Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA


GOLONGAN 1 (SATU) JENIS SABU-SABU MENURUT UNDANGUNDANG RI
NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA YANG MEMUTUS BERSALAH
TERDAKWA (SATU) 1 TAHUN 6 BULAN PENJARA

Disusun Oleh:
Nama : Tristiati
NPM : 2247201163

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah swt yang telah memberikan berkah dan karuniaNya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa pula selawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw yang telah
meninggalkan contoh cemerlang tentang bagaimana seharusnya menjalani hidup
dan kehidupan kita di dunia ini. Penulisan makalah “” ini diajukan untuk
memenuhi tugas individu pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Penulis
menyadari memiliki keterbatasan pengetahuan dan wawasan dalam menyusun
kalimat, atau tata bahasa dan ejaan yang dipakai dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga menyadari baik isi maupun penyajian makalah ini masih belum
sempurna. Namun berkat bantuan berbagai pihak, serta usaha penulis sendiri
akhirnya makalah ini bisa selesai tepat waktu. Penulis meminta maaf apabila dalam
penulisan makalah ini banyak ditemukan berbagai kekurangan dan kelemahan,
karena kesempurnaan itu adalah milik Allah. Oleh karena itu saran, keritik
pendapat yang sehat dan membangun sangatlah penulis harapkan agar makalah ini
menjadi hasil karya ilmiyah yang baik. Tidak lupa pula penulis mohon ampunan
kepada Allah Swt atas segala dosa yang pernah penulis lakukan.

Bengkulu,18 Oktober 2022


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa adanya pengendalian,
pengawasan yang ketat dan seksama.. Seperti kasus yang telah peneliti temukan di kabupaten
Labuhabatu selatan, provinsi Sumatera Utara, yakni putusan nomor : 792 K/PID.SUS/2017. Di
dalam kasus ini seorang terdakwa yang bernama Misniar Wati Harahap alias wati merupakan
pelaku tindak pidana narkotika. Didalam dakwaan hakim mahkamah agung, terpidana dijatuhi
hukuman 1 tahun 6 bulan, dalam hal ini hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada terpidana
tidak memerhatikan bahwa beberapa tahun sebelumnya terpidana juga melakukan tindak pidana
narkotika dengan menjual narkotika golongan 1 jenis sabu-sabu kepada seoorang bernama
Purwoko hardiato alias Koko. Dimana seharusnya hakim mempertimbangkan vonis yang
diberikan kepada terdakwa.Dan seharusnya hakim memperberat hukuman yang diberikan kepada
terpidana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian narkotika serta jenis-jenis Narkotika?
2.Bagaimanakah kebijakan hukum pidana yang tertuang dalam Undang- UndangNarkotika (UU
No. 35/2009 ) dalam penanggulangan tindak pidana narkotika ?
3.Siapa saja yang dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika dalamUndang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ?
4.Bagaimana sangsi hukum pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika?
C. Tujuan Penulisan
a) Dapat mengetahui tentang menyalahkan gunakan narkotika golongan 1 bagi diri sendiri.
b) Dapat mengetahui unsur-unsur dari tindak pidana.
c) Dapat mengetahui pertimbangan hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan
terdakwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Narkotika dan Jenis-jenis Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sitensis
maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahankesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapatmenimbulkan ketergantungan.
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
pengobatanpenyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan
standarpengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan
ataumasyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai
denganpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang
lebihbesar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat
melemahkanketahanan nasional.
Yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium mentah,
opiummasak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka,
kokainamentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya
darimorfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang
belumdisebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan
mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan
akibatketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan
yangmengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-
bahan lainyang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.
Berdasarkan rumusan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 diatas, penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa
tanaman atau barang ditetapkan sebagai narkoba atau bukan setelah melaluiuji klinis dan
labotarium oleh Depertemen Kesehatan.
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika menjadi
tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :1.
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuanpengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyaipotensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.2.
Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagaipilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuanpengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkanketergantungan.3.
Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyakdigunakan
dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan sertamempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.2.
Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika (berdasarkan Undang-UndangNomor
22 Tahun 1997 tentang Narkotika)Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika
ini, maka perlu diingat beberapa dasarhukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana
narkotika berikut ini:1.
Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP2.
Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan
United Nation Convention Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic
Suybstances 19 88
( KonvensiPBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika, 1988)3.
Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI No.22 tahun
1997.Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35
tahun2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:[3]
Sebagai penggunaDikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35
tahun2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.2.
Sebagai pengedarDikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No.
35 tahun2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.3.
Sebagai produsenDikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35
tahun 2009, denganancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.Untuk
mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang
sangatmerugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang
Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah
merekomendasikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk
melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap
tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup,
dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga
mengaturmengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta
mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana
Narkotika didalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak
anak, remaja, dangenerasi muda pada umumnya.Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan
secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama
sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang
bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasantindak pidana
Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun1997 tentang
Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama dikalangan anak-anak,
remaja, dan generasi muda pada umumnya.
Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan
mencegahserta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga
mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula
atau bahankimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini
dilampirkanmengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis
PrekursorNarkotika.Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan
Prekursor Narkotikauntuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku
penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai
pemberatan sanksi pidana,baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua
puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut
dilakukan dengan mendasarkanpada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah
adayaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden
Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan
Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang
berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan
fungsimelakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi
lembagapemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan
penyelidikandan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab
kepada Presiden.Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan
kabupaten/kota sebagaiinstansi vertikal, yakni BNN provinsi danBNN kabupaten/kota.
Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau
hartabenda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak
pidanapencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan
putusanpengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan
digunakanuntuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga
diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian
terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta
teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan
memiliki jaringan yang luasmelampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai
kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.
Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan
danpemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian
penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan danpemberantasan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebutdiberikan kepada
penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahandan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Namun demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang dikenakan tidak sampai pada
kategorimaksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, kasus yang diproses
memangringan, sehingga hakim memutuskan dengan sanksi yang ringan pula.Kedua, tuntutan
yang diajukan relatif ringan, atau bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan
sikap.Sehingga berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan
3.Penegakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Narkotika
Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana
yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai bagian
dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan
dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan
sarananon penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal).
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum.
Ketaatanmasyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:
a) takut berbuat dosa;
b) takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang
bersifatimperatif;
c) takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal
mempunyaisasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.
Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum
pemerintahIndonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika.
Dengan demikian,diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat
menanggulangi peredaran gelapdan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta menjadi
acuan dan pedoman kepadapengadilan dan para penyelenggara atau pelaksana putusan
pengadilan yang menerapkanundang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi
pidana terhadap kejahatan yangterjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti
tentang kebijakan hukum pidana yangtertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang-
Undang Narkotika sertaimplementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan
psikotropika
penegakan hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat
berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut, adalah
sebagaiberikut:
1.Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undangundang aja;
2.Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupunyang
menerapkan hukum;
3.Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4.Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atauditerapkan;
5.Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas
salingberkaitan, hal ini disebabkan esensi dari penegakan hukum itu sendiri serta sebagai tolak
ukur dariefektivitas penegakan hukum.
PENUTUP

1.Kesimpulan
Berdasarkan UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1.Narkotika adalah zat atau obat
yangberasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapatmenyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampaimenghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan
Dalam UU No. 35/2009 jenis-jenis narkotika adalah tanaman papever, opium mentah,
opiummasak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka,
kokainamentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya
darimorfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang
belumdisebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan
mentrikesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan
akibatketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan
yangmengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-
bahan lainyang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur upaya
pemberantasanterhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara,
pidana seumurhidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
juga mengaturmengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan
serta mengaturtentang rehabilitasi medis dan sosial.

2.SARAN
Penanggulangan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan NARKOTIKA merupakan tanggung
jawab bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya berada pada pundak kepolisian ataupun
pemerintah saja. Namun, seluruh komponen masyarakat diharapkan ikut perperan dalam
upayapenanggulangan tersebut. Setidaknya, itulah yang telah diamanatkan dalam pelbagai
perundang-undangan negara, termasuk UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotikapandangan
Agama narkoba adalah barang yang merusak akal pikiran, ingatan, hati, jiwa, mentaldan
kesehatan fisik seperti halnya khomar. Oleh karena itu maka Narkoba juga termasuk
dalamkategori yang diharamkan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia

Mardani. 2007. Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta:Rajawali Pers.

Rahmah & Amiruddin Pabbu. 2015. Kapita Seleketa Hukum Pidana. Jakarta: Mitra Wicana

Media.
Sudiro, Mashuri. 2000. Islam Melawan Narkoba. Yogyakarta: Pustaka Hikmah.

Sunarso, Siswantoro. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika. Jakarta:Rajawali Pers.

Supramono, Gatot. 2004 Edisi Revisi. “Hukum Narkoba Indonesia”. Jakarta: Djambatan 

Taufik, Makarao. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.


file:///C:/Users/YAKUSA/Downloads/758-2337-1-PB%20(1).pdf

[1]Mardani, Penyalahgunaan Narkoba,  (Jakarta:Rajawali Pers. 2007), hal. 36


                                                                                                                        
[2]Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika. (Jakarta:Rajawali Pers, 2004), hal. 12

[3]Mashuri Sudiro, Islam Melawan Narkoba,  (Yogyakarta: Pustaka Hikmah, 2000), hal. 13-15
[4] A. Rahmah & Amiruddin Pabbu,  Kapita Seleketa Hukum Pidana, (Jakarta: Mitra Wicana
Media, 2015), hal. 157
[5]Makarao taufik, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003),  hal. 20-24

[6]A. Rahmah & Amiruddin Pabbu,  Kapita Seleketa Hukum Pidana,  hal. 157-158


[7] Gatot Supramono,  “Hukum Narkoba Indonesia”,  (Jakarta: Djambatan ,Edisi Revisi, 2004),
hal. 75-79
[8] Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
[9] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia
[10] Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
[11]Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia
[12] Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia
[13] file:///C:/Users/YAKUSA/Downloads/758-2337-1-PB%20(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai