Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rio Prayogo

NIM : C1B022017
Prodi : Ilmu Tanah

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

 Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua kata,
yakni philos yang berarti “cinta” dan sophia yang artinya “kebijaksanaan”. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Socrates
menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat
alam dan realitas ada dengan mengandalkan akal budi.
Secara etimologis istilah “pancasila” berasal dari sansekerta dari India (bahasa
kata brahmana) adapun bhasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut
Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “pancasila” memiliki dua
macam arti secara leksikal yaitu “panca” artinya “lima” vokal “syila” i pendek berarti
“batu sendi”, “dasar”, atau “dasar” “syila” vokal i panjang berarti “aturan perilaku
yang baik, penting atau sederhana”.
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa
diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara
etimologis kata “pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syiila” dengan
vokal i pendek yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah
“dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca Syiila” dengan huruf
Dewanagari bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
a) Hedonisme
Hedonisme merupakan suatu paham tentang kesenangan yang
kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani bernama Epikuros (341-
270 SM). Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan
adalah kodrat alamiah.
b) Materialisme
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan
bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada
dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah
hasil interaksi material.
c) Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah pandangan filsafat politik dan moral
yang didasarkan pada kebebasan, persetujuan dari yang diperintah dan
persamaan di hadapan hukum.
d) Sekularisme
Sebagai sebuah pandangan filsafat, sekularisme berusaha
menafsirkan kehidupan berdasarkan prinsip-prinsip yang semata-mata
berasal dari dunia material, tanpa merujuk kepada agama. Ini
menggeser fokus dari agama menuju masalah “temporal” dan material.
 Pancasila Merupakan Suatu Filsafat
Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai
Ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Mengapa pancasila
dikatakan sebagai filsafat? Hal itu dikarenakan pancasila merupakan hasil perenungan
jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian
dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini
memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat pancasila.
Filsafat pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasionl tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Filsafat
pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat Pancasila tidak
hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya bertujuan
mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut
dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life atau weltanschauung)
agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia
maupun di akhirat.
Kesatuan sila-sila Pancasila yaitu :
1. Bersifat hierarki dan berbentuk piramida. Susunan Pancasila dengan suatu
sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
 Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
 Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai
sila 3, 4 Dan 5;
 Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan
menjiwai sila 4, 5;
 Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan
menjiwai sila 5;
 Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
2. Pancasila yang bersifat organis.
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan dasar
Filsafat negara berdasarkan lima sila yang masing-masing merupakan
suatu azas kehidupan. Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis
tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar
antologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila pancasila
yaitu hakikat manusia “monopluralis” yang memiliki unsurunsur, susunan
kodrat jasmani dan rohani, “sifat kodrat” individu-makhluk Sosial, dan
“kedudukan kodrat” sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis
Pyramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi.
Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila
lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa
dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila
Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai
berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil
dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Inti-Inti Pancasila
a. Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
b. Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial.
c. Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
d. Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong.
e. Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.
 Ontologis Pancasila
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu
atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan
metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah
realitas yang tampak ini merupakan suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda?
Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada
makhluk hidup? Dan seterusnya. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang
ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi),
metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang
terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri.
 Epistemologis Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan,
proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.
Epistemologi adalah ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science of science.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai
upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila
sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang
bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini
sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan
manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan
manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang
tinggi.
Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi
Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu
paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka
moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan
suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
 Aksiologis Pancasila
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat,
dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu
sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah
hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam
bahasa Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam
kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan
sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Dalam filsafat Pancasila,
disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai
praktis.
1. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat
mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
Nilainilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
peratuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum
yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praktis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai pancasila
(subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Pengakuan, penerimaan dan penghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam
sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat
khas sebagai Manusia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai