Anda di halaman 1dari 16

Nama : siti kholifah

Stanbuk :

Pancasila sebagai sistem filsafat dan kontitusi negara

1.Pancasila Merupakan Suatu Filsafat


Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai
ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Mengapa pancasila
dikatakan sebagai filsafat? Hal itu dikarenakan pancasila merupakan hasil
perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang
kemudian dituangkan dalam suatu xiii sistem yang tepat. Menurut Notonagoro,
Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang
hakikat pancasila.

Filsafat pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasionl tentang
pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan
untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena pancasila merupakan hasil perenungan
jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers Indonesia, yang di
tuangkan dalam suatu system (Abdul Gani 1998).

Pengertian filsafat pancasila secara umum adalah hasil berfikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan
diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana
dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia. Filsafat
pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan
bahwa pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (hindu-buddha), Barat
(Kristen), Arab (Islam).

Filsafat pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat


pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak
hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila
tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life atau
weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, baik dunia maupun di akhirat (Salam, 1988:23-24).

1. Objek Filsafat Pancasila


Ditinjau dari segi obyektifnya, filsafat meliputi hal-hal yang ada atau dianggap
dan diyakini ada, seperti manusia, dunia, Tuhan dan seterusnya.

Ruang lingkup obyek filsafat :

a. Obyek material

b. Obyek formal

Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy


(1962) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat
menunjukan objek filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran),
The Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and
Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism
versus Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan).

Pendapat-pendapat tersebut diatas menggambarkan betapa luas dan


mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut
pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa objek filsafat
adalah segala sesuatu yang berwujud dalam sudut pandang dan kajian yang
mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para ahli membagi objek filsafat ke
dalam objek material dan obyek formal. Obyek material adalah objek yang secara
wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal
adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek material
tertentu. xv Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah
sarwa yang ada (segala sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat
dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu :

1). Hakekat Tuhan;

2). Hakekat Alam; dan

3). Hakekat manusia,


sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal
terhadap objek material filsafat. Dengan demikian objek material filsafat mengacu
pada substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia,
sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir
terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu
pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.

3. Pancasila Melalui Pendekatan Dasar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis


A. Dasar Ontologis (Hakikat Manusia) Sila–sila Pancasila

Manusia sebagai pendukung pokok sila–sila pancasil secara ontologis memiliki hal–
hal yg mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani,
sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta
keddukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai
makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah maka secara
hierarkis sila pertama ketuhanan yg maha esa mendasari dan menjiwai keempat sila
– sila pancasila yg lainnya (Notonagoro, 1975:53).

1. Sila pertama : Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, tuhan adalah
mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur
tata tertib alam (Notonagoro, 1975:78) xvi

2. Sila kedua : kemanusiaan yg adil dan beradab, negara adalah lembaga


kemanusiaan, yg diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975:55)

3. Sila ketiga : persatuan indonesia. Persatuan adalah sebagai akibat adanya


manusia sebagai makhluk tuhan yg maha esa,adapun hasil persatuan adalah rakyat
sehingga rakyat adalah merupakan unsur pokok negara

4. Sila keempat : maka pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu kesesuaiannya
dengan hakikat rakyat 5. Sila kelima : dengan demikian logikanya keadilan sosial
didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu kemanusiaan yg adil dan beradab
(Notonagoro, 1975:140,141)
B. Dasar Epistemologis (Pengetahuan) Sila–sila Pancasila

Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat
menarik loyalitas dan pendukungnya yaitu:

1. Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya

2. Pathos yaitu penghayatannya

3. Ethos yaitu kesusilaannya (wibisono, 1996:3)

Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan


dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai –
nilai dasarnya yaitu filsafat pancasilaa (Soeryanto, 1991:51). Terdapat tiga persoalan
yang mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengethuan
manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang
watak pengetahuan manusia (titus, 1984:20). Adapun potensi atau daya untuk
meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi pengetahuan
terdapat tingkatan sebagai berikut: xvii demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi,
refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham (Notonagoro, tanpa tahun:3).

C.Dasar Aksiologis Pancasila

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana


manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata
Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti
ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu
sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Aksiologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi

Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang


sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
siasia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang
mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak
bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan
dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

4.Hakekat Pancasila
xviii Kata ‘hakikat’ dapat didefinisikan sebagai suatu inti yang terdalam dari
segala sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu yang mewujudkan sesuatu
tersebut, sehingga terpisah dengan sesuatu lain dan bersifat mutlak. Contohnya
pada hakikat air yang tersusun atas dua unsur mutlak, yaitu hidrogen dan oksigen.
Kebersatuan kedua unsur tersebut bersifat mutlak untuk membentuk air. Artinya
kedua unsur tersebut secara bersamasama menyusun air sehingga terpisah dari
benda yang lainnya, misalnya dengan batu,kayu, dan lain sebagainya. Terkait
dengan hakikat sila-sila pancasila, pengertian kata ‘hakikat’ dapat dipahami dalam
tiga kategori yaitu :

1. Hakikat Abstrak yang disebut sebagai hakikat jenis atau hakikat umum yang
mengandungunsur-unsur yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak sila-
sila Pancasila menunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang dibubuhi
awalan dan akhiran ke dan an ( sila I,II,IV, dan V) sedangkan yang satunya per dan
an (sila ke III). Awalan dan akhiran ini memiliki kesamaan dalam maksudnya yang
pokok, ialah membuat abstrak daripada kata dasarnya

2. Hakikat Pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus. Hakikat pribadi
Pancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus sila-sila Pancasila yang ada pada bangsa
Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilai agama, nilai-nilai kebudayaan, sifat dan
karakter yang melekat pada bangsa indonesia sehingga membedakan bangsa
indonesia dengan bangsa yang lainnya.

3. Hakikat Kongkrit yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya. Hakikat


kongkrit Pancasila terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara. xix
Dalam realisasinya, pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud
pelaksanaan praktis dalam kehidupan negara, bangsa dan negara Indonesia yang
sesuai dengan kenyataan sehari hari, tempat, keadaan dan waktu. Sehingga
pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari bersifat dinamis, antisipatif, dan
sesuai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta perubahan zaman
6. Pengertian dasar negara
Dasar negara merupakan sistem nilai yang dijadikan dasar dari segala hukum
dan dasar moral dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Negara Kesatuan Republik Indonesia menetapkan Pancasila sebagai
dasar negaranya.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara termaktub secara yuridis


konstitusional dalam pembukaan UUD 1945, artinya Pancasila sebagai norma dasar
negara bersifat mengikat semua warga negara Indonesia untuk melaksanakan,
mewariskan, mengembangkan, dan melestarikannya. Semua warga negara,
pejabat, lembaga negara, bahkan hukum perundangan wajib bersumber dan sesuai
dengan nilai Pancasila. Mengapa Pancasila berperan sebagai dasar negara? Hal
tersebut dapat diketahui dari pernyataan-pernyataan berikut.

 Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.

 Pancasila sebagai perjanjian luhur.

 Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

 Pancasila sebagai falsafah negara.

a. Pengertian Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis, yaitu constitier yang berarti
membentuk. Dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa
menerjemahkanconstitution (dari bahasa Inggris) menjadi Undang-Undang
Dasar (UUD). Padahal istilah constitution dalam ilmu politik memiliki
pengertian yang lebih luas, yaitu keseluruhan peraturanperaturan, baik
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan
dalam suatu masyarakat.

L.J. Van Apeldoorn : UUD merupakan bagian tertulis dari suatu


konstitusi, sementara konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun
peraturan yang tidak tertulis. Rupanya para penyusun UUD 1945 memiliki
pikiran yang sama sebab dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan bahwa
“UUD suatu negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. UUD ialah
hukum dasar yang tertulis, sedangkan di samping UUD itu berlaku juga
hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”.

A.A Struycken: Ia tidak membedakan antara konstitusi dengan UUD.


Menurutnya, konstitusi adalah UU yang memuat garis-garis besar dan asas-
asas tentang organisasi negara.

UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan atau amandemen.


Setelah adanya amandeman keempat pada 10 Agustus 2002, berdasarkan
Pasal II Aturan Tambahan, penjelasan UUD 1945 dinyatakan tidak berlaku
lagi. Pasal II Aturan Peralihan tersebut berbunyi: “Dengan ditetapkannya
perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal”.
Amandemen UUD 1945 mengandung arti menambah, mengurangi,
mengubah baik redaksi maupun isi UUD, baik sebagian ataupun seluruhnya.
Pada era reformasi, sudah empat kali dilakukan amandemen terhadap
batang tubuh UUD 1945.

Amandemen pertama dilakukan tahun 1999, amandemen kedua tahun


2000, amandemen ketiga tahun 2001, dan amandemen keempat tahun
2002. Alasan perlunya dilakukan amandemen UUD 1945 antara lain sebagai
berikut.

Ruh dan pelaksanaan konstitusi jauh dari paham konstitusi itu sendiri.
Bahkan, tim kajian Amandemen Fakultas Hukum Unibraw
mengklasifikasikan beberapa kelemahan UUD 1945, yaitu:

UUD 1945 telah memposisikan kekuasaan Presiden begitu besar


 Sistem Checks and Balance tidak diatur secara tegas di dalamnya
 Ketentuan UUD 1945 banyak yang tidak jelas dan multitafsir
 Minimnya pengertian dan kurang jelasnya pengaturan tentang hak
asasi manusia, sistem kepresidenan, dan sistem perekonomian
 Secara historis UUD 1945 memang didesain oleh para pendiri
negara sebagai konstitusi yang bersifat sementara dan ditetapkan dalam
suasana tergesa-gesa.

 Secara filosofi, ide dasar dan substansi UUD 1945 telah merancukan
antara paham kedaulatan rakyat dan paham integralistik.

 Secara yuridis, UUD 1945 telah mengatur prinsip dan mekanisme


perubahan konstitusi.

 Berdasarkan pertimbangan praktis-praktis, UUD 1945 sudah lama


tidak dijalankan secara murni dan konsekwen.

1. Substansi Konstitusi Negara


 Sebagai konstitusi negara, UUD 1945 tidak lain merupakan perwujudan
kesadaran politik rakyat yang diformulasikan dalam bentuk hukum tertinggi pada
suatu negara. Secara umum dapat dikatakan bahwa UUD 1945 merupakan
aturan dasar yang memuat cita-cita politik rakyat Indonesia.
 Menurut Soly Lubis, ada tiga unsur yang melekat pada sebuah konstitusi,
yaitu sebagai berikut.
 Konstitusi dipandang sebagai perwujudan dari hasil perjanjian, yang
merupakan kesepakatan untuk membangun negara dan pemerintahan.
 Konstitusi sebagai penjamin hak-hak asasi manusia. Dengan konstitusi ini,
hak-hak warga negara terlindungi, sekaligus menentukan batas hak-hak warga
negara.  Sebagai kerangka struktur pemerintahan.
 Struyken mengemukakan bahwa undang-undang dasar sebagai kontitusi
tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:
 Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
 Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
 Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun masa yang akan datang; serta
 Suatu keinginan tentang kehidupan ketatanegaraan bangsa
 Sementara K.C. Wheare berpendapat bahwa dalam negara kesatuan yang
perlu diatur dalam undang-undang dasar pada dasarnya hanyalah tiga masalah
pokok, yaitu:
 Struktur umum negara, seperti pengaturan kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif, dan kekuasaan yudikatif;
 Hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut satu sama lain; serta
 Ketiga hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut dengan warga
negaranya.
 Prof. Hans Kelsen mengemukakan, materi konstitusi terdiri atas hal-hal
berikut.
 Pembukaan
 Bagian pendahuluan dari konstitusi disebut pembukaan (the preamble).
Pembukaan mengekpresikan gagasan-gagasan politik, moral, dan religius yang
ingin disampaikan konstitusi tersebut. Pembukaan ini memiliki karakter yang
bersifat ideoligis.
 Penentuan isi ketentuan-ketentuan pada masa yang akan datang
 Konstitusi bukan hanya mengandung ketentuan-ketentuan tertentu mengenai
organ-organ dan prosedur yang harus ditempuh dalam menentukan hukum pada
masa yang akan datang, tetapi juga mengandung ketentuan mengenai isi dari
hukum tersebut.
 Penentuan fungsi administratif dan yudikatif
 Norma-norma dalam konstitusi tidak hanya merupakan ketentuan-ketentuan
untuk organ legislatif saja. Selain itu juga dapat berupa ketentuan-ketentuan
yang dapat diterapkan secara langsung oleh badan eksekutif dan yudikatif.
 Pembatasan-pembatasan konstitusional
 Untuk mencegah terjadinya pelanggaran kepentingan, perlu diadakan
pembatasan yang ditetapkan oleh konstitusi terhadap badan legislatif, eksekutif,
dan yudikatif.
 Perlindungan hak-hak
 Adanya perlindungan hak-hak warga negara merupakan suatu bagian dari
konstitusi-konstitusi modern. 1. Undang-Undang Dasar 1945
 Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber motivasi, aspirasi perjuangan,
serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional maupun
internasional. Selain itu, Pembukaan UUD 1945 juga mengandung nilai
universal, karena berisikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsabangsa
beradab di seluruh muka bumi dan akan tetap menjadi landasan perjuangan
bangsa Indonesia sesuai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI.
 Alinea pertama dalam Pembukaan UUD 1945 menyatakan, “Bahwa
sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.” Pada alinea pertama terkandung
pengakuan tentang hak kodrati, yang tersimpul dalam kalimat “Kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa”. Oleh karena kemerdekaan itu sebagai hak kodrati,
penjajah yang merampas kemerdekaan bangsa lain harus memberikan hak
kemerdekaan kepada bangsa tersebut.  Alinea kedua dalam Pembukaan UUD
1945 menyatakan, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.” Maksud dari
pernyataan tersebut, yaitu sebagai berikut.  Negara yang merdeka adalah
negara yang benar-benar bebas dari kekuasaan bangsa lain.  Bersatu
menunjuk pada pengertian rakyat yang bersatu dalam suatu negara. 
Berdaulat menunjuk pada keberadaan Negara Indonesia yang berdiri di atas
kemampuan sendiri, memiliki kekuatan dan kekuasaannya sendiri, berhak dan
bebas menentukan nasib sendiri, dan dalam kedudukannya di antara bangsa-
bangsa lain di dunia memiliki derajat yang sama.  Negara yang adil adalah
