Anda di halaman 1dari 20

FILSAFAT PANCASILA DAN

PENGETAHUAN ILMIAH

1
Ruang Lingkup :
1. Pancasila sebagai filsafat
2. Cara berfikir filsafat Pancasila.
3. Pandangan integralistik dalam filsafat Pancasila.
4. Tingkatan pelajaran Pancasila yang dapat
dihubungkan dengan tingkat-tingkat pengetahuan
ilmiah.
5. Implementasi nilai Pancasila dalam tahapan
pengetahuan deskriptif, kausal, normatif, dan
esensial.
1. Pancasila Sebagai Filsafat
a. Konsep Pancasila Sebagai Filsafat

 Pertama, filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap


kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti
informal).
 Kedua, filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi (arti formal).
 Ketiga, filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan
(arti komprehensif).
 Keempat, filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan
tentang arti kata dan konsep (arti analisis linguistik).
 Kelima, filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat
perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat (arti
aktual-fundamental).

3
b. Beberapa alasan Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat.

 Pertama, dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya
dengan nama Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Adapun
pidatonya sebagai berikut: “Paduka Tuan Ketua yang mulia, saya mengerti apa
yang Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta dasar, minta Philosofische
Grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka
Tuan Ketua yang mulia minta suatu Weltan schauung, di atas mana kita mendirikan
negara Indonesia itu”.

 Kedua Pancasila adalah hasil permenungan mendalam para tokoh kenegaraan


Indonesia, Hasil permenungan itu sesuai dengan ciri-ciri pemikiran filsafat, yakni
koheren,  logis, inklusif, mendasar, dan spekulatif.

 Ketiga Pancasila menjadi ideologi negara. Pancasila adalah dasar politik yang
mengatur dan mengarahkan segala kegiatan yang berkaitan dengan hidup
kenegaraan, seperti perundang-undangan, pemerintahan, perekonomian nasional,
hidup berbangsa, hubungan warga negara dengan negara, dan hubungan
antarsesama warga negara.
4
c. Perbedaan antara filsafat dan Weltan schauung.

 Filsafat lebih bersifat teoritis dan abstrak, yaitu cara berpikir dan memandang realita
dengan sedalam-dalamnya untuk memperoleh kebenaran.

 Weltan schauung lebih mengacu pada pandangan hidup yang bersifat praktis.
Weltan schauung belum tentu didahului oleh filsafat karena pada masyarakat primitif
terdapat pandangan hidup (Weltan schauung) yang tidak didahului rumusan filsafat.

 Filsafat berada dalam lingkup ilmu, sedangkan weltanshauung berada di dalam


lingkungan hidup manusia, bahkan banyak pula bagian dari filsafat (seperti: sejarah
filsafat, teori-teori tentang alam) yang tidak langsung terkait dengan sikap hidup.

 Nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh


peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Pancasila sebagai Weltan schauung,
artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang telah ada dan berkembang
di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar filsafat
negara (Philosophische Grondslag).
d. Landasan Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Subjectivus

 Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan


sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem-sistem dan
cabang-cabang filsafat yang berkembang di Barat.

 Pancasila sebagai genetivus-subjectivus, artinya nilai-nilai Pancasila dipergunakan
untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang, baik untuk menemukan
hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

 Pancasila adalah dasar politik, yaitu prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan


bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Fungsi Pancasila untuk memberikan
orientasi ke depan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi
kehidupan yang sedang dihadapinya.

6
e. Landasan Ontologis Filsafat Pancasila

 Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat segala yang ada secara
umum sehingga dapat dibedakan dengan disiplin ilmu-ilmu yang membahas sesuatu secara
khusus.

 Ontologi membahas tentang hakikat yang paling dalam dari sesuatu yang ada,  yaitu unsur
yang paling umum dan bersifat abstrak, disebut juga dengan istilah substansi.

 Inti persoalan ontologi adalah menganalisis tentang substansi. Substansi berasal


dari bahasa Latin “substare” artinya serentak ada, bertahan, ada dalam
kenyataan. Substantialitas artinya sesuatu yang berdiri sendiri, hal berada, wujud, hal wujud.

 Ontologi adalah ilmu yang paling universal karena  objeknya meliputi segala-galanya menurut
segala bagiannya (ekstensif) dan menurut segala aspeknya (intensif). Bakker mengaitkan
dimensi ontologi ke dalam Pancasila dalam uraian berikut. Manusia adalah makhluk individu
sekaligus sosial (monodualisme), yang secara universal berlaku pula bagi substansi
infrahuman, manusia, dan Tuhan. Kelima sila Pancasila menurut Bakker menunjukkan dan
mengandaikan  kemandirian masing-masing, tetapi dengan menekankan kesatuannya yang
mendasar dan keterikatan dalam relasi-relasi. Dalam kebersamaan itu, sila-sila Pancasila
merupakan suatu hirarki teratur yang berhubungan satu sama lain, khususnya pada Tuhan.

7
f. Ontologis dapat diterapkan ke dalam Pancasila sebagai sistem filsafat
 Pertama, determinisme berarti perilaku manusia disebabkan oleh banyak kondisi sebelumnya
sehingga manusia pada dasarnya bersifat reaktif dan pasif. Pancasila sebagai sistem filsafat lahir
sebagai reaksi atas penjajahan yang melanggar Hak Asasi Manusia, yang tercantum dalam alinea I
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, ”Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”.

 Kedua, pragmatisme berarti manusia merencanakan perilakunya untuk mencapai tujuan masa depan
sehingga manusia merupakan makhluk yang aktif dan dapat mengambil keputusan yang memengaruhi
nasib mereka. Sifat aktif yang memunculkan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari
belenggu penjajahan termuat dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang Kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”.

 Ketiga, kompromisme berarti manusia yang membuat pilihan dalam jangkauan yang terbatas,
sedangkan perilaku yang lain dilakukan secara bebas. tercermin dalam alinea III Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorongkan…. dsb
8
g. Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila

 Epistemologi adalah cabang filsafat pengetahuan yang membahas tentang sifat dasar pengetahuan,
kemungkinan, lingkup, dan dasar umum pengetahuan. Epistemologi terkait dengan sesuatu yang
paling sederhana dan paling mendasar.

 Pada problem yang pertama, terdapat dua aliran sumber pengetahuan manusia, yakni rasonalisme
dan empirisme. Kaum Rasionalis berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah
akal budi. Unsur apriori sangat ditekankan. Kaum empiris berpendapat bahwa sumber utama
pengetahuan manusia adalah pengalaman. Unsur aposteriori sangat ditekankan. Bila dikatikan
dengan Pancasila, sebagaimana menurut Soekarno, merupakan pengetahuan yang sudah tertanam
dalam pengalaman rakyat Indonesia. Soekarno menggabungkan kedua paham rasionalis dan
empiris. Menurut Soekarno Pancasila menghargai pluralitas etnis, religi dan budaya.

 Pada problem yang kedua, dibedakan dua bentuk tingkat pengetahuan yakni mutlak dan relatif.
Pancasila dikatakan sebagai pengetahuan yang mutlak karena sifat universal yang terkandung dalam
hakikat sila-silanya, yaitu Tuhan, manusia, satu (solidaritas, nasionalisme), rakyat, dan adil dapat
berlaku di mana saja dan bagi siapa saja. Notonagoro menamakannya dengan istilah Pancasila
abstrak-umum universal. Pancasila dikatakan sebagai pengetahuan yang relatif karena Pancasila
dapat dipahami secara beragam, namun semangatnya bersifat umum.

9
h. Landasan Aksiologis Pancasila

 Aksiologi sebagai cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai. Masalah utama
dalam aksiologi adalah bisakah teori bebas dari nilai?. Positivisme meyakini bahwa teori
dan ilmu harus bebas dari nilai sehingga unsur ilmiah terjaga. Padahal tidak semua
aspek kehidupan manusia dapat diukur secara ilmiah. Pancasila tidak mengikuti
positivisme. Pancasila adalah sumber nilai bagi bangsa Indonesia seperti nilai
spiritualitas, kemanusiaan, solidaritas, musyawarah, dan keadilan.

 Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila. Sila pertama mengandung kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan
sakral. Sila kemanusiaan mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan
tanggung jawab. Sila persatuan mengandung nilai solidaritas dan kesetiakawanan. Sila
keempat mengandung nilai demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar. Sila
keadilan mengandung nilai kepedulian dan gotong royong.

10
2. Cara Berfikir Pancasila
a. Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat

Manusia memerlukan filsafat dengan beberapa alasan.

 Pertama, manusia telah memperoleh kekuatan baru yang besar dalam sains
dan teknologi, telah mengembangkan bermacam-macam teknik untuk
memperoleh ketenteraman (security) dan kenikmatan (comfort).

 Kedua, filsafat melalui kerjasama dengan disiplin ilmu lain memainkan peran
yang sangat penting untuk membimbing manusia kepada keinginan-keinginan
dan aspirasi mereka.

11
b. Beberapa faedah filsafat yang perlu diketahui dan dipahami

 Pertama, faedah terbesar dari filsafat adalah untuk menjaga kemungkinan


terjadinya pemecahan-pemecahan terhadap problem kehidupan manusia.

 Kedua, filsafat adalah suatu bagian dari keyakinan-keyakinan yang


menjadi dasar perbuatan manusia. Ide-ide filsafat membentuk
pengalaman- pengalaman manusia pada waktu sekarang.

 Ketiga, filsafat adalah kemampuan untuk memperluas bidang-bidang


kesadaran manusia agar dapat menjadi lebih hidup, lebih dapat
membedakan, lebih kritis, dan lebih pandai”

12
c. Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau filsafat Pancasila, artinya
refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara.

 Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan


mendasar mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik.

 Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional


dalam bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara.

 Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan


yang bersangkut paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan
bermasyarakat, serta memberikan perspektif pemecahan
terhadap permasalahan nasional.

13
d. Esensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat
 Hakikat Sila Ketuhanan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan adalah prinsip utama dalam
kehidupan semua makhluk. Setiap orang memiliki kebebasan yang bertanggungjawab.

 Hakikat Sila Kemanusiaan terletak pada manusia monopluralis, yang terdiri dari susunan kodrat
(jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial), dan kedudukan kodrat.

 Hakikat Sila Persatuan terletak pada semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam
bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal, dan
tanah air mental. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan
berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari. Tanah air formal adalah Negara bangsa yang
berundang-undang dasar, yang Anda, manusia Indonesia, menjadi salah seorang warganya, yang
membuat undang-undang, menggariskan hukum dan peraturan, menata, mengatur dan memberikan
hak serta kewajiban, mengesahkan atau membatalkan, memberikan perlindungan, dan
menghukum, memberikan paspor atau surat pengenal lainnya.

 Hakikat Sila Kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah. Artinya, keputusan yang diambil lebih
didasarkan atas semangat musyawarah untuk mufakat,

 Hakikat Sila Keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan komutatif.
Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan
legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat.
14
e. Urgensi bagi Pengembangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

 Memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dalam
politik, yuridis, dan juga merdeka dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya
untuk kemajuan bangsa, baik secara materiil maupun spiritual.

 Membangun alam pemikiran yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa


Indonesia sendiri sehingga mampu dalam menghadapi berbagai ideologi dunia.

 Menjadi dasar pijakan untuk menghadapi tantangan globalisasi yang dapat


melunturkan semangat kebangsaan dan melemahkan sendi-sendi
perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat banyak.

 Menjadi way of life sekaligus way of thinking bangsa Indonesia untuk menjaga
keseimbangan dan konsistensi antara tindakan dan pemikiran.

15
3. Pandangan Integralistik dalam Filsafat Pancasila
 Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi dasar hidup
bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam kenyataannya,
bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan dan 
agama  yang berbeda.

 Secara hakiki, bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan-perbedaan itu juga memiliki
kesamaan,.bangsa Indonesia berasal dari keturunan nenek moyang yang sama, jadi
dapat dikatakan memiliki kesatuan  darah. Dapat diungkapkan pula bahwa bangsa
Indonesia yang memiliki perbedaan itu juga mempunyai kesamaan sejarah dan nasib
kehidupan.

 Bangsa Indonesia mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus kepentingannya sendiri


dalam bentuk Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kesadaran
akan perbedaan dan kesamaan inilah yang menumbuhkan niat, kehendak (karsa dan
Wollen) untuk selalu menuju kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau yang lebih
dikenal dengan wawasan “ bhineka tunggal ika “.
16
4. Tingkatan pelajaran Pancasila yang dapat dihubungkan
dengan tingkat pengetahuan ilmiah
 Pancasila memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga dapat dipelajari
secara ilmiah. Di samping memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah. Pancasila
juga memiliki susunan kesatuan yang logis, hubungan antar sila yang organis, susunan
hierarkhis dan berbentuk piramidal, dan saling mengisi dan mengkualifikasi.

 Pancasila dapat juga diletakkan sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang
dimaksudkan dalam rangka penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu
penguraian yang menyoroti materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan
dengan segala uraian yang selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis kepada
bahan-bahan tersebut. Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa segala yang
diuraikan memiliki kegunaan atau manfaat dalam praktek. Contoh pendekatan ilmiah
terhadap Pancasila antara lain: pendekatan historis, pendekatan yuridis konstitutional, dan
pendekatan filosofis.

17
5. Implementasi nilai Pancasila dalam tahapan pengetahuan deskriptif,
kausal,normative dan esensial
 Pengetahuan Deskriptif. Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang
memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif
berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai serta kajian tentang
kedudukan dan fungsinya.
 Pengetahuan Kausal. Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang
memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan
dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa
materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis.
 Pengetahuan Normatif. Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan
dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat
dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen)
dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
 Pengetahuan Esensial. Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk
menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu.
Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan
tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).
KUIS

1. Apa yang anda ketahui tentang filsafat dan Weltan schauung, jalaskan!

2. Sebutkan maksud dari pragmatism, determinisme, dan


kompromisme?

3. Sebutkan Penjabaran dari Hakikat Sila Persatuan, jelaskan?

4. Jelaskan Hubungan Pelajaran Pancasila dengan tingkat


pengetahuan ilmiah?
PENUTUP

SEKIAN
dan
TERIMA KASIH

20

Anda mungkin juga menyukai