A. PENDAHULUAN
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara
guru dan peserta didik, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka
maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, kegiatan
pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model
pembelajaran. Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid
dalam pelaksanan proses belajar-mengajar, model pembelajaran adalah suatu
perencanaan yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi
pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas
dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya. Untuk dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, guru harus mengetahui bagaimana model dan proses
pembelajaran itu berlangsung.
Sekarang ini atau di masa yang akan datang, para guru tidak hanya sebagai
pengajar (transmitter) dan sumber informasi, tetapi ia harus mulai berperan
sebagai director of learning, yaitu sebagai pengelola belajar yang memfasilitasi
kegiatan belajar siswa melalui pemanfaatan dan optimalisasi sebagai sumber
belajar, bahkan bukan tidak mungkin di masa yang akan datang peran media
sebagai sumber informasi utama dalam kegiatan pembelajaran (pola pembelajaran