yang dapat mewujudkan keadilan dalam kehidupan bersama.  Kemakmuran
diartikan sebagai terpenuhinya kebutuhan manusia baik material maupun
spiritual, jasmaniah, maupun rohaniah.  Pernyataan dalam Pembukaan UUD
1945 alinea ketiga, yaitu “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Alinea
ketiga ini merupakan pernyataan yang tegas mengenai kemerdekaan Indonesia.
Secara filosofis bangsa Indonesia mengakui bahwa manusia adalah makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, di samping merupakan hasil
perjuangan, kemerdekaan juga merupakan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa.
 Adapun isi pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
keempat meliputi empat hal berikut.  Tujuan negara  Tujuan negara
dibedakan ke dalam tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan khusus terkandung
dalam kalimat “….untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa….”.
Tujuan khusus tersebut berkenaan dengan politik dalam negeri Indonesia.
Tujuan umum berkenaan dengan lingkup kehidupan sesama bangsa di dunia.
Hal ini terkandung dalam kalimat “….dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. 
Ketentuan diadakannya UUD  Ketentuan ini terkandung dalam kalimat
“….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam satu
Undang Undang Dasar Negara Indonesia….”. Makna kalimat itu adalah bahwa
negara Indonesia adalah Negara hukum karena mengharuskan negara
Indonesia untuk diadakannya UUD Negara.  Bentuk negara  Bentuk negara
dijelaskan dalam kalimat “….yang terbentuk dalam susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat….” Dalam penggalan kalimat tersebut
dinyatakan bahwa bentuk negara Indonesia adalah Republik yang
berkedaulatan rakyat. Hal ini merupakan norma dasar bahwa kekuasaan ada di
tangan rakyat.  Dasar filsafat negara  Ketentuan ini terdapat dalam kalimat
“… dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan 1. Sikap positif terhadap konstitusi Negara 
Beberapa sikap kita dalam menunjukkan loyalitas atau kesetiaan kita terhadap
konstitusi negara, di antaranya sebagai berikut.  Taat dan patuh terhadap
aturan hukum yang berlaku di negara Indonesia  Saling menghargai dan
mencintai sesama manusia  Mempunyai sikap nasionalisme dan cinta tanah air
yang tinggi  Taat melaksanakan ajaran agama yang dianut masing-masing
warga negara  Tidak melakukan perbuatan yang tidak disukai orang lain atau
tidak semenamena terhadap orang lain  Selalu berbuat dan membela
kebenaran serta keadilan  Mampu menyelesaikan segala macam persoalan
dengan tenang  Bertanggung jawab atas segala keputusan dan perbuatan
yang dilakukan oleh diri sendiri Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
7. Dasar Negara
A. Pengertian Dasar Negara
Dasar negara berasal dari kata dasar dan negara. Arti kata dasar
adalah landasan atau foundamental. Arti kata negara adalah suatu organisasi
kekuasaan yang didalamnya harus ada rakyat, wilayah, dan pemerintahan
yang berdaulat. Arti kata dasar negara bagi bangsa Indonesia adalah
Pancasila seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. 1.2. Fungsi
dan Kedudukan Dasar Negara Dalam tinjauan yuridis konstitusional,
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan sebagai norma
obyektif dan norma tertinggi di dalam negara serta sebagai sumber dari
segala sumber hukum dan sumber tertib hukum negara RI hal ini sesuai
dengan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 jo Tap MPR No. V/MPR/1973 jo Tap
MPR No. IX/MPR/1978, selanjutnya dipertegas lagi mengenai kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan Tap. MPR No. XVII/MPR/1998
yang kemudian dicabut dengan Tap. MPR RI No. II/MPR/2000. Dalam Tap.
MPR RI No. II/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum disebutkan bahwa
Pancasila dan Batang Tubuh UUD 1945 (setelah diamandemen dibaca pasal-
pasal) menjadi Sumber Hukum Dasar Nasional, dan dengan ditetapkannya
ketetapan ini maka Pancasila tidak lagi sebagai Sumber dari segala sumber
hukum melainkan menjadi Sumber Hukum Dasar Nasional. Fungsi Pancasila
sebagai dasar negara dalam tinjauan sosiologis berarti sebagai pengatur
hidup kemasyarakatan, sedangkan tinjauan yang bersifat etis filosofis berarti
sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara mencari kebenaran.

8. Konstitusi
A. Pengertian Konstitusi

Konstitusi negara atau Undang-Undang Dasar adalah peraturan negara yang


memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari peraturan
perundangan lainnya yang berada di bawahnya. Istilah konstitusi sebenarnya telah
dikenal sejak zaman Yunani kuno dengan istilah politeia yang memiliki arti sama
dengan konstitusi dan terdapat juga istilah nomia yang diartikan sama dengan
undang-undang. Kedua istilah ini dikemukakan oleh Aristoteles. Istilah Konstitusi
berasal dari bahasa latin Constitutio atau Constituere, kemudian berkembang di
Prancis dengan istilah constituer, dalam bahasa Inggrisnya dengan istilah
constitution.

B. Macam-Macam Konstitusi

Menurut C. F. Strong membedakan konstitusi menjadi dua macam yaitu


konstitusi tertulis (bila dibuat oleh yang berwenang dalam bentuk naskah) dan
konstitusi tidak tertulis (tradisi).

C. Sifat dan Fungsi Konstitusi

Negara Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel (luwes) dan juga rigid
(kaku). Konstitusi dikatakan fleksibel apabila konstitusi itu memungkinkan adanya
perubahan sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan masyarakat. Konstitusi
dikatakan kaku apabila konstitusi itu sulit diubah kapanpun kecuali melalui
amandemen. Fungsi pokok konstitusi negara adalah untuk membatasi kekuasaan
pemerintahan negara sedemikian rupa agar penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahan negara tidak bersifat sewenang-wenang, sehingga hak-hak warga
negara terlindungi atau terjamin. Gagasan ini selanjutnya dinamakan
konstitusionalisme.

D. Kedudukan Konstitusi

Undang-Undang Dasar memiliki kedudukan tertinggi dalam peraturan


perundangundangan, karena setiap perundangan yang berada dibawahnya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada di atasnya dan
apabila ada peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang
Dasar harus dicabut. Undang-Undang Dasar juga dipergunakan sebagai dasar
dalam penyusunan peraturan perundangan yang ada di bawahnya. UUD yang
memiliki kedudukan tertinggi sebagai fundamental law (hukum dasar). Sebagai
hukum dasar yang tertulis, konstitusi mengatur tiga masalah pokok:

1. Jaminan terhadap hak asasi manusia

2. Ditetapkan susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar

3. Adanya pembagian atau pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga


bersifat mendasar
E. Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi

Hubungan atau keterkaitan dasar negara dengan konstitusi suatu negara


nampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan negara yang tertuang dalam
Pembukaan atau Mukadimah Undang-Undang Dasar suatu negara. Dari dasar
negara inilah kehidupan negara yang dituangkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan diatur dan diwujudkan. Salah satu perwujudan dalam
mengatur dan menyelenggarakan kehidupan ketatanegaraan suatu negara adalah
dalam bentuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar.

F. Dasar Negara dan Pembukaan UUD 1945

Hubungan dasar negara dengan Pembukaan UUD 1945 dapat digambarkan


sebagai berikut:

1. Falsafah dasar negara Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD
1945 yang merupakan uraian terperinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945.

2. Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu


kebulatan yang utuh dan tersusun secara teratur (sistematis) dan bertingkat
(hierarkis). Sila yang satu menjiwai dan meliputi sila yang lain secara bertingkat.

3. Jiwa Pancasila yang abstrak, setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan


RI 17 Agustus 1945 tercermin dalam pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.

4. Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan


dan pasal-pasal UUD 1945 3.2. Dasar Negara dan Pasal-Pasal UUD 1945 Sila-sila

Pancasila dalam kaitannya dengan pasal-pasal UUD 1945 sebagai berikut:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa berhubungan erat dengan pasal 29 (1,2) UUD
1945

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab berhubungan erat dengan pasal 27, 28,
28 A-28 J, 29, 30, 31, 32, 33, 34 UUD 1945

3. Sila Persatuan Indonesia berhubungan erat dengan pasal 1 (1), 32, 35, 36 UUD
1945
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan berhubungan erat dengan pasal 1 (2), 2, 3, 22 E, 28,
37 UUD 1945

5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berhubungan erat dengan pasal
23, 27 (2), 31, 33, 34 UUD 1945

Anda mungkin juga menyukai