Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

A. Judul 2
B. Latar Belakang Masalah 2
C. Rumusan Masalah 5
D. Tujuan Penelitian 5
E. Manfaat Penelitian 5
F. Kerangka Teoritik 6
1. Teori Perlindungan Hukum 6
2. Teori Perlindungan Konsumen 8
3. Asas dan Tujuan Perlindungan Komsumen 10
4. Aturan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berkaitan
Dampak Covid-19 11
G. Metode Penelitian15
1. Jenis Penelitian 15
2. Pendekatan Penelitian 15
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum 16
4. Wawancara 17
5. Teknik Penelusuran Bahan Hukum 18
6. Teknik Analisis Bahan Hukum 18
H. Sistematika Penulisan 19
DAFTAR PUSTAKA 21

A. Judul

1
2

TINJAUAN YURIDIS PRAKTEK MONOPOLI OLEH PELAKU


USAHA MASKER DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN AKIBAT DAMPAK DARI
PENYEBARAN COVID-19

B. Latar Belakang
Masker merupakan alat untuk menutup muka dan/atau kain penutup muka
dan hidung.1 Masker memiliki jenis yang beragam dan fungsi yang berbeda-beda,
mulai dari masker yang sekali pakai hingga yang bisa digunakan hingga berulang-
ulang. Namun, tidak semua masyarakat mengetahui fungsinya dengan tepat.
Kebanyakan hanya berpikir masker berfungsi untuk menutupi hidung. Saat terjadi
penyebaran wabah virus Corona atau Covid-19, tingkat permintaan masker
meningkat dan adanya oknum-oknum pelaku usaha yang memonopoli masker.
Akibatnya, terjadi kelangkaan dan naiknya harga masker dipasaran. Hal ini tentu
mengakibatkan kerugian bagi masyarakat yang membutukan masker sebagai
pencegahan terhadap penyebaran Covid-19. Perilaku menaikan harga menjadi
sangat tinggi oleh pelaku usaha secara eksplisit tidak diatur sebagai hal yang
dilarang dalam melakukan usaha. Larangan yang ada yaitu antar pelaku usaha
yang satu dengan yang lainnya melakukan perjanjian harga atau menaikkan harga
atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral serta menimbun barang
dan/atau jasa. Maka, konsumenlah yang nantinya akan dirugikan oleh pelaku
usaha dan perlindungan konsumen yang kurang mengakibatkan konsumen
kekurangan masker dipasaran.
Hal ini telah terpikirkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Untuk menjamin persaingan
usaha yang sehat dan efektif agar dapat memupuk budaya berbisnis yang sehat
sehingga dapat terus mendorong dan meningkatkan daya saing diantara pelaku
usaha. Pasal 1 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1999 menjelaskan Praktek Monopoli
adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau
1
https://kbbi.web.id/masker – Diakses pada tanggal 28 maret 2020, pukul 19.33 WIB.
3

jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Ketentuan tersebut pada prinsipnya mensyaratkan
agar menentukan ada atau tidaknya pelanggaran ketentuaan tersebut diperlukan
pengukuran dampak ekonomi yang diakibatkan oleh perilaku. Hal tersebut sejalan
dengan teori hukum dan ekonomi yang menyiratkan bahwa perilaku penetapan
minimum harga jual kembali dapat memiliki dampak positif atau negatif.
Diperlukan suatu pedoman untuk melakukan analisa kegiatan tersebut sehingga
tercipta pemahaman yang selaras antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dan pelaku usaha dalam menilai kegiatan ini.
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia, maka untuk membicarakan
hukum kita tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia. Hukum
menuntut legalitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah pelaksanaan atau
pentaatan kaedah semata-mata, sedangkan kesusialaan menuntut moralitas, yang
berarti yang dituntut adalah perbuatan yang didorong oleh rasa wajib. Dalam
hukum yang terpenting bukanlah apa yang terjadi tetapi apa yang seharusnya
terjadi. Karena suatu peristiwa konkrit tidak mungkin dengan sendirinya menjadi
peristiwa hukum. Peristiwa Konkrit merupakan activator yang diperlukan untuk
dapat membuat aktif kaedah hukum.2 Hal inilah yang menentukan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha dalam mengawasi perilaku pelaku usaha disaat
terjadinya kelangkaan barang dan/atau jasa. Dalam rangka mewujudkan tugasnya,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selain aktif dalam bidang penegakan
hukum persaingan, juga aktif dalam bidang pencegahanterjadinya pelanggaran
persaingan usaha tidak sehat. Salah satu upaya yang dilakukan KPPU dibidang
pencegahan ialah dengan berusaha meningkatkan kepatuhan pelaku usaha dalam
program kepatuhan persaingan usaha KPPU.
Negara Indonesia saat ini sedang mengalami wabah penyakit Corona virus
2019 (Covid-19). Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini pertama kali
diidentifikasi pada tahun 2019 di Wuhan, China. Gejala Umumnya ialah demam,

2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: PT. Liberty, 2007, hal
17.
4

batuk, sesak napas, nyeri otot, dahak, diare, sakit tenggorokan, kehilangan baud an
sakit perut. Pengumuman kasus pertama virus corona disampaikan oleh Presiden
Joko Widodo di media elektronik yang mana pasiennya adalahseorang ibu dan
anak dari warga negara Jepang. Berdasarkan peneliti Institut Teknologi Bandung
(ITB) memprediksi, penyebaran Covid-19 di Indonesia akan mencapai puncak
pada minggu kedua atau ketiga April dan berakhir akhir Mei atau Awal Juli 2020.3
Dengan adanya pemberitahuan tersebut oleh pemerintah masyarakat mulai
membeli beberapa bahan pokok di toko-toko klontong, pasar, swalayan dan agen-
agen penjual bahan kebutuhan sehari-hari. Dari beberapa kebutuhan tersebut
masyarakat mulai membeli peralatan kesehatan salah satunya adalah Masker.
Tingkat permintaaan masker yang meningkat menyebabkan kelangkaan dipasaran
yang mengakibatkan harga masker menjadi mahal. Masker merupakan salah satu
alat kesehatan pencegah terjadi virus Covid-19. Hal inilah yang membuat para
pelaku usaha untuk memainkan harga dipasaran. Dengan cara menimbun, hingga
harga dipasaran melonjak tinggi baru didistribusikan atau melalui perjanjian antar
pelaku usaha dengan memainkan harga masker dipasaran. Kenaikan harga
masker, saat ini masih disebabkan oleh faktor peningkatan permintaan sehingga
harga masih dalam konteks hukum pasar. Namun pelaku usaha tidak menutup
celah bagi masyarakat yang ingin melapor kasus apabila ditemukan harga tidak
wajar bagi pelaku usaha. Untuk mengetahui harga principal dan rantai distribusi
yang pelaku usaha dominan pasarkan. Maka dari itu masyarakat harus aktif dalam
membuat laporan agar adanya tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh Komisi
Pengawas Persaingan Usaha. Sehingga permasalahan terkait praktek monopoli
masker dalam meningkatkan perlindungan konsumen akibat dari penyebaran
virus Covid-19.

C. Rumusan Masalah

3
https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/23/115440523/prediksi-penyebaran-corona-di-
indonesia-berubah-berakhir-awal-juni - Diakses pada tanggal 28 Maret 2020, pukul 21.02 WIB.
5

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi pokok masalah


penelitian adalah:
1. Bagaimana praktek monopoli oleh pelaku usaha masker dalam rangka
meningkatkan perlindungan konsumen akibat dampak dari penyebaran
covid-19?
2. Bagaimana upaya perlindungan terhadap konsumen terkait praktek
monopoli oleh pelaku usaha masker akibat dampak dari penyebaran covid-
19?

D. Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui praktek monopoli oleh pelaku usaha masker dalam
rangka meningkatkan perlindungan konsumen akibat dampak dari
penyebaran covid-19.
2. Untuk mengetahui upaya perlindungan terhadap konsumen terkait praktek
monopoli oleh pelaku usaha masker akibat dampak dari penyebaran covid-
19.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal teoritis
maupun praktis, yakni sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi ilmu pengetahuan, khususnya mengenai kebijakan hukum
dagang dan/atau hukum bisnis yang berlaku di Indonesia dalam
perlindungan konsumen terkait praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
b. Pembentuk Undang-Undang, memberikan masukan tentang
kebijakan hukum dagang dan/atau hukum bisnis yang berlaku di
Indonesia dalam perlindungan konsumen terkait praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat.
6

2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan serta pengetahuan dalam bidang ilmu hukum, terutama yang
berkaitan dengan hukum bisnis yaitu mengenai praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang apa dan bagaimana perlindungan hukum kepada
konsumen atas praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
c. Bagi instansi atau pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan (input) yang berguna dalam memberikan
pertimbangan untuk membuat suatu kebijakan atau regulasi yang
berkaitan degan perlindungan hukum kepada konsumen atas praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

F. Kerangka Teoritis
1. Teori Perlindungan Hukum
Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond
bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan,
perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara
membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah
mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas
tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan
dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan
hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang
diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-
anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang
dianggap mewakili kepentingan masyarakat.4
Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain
4
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, h. 53
7

dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati


semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.5
Selanjutnya menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum
bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan
resprensif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-
hati dalam pengambilan keputusan berdasarkandiskresi dan perlindungan
yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk
penanganannya di lembaga peradilan. Sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B
Wysa Putra bahwa hukum dapat didifungsikan untuk menghujudkan
perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melaikan juga
predektif dan antipatif.6
Secara komprehensif oleh Bapak Az. Nasution (Az. Nasution, Hukum
perlindungan Konsumen, 2006:20-21). Menurut beliau, hukum perlindungan
konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen. Definisi hukum
konsumen adalah sebagai keseluruhan asas dan kaidah yang mnegatur
hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau
jasa) antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.7
Pada dasarnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap subyek
hukum satu dengan subyek hukum yang lainnya. Indonesia sebagai negara
hukum berdasarkan pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum
terhadap warga masyarakatnya karena itu perlindungan hukum tersebut akan
melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan
yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan
bersama.

5
Ibid, h. 69
6
Ibid, h. 69
7
Az. Nasution, Hukum perlindungan Konsumen; Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2006. Hal
20-21
8

2. Teori Perlindungan Konsumen


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen pasal 1 ayat 2 berbunyi:
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, pasal 1 ayat 15
berbunyi:
Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan
atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan pihak lain.
Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen
itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen
serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan
menumbuhkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung
jawab(Adrian Sutedi, 2008;9).8 Pengaturan dalam Undang-Undang No.8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut dilakukan dengan :9
a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin
kepastian hukum;
b. Melindungi konsumen pada khususnya dan kepentingan pelaku
usaha;
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek
usaha yang menipu dan menyesatkan;
e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan peraturan
perlindungan konsumen dengan bidang-bidang lain.
8
Adrian Sutedi. Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen. Bogor: Ghalia
Indonesia. 2008. hal.9.
9
Husni Syawali. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung : PT. Mandar Maju. 2000. hal.7
9

Prinsip-prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan


dengan pelaku usaha berdasarkan doktrin atau teori yang dikenal dalam
perkembangan sejarah hukum perlindungan konsumen, antara lain:
a. Let the buyer beware (caveat emptor)
Doktrin let the buyer beware atau caveat emptor merupakan
dasar dari lahirnya sengketa dibidang transaksi konsumen. Asas ini
berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak
yang sangat seimbang, sehingga konsumen tidak memerlukan
perlindungan. Prinsip ini mengandung kelemahan, bahwa dalam
perkembangan konsumen tidak mendapat informasi yang
memadai untuk menen tukan Pilihan terhadap barang dan/atau jasa
yang dikonsumsinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan konsumen atau ketidakterbukaan pelaku
usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Dengan demikian,
apabila konsumen mengalami
b. The due care theory
Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produk, baik
barang maupun jasa. Selama pelaku usaha berhati-hati dengan
produknya, maka ia tidak dapat dipersalahkan. Pada prinsip ini
berlaku pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang
membuktikan. Hal ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum
privat di Indonesia yaitu pembuktian ada pada penggugat, sesuai
dengan pasal 1865 BW yang secara tegas menyatakan bahwa
barangsiapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak atau untuk
meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau
menunjuk pada suatu peristiwa, maka diwajibkan mebu
ktikan adanya hak atau peristiwa tersebut
c. The privity of contract
Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban
untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika
10

diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku


usaha tidak dapat disalahkan diluar hal-hal yang dperjanjikan.
Dengan demikian konsumen dapat menggugat berdasarkan
wanprestasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1340 BW
yang menyatakan tentang ruang lingkup berlakunya perjanjian
hanyalah antara pihak-pihak yang membuat perjanjian saja.10
d. Kontrak Bukan Syarat
Melihat fenomena lemahnya posisi konsumen dalam prinsip The
Privity of Contact yang mensyaratkan kontrak sebagi dasar gugatan
konsumen kepada pelaku usaha yang merugikannya, maka lahirlah
sebuah prinsip dimana kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk
menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum. Sekalipun ada
pandangan yang menyatakan prinsip kontrak bukan syarat hanya
berlaku untuk objek transaksi berupa barang. Sebaliknya, kontrak
selalu dipersyaratkan untuk transaksi konsumen dibidang jasa.
3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Adapun asas – asas perlindungan konsumen sebagaimana Pasal 2
Undang undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
1. Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar – besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;
2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
Indonesia diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;
3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materil maupun spiritual;

10
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2006, h.
61
11

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk


memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
Selain itu Pasal 3 Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen juga menjelaskan tentang tujuan dari Perlindungan
Konsumen, yaitu:
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
4. Aturan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berkaitan
Dampak Covid-19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menjelaskan dalam Pasal 1 ayat 2
12

mengenai praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu


atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau
pamasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Maka
pelaku usaha harus menyusun program kepatuhan untuk dapat
mengidentifikasi potensi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Potensi pelanggaran ini sangat tergantung dari jenis usaha dan skala usaha
perusahaan. Adapun beberapa hal yang diatur dalam undang-undang nomor 5
tahun 1999 yang perlu untuk dicermati terbagi 3 bagian yaitu:11
1. Perjanjian yang dilarang
a. Perjanjian pengaturan harga:
 Perjanjian penetapan harga;
 Perjanjian yang memuat diskriminasi harga;
 Perjanjian penetapan harga dibawah harga pasar;
 Perjanjian yang memuat larangan untuk menjual atau
memasok kembali barang yang sudah dibeli dengan
harga yang lebih rendah.
b. Perjanjian pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar
c. Perjanjian untuk melakukan boikot terhadap pelaku usaha lain
d. Perjanjian kartel yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau
jasa
e. Perjanjian untuk membuat perusahaan trust;
f. Perjanjian tertutup;
 Perjanjian ekskulusif;
 Perjanjian tying produk.
g. Perjanjian dengan pihak luar negeri.
2. Kegiatan yang dilarang

11
Pedoman Program Kepatuhan Terhadap Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan
Usaha, 2016, hal. 26-27.
13

a. Kegiatan praktek monopoli yang dapat menghambat persaingan


dan dapat merugikan kepentingan umum;
b. Kegiatan praktek monopsoni;
c. Kegiatan penguasaan pasar:
 Menolak atau menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama
 Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaing;
 Membatasi peredaran atau penjualan barang di pasar;
 Melakukan diskriminasi;
 Melakukakan jual rugi.
d. Perilaku curang dalam menetapkan biaya yang menjadi
komponen harga;
e. Perilaku bersekongkol:
 Bersekongkol dalam tender;
 Bersekongkol untuk mendapatkan rahasia perusahaan;
 Bersekongkol untuk menghambat produksi pemasaran
produk pelaku usaha pesaing.
3. Penyalahgunaan posisi dominan
a. Menetapkan syarat perdagangan untuk mencegah dan
menghalangi konsumen berpindah kepadapelaku usaha
pesaing;
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi;
c. Menghambat pelaku usaha lain untuk memasuki pasar.
Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang
dant/atau jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan
berdasarkan pasal 1 ayat 14 UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Penetapan harga pasar yang
diatur dalam pasal 5, pasal 6, pasal 7, dan pasal 8 UU No.5 Tahun 1999 ini
yang dilarang hanya perjanjian harga (pasal 5) horizontal dan diskriminasi
14

(Pasal 6). Sedangkan perjanjian harga lain yaitu pasal 7 dan pasal 8 diatur
secara rule of reason. Artinya, tidak semua perjanjian harga pasti
menyebabkan hambatan persaingan. Merujuk pada ketentuan soal laranga-
larangan dalam UU No. 5 tahun 1999 tersebut, maka tidak ada ketentuan
yang melarang pelaku usaha menetapkan harga tinggi.12
Akibat Hukum jika adanya oknum-oknum yang menimbun barang-
barang kebutuhan pokok seperti masker dalam keadaan darurat akibat adanya
virus Covid-19 yang mengakibatkan kelangkaan dan kenaikkan harga. Maka,
patut diduga melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdangangan Pasal 29 yang berbunyi:
1. Pelaku Usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau
barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat kejadian
kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintsa
perdagangan barang;
2. Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan barang kebutuhan pokok
dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses
produksi atau sebagai persediaan barang untuk didistribusikan;
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan barang kebutuhan
pokokdan/atau barang penting diatur dengan atau berdasarkan
peraturan presiden.
Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya penimbunan
barang yang akan menyulitkan konsumen dalam memperoleh barang
kebutuhan pokok dan/atau barang penting.
Memperhatikan himbauan dari pemerintah pusat pada pasal 154 ayat 1
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berbunyi,
Pemerintah secara berkala dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit
yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta
menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan. Berdasarkan

Ningrum Natasya Sirait dkk. Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha. Jakarta: The Indonesia
12

Netherlands Nationala Legal Reform Program (NLRP), 2010. Hal.19.


15

pengumuman yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebutlah yang


menyebabkan meningkatnya permintaan masker melonjak tinggi yang
mengakibatkan harga dipasaran dapat dimanipulasi oleh oknum-oknum yang
tidah bertanggung jawab. Maka pada saat ini pemerintah yang
memberlakukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan
kesehatan. Pasal 1 ayat 1 Kekarantinaan kesehatan yang dimaksudkan adalah,
upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau
factor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat. Seharusnya memperhatikan Pasal 7 dan pasal 8
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.
Bahwa setiap orang berhak memperoleh perlakuan yang sama dalam
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan serta hak mendapat pelayanan
kesehatan dasar seseuai kebutuhan medis, pangan dan kebutuhan sehari-hari
lainnya. Maka diharapkan pemerintah memperhatikan kebutuhan masker bagi
masyarakat terkait harga dan persediaan

G. Metode Penilitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian adalah menggunakan metode penelitian yuridis
normatif yaitu, penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sistem
norma. Mukti Fajar dan Yulianto dalam bukunya mengatakan bahwa Sistem
norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari
peraturan perundang-undangan, perjanjian serta doktrin/ajaran (Mukti Fajar
dan Yulianto Achmad , 2013;34).13 Penelitian ini akan mengkaji asas-asas,
konsep-konsep hukum serta peraturan perundangan yang berkaitan dengan
praktek monopoli oleh pelaku usaha.
2. Pendekatan Penelitian

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,
13

Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2013. hal.34.


16

Pendekatan diartikan sebagai usaha dalam aktivitas penelitian untuk


mengadakan hubungan dengan orang yang di teliti atau metode untuk
mencapai pengertian tentang masalah penelitian.14
Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
penelitian yaitu :
a. Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani. Hasil dari telaah tersebut
merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. 15
Mengkaji dan meneliti peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap konsumen atas praktek monopoli
oleh pelaku usaha masker.
b. Pendekatan konsep (conceptual approach) digunakan untuk melihat
konsep-konsep mengenai problematika perlindungan hukum
konsumen atas praktek monopoli oleh pelaku usaha masker.
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder
yang diperoleh dari studi kepustakaan, yaitu mempelajari literatur-literatur,
jurnal ilmiah, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat secara
langsung permasalahan yang diteliti. Bahan hukum primer ini terdiri dari:
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.
4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
14
Salim Hs dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2013, hlm 17
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, hlm 93.
17

5) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan


Kesehatan.
6) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 4
Tahun 2011 tentang pedoman pasal 5 (penetapan harga)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer, dan dapat membantu
menganalisis dan memahami bahan hukum primer16 yaitu berupa
literatur-literatur hukum, jurnal hukum, majalah, karya tulis, dan hasil
penelitian yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian ini,
yanng terdiri dari:
1) Buku-buku tentang Hukum Perdata
2) Buku-buku tentang Hukum Perlindungan Konsumen
3) Buku-buku tentang Hukum Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
4) Jurnal hukum tentang Perlindungan Hukum
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan
baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. 17 Bahan
hukum ini terdiri dari:
1) Kamus Hukum
2) Ensiklopedia
3) Berita berita atau tulisan di blog internet.
4. Wawancara
Wawancara yaitu dengan melakukan komunikasi langsung kepada
informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (Interview guide) guna

16
Suratman dan Phillips Dillah, op.cit. hlm 66
17
Ibid, hlm 67.
18

mencari jawaban atas praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat oleh
pelaku usaha masker.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi
kepustakaan (library research) terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau
bahan non hukum. Pengumpulan bahan-bahan hukum itu dapat dilakukan
dengan membaca, melihat, mendengarkan maupun bahan hukum yang
didapat dari media internet ataupun media lainnya yang berkompeten dalam
penelitian ini. Tempat pengambilan bahan hukum itu dapat dilakukan di
perpustakaan Universitas, Perpustakaan Umum, atau Media internet.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tersier yang telah
diperoleh melalui studi kepustakaan baik berupa dokumen-dokumen maupun
peraturan perundang-undangan akan dihubungkan sedemikian rupa sehingga
peneliti dapat menyajikan dalam bentuk tulisan yang lebih sistematis untuk
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
Pengolahan bahan hukum yang telah diperoleh tersebut, diolah dengan
menggunakan teknik deskriptif, yaitu mendeskripsikan atau menguraikan
bahan hukum yang diperoleh sehingga dapat memberikan gambaran yang
sistematis terkait dengan permasalahan hukum yang ada. Dengan
menggunakan teknik ini, peneliti memaparkan apa adanya tentang suatu
peristiwa hukum atau kondisi hukum.18
Teknik analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian preskriptif sifat analisis ini dimaksudkan untuk memberikan
argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Argumentasi ini
dilakukan untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau
18
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum,
Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hlm 152
19

salah atau apa yang seyogyanya dilakukan menurut hukum terhadap fakta
atau pertiwa hukum dari hasil penelitian. Serta untuk mengkaji suatu proses
perlindungan hukum terhadap perlindungan hukum konsumen atas praktek
monopoli oleh pelaku usaha masker.
H. Sistematika Penulisan
Dalam laporan penelitian tesis ini terdiri dari empat bab, dimana setiap bab
menguraikan pokok-pokok bahasan materi yang dikaji. Sistematika dalam
penelitian ini meliputi :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada BAB I atau disebut dengan PENDAHULUAN berisi tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab pertama
ini dalam latar belakang masalah yaitu merupakan pemaparan pentingnya
penelitian ini dan mengapa peneliti memilih untuk meneliti tentang
tinjauan yuridis praktek monopoli oleh pelaku usaha masker dalam rangka
meningkatkan perlindungan konsumen akibat dampak dari penyebaran
covid-19. Kemudian rumusan masalah memiliki tujuan yaitu untuk
mengetahui jawaban dari permasalahan yang akan diteliti dan kegunaan
penelitian. Tujuan Penelitian berguna untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat maksud dari dilakukan penelitian ini. Kerangka teori
berfungsi sebagai dasar tentang penelitian keterkaitan tinjauan yuridis
praktek monopoli oleh pelaku usaha masker dalam rangka meningkatkan
perlindungan konsumen akibat dampak dari penyebaran covid-19. Metode
penelitian yaitu menjelaskan tentang metode-metode yang akan digunakan
untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian, dan sistematika
pembahasan.
BAB II : KERANGKA TEORITIK/LANDASAN TEORI
Pada BAB II atau disebut dengan Kerangka/Landasan teori, berisi kajian
pustaka yang disajikan mengenai kebijakan hukum dagang dan/atau
hukum bisnis, teori implementasi, sistem peradilan di Indonesia serta
20

pengertian tentang perlindungan konsumen serta larangan praktek


monopoli dan persaingan usaha tidak sehat..
BAB III: HASIL DAN ANALISIS
Pada Bab ini atau disebut dengan Hasil dan Analisis berisi mengenai hasil
penlitian dan pembahasan yang dibahas sesuai dengan permasalahan yang
telah dirumuskan, antara lain berisikan tentang implementasi UU No. 5
Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat. Faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam implementasi UU
No.5 Tahun 1999.
BAB IV: PENUTUP
Penutup, yaitu berisi kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dalam rumusan masalah dan memberikan saran atau rekomendasi sebagai
bahan refleksi bagi semua pihak terkait temuan-temuan berdasarkan
peraturan dan berdasarkan teori-teori hukum mengenai tinjauan yuridis
praktek monopoli oleh pelaku usaha masker dalam rangka meningkatkan
perlindungan konsumen akibat dampak dari penyebaran covid-19.
21

DAFTAR PUSTAKA
Buku :

Mertokusumo, Sudikno. 2007. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:


PT. Liberty
Raharjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2016. Pedoman Program Kepatuhan
Terhadap Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Komisi Pengawas
Persaingan Usaha
Az. Nasution. 2006. Hukum perlindungan Konsumen; Suatu Pengantar. Jakarta :
Diadit Media.
Syawali, Husni. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung : PT. Mandar
Maju.
Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT
Grasindo..
Sutedi, Adrian. 2008. Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Sirait, Ningrum Natasya. 2010. Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha. Jakarta:
The Indonesia Netherlands Nationala Legal Reform Program (NLRP).
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2013. Dualisme Penelitian Hukum Normatif
& Empiris, Yogyakarta: Pustaka pelajar
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung 2004.
Iman Sjahputra, 2010, Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Elektronik,
Bandung: PT. ALUMNI.
22

Suratman dan Phillips Dillah, 2015, Metode Penelitian Hukum, Bandung:


Alfabet.

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra


Aditya Bakti

Salim Hs dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.

I Made Pasek Diantha, 2015, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam


Justifikasi Teori Hukum, Jakarta: Prenadamedia Group.

Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 4 Tahun 2011
tentang pedoman pasal 5 (penetapan harga) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Media Internet :
https://kbbi.web.id/masker – Diakses pada tanggal 28 maret 2020 pukul 19.33
WIB
Surat Kabar
https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/23/115440523/prediksi-penyebaran-
corona-di-indonesia-berubah-berakhir-awal-juni - Diakses pada tanggal 28
Maret 2020, pukul 21.02 WIB.
23

Anda mungkin juga menyukai