-usul pembentukannya,
Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar filsafat negara.
Ada empat macam sebab (causa) yang menurut
Notonagoro dapat digunakan untuk menetapkan Pancasila
sebagai Dasar Filsafat Negara, yaitu:
 sebab berupa materi (causa material): adat kebiasaan,
kebudayaan, agama.
 sebab berupa bentuk (causa formalis) dan sebab berupa
tujuan (causa finalis): Bung Karno dan Bung Hatta
menjadi Pembentuk Negara, sebagai asal mula bentuk
atau bangun (causa formalis) dan asal mula tujuan
(causa finalis) dari Pancasila sebagai calon dasar filsafat
Negara
 sebab berupa asal mula karya (causa eficient) : PPKI yang
menjadikan Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara yang
sebelumnya ditetapkan sebagai calon Dasar Filsafat
Negara
(Notonagoro,1983: 25).
 Dasar Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu
pengetahuan. Jadi secara epistemologis, kajian
Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan.
 Epistemologi bertujuan untuk memperoleh realitas
dan kebenaran ilmiah yang hakiki.
 Menurut Titus terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistimologi yaitu :
1. tentang sumber pengetahuan manusia;
2. tentang kebenaran pengetahuan manusia;
3. tentang watak pengetahuan manusia.
(Kaelan:2012:15)
 Tentang sumber pengetahuan Pancasila: sumber
pengetahuan pancasila adalah nilai-nilai yang
ada pada bangsa Indonesia sendiri (nilai adat
istiadat, kebudayaan dan nilai religius), bukan
berasal dari bangsa lain.
 Tentang Teori Kebenaran pengetahuan manusia:
Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila
adalah bangsa indonesia sendiri, maka sebagai
suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian
yang bersifat korespondensi/persesuaian.
 Menurut Aristoteles: hal yang ada sebagai tidak
ada atau yang tidak ada sebagai ada adalah
salah. Kebenaran adalah kesesuaian antara
pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan.
 Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis,
yang salah satunya memiliki unsur pokok raga dan jiwa.
 Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang
merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang
melahirkan pengetahuan. Dengan demikian, Pancasila
mengakui kebenaran rasio yang bersumber dari akal
manusia.
 Namun jika dikaitkan dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
(yang mendasari dan menjiwai sila lainnya) maka terdapat
landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber
pada intuisi (kebenaran wahyu yang bersifat mutlak)
 Dengan demikian, menurut Pancasila, ilmu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius
dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
 Dasar Aksiologis Pancasila
 Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang
diinginkan, disukai atau yang baik. Aksiologi
terkait erat dengan penelaahan atas nilai.
 Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakekatnya
membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu
pengetahuan tentang Pancasila.
 Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang
artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran,
ilmu atau teori.
 Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang
diinginkan, disukai atau yang baik.
 Nilai dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang
sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai
“keberhargaan” atau “kebaikan”.
 Pancasila, mencakup nilai dasar, nilai instrumental, dan
nilai praktis.
 Nilai ideal/dasar: adalah nilai-nilai dasar dari Pancasila
adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
 Nilai instrumental: adalah nilai yang berbentuk norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan
perundang-undangan. (Pasal 29 UUD 1945, Pasal 28A-28J
UUD 1945, dll).
 Nilai praksis: adalah nilai yang sesungguhnya dilaksanakan
dalam kenyataan.
 nilai dasar mendasari nilai intrumental dan selanjutnya
mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
 Pengakuan, penerimaan dan penghargaan atas nilai-
nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku,
dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga
mencerminkan sifat khas sebagai manusia Indonesia.
 Kartohardiprodjo:
Pancasila adalah filsafat bangsa Indonesia
dalam arti pandangan dunia. Sebagai suatu
pandangan dunia, filsafat Pancasila itu
bersistem dan sila-sila Pancasila kait mengkait
secara bulat dan utuh. Kebulatannya itu
menunjukkan hakikat maknanya sedemikian
rupa sehingga bangunan filsafat Pancasila itu
substansinya memang sesuai dengan jiwa
bangsa Indonesia turun-temurun. Pancasila
merupakan cerminan jiwa bangsa Indonesia
(Slamet Sutrisno, 2006: 71).
 Notonagoro:
Asal mula materiil Pancasila adalah adat, tradisi
dan kebudayaan Indonesia. Lima unsur yang
tercantum di dalam Pancasila bukanlah hal
yang baru pada pembentukan negara
Indonesia, akan tetapi sebelumnya dan selama-
lamanya telah dimiliki oleh rakyat, bangsa
Indonesia, yang nyata ada dan hidup dalam
jiwa masyarakat, rakyat dan bangsa Indonesia.
Pancasila merupakan suatu kesatuan. Sila-sila
itu sendiri saling terkait dalam hakikat
persatuan-kesatuan. Dasar dari sifat dasar itu
adalah filsafat manusia Pancasila, yakni rumus
filosofis manusia sebagai makhluk
monodualis/monopluralis (Slamet Sutrisno,
2006: 73).
a. Satu kesatuan dari bagian-bagian;
b. Bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-
sendiri;
c. Saling berhubungan dan saling ketergantungan;
d. Bagian-bagian tersebut mempunyai satu
tujuan;
e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

(Shore dan Voich dalam Kaelan: 1996:48)


 Sistem adalah suatu kesatuan bagian-
bagian yang saling berhubungan,
saling bekerjasama untuk tujuan
tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh.

 Pancasila sebagai suatu sistem karena


terdiri dari lima sila yang mempunyai
fungsi sendiri-sendiri, namun sila-sila
Pancasila merupakan suatu kesatuan
yang utuh, yang saling berhubungan,
bekerjasama untuk tujuan tertentu.
 Dari intinya, urutan kelima sila Pancasila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam
luas (kuantitas) dan isi (kualitas), sehingga ada
hubungan yang mengikat antara yang satu
kepada yang lain.
 Jika di antara satu sila dengan sila lainnya tidak
ada hubungan, maka Pancasila menjadi
terpecah dan tidak dapat dipergunakan sebagai
asas kerokhanian bagi negara (yang menjadi
sumber nilai, norma serta kaidah moral dan
hukum negara)
(Kaelan: 2012: 10)
 Kesatuan sila-sila Pancasila dalam struktur
yang bersifat hirarkis dan berbentuk
piramidal
 Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang
saling mengisi dan mengkualifikasi
 Hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri,
oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia
ada karena diciptakan Tuhan /manusia ada sebagai akibat
adanya Tuhan. (Sila 1)
 Manusia, merupakan subjek pendukung pokok negara,
karena negara adalah lembaga kemanusiaan/ negara
merupakan persekutuan hidup bersama yang anggotanya
adalah manusia. (Sila 2)
 Maka terbentuklah Negara sebagai akibat dari adanya
manusia yang bersatu. (Sila 3)
 Terbentuklah persekutuan hidup bersama/rakyat. Rakyat
merupakan totalitas individu-individu dalam negara yang
bersatu. (Sila 4)
 Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan kehidupan
bersama/ keadilan sosial adalah tujuan dari lembaga
hidup bersama yang disebut negara. (Sila 5)
 Dikarenakan manusia adalah makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkhis sila
pertama Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi,
mendasari dan menjiwai keempat sila sila Pancasila
(Kaelan, 2005).
 Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis
kemanusiaan, Persatuan Indonesia, Kerakyatan dan
Keadilan sosial.
◦ Sila 1 meliputi, mendasari dan menjiwai sila ke-2,
3, 4, 5.
◦ Sila 2 diliputi, didasari dan dijiwai sila ke-1, dan
meliputi, mendasari dan menjiwai sila ke-3, 4, 5.
 Tiap-tiap sila mengandung empat sila
lainnya.
◦ Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
◦ Sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah kemanusiaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
◦ Dst..
 Kata ‘hakikat’ dapat diartikan sebagai suatu
inti yang terdalam dari segala sesuatu yang
terdiri dari sejumlah unsur tertentu dan yang
mewujudkan sesuatu itu, sehingga terpisah
dengan sesuatu lain dan bersifat mutlak.
 Menurut Notonagoro, hakikat segala sesuatu
mengandung kesatuan mutlak dari unsur-
unsur yang menyusun atau membentuknya.
Misalnya, hakikat air terdiri atas dua unsur
mutlak, yaitu hidrogen dan oksigen.
Kebersatuan kedua unsur tersebut bersifat
mutlak untuk mewujudkan air.
 Dengan demikian, Hakikat sila-sila
merupakan Pancasila yang berisi lima sila dan
merupakan satu kesatuan utuh. Kesatuan
sila-sila (Notonagoro: 1967: 32), yakni:
1. Kesatuan sila-sila Pancasila dalam struktur
yang bersifat hirarkis dan berbentuk
piramidal
2. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang
saling mengisi dan saling mengkualifikasi

Anda mungkin juga menyukai