“Penerapan Pidana, Pemberatan Pidana dan Sanksi Bagi Korporasi dalam Tindak
Pidana Narkotika”
Dosen Pengampu :
Oleh : Kelompok 8 :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR
Dengan meyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah hukum pidana
narkotika dan psikotropika ini. Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuat makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun, tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun yang lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah hukum
pidana narkotika dan psikotropika ini.
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
2.1 Peran serta masyarakat dalam pemberantasan narkotika dan psikotropika ................. 3
2.2 Rehabilitasi Medis dan Sosial ...................................................................................... 7
2.3 Penyidik, Penyidikan, dan Wewenang Penyidik ......................................................... 8
2.4 Pembuktian, Penyitaan, dan Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika ...................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Bagaimana pemberatan pidana narkotika?
3. Bagaimana bentuk sanksi bagi korporasi melakukan tindak pidana narkotika?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penerapan pidana narkotika
2. Untuk mengetahui pemberatan pidana narkotika
3. Untuk mengetahui bentuk sanksi bagi korporasi melakukan tindak pidana
narkotika
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 115
untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk narkotika golongan II dan
Pasal 125 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (d)).
Dasar pemberat dan peringan hukuman bagi pelaku tindak pidana bisa terjadi jika
sudah memenuhi semua unsur, namun ada alasan yang membuat pelaku diancam
hukumannya lebih ringan atau lebih berat.
7
menyandang hak dan kewajiban. Namun, karena PT tidak dapat bertindak sendiri,
maka dalam bertindak atau melakukan perbuatan hukum, PT diwakili oleh Direksi
yang bertindak untuk dan atas nama PT tersebut
Direksi wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas pengurusan PT untuk kepentingan dan usaha PT (vide Pasal 97
UUPT). Hubungan yang timbul antara perseroan dengan direksi adalah fiduciary
duties, yakni tugas yang timbul dari suatu hubungan yang bersifat fiduciary atau
kepercayaan antara direksi dengan perseroan yang dipimpinnya. Apabila direksi
melakukan kesalahan dan kelalaian sehingga mengakibatkan perseroan menderita
kerugian, maka direksi wajib bertanggung jawab secara penuh dan pribadi dan apabila
direksi terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, maka tanggung jawab itu dibebankan
secara tanggung renteng (vide Pasal 97 ayat (4) jo. ayat (5) UUPT). Dari pengertian di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perseroan itu dapat dimintai
pertanggungjawaban, yang seharusnya meliputi pertanggungjawaban secara perdata
maupun secara pidana
Korporasi sebagai pelaku tindak pidana, dalam hukum positif sudah diakui
bahwa korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, dan dapat dijatuhkan
pidana. Tetapi pengaturan tentang korporasi tidak ditemukan dalam KUHP tetapi dapat
dijumpai di luar KUHP. Korporasi merupakan subyek tindak pidana. Penempatan
korporasi sebagai subyek hukum pidana sampai sekarang masih jadi masalah, sehingga
timbul sikap pro dan kontra. Pihak yang tidak setuju mengemukakan alasan-alasan
sebagai berikut:
a. Menyangkut masalah kejahatan, sebenarnya kesengajaan dan kesalahan hanya
terdapat pada persona alamiah.
b. Bahwa yang merupakan tingkah laku materiil, yang merupakan syarat dapat
dipidananya beberapa macam tindak pidana, hanya dapat dilaksanakan persona
alamiah (mencuri barang, menganiayorang, perkosaan, dan sebagainya)
c. Bahwa pidana dan tindakan yang berupa merampas kebebasan orang tidak dapat
dikenakan pada orang yang tidak bersalah.
d. Bahwa tuntutan dan pemidanaan terhadap korporasi dengan sendirinya mungkin
menimpa pada orang yang tidak bersalah.
Bahwa di dalam praktik tidak mudah untuk menentukan norma-norma atas dasar
apa yang dapat diputuskan, apakah pengurus saja atau korporasi itu sendiri atau kedua-
duanya harus dituntut dan dipidana.
8
Ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, rumusan
pertanggungjawaban pidana korporasi dimaksud merupakan penyempurnaan
pertanggungjawaban korporasi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 yang
masih menganut doktrin pertanggungjawaban “vicarious liability” dalam arti terbatas
(yaitu hanya didasarkan pada “the delegation principle”)
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika belum efektif dalam
penerapan sanksi pidana bagi korporasi yang memproduksi Narkotika, bagi korporasi
yang melakukan kejahatan dimaksud, selain dikenakan pidana pokok yaitu pidana
denda sebesar dua kali pidana denda berdasarkan Pasal 113, Pasal 115, Pasal 120, dan
Pasal 135. Implementasi dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.
Hal itu dapat dilihat dari berbagai ketentuan pasal didalam undang-undang
tersebut yang belum diterapkan. Ketentuan yang belum diterapkan atau dilaksanakan
tersebut meliputi berbagai hal dimulai dari fungsi kelembagaan yang mencakup fungsi
sosialisasi, penyelidik, dan penyidik, dan pada pasal lainnya seperti fungsi rehabilitasi
yang memang tidak bisa sama sekali dipergunakan oleh karena tidak adanya pusat
rehabilitasi bagi pecandu narkotika di Kabupaten / Kota; Hambatan yang dihadapi
dalam penegakkan hukum terhadap produsen Narkotika sejak lahirnya Undang-
Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ada satu lembaga lain yang juga
berperan yakni BNN bahkan diberikan porsi besar dalam melakukan penyidikan.
Komitmen penanggulangan penyalahgunaan narkobamerupakan tugas dan kewajiban
yang dilakukan Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam memerangi sindikat
narkoba selama ini dinilai belum memberikan hasil maksimal.
Ironis, sebab dalam penindakan kasus kejahatan narkobapun terbukti terjadi
kompromikompromi yang mengandung suap. Sejak dari penangkapan sampai proses
penyidikan di kepolisian sudah biasa terjadi tawar-menawar dalam penerapan pasal.
Sementara negosiasi penerapan hukuman pun juga kerap terjadi di bawah meja antara
terdakwa, jaksa dan hakim. Tak kurang di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung pun
memberikan keringanan hukuman kepada terpidana mati Penegakan hukum masih
belum sesuai terhadap bandar atau produsen narkoba, banyak eksekusi hukuman mati
terhadap bandar besar narkoba tetapi tidak dilaksanakan segera oleh Kejaksaan Agung
serta ketidak konsistenan penegakan hukum terhadap usaha pemberantasan narkoba
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penerapan hukum berarti berbicara mengenai pelaksanaan hukum itu sendiri
dimana hukum diciptakan untuk dilaksanakan. Hukum tidak bisa lagi disebut
sebagai hukum, apabila tidak pernah dilaksanakan. Pelaksanaan hukum selalu
melibatkan manusia dan tingkah lakunya termasuk ke dalam kasus tindak pidana
narkotika.
2. Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana,
pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana yang terdapat dalam UU
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan
Pidana Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, terdapat empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang
dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana.
3. Dasar pemberat dan peringan hukuman bagi pelaku tindak pidana bisa terjadi jika
sudah memenuhi semua unsur, namun ada alasan yang membuat pelaku diancam
hukumannya lebih ringan atau lebih berat. Alasan pemberat dan peringan
hukuman dijatuhkan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana yang harus
termuat di dalam satu putusan. Pasal 197 ayat (2) KUHP menyatakan, tidak
terpenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a,b,c,d,e,f,h,i,k,l pasal ini
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Untuk dapat menjatuhkan pidana dalam sebuah putusan, majelis Hakim harus
mempertimbangkan terpeliharanya rasa keadilan di masyarakat. Hakim juga perlu
mempertimbangkan rasa keadilan dan prinsip kemanusiaan dengan hukum yang
juga harus tegas. Pertimbangan keadaan memberatkan dan meringankan yang
paling utama berpengaruh dalam proporsionalitas penjatuhan pidana, baik
proporsionalitas antara tindak pidana yang dijatuhkan dengan tingkat kesalahan
yang dilakukan terdakwa, proporsionalitas disparitas putusan, maupun
proporsionalitas antara pemidanaan dengan keuntungan yang diperoleh dari tindak
10
pidana.
5. Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum pidana
dan kriminologi untuk menyebut badan hukum (rechtspersoon), legal body atau
legal person. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, PT (yang selanjutnya disingkat UUPT) adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Drajad, A. (2015). Penerapan sanksi pidana terhadap korporasi sebagai subjek tindak pidana
korupsi. Mahkamah Agung Republik Indonesia: Medan (online diunduh tanggal 05
Desember 2022, http://www.pn-medankota.go.id ).
Drajad, A. (2015). Kendala penerapan sanksi pidana terhadap korporasi sebagai pelaku tindak
pidana korupsi. Mahkamah Agung Republik Indonesia: Medan (online diunduh tanggal
05 Desember 2022, http://www.pn-medankota.go.id ).
Sjahdeni, S. R. (2017). Pemindahan korporasi. Onine (dinduh tanggal 05 Desember 2022,
https://antikorupsi.org/id/article/pemidanaan-korporasi).
Novash. (2017). Disparitas sanksi pidana korporasi di berbagai UU. Online (diunduh tanggal 05
Desember 2022, https://www.hukumonline.com/berita/a/disparitas-sanksi-pidana-
korporasi-di-berbagai-uu-lt58875313748b9).
12