Anda di halaman 1dari 13

SANKSI HUKUM

&
SOSIAL
PENYALAHGUNAAN
BAHAN TERLARANG
NAPZA

Presented by Group 5
Introduction
Kelompok 5 :

Handy Ichsa Janand 2110303026


Diaz Indana Zulfa 2120303033
Febriana Rahayuning P 2120303053
Rohmad Bagus Wibowo
2120303070
Sanksi Hukum

Barang siapa yang kedapatan,


mempunyai, menyimpan, memakai
atau memperdagangkan narkotik
adalah melanggar UU narkotik dan
dapat di hukum.

Indonesia telah mendorong pemerintah untuk merevisi


peraturan perundangan mengenai Narkotika, dimana pada
tanggal 12 Oktober 2009 telah diundangkan UU No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.

Subjek hukum yang dapat dipidana kasus penyalahgunaan narkotika adalah


orang perorangan (individu) dan korporasi (badan hukum). Sedangkan, jenis
pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku delik penyalahgunaan narkotika
adalah pidana penjara, pidana seumur hidup, sampai pidana mati, yang secara
kumulatif ditambah dengan pidana denda. Tindak pidana narkotika dalam
sistem hukum Indonesia dikualifikasi sebagai kejahatan. Hal ini karena tindak
pidana narkotika dipandang sebagai bentuk kejahatan yang menimbulkan
akibat serius bagi masa depan bangsa ini, merusak kehidupan dan masa depan
terutama generasi muda serta pada gilirannya kemudian dapat mengancam
eksistenti bangsa dan negara ini.
Pengedar narkotika
orang yang secara melawan hukum memproduksi narkotika;
menjual narkotika; mengimpor atau mengekspor narkotika,
melakukan pengangkutan (kurir) dan melakukan peredaran gelap
Undang Undang narkotika.

Nomor 35 tahun Hukuman pidana bagi pengedar narkotika diatur dalam pasal
2009 tentang 111, 112, 113, 132 Undang Undang Nomor 35 tahun 2009,
tentang Narkotika, dengan hukuman kurungan penjara minimal
Narkotika 4 tahun dan maksimal hukuman mati, serta hukuman pidana
membedakan berupa denda maksimal hingga 10.000.000.000,-
pelaku pidana
narkotika Pengguna narkotika
menjadi 2 yaitu : Pencandu Narkotika
Penyalah Guna Narkotik

Sedangkan hukuman pidana bagi pengguna narkotika diatur


dalam pasal 127 dengan hukuman penjara maksimal 4 tahun,
hukuman pidana denda maksimal 10.000.000.000. Pengguna
narkotika juga berhak untuk melakukan rehabilitasi untuk
penyembuhan dari ketergantungan terhadap narkotika.
Contoh Kasus
Perkembangan narkotika modern dimulai tahun 1805 ketika Friedrich Willhelm, seorang dokter berkebangsaan Jerman,
menemukan senyawa opium amoniak yang kemudian diberi nama morfin. Morfin diperkenalkan sebagai pengganti opium
yang merupakan candu mentah. Peredaran narkotika dalam perkembangannya menembus level internasional yang semula
tujuan awalnya sebagai obat, kemudian bergeser menjadi konsumsi umum dikarenakan sifat ketergantungannya yang
masif.

Permasalahan narkotika dan zat adiktif lainnya seperti tidak ada habisnya. Peredaran atau penyalahgunaan narkotika lalu
dianggap sebagai salah satu kejahatan serius di dunia internasional, tidak terkecuali di Indonesia.

Dalam konteks Indonesia, potensi Indonesia sebagai pangsa pasar yang besar, produsen, dan sebagai jalur transit narkotika
membuat kita harus memandang permasalahan narkotika secara lebih kompleks dan luas dengan memahami di Indonesia
telah terdapat fakta adanya produksi narkotika secara gelap (illict drugs production), adanya perdagangan gelap narkotika
(illict traficking), dan adanya penyalahgunaan narkotika (drug abuse).
Permasalahan narkotika, selain berbahaya bagi pribadi penggunanya, keluarga, dan masyarakat, juga berbahaya bagi bangsa
dan negara sehingga pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk melakukan upaya pencegahan, pemberantasan
terhadap penyalahgunaan narkotika, serta peredaran gelap narkotika secara komprehensif dan multidimensional dengan
keterlibatan masyarakat secara aktif.
lanjutan...

Pada Mei 2020, kita kembali disuguhkan tindakan penangkapan pengedar narkoba oleh Kepolisian RI. Polisi
menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 71 kilogram dalam brankas yang dibawa perusahaan
ekspedisi di Pelabuhan Bakauheni, Lampung (cnn.indonesia.com, Rabu, 20 Mei 2020). Praktik-praktik seperti ini
menjadi fakta adanya perdagangan gelap narkotika di Indonesia. Tidak hanya sampai disitu saja, penyalahgunaan
narkotika juga terjadi di beberapa lapisan sosial masyarakat.

Sebagai contoh, baru-baru ini publik figur berinisal DS ditangkap polisi. DS menambah daftar para pesohor yang
terciduk polisi karena kasus narkoba tahun 2020 ini. Pada CNN Indonesia, DS menyesal telah menggunakan narkoba
jenis ganja. DS juga mengakui dirinya ketergantungan dengan ganja sejak beberapa waktu lalu. Keinginannya untuk
sembuh dan mengikuti rehabilitasi sempat ia lontarkan kepada pihak kepolisian setelah penangkapan dirinya.
Penangkapan DS akan menambah daftar panjang penghuni lapas jika sistem rehabilitasi belum menjadi program
prioritas pemerintah dalam menangani perkara penyalahgunaan narkoba.
Rehabilitasi Narkoba
Dalam ketentuan UU Nomor 35 Tahun 2009 dimana pengguna
narkotika dapat dikategorikan sebagai pecandu, yaitu orang yang
menggunakan atau yang menyalahgunakan narkotika dan dalam
keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupuan
psikis dan berhak untuk mendapatkan atau mengakses rehabilitasi
medis dan rehabilitas sosial. Hak atas pemulihan kesehatan pengguna
narkotika dari kecanduannya itu senada dengan ketentuan World
Health Organization (WHO) yang mengategorisasikan adiksi
(kecanduan) sebagai suatu penyakit kronis kambuhan yang dapat
dipulihkan.
Ombudsman RI (ORI) pun menyoroti standar baku rehabilitasi tahanan
kasus penyalahgunaan narkoba. ORI menilai penangkapan pelaku
penyalahgunaan narkoba hanya akan membuat lembaga
pemasyarakatan penuh jika rehabilitasi belum jadi prioritas.
Dalam penerapannya, terdapat beberapa pasal dalam UU Narkotika
yang sering digunakan penuntut umum, baik dalam dakwaan maupun
tuntutan ulai dari pasal 111, 112, 114, dan 127 UU Narkotika.
Kecenderungan penggunaan pasal dan cara perumusan dakwaan
dengan dakwaan subsidaritas ini membawa pengaruh signifikan
terhadap penempatan seorang pengguna narkotika di lembaga
Overcowding Lapas
Beberapa kalangan kemudian mengemukakan pentingnya Indonesia
menerapkan dekriminalisasi yang lebih progresif, yaitu dekriminalisasi pengguna.
Dekriminalisasi pada dasarnya adalah istilah dalam pembentukan UU, bentuk
kontra dari kriminalisasi. Dalam model dekriminalisasi tersebut, pengguna
narkotika (biasanya juga kepemilikan napza dalam jumlah tertentu) tidak lagi
menjadi objek hukum pidana. Di Indonesia sendiri, praktik dekriminalisasi sangat
jamak terjadi. Dalam ranah judicial review, banyak juga dekriminalisasi yang
dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan jalan membatalkan suatu materi
dalam UU, misalnya ketika MK membatalkan delik penghinaan Presiden dan
Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana melalui Putusan MK
No. No. 013-022/PUU-IV/2006.
Kelebihan beban lapas merupakan
salah satu masalah paling serius di
Indonesia. Ada dua unsur paling
penting dari besarnya jumlah
penghuni lapas, yaitu unsur
penahanan yang begitu besar (20%
dari total penghuni) dan tingginya
pemidanaan yang berujung pada
pemenjaraan.
Diskriminalisasi

Dekriminalisasi pengguna narkotika akan memberikan dampak


yang sangat signifikan pada overcrowding lapas. Secara
langsung akan mengurangi beban lapas, termasuk anggaran
dan ketersediaan fasilitas serta sumber daya manusia.
Dekriminalisasi juga akan memberi fokus program rehabilitasi
bagi pengguna narkotika tanpa ada kriminalisasi. Maka, Konsep dekriminalisasi pengguna narkotika dilaksanakan
pengguna narkotika tidak perlu lagi dihadapkan dengan kondisi dalam konsep kesehatan masyarakat. Ini merupakan kunci
tempat tahanan dan lapas yang sangat tidak ramah dengan utama dari pergeseran pandangan kriminalisasi pengguna
kesehatan para pengguna narkotika. narkotika ke dekriminalisasi. Pondasinya sederhana dan kuat,
yaitu kriminalisasi tidak lagi mampu menjawab persoalan yang
susungguhnya dihadapi dalam masalah narkotika, yaitu
masalah kesehatan masyarakat.
Sanksi Sosial
Sosial Budaya

Dampak atau masalah yang ditimbulkan karena peredaran gelap (ilegal) atau penyalahgunaan
narkoba adalah sebagai berikut:
Dapat meugakibatkan gangguan ketentraman dalam kehidupan si pelaku (penyalahguna)
khususnya, juga pada gilirannya dapat mengusik ketentraman warga masyarakat di mana ia
tinggal.
Menjadikan diri sendiri (penyulahguna/peggedar) "terkucil” dalam pergaulan hidup
benuasyarakat. Dalam realitas kehidupan, jarang ada sekelompok orang yang mau
berkawan/bersahabat dengan pecandu/penyalahguna maupun deugan pengedar narkoba. Hal
ini dapat dimaklumi, mengingat kekhawatiran dari orang-orang yang hidup di tengah
masyarakat akan "ketularan" dari life style (gaya hidup) si penyalahguna/pengedar narkoba.
Menjadikan yang bersangkutan (si penyalahguna) apatis atau bersikap “masa bodo" dengan
lingkungan sekitarnya. Kalau hal ini terus terjadi, maka amat disayangkan; padahal manusia
oleh Tuhan Yang Maha Esa telah diberikan dan dibekali potensi yang harus dikembangkan
dalam kehidupannya. Sementara orang yang menyalahgunakan narkoba hanya untuk
kesenangan sesaat, berani tanpa disadari ia telah "membunuh" potensi dan mematikan kreasi
diri yang amat bernilai."
Tidak kalah pentingnya, dalam hal sosial dan pendidikan,
narkoba turut membawa masalah atau kerugian dalam
kehidupan. Dampak/kerugian narkoba dalam bidang sosial
dan p

Menimbulkan gangguan ketenangan, ketentraman,


Sanksi Sosial kerertiban dan keamanan dalam keluarga, akibat
perilaku yaang bersangkutan.
dan Menimbulkan gangguan terhadap hubungan dan
Pendidikan pergaulan sosial, serta menyebabkan penguilan sosial.
Bila sudah berkeluarga, menyebabkan berantakan
bangkrut dan hancurnya kehidupan keluarga. di muna
istri dan anak-anak harus turut memikul beban dan
Menimbulkan biaya sosial yang tinggi putus sekolah
atau putus kerja dan biaya peluang (oppurtunity cost)
karena hilangnya peluang bersekolah atau bekerja serta
beban psikologis, aib, dan sosial yang sangat berat bagi
orang tua dan keluarga yang bersangkutan.
Any question?
Jauhi narkoba karena masa
depanmu sangat berharga.

Anda mungkin juga menyukai