Kelompok 6 :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Nama : Miftakhul Masruroh
Narkotika merupkan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan ( Undang-Undang
no. 35 tahun 2009). Pada putusan mahkamah konstitusi nomor 31/PUU-XV/2017 saya setuju
mengenai amar putusan yang mengadili dengan menolak permohonan pemohon untuk
seluruhnya karena sudah jelas pada saat anggota polri mendatangi dan memeriksa orang
tersebut ditemukan barang bukti seberat netto 0,7393 gram dan orang tersebut juga
melakukan test urine dengan hasil yang positif. Maka dapat dijerat dengan pasal 112 ayat (1)
UU Narkotika “setiap warga yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dengan pidana
denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp800.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”. Dengan demikian sudah jelas terdapat pasal
untuk menjerat penyalahguna Narkotika tersebut supaya mempunyai efek jera terhadap yang
bersangkutan, namun sebenarnya juga diperlukan sebuah rehabilitasi terhadap seseorang
penyalahgunaan Narkotika tersebut karena dengan melakukan rehab kemungkinan besar
penyalahguna tersebut dapat berhenti mengkonsumsi zat-zat terlarang tersebut sedangkan jika
hanya dipidana saja kemungkinan juga dapat melakukan kembali perbuatan tersebut setelah
keluar dari penjara.
Penyalahgunaan narkotika sendiri jika ditinjau dari segi sosial-ekonomi juga dapat
berpengaruh buruk, dari segi ekonomi pecandu narkotika dapat menghabiskan uang mereka
hanya untuk membeli barang tersebut dan apabila ekonomi sedang lemah maka dapat
berbagai cara yang digunakan misalnya dengan melakukan tindakan kriminal demi untuk
membeli narkotika tersebut,dalam dunia kerja juga akan mempengaruhi tingkat kemangkiran
dan kualitas kerja korban penyalahgunaan narkotika dan dampak tersebut akan menimbulkan
dampak turunan yaitu tidak kondusif serta rendahnya kualitas daya saing produk/jasa yang
dihasilkan. Secara sosial dampak narkoba juga akan mengurangi keharmonisan dalam
keluarga, mengurangi kemampuan berprestasi dalam pendidikan serta dapat mempengaruhi
kesehatan pengguna narkotika tersebut. Dalam kasus ini menurut saya penyalahgunaan
narkotika juga dilatar belakangi oleh faktor salahnya pergaulan orang tersebut sehingga
terjerumus kedalam hal-hal yang berhubungan dengan obat-obatan terlarang tersebut, bisa
juga dikarenakan faktor dari lingkungan tempat seseorang tersebut tinggal, dikarenakan
memang orang tersebut coba-coba atau merasa tertarik pada efek yang ditimbulkan oleh obat-
obatan terlarang tanpa disadari yang awalnya hanya coba-coba menjadi ketagihan untuk
melakukan berulang-ulang. Seseorang yang tertangkap sebagai penyalahguna narkoba seperti
pada kasus ini disetiap lingkungan mereka tinggal biasanya setelah keluar dari penjara akan
mendapat label dari masyarakat bahwa orang tersebut berperilaku tidak benar dan bisa jadi
dikucilkan dalam lingkungan tersebut.
- karena pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar
pertumbuhan ekonomi,
- sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan
nasional,
- dan investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-
ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya dan
kependidikan.
Apabila generasi muda pada saat ini banyak yang terjerat kasus narkotika akan menimbulkan
banyak kerugian bagi negara,bahkan tidak jarang penyalahgunan narkotika yang mengalami
putus sekolah dan hal tersebut akan menyebabkan kualitas sumber daya manusia sangat
rendah dan tidak dapat bersaing dalam pembangunan nasional. Maka perbanyak sosialisasi
terhadap para remaja dan juga masyarakat-masyarakat awam tentang bahaya akan narkotika,
bahaya tentang efek jangka panjang apabila mengkonsumsi obat-obatan tersebut.
Nama : Septiyan Dwi Cahyani
Dapat dilihat permasalahan yang timbul adalah dari segi penanganan para penyalahguna
narkotika. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang sangat
penting untuk keperluan pengobatan, tetapi justru akan menimbulkan masalah yang besar
apabila di salah gunakan. Pasal 7 UU No. 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa Narkotika
hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu terdapat juga program dekriminalisasi dan depenalisasi terhadap para pecandu dan
korban penyalahgunaan narkotika, di mana dekriminalisasi itu adalah proses penghapusan
tuntutan pidana kepada para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dalam tahap
penyidikan, penuntutan, dan pengadilan.Sedangkan depenalisasi adalah suatu keadaan
dimana para pecandu dan korban penyalagunaan narkotika melaporkan diri kepada Institusi
Penerima Wajib Lapor yang ditunjuk oleh Pemerintah yang kemudian para pecandu dan
korban penyalahguna narkotika tersebut diberikan perawatan berupa rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
Menurut saya, diperlukan persamaan persepsi antar penegak hukum dalam hal penanganan
para penyalahguna narkotika.Dalam hal persamaan persepsi antar para penegak hukum,
sudah terbit Peraturan Bersama antara Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM,
Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Sosial, dan Badan Narkotika Nasional. Yang ditandangani oleh Ketua MA,
Menteri Hukum & HAM, Jaksa Agung, Menkes, Mensos, dan Kepala BNN pada 11 Maret
2014.Peraturan Bersama tersebut terkait penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi dan bertujuan untuk mendekriminalisasikan para
pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.Peraturan bersama ini merupakan langkah
konkret bagi pemerintah dalam menekan jumlah pecandu dan korban penyalahgunaan
Narkotika di Indonesia.
Nama: Umi Saidah
Pada pasal 28 I ayat 1 tersebut dapat dijelaskan bahwa setiap orang atau warga negara berhak
untuk hidup, tidak mendapatkan penyiksaan, bebas dalam pikiran dan hati nurani, berhak
beragama, tidak diperbudak, diakui di hadapan hukum yang berlaku sebagai seorang pribadi,
dituntut atas dasar hukum yang berlaku, dansemua hak tersebut tidak dapat dikurangi ataupun
dihilangkan dalam keadaan apapun oleh orang lain maupun orang atau warga negara itu
sendiri.
Terkait pasal 28 I ayat 1 bahwa hak konstitusional pemohon tersebut telah dirugikan
karena pemohon tidak dikenakan pasal 127 dan hanya dikenakan pasal 112 dan pasal 114 UU
narkotika. Padahal, pemohon dalam perkara pidana tindak narkotika yang pada hakikatnya
dapat dipandang sebagai korban, sebagaimana fakta hukum berupa:
- Barang bukti sebanyak 0,7393 gram atau tidak sampai dengan 1 gram (shabu)
- Test urine (positif)
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).”
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah)”
Pidana penjara bagi korban penyalahgunaan narkotika perlu diganti dengan tindakan
sebagaimana dianut dalam sistem dua jalur dalam pemidanaan (double track system) yaitu
disamping pembuat tindak pidana dapat dijatuhi pidana dapat juga dikenakan tindakan.
Karena pidana penjara bagi korban penyalagunaan Narkotika merupakan perampasan
kemerdekaan dan mengandung sisi negatif sehingga tujuan pemidanaan tidak dapat
diwujudkan secara maksimal bahkan dalam banyak kasus banyak beredar Narkotika yang
dikendalikan dalam lembaga pemasyarakatan.
Namun dalam vonis pengadilan majelis hakin sangat jarang menjatuhkan tindakan hukum
berupa pengobatan dan perawatan kedalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Oleh karena itu saya setuju dengan putusan Mahkama Konstitusi yang sangat menyayangkan
hal ini.
Nama: Tasa Weharima
Saya setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Jika kita lihat secara global apa
itu narkotika? Adakah kaitannya dengan segi ekonomi? Narkotika, menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU 35/2009”), adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Kita sudah tidak asing dengan narkotika apalagi banyak media media televisi
maupun cetak yang saat ini gempar akan narkotika di kalangan artis. Jika kita sekali
terjerumus pada narkotika, maka produktivitas kita juga akan ikut menurun. Apa saja yang
dapat memengaruhi penurunan produktivitas para pekerja tersebut? Pertama, untuk kalangan
mahasiswa yang merupakan calon sumber daya manusia sudah rusak duluan karena pengaruh
narkoba. Sehingga berkurang regenerasi untuk meneruskan apa yang harus dikaryakan para
mahasiswa jika sudah lulus nanti dalam segala sektor.
Untuk kalangan pekerja seperti Pengacara, TNI/Polri jika terkena kasus narkoba,
bagaimana dapat menegakkan hukum secara kuat jika alat negara seperti ini juga menjadi
oknum. Segala hal di masyarakat yang harus dilindunginya malah terbengkalai. Segala
masalah akan tertunda dan menggantung karena gangguan narkoba ini. Berbagai masalah
yang menggantung akan berakibat terhambatnya sebuah keputusan yang dapat memengaruhi
produktivitas.
Sedangkan Petani, jika tersandung kasus narkoba, akan lebih parah lagi.
Produktivitas padi dan kualitas panen akan terhambat, karena petani mengalami gangguan
fisik akibat narkoba serta tersandung hukum dan proses rehabilitasi yang memakan
waktulama.
Buruh dan karyawan swasta jika tersangkut kasus naroba, akan menghambat
produktivitas karyanya di suatu perusahaan tempatnya bekerja. Berapa banyak buruh yang
menjadi malas dan tak dapat lagi konsentrasi untuk bekerja karena pengaruh narkoba ini
sehingga produk yang dihasilkan suatu perusahaan sedikit dan nilai jualnya kurang.
Akibat dari pengaruh narkoba pada poin-poin diatas adalah akan terjadinya
penundaan produktivitas karena pekerja di masing-masing sektor sebagian terpengaruh
narkoba yang menjadikan fisik dan mentalnya terganggu.. Baik kesehatan maupun
psikologisnya. Kebanyakan mereka rata-rata akan menjadi malas, temperamen dan kacau
pikirannya, jadi mana bisa bekerja dalam kondisi seperti itu?
Sedangkan untuk masyarakat umum sendiri, jika salah satu atau beberapa anggota
keluarganya tersandung kasus narkoba, akan membutuhkan biaya ekstra, jika anggota
keluarganya yang terkena narkoba sedang sakaw, mereka akan memaksa minta uang untuk
dibelikan barang haram tersebut untuk memenuhi kebutuhannya disaat sakaw. Jika tidak
dikasih, biasanya akan menghalalkan segala cara dengan mencuri barang-barang yang ada di
rumah untuk dijual dan dibelikan barang haram tersebut. Dari mulai perhiasan dan barang-
barang lainnya. Ada keluarga teman saya yang adiknya kecanduan narkoba, sampai berani
menjual tabung gas yang ada di dapur karena tak punya uang lagi untuk memenuhi
kebutuhannya disaat sakaw. Otomatis, perilaku tersebut akan sangat merusak kondisi
ekonomi keluarga.
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).”
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah)”
Adanya Pasal 112 Ayat ( 1 ) dan Pasal 114 Ayat ( 1 ) agar para pemakai ataupun
pengedar dapat merasakan jera akan denda tersebut. Meskipun tidak ditemukan barang bukti
berupa shabu dan tidak mencapai 1 gram, harus tetap diadili. Sekalipun pemohon tidak terima
dikenakan Pasal 112 Ayat ( 1 ) dan Pasal 114 Ayat ( 1 ) bagi saya harus dikenakan agar si
pemakaipun jera bahwa tindakannya dapat merugikan dia dari segi ekonomi. Jika tidak
dikenakan pasal dan hany direhabilitasi saja bisa saja setelah keluar dari tempat rehabilitasi
pemohon bisa menggunakan barang haram tersebut. Diisi lain saya setuju dengan ditolaknya
permohon pemohon karena meskipun pemohon tidak ada alat bukti yang ditemukan, bisa jadi
sebelum adanya penggeledahan oleh kepolisian, pemohon bisa menghilangkan alat bukti
tersebut. Banyak sekarang ini modus dan motif tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang
semakin kompleks, bukan sesuatu yang mustahil apabila dalam kenyataanya ditemukan
adanya kasus dimana seseorang yang diduga menggunakan narkotika ditemukan adanya
kasus dimana seorang yang diduga memakai narkotika berdasarkan hasil tes urine dinyatakan
positif namun tidak ditemukan adanya barang bukti pada dirinya. Hal tersebut sangat
memungkinkan mengingat ketika orang yang bersangkutan tertangka tangan barang bukti
telah habis dipergunakan atau mungkin saja barang bukti tidak ditemukan karena tidak berada
dalam penguasaan orang yang bersangkutan.