Anda di halaman 1dari 19

TINDAK PIDANA NARKOTIKA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :

HUKUM PIDANA KHUSUS

Disusun Oleh :

Andrea christian 1709114576

Layla murni 1709114133

M megi mif bakhunizar 1709110375

Puspa valentin 1709122993

Sofi ayu anggraini 1709114850

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai
dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi
perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika
disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan
bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilainilai budaya bangsa yang pada akhirnya
akan dapat melemahkan ketahanan nasional.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika


yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara, pada
siding umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui TAP
MPR RI Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada DPR RI dan Presiden RI
untuk melakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Karena dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika didalam masyarakat menunjukkan
kecenderungan yang semakin emningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada
umumnya. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara bersama-sama, bahkan
merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara
rapi dan sangat rahasia baik ditingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal
tersebut guna meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika
dibentuklah Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebagai pembaharuan
atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.1

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan
mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam undang-undang ini diatur
juga mengenai precursor Narkotika karena precursor Narkotika merupakan zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dengan
melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis precursor Narkotika. Selain itu, diatur pula
1
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung : CV Mandar Maju, 2003.
mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan precursor Narkotika. Untuk menimbulkan efek
jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan precursor
Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, dilakukan dengan mendasarkan pada
golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. Hal ini lah yang melatarbelakangi pemilihan
judul “Tindak Pidana Di Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika”.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apakah yang dimaksud dengan Narkotika dan tindak pidana narkotika?


b. Pasal berapakah dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur
mengenai Tindak Pidana?
c. Apakah perbuatan yang tergolong sebagai Tindak Pidana di dalam UU No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika?
d. Bagaimanakah sanksi yang dikenakan bagi pecandu Narkotika?
e. Apakah yang dimaksud dengan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi pecandu
Narkotika?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui mengenai Narkotika dan tindak pidana narkotika

2. Untuk mengetahui pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2009 yang memuat ketentuan
mengenai tindak pidana.

3. Untuk mengetahui perbuatan-perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana di


dalam UU No. 35 Tahun 2009.

4. Untuk mengetahui perihal sanksi yang dikenakan bagi pecandu Narkotika.

5. Untuk mengetahui mengenai rehabilitasi medis dengan rehabilitasi sosial.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Narkotika dan Tindak Pidana Narkotika

Perkataan Narkotika berasal dari perkataan Yunani “narke” yang berarti terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Narkotika
berasal dari kata “Narcissus”, sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat
membuat orang menjadi tak sadar. Pengertian Narkotika secara farmakologis medis, menurut
Ensiklopedia Indonesia IV, adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang
berasal dari daerah visceral dan yang dapat menimbulkan efek stupor (bengong, masih sadar
tetapi harus digertak) serta adiksi.

Pengertian yang paling umum dari Narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari alam
maupun sintetis atau semi sintetis yang dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan.
Efek Narkotika disamping membius atau menurunkan kesadaran, adalah mengakibatan daya
khayal/halusinasi , serta menimbulkan daya rangsang/stimulant, dan ketergantungan.

Sedangkan menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dalam


pasal (1) angka 1 menyebutkan bahwa “ Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini”. 2

Tindak Pidana Narkotika adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang,
dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan pemakaian dan peredaran atau perdagangan
penggunaan obat atau zat kimia yang berfungsi menurunkan tingkat kesadaran ingatan atau
fisik bahkan menimbulkan masalah dan gangguan kesehatan kejiwaan seorang, dalam situasi
dan kondisi tertentu yang telah terjadi, karenanya dapat dikenakan sanksi fisik maupun moral
bahkan perampasan kekayaan bagi pelakunya

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika tanpa hak atau melawan hukum selain yang
ditentukan oleh uu.

2
Dr.Aziz Syamsudin,S.H.,S.E.,M.H.,MAF,”Tindak Pidana Khusus”,(jakarta:Sinar Grafika:2017),hlm.90
2.2. Penggolongan Narkotika

Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009, Narkotika digolongkan
menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah sebagai berikut :

 Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tuuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

 Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai


pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan.

 Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak


digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

2.3. Asas-Asas Hukum Dalam Peyelenggaraan Pemberantasan Tindak Pidana


Narkotika

Asas-asas hukum dalam penyelenggaraan pemberantasan tindak pidana narkotika


telah ditentukan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ada delapan asas yang tercantum dalam pasal 3 tersebut,yang meliputi:

1. Keadilan
2. Pengayoman
3. Kemanusiaan
4. Ketertiban
5. Perlindungan
6. Keamanan
7. Nilai-nilai ilmiah
8. Kepastian hukum

Pengertian kedelapan asas tersebut,tidak nampak dalam penjelasan pasal 3,namun berikut
ini,disajikan pengertiannya secara singkat.

1. Asas keadilan merupakan asas di mana setiap pelaku narkotika diperlakukan sama,tanpa
membeda-bedakan antara satu dengan lainnya.
2. Asas pengayoman merupakan asas di dalam pelaksanaan peneggakkan hukum undang-
undang narkotika harus menciptakan ketentraman dalam masyarakat.
3. Asas kemanusiaan adalah asas di mana dalam peneggakkan hukum harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga
negara dan penduduk indonesia secara proporsional.
4. Asas ketertiban adalah sebuah asas dalam peegakkan hukum undang-undang narkotika
harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban dikonsepkan sebagai
suatu keadaan di mana masyarakatnya hidup dalam keadaan serba teratur.
5. Asas perlindungan merupakan asas di mana dalam pennyelenggaraan undang-undang
narkotika harus dapat menjaga,merawat dan menyelamatkan masyarakat dari bahaya
narkoba.
6. Asas keamanan adalah bahwa di dalam penyelenggaraan undang-undang narkotika harus
memberikan rasa aman dan tentram bagi pelaku maupun masyarakat.
7. Asas nilai-nilai ilmiah adalah asas di dalam penyelenggaraan undang-undang narkotika
harus memerhatikan perkembangan ilmu pengetahuan,khususnya dibidang kesehatan
maupun lainnya.
8. Asas kepastian hukum adalah bahwa di dalam pemyelenggaraan undang-undang
narkotika harus mampu menjamin hak dan kewajiban setiap pelaku maupun warga
negara.

Kedelapan asas itu dijadikan dasar bagi penegak hukum baik bagi
kepolisian,BNN,kejaksaan maupun hakim dalam memberantas tindak pidana narkotika.3

3
Prof.Dr.Hj.Rodliyah dan Prof.Dr.H.salim HS,”Hukum Pidana Khusus”(rajawalipers,2017),hlm 91
2.4. Pasal Pengaturan Tindak Pidana Dalam UU No. 35 Tahun 2009

Di dalam struktur Bab-bab dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika, perihal pengaturan perbuatan yang tergolong sebagai Tindak Pidana terdapat pada
BAB XV mengenai Ketentuan Pidana, pasal 111 sampai dengan pasal 148 Undang-undang
ini. Dapat dilihat struktur dari Undang-undang pada tabel berikut :4

UU No. 35 Tahun 2009


Bab I Ketentuan Umum ( Pasal 1)
Bab Dasar, Asas, Dan Tujuan (Pasal 2 s/d 4)
II
Bab Ruang Lingkup (Pasal 4 s/d 8)
III
Bab PENGADAAN : · Rencana Kebutuhan
Bagian Kesatu
IV · · Tahunan. (Pasal 9, 10) · Produksi (Pasal
Bagian Kedua
·· 11, 12) · Narkotika Untuk Ilmu
Bagian Ketiga
Pengetahuan Dan Teknologi. (Pasal 13)
Bagian
· Penyimpanan dan Pelaporan. (Pasal
Keempat
14)

4
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Lembar Negara Nomor 143.
Bab V IMPOR DAN EKSPOR :
· Izin Khusus dan Surat Persetujuan
· Bagian Kesatu
Impor
· Bagian Kedua (Pasal 15 s/d 17)
· Izin Khusus dan Surat Persetujuan
· Bagian Ketiga
Ekspor
· Bagian Keempat (Pasal 18 s/d 22)
· Bagian Kelima · Pengangkutan (Pasal 23 s/d 28) ·
Transito (Pasal 29 s/d 32) ·
Pemeriksaan (Pasal 33,34)

Bab VI · Bagian Kesatu · Bagian PEREDARAN · Umum (Pasal 35 s/d


Kedua · Bagian Ketiga 38) · Penyaluran (Pasal 39 s/d 42) ·
Penyerahan (Pasal 43, 44)

Bab VII LABEL DAN PUBLIKASI (Pasal 45


s/d 47)
Bab VIII · Bagian Kesatu · Bagian PREKURSOR NARKOTIKA · Tujuan
Kedua · Bagian Ketiga · Bagian Pengaturan (Pasal 48) · Penggolongan
Keempat dan Jenis Prekursor Narkotika (Pasal
49) · Rencana Kebutuhan Tahunan
(Pasal 50) · Pengadaan (Pasal 51 s/d
52)
Bab IX · Bagian Kesatu · Bagian PENGOBATAN DAN
Kedua REHABILITASI · Pengobatan (Pasal
53) · Rehabilitasi (Pasal 54 s/d 59)
Bab X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
(Pasal 60 s/d 63)
Bab XI PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN
· Kedudukan dan tempat kedudukan
· Bagian Kesatu
(Pasal
· Bagian Kedua 64 s/d 67)
· Bagian Ketiga · Pengangkatan dan Pemberhentian
(Pasal 68,69) · Tugas dan Wewenang
(Pasal 70 s/d 72)
Bab XII PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN
PEMERIKSAAN DI SIDANG
PENGADILAN (Pasal 73 s/d 103)
Bab XIII PERAN SERTA MASYARAKAT
(Pasal 104 s/d 108)
Bab XIV PENGHARGAAN (Pasal 109, 110)
Bab XV KETENTUAN PIDANA (Pasal 111 s/d
148)
Bab XVI KETENTUAN PERALIHAN (Pasal
149 s/d 151)
KETENTUAN PENUTUP (Pasal 152
Bab XVII
s/d 155)
2.5. Tipologi Kejahatan Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Dari Bab-bab Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat perbuatan-
perbuatan yang dianggap tindak pidana. Perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak
pidana, antara lain :

1. Tindak Pidana Narkotika

a) Tindak Pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau


menyediakan Narkotika Golongan I, II, dan III baik berupa tanaman maupun bukan
tanaman secara tanpa hak atau melawan hukum. (Pasal 111, 112, 113 ayat (1), 117,
dan 122)

b) Tindak Pidana dibidang Produksi Narkotika serta ilmu pengetahuan.

Narkotika hanya dapat diproduksi oleh industry farmasi tertentu yang telah
memperoleh ijin khusus dari Menteri Kesehatan. Pengertian Produksi adalah kegiatan
atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara
langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami
atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah bentuk
Narkotika (Pasal 1 angka 3). Untuk memproduksi Narkotika dimungkinkan untuk
memberikan izin kepada lebih dari satu industry farmasi, tetapi dilakukan secara
selektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan Narkotika dapat lebih
mudah dilakukan. Ancaman Pidana bagi mereka yang memproduksi Narkotika secara
tanpa hak atau melawan hukum diatur dalam (Pasal 113 ayat (1) dan (2) untuk
Narkotika golongan I, Pasal 118 ayat (1) dan (2) untuk Narkotika golongan II, Pasal
123 ayat (1) dan (2) Untuk Narkotika golongan III).

Lembaga ilmu pengetahuan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun


swasta yang kegiatannya secara khusus atau salah satu fungsinya melakukan kegiatan
percobaan, penelitian, dan pengembangan dapat memperoleh, menanam, menyimpan
dan menggunakan Narkotika dalam rangka kepentingan ilmu pengetahuan. Akan
tetapi harus mendapat ijin terlebih dahulu dari menteri Kesehatan. Ancaman pidana
dalam ketentuan Pasal 147 dikenakan bagi :

- Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, sarana penyimpanan sediaan


farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika golongan II
dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
- Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang membeli, menyimpan, atau menguasai
tanaman Narkotika bukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

- Pimpinan industri farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I


bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

- Pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang


bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan
Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

c) Tindak Pidana dibidang Ekspor, Impor, Pengangkutan dan Transito Narkotika.

- Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan precursor Narkotika dari


daerah pabean. (Pasal 1 angka 5, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kedua)

- Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan precursor Narkotika ke dalam


daerah pabean. (Pasal 1 angka 4, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kesatu)

- Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan


Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau sarana
angkutan apapun. (Pasal 1 angka 9, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian ketiga)
Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari satu Negara ke Negara
lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang
terdapat kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan. (Pasal 1
angka 12, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian keempat)

Ketentuan pidana mengenai pelanggaran ketentuan dalam pelaksanaan


kegiatan-kegiatan tersebut diatur dalam (Pasal 113 ayat (2), 115 ayat (1) dan (2),
118 ayat (1) dan (2), 120 ayat (1) dan (2), 123 ayat (1) dan (2), 125 ayat (1) dan
(2).

d) Tindak Pidana dibidang Peredaran Narkotika.

Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan


penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peredaran Narkotika tersebut
meliputi penyaluran, penyerahan. Sedangkan pengertian peredaran gelap Narkotika
dan precursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebgaia tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika. Ketentuan pidana mengenai tindak pidana
dibidang peredaran Narkotika diatur dalam pasal 114 ayat (1) dan (2), 119 ayat (1)
dan (2), 124 ayat (1) dan (2), 147 huruf (a) dan (d).

e) Tindak Pidana dibidang Labeling dan Publikasi Narkotika.

Industri farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika, baik


dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika, label pada kemasan
sebagaimana dimaksud dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan
gambar atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan ke dalam
kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah, dan/atau kemasannya.
Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label harus lengkap dan tidak
menyesatkan.

Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran


atau media cetak ilmiah farmasi. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai labeling
dan publikasi, diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam (Pasal 135).

f) Tindak Pidana dibidang pengobatan dan Rehabilitasi. (Pasal 134)

g) Tindak Pidana berkaitan dengan penyalahgunaan Narkotika untuk diri sendiri


maupun orang lain (116 ayat (1) dan (2), 121 ayat (1) dan (2), 126 ayat (1) dan
(2), Pasal 127 ayat (1).

h) Tindak Pidana pelaporan penyalahguna narkotika (Pasal 128 ayat (1), (2), (3),
dan (4)).

Tindak Pidana Prekursor Narkotika Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 2-(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah). Dengan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut : a) Memiliki, menyimpan,
menguasai, atau mneyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b)
Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor untuk
pembuatan Narkotika; c) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narotika. d) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito
precursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

2.6. Sanksi Bagi Pecandu Narkotika

Yang dimaksud dengan pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara
fisik maupun psikis. Ketergantungan Narkotika merupakan kondisi yang ditandai oleh
dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau
dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Kewajiban bagi
orang tua atau wali dari pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi social yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Pecandu Narkotika yang sudah
cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang
ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Telah jelas bahwa bagi pecandu Narkotika dan
korban penyalahgunaan Narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
(lihat ketentuan Pasal 54 dan 55).

mengenai Ketentuan Pidana Narkotika (bentuk tindak pidana yang dilakukan serta
ancaman sanksi pidana bagi pelakunya) diatur dalam pasal 111 sampai dengan pasal 148
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009,yaitu sebagai berikut:5

Pasal 111 Ayat (1) : Setiap Orang yang tanpa Hak atau melawan Hukum Menanam,
Memelihara,memiliki, Menyimpan, menguasai Narkotika Golongan 1
dalam bentuk Tanaman (Ganja dll) di pidana dengan Pidana Penjara
Paling Singkat 4 Tahun dan Paling Lama 12 tahun dan denda paling
sedikit 800 jt dan pling banyak 8M.

Pasal 111 Ayat (2) : Dalam hal Pasal 111 ayat (1) diatas beratnya melebihi 1 kg atau
melebihi 5 Batang Pohon Pelaku dipidana paling Singkat 5 Tahun dan
paling lama 20 Tahun dan pidana denda maksimum ditambaha 1/3
dari denda pasal 111 ayat (1).
Pasal 112 Ayat (1) : Setiap Orang yang tanpa Hak atau melawan Hukum Menyimpan,
memiliki, menguasai, menyediakan Narkotika Gol 1 Bukan Tanaman
5
Dr.Aziz Syamsudin,S.H.,S.E.,M.H.,MAF,”Tindak Pidana Khusus”,(jakarta:Sinar Grafika:2017),hlm.96
(Sabu2,Ekstasi dll) di pidana dengan Pidana Penjara Paling Singkat 4
Tahun dan Paling Lama 12 tahun dan denda paling sedikit 800 jt dan
pling banyak 8M.
Pasal 112 Ayat (2) : Dalam hal Pasal 112 ayat (1) diatas beratnya melebihi 5 kg atau Pelaku
dipidana paling Singkat 5 Tahun dan paling lama 20 Tahun dan pidana
denda maksimum ditambaha 1/3 dari denda pasal 112 ayat (1).
Pasal 114 ayat (1) : Setiap Orang yang tanpa Hak atau melawan Hukum menawarkan
untuk dijual, Menjual, membeli,menjadi perantara dalam Jual Beli
menukar,atau menyerahkan Narkotika Golongan 1 dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan
pidana denda paling sedikit 1M dan paling banyak 10M
Pasal 114 ayat (2) : dalam hal perbuatan pasal 114 ayat (1) :
- dalam bentuk tanaman melebih 1 Kg / 5 Batang Pohon
- dalam bentuk bukan tanaman melebihi 5 gram
dipidana dengan Pidana Mati,Pidana Penjara Seumur Hidup atau
pidana paling ringan 6 tahun atau paling lama 20 tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pasal 114 ayat (1) ditambah
1/3
Pasal 127 ayat (1) : Setiap Penyalah Guna Narkotika :
a. Pengguna Narkotika Gol I pidana penjara Paling Lama 4 tahun
b. Pengguna Narkotika Gol II Pidana Penjara Paling Lama 2 tahun
c. Pengguna Narkotika Gol III Pidana Penjara Paling Lama 1 tahun
Pasal 127 ayat (3) : dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalah Guna Narkotika
maka Penyalah guna Narkotika tersebut wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 131 : Mengetahui tapi tidak melaporkan adanya tindak Pidana Narkotika
pasal
111,112,113,114,115,116,117,118,119,120,121,122,123,124,125,126,1
27 ayat (1),128 ayat (1),129 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 tahun atau denda paling banyajk 50jt
Pasal 132 : Percobaan atau Pemufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana
Narkotika
111,112,113,114,115,116,117,118,119,120,121,122,123,124,125,126,1
29 di pidana dengan pidana yang sama seseuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud didalam pasal - pasal tersebut

2.7. Rehabilitasi
1. Rehabilitasi Medis
Adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan Narkotika. Merujuk kepada ketentuan Pasal 56, rehabilitasi
medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri. Lembaga
rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat
melakukan rehabilitasi medis pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dilakukan


dengan maksud memulihakn dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, social
penderita yang bersangkutan.

2. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik,
mental, maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melakukan fungsi sosial
dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi social mantan pecandu Narkkotika
diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. Rehabilitasi social
dalam hal ini termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif
lainnya. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mantan pecandu Narkotika” adalah
orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan Pembahasan yang telah diuraikan dalam bab 2 tersebut, maka ada
beberapa kesimpulan yang dapat ditarik diantaranya :

1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan, Dalam pasal 6 ayat (1) Undangundang No. 35 Tahun
2009, Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah
sebagai berikut :

- Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan


untuk tuuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.

- Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan


sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan.

- Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan


banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan.

2. Di dalam struktur Bab-bab dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika, perihal pengaturan perbuatan yang tergolong sebagai Tindak
Pidana terdapat pada BAB XV mengenai Ketentuan Pidana, pasal 111 sampai
dengan pasal 148 Undang-undang ini.
3. Perbuatan yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana, antara lain :

• Tindak Pidana Narkotika

a) Tindak Pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,


menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I, II, dan III
baik berupa tanaman maupun bukan tanaman secara tanpa hak
atau melawan hukum.

b) Tindak Pidana dibidang Produksi Narkotika serta ilmu


pengetahuan.

c) Tindak Pidana dibidang Ekspor, Impor, Pengangkutan dan

Transito Narkotika.

d) Tindak Pidana dibidang Peredaran Narkotika.

e) Tindak Pidana dibidang Labeling dan Publikasi Narkotika.

f) Tindak Pidana dibidang pengobatan dan Rehabilitasi. (Pasal

134)

g) Tindak Pidana berkaitan dengan penyalahgunaan Narkotika


untuk diri sendiri maupun orang lain (116 ayat (1) dan (2), 121
ayat (1) dan (2), 126 ayat (1) dan (2), Pasal 127 ayat (1).

h) Tindak Pidana pelaporan penyalahguna narkotika (Pasal 128


ayat (1), (2), (3), dan (4)).

• Tindak Pidana Prekursor Narkotika

a) Memiliki, menyimpan, menguasai, atau mneyediakan


Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

b) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan


Prekursor untuk pembuatan Narkotika;
c) Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narotika.

d) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito precursor


Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

4. Sanksi Bagi Pecandu Narkotika

Kewajiban bagi orang tua atau wali dari pecandu Narkotika yang belum
cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang ditunjuk oleh
pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi social. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social
yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Telah jelas bahwa bagi pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan


Narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi social (lihat ketentuan
Pasal 54 dan 55).

5. Rehabilitasi

• Rehabilitasi Medis

Adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan


pecandu dari ketergantungan Narkotika. Merujuk kepada ketentuan Pasal 56,
rehabilitasi medis pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh
Menteri. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah
atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu Narkotika setelah
mendapat persetujuan Menteri.

Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dilakukan


dengan maksud memulihakn dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental,
sosial penderita yang bersangkutan.
• Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,


baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali
melakukan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi sosial mantan
pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh
masyarakat. Rehabilitasi social dalam hal ini termasuk melalui pendekatan
keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternative lainnya. Dalam ketentuan ini
yang dimaksud dengan “mantan pecandu Narkotika” adalah orang yang telah sembuh
dari ketergantungan terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.
Daftar Pustaka

Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung : CV


Mandar Maju, 2003.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Hs,Salim dan Rodliyah.2017.hukum pidana khusus unsur dan sanksi


pidananya.jakarta:rajawali pers

Syamsuddin,Aziz.2017.Tindak Pidana Khusus.jakarta:Sinar Grafika

http://rahmanamin1984.blogspot.com/2015/07/sekilas-tentang-tindak-pidana-
narkotika.html?m=1

http://asa-keadilan.blogspot.com/2015/01/sekilas-tindak-pidana-narkotika_5.html?
m=1

Anda mungkin juga menyukai