Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH HUKUM UNDANG-UNDANG NAKORTIKA DI INDONESIA

DAN PENGUNAAN ZAT ADIKTIF DI BIDANG KESEHATAN

Dosen Pengampu mata kuliah konseling adiksi narkoba


Dr. Yosef,M.A
Sigit Dwi Sucipto,M.Pd.

OLEH :
KELOMPOK 3
ARDATIA MURTY ( 06071381823037)

FADILLAH PUTRI FERISKA ( 06071381823048)

FITRI OKTA VIANI ( 06071381823053)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua orang Indonesia tentu sudah mengetahui, bahwa Negara Indonesia adalah
Negara hukum. Negara yang didasarkan atas hukum yang berlaku, baik hukum
yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, oleh karena itu semua warga
Negara Indonesia tanpa ada pengecualiannya, wajib taat kepada hukum. Tidak
peduli rakyat kecil, pengusaha maupun pejabat tinggi wajib mentaati hukum.
Seluruh tindak tanduk atau perbuatan yang dilakukan didalam Negara kita, wajib
didasarkan atas hukum yang berlaku. Demikian pula apabila terjadi pelanggaran
maupun sengketa hukum diselesaikan secara hukum.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Di satu sisi narkotika
merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan
kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, di sisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
adanya pengendalian serta pengawasan yang ketat dan seksama. Pada dasarnya
peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah
keberadaannya.

Undang-Undang Narkotika hanya melarang penggunaan narkotika tanpa


izin oleh undang-undang yang dimaksud. Keadaan yang demikian ini dalam
tataran empirisnya, penggunaan narkotika sering disalahgunakan bukan untuk
kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi jauh dari pada itu,
dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana
kegiatan ini berimbas pada rusaknya fisik maupun psikis mental pemakai
narkotika khususnya generasi muda. Tindak pidana di bidang narkotika diatur
dalam pasal 78 sampai dengan pasal 100 undang-undang narkotika yang
merupakan ketentuan khusus. Semua ketentuan pidana tersebut jumlahnya 23
pasal, sedang ketentuan pidana dalam undang-undang psikotropika berjumlah 24
pasal. Walaupun tidak disebutkan secara tegas dalam undang-undang narkotika
bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya adalah tindak pidana kejahatan, akan
tetapi tidak perlu disangsikan lagi semua tindak pidana didalam undang-undang
tersebut merupakan kejahatan. Alasanya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan
dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar
kepentingan – kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan, mengingat
besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah
sangat membahayakan bagi jiwa manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah hukum undang-undang nakortika indonesia ?
2. Apa saja kegunaan zat adiktif di dalam bidang kesehatan ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Bagaimana sejarah hukum undang-undang
nakortika indonesia
2. Untuk mengetahui Apa saja kegunaan zat adiktif di dalam bidang
kesehatan
BAB II

PEMBAHASAN

I. Sejarah Undang-undang Narkotika

Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1976, istilah narkotika


belum dikenal di Indonesia. Peraturan yang berlaku sebelum ini adalah
Verdovende Middelen Ordonnantie (Staatsblad 1929 Nomor 278 jo Nomor 536)
yang diubah tahun 1949 (Lembaran Negara 1949 Nomor 337), tidak
menggunakan istilah “narkotika” tetapi “obat yang membiuskan” (Verdovende
middelen) dan peraturan ini dikenal sebagai Ordonansi Obat Bius.

Ketentuan-ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan tersebut,


berhubungan dengan perkembangan lalu-lintas dan adanya alat-alat perhubungan
dan pengangkutan modern yang menyebabkan cepatnya penyebaran atau
pemasukan narkotika ke Indonesia, ditambah pula dengan kemajuan-kemajuan
yang dicapai dalam bidang pembuatan obat-obatan, ternyata tidak cukup memadai
untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Peraturan perundang-undangan tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan


zaman karena yang diatur di dalamnya hanyalah mengenai perdagangan dan
penggunaan narkotika, yang di dalam peraturan itu dikenal dengan istilah
Verdoovende Middelen atau obat bius, sedangkan pemberian pelayanan kesehatan
untuk usaha penyembuhan pecandunya tidak diatur.

Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 26 Mei 1970


Nomor 2882/ Dit.Jen/ SK/ 1970, istilah “obat bius” diganti dengan “Narkotika”.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika
(Lembaran Negara 1976 Nomor 37), maka istilah narkotika secara resmi
digunakan, dan sekarang sudah diganti oleh Undang-undang Nomor 22 tahun
1997 tentang Narkotika, yang lebih menyempurnakan Undang-undang Nomor 9
tahun 1976. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur
upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana
denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Disamping itu,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan
Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang
rehabilitasi medis dan sosial dan juga mencakup pengaturan mengenai
penggolongan narkotika, pengadaan narkotika, label dan publikasi, peran serta
masyarakat, pemusnahan narkotika sebelum putusan pengadilan memperoleh
kekuatan hukum tetap, perpanjangan jangka waktu penangkapan, penyadapan
telepon, teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan pembelian terselubung
dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap


Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika.

Undang-Undang narkotika yang disahkan pada 14 September 2009 merupakan


revisi dari Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika. Pemerintah
menilai Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tidak dapat mencegah tindak pidana
narkotika yang semakin meningkat secara kuantitatif maupun kualitatif serta
bentuk kejahatannya yang terorganisir. Undang-undang No. 35 tahun 2009
menekankan pada ketentuan kewajiban rehabilitasi, penggunaan pidana yang
berlebihan, dan kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang sangat
besar.4 Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut didasarkan pada Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan
Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. Badan Narkotika
Nasional tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai
tugas dan fungsi melakukan koordinasi. DalamUndang-undang ini, Badan
Narkotika Nasional tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah
nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan. Badan Narkotika Nasional berkedudukan di bawah
Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, Badan Narkotika
Nasional juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota
sebagai instansi vertikal, yakni Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan
Narkotika Nasional Kabupaten/kota. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 diatur
juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat
atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini
diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian
penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika

II. Pengunaan zat adiktif di bidang kesehatan

Penggunaan Narkotika dalam Bidang Kesehatan

1. Kokain digunakan sebagai penekan rasa sakit dikulit, digunakan untuk


anestesi (bius) khususnyauntuk pembedahan mata, hidung dan
tenggorokan.
2. Kodein merupakan analgesik lemah. Kekuatannya sekitar 1/12 dari
morfin. Oleh karena itu, kodein tidak digunakan sebagai analgesik, tetapi
sebagai anti batuk yang kuat.
3. Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah. Morfin
mempunyai rasa pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau cairan
berwarna putih. Morfin, terutama digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri yang hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik non narkotika.
Apabila rasa nyeri makin hebat maka dosis yang digunakan juga makin
tinggi. Semua analgetik narkotika dapat menimbulkan adiksi (ketagihan).
Morfin juga digunakan untuk mengurangi rasa tegang pada penderita yang
akan dioperasi.
4. Heroin adalah obat bius yang sangat mudah membuat seseorang
kecanduan karena efeknya sangat kuat. Obat ini bisa ditemukan dalam
bentuk pil, bubuk, dan juga dalam bentuk cairan. Heroin mempunyai
kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan sering disalahgunakan
orang. Heroin disebut juga putaw.
5. Methadone, saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam
pengobatan ketergantungan opium. Antagonis opioid (analgetik narkotika)
telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid
dan digunakan sebagai analgesia bagi penderita rasa nyeri.
6. Meperidin (sering juga disebut petidin, demerol, atau dolantin), digunakan
sebagai analgesia.Obat ini efektif untuk diare. Daya kerja meperidin lebih
pendek dari morfin.

 Penggunaan Psikotropika Dalam Bidang Kesehatan

Penggunaan obat-obat yang tergolong psikotropika dalam bidang kesehatan antara


lain:

1. Asam barbiturat (pentobarbital dan secobarbitol) sering digunakan untuk


menghilangkan cemas sebelum operasi (obat penenang)
2. Amfetamin (dan turunannya), digunakan untuk mengurangi depresi,
kecanduan alkohol, mengobati parkinson kegemukan, keracunan zat
tertentu, menambah kewaspadaan, menghilangkan rasa kantuk dan lelah,
menambah keyakinan diri dan konsentarsi

 Penggunaan Zat Adiktif dalam Bidang Kesehatan.


1. Pada dosis tertentu, nikotin yang terdapat pada rokok dapat digunakan
sebagai obat untuk memulihkan ingatan seseorang. Hal ini karena nikotin
dapat merangsang sensor penerima rangsangan di otak.
2. Alkohol dapat membunuh kuman penyakit, sehingga biasanya digunakan
untuk membersihkan alat-alat kedokteran pada proses sterilisasi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 9 tahun 1976, istilah narkotika


belum dikenal di Indonesia. Peraturan yang berlaku sebelum ini adalah
Verdovende Middelen Ordonnantie (Staatsblad 1929 Nomor 278 jo Nomor 536)
yang diubah tahun 1949 (Lembaran Negara 1949 Nomor 337), tidak
menggunakan istilah “narkotika” tetapi “obat yang membiuskan” (Verdovende
middelen) dan peraturan ini dikenal sebagai Ordonansi Obat Bius.

Ketentuan-ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan tersebut,


berhubungan dengan perkembangan lalu-lintas dan adanya alat-alat perhubungan
dan pengangkutan modern yang menyebabkan cepatnya penyebaran atau
pemasukan narkotika ke Indonesia, ditambah pula dengan kemajuan-kemajuan
yang dicapai dalam bidang pembuatan obat-obatan, ternyata tidak cukup memadai
untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Peraturan perundang-undangan tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan


zaman karena yang diatur di dalamnya hanyalah mengenai perdagangan dan
penggunaan narkotika, yang di dalam peraturan itu dikenal dengan istilah
Verdoovende Middelen atau obat bius, sedangkan pemberian pelayanan kesehatan
untuk usaha penyembuhan pecandunya tidak diatur.

Penggunaan Narkotika dalam Bidang Kesehatan

1. Kokain digunakan sebagai penekan rasa sakit dikulit, digunakan untuk


anestesi (bius) khususnyauntuk pembedahan mata, hidung dan
tenggorokan.
2. Kodein merupakan analgesik lemah. Kekuatannya sekitar 1/12 dari
morfin. Oleh karena itu, kodein tidak digunakan sebagai analgesik, tetapi
sebagai anti batuk yang kuat.
3. Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah. Morfin
mempunyai rasa pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau cairan
berwarna putih. Morfin, terutama digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri yang hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik non narkotika.
Apabila rasa nyeri makin hebat maka dosis yang digunakan juga makin
tinggi. Semua analgetik narkotika dapat menimbulkan adiksi (ketagihan).
Morfin juga digunakan untuk mengurangi rasa tegang pada penderita yang
akan dioperasi.
4. Heroin adalah obat bius yang sangat mudah membuat seseorang
kecanduan karena efeknya sangat kuat. Obat ini bisa ditemukan dalam
bentuk pil, bubuk, dan juga dalam bentuk cairan. Heroin mempunyai
kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan sering disalahgunakan
orang. Heroin disebut juga putaw.
5. Methadone, saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam
pengobatan ketergantungan opium. Antagonis opioid (analgetik narkotika)
telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid
dan digunakan sebagai analgesia bagi penderita rasa nyeri.
6. Meperidin (sering juga disebut petidin, demerol, atau dolantin), digunakan
sebagai analgesia.Obat ini efektif untuk diare. Daya kerja meperidin lebih
pendek dari morfin.
DAFTAR PUSAKA

http://eprints.ums.ac.id/14342/2/03._BAB_I.pdf

http://eprints.walisongo.ac.id/1877/4/092211037_Bab3.pdf

https://dedyarta00.wordpress.com/2015/02/15/manfaat-narkotika-dan-
psikotropika-dalam-bidang-kesehatan/#more-35

https://www.pelajaran.co.id/2017/30/pengertian-contoh-manfaat-dan-
dampak-penggunaan-narkotika-psikotropika-dan-zat-adiktif.html

Anda mungkin juga menyukai