Anda di halaman 1dari 19

Pancasila sebagai sistem filsafat

OLEH: AFRIZAL MUKTI WIBOWO, S.H., M.H.


Pendahuluan
Diabstraksikan, direfleksikan,
diteoritisasikan

Dasar falsafah negara Pandangan hidup bangsa


Pancasila
(philosofische grondslag) (weltenschauung)

Dipraktikkan secara konsisten ke


dalam tindakan sehari-hari

Sistem filsafat pancasila


Pengertian Sistem
Menurut Shrode dan Don Voich
1. suatu kesatuan bagian-bagian;
2. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri;
3. saling berhubungan, saling ketergantungan;
4. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan
sistem); dan
5. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pengertian
Filsafat, berasal dari bahasa Yunani “philos” atau “philein” yang berarti cinta
atau teman, dan “sophos” yang artinya kebijaksanaan.
Filsafat secara sederhana berarti cinta kepada kebijaksanaan atau teman
kebijaksanaan (wisdom).
Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan
upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi
konsep yang bermanfaat bagi peradaban manusia.
Istilah “philosophos” pertama kali digunakan oleh Pythagoras (572 -497 SM)
untuk menunjukkan dirinya sebagai pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom),
bukan kebijaksanaan itu sendiri.
Pengertian filsafat menurut beberapa
filsuf, yaitu antara lain
Plato (427SM - 347SM); filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
atau ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli;
Aristoteles (384 SM - 322SM); filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika atau filsafat menyelidiki sebab dan asas
segala benda;
Marcus Tullius Cicero (106 SM - 43SM); filsafat adalah pengetahuan tentang
sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya;
Ciri berfikir filosofis setidaknya ada 4
hal :
1. Rasional : logis, runtut, dan dapat diterima nalar.
2. Radikal : bukan hanya sampai pada fakta empiris, tetapi sampai ke hal yang
terdalam.
3. Kritis : senantiasa mempertanyakan segala sesuatu problem yang diahadapi
manusia
4. Komprehensif : suatu pemikiran kefilsafatan bukan hanya berdasar pada
fakta khusus dan individual saja, yang kemudian hanya sampai pada
kesimpulan yang khusus dan individual juga, namun pemikiran kefilsafatan
harus sampai pada kesimpulan yang bersifat umum. Suatu pemikiran
kefilsafatan harus bersifat komprehensif artinya menyeluruh, tidak parsial
Tiga Cabang Pokok Filsafat
Ontologi: Filsafat pokok yang menelaah ‘prinsip pertama’ (the first principle)
(Frederick Sontak)
Epistemologi: Teori pengetahuan yang membicarakan sumber, struktur dan
terjadinya pengetahuan serta mengkaji kevalidan /kebenaran pengetahuan
Axiologi: Filsafat nilai; nilai material dan immaterial
Ontologi/metafisika
Ontologi adalah filsafat pokok yang menelaah ‘prinsip pertama’ (the first
principle) (Frederick Sontak)
Objek material ontologi adalah segala sesuatu yang-ada/being/wujud
Pendekatan dalam ontologi adalah menemukan hakikat kenyataan
Problem-problem ontologi
Pertama, apakah yang-ada itu banyak atau satu?
Kedua, apakah yang-ada itu mempunyai ciri transenden atau imanen?
Ketiga, apakah yang-ada itu bersifat permanen atau kebehaharuan?
Keempat, apakah yang-ada itu berdimensi jasmani atau rohani?
Kelima, apakah kehadiran yang-ada itu bernilai atau tidak?
Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan
untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers
Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998).
Dasar ontologis pancasila
dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak mono-pluralis
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat : raga dan jiwa, sifat
kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai
makhluk Tuhan YME.
Dasar epistemologi pancasila
konsep hakikat manusia yang monopluralis merupakan dasar pijak epistemology
pancasila
Hakikat manusia yang monopluralis : susunan kodrat terdiri atas jasmani dan
rohani. Adapun unsur jiwa ( rohani) : akal ( suatu potensi yang memungkinkan
manusia untuk mendapat kebenaran pengetahuan); rasa yaitu potensi
kejiwaaan manusia yang mampu mencerap hal-hal estetis; sedangkan
kehendaak adalah unsur potensi jiwa manusia yang terkait dengan hal moral
dan etik. Maka epistemologi pancasila mengakui kebenaran yang berasal dari
rasio.
Manusia pada hakikat kedudukan kodratnya adalah makhluk Tuhan YME. Maka
epistemology pancasila juga mengakui kebenaran wahyu sebagai tingkat
kebenaran yang tertinggi dan bersifat mutlak.
Manusia pada hakikat sifat kodratnya. Maka epistemologi pancasila mengakui
kebenaran konsensus.
berbicara tentang sumber pengetahuan, sebagai salah satu pokok pembahasan
epistemologi, maka pancasila bersumber pada nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia sendiri ( adat-istiadat, budaya, dan nilai religious ) , bukan hanya
merupakan hasil perenungan serta pemikiran seseorang saja, tetapi dirumuskan
oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara.
Dasar aksiologi pancasila
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Nilai berhubungan dengana
kajian mengenai apa yang secara intrinsik, yaitu bernilai dalam dirinya sendiri
dan ekstrinsik atau disebut instrumental, yaitu bernilai sejauh dikaitkan dengan
cara mencapai tujuan.
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau instrumental.
Nilai intrinsik Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli milik bangsa
Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar Indonesia.
Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah
bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya
menyesuaikan dengan sifat-sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial
Pancasila juga mencerminkan nilai realitas dan idealitas. Pancasila
mencerminkan nilai realitas, karena di dalam sila-sila Pancasila berisi nilai yang
sudah dipraktekkan dalam hidup sehari-hari oleh bangsa Indonesia. Di samping
mengandung nilai realitas, sila-sila Pancasila berisi nilai-nilai idealitas yaitu nilai
yang diingini untuk dicapai.
Driyarkara menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan Sein
im Sollen. Pancasila merupakan harapan, cita-cita, tapi sekaligus adalah
kenyataan bagi bangsa Indonesia.
Hakikat sila-sila pancasila yang bercorak
hirarkis piramidal

Sila 1 menjiwai dan


meliputi sila ke-2, 3, 4, 5.
Sila 2 dijiwai dan diliputi
sila ke-1, dan menjiwai
serta meliputi sila ke-3,
4, 5.
Begitu seterusnya.
Dalam susunan heararkhis dan piramidal, sila Ketuhanan yang Maha Esa
menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan
sosial. Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkemanusiaan, yang membangun, memelihara dan mengembangkan
persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Demikian
selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.
hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa
prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena
diciptakan Tuhan atau manussia ada sebagai akibat adanya Tuhan (sila pertama).
Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, karena negara
adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama
yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengan demikian, negara adalah
sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila ketiga). Selanjutnya
terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada
hakikatnya merupakan unsur negara di samping wilayah dan pemerintah. Rakyat
adalah totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (sila keempat).
Adapun keadilan yang pada hakikatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan
sosial (sila kelima) pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama
yang disebut negara.

Anda mungkin juga menyukai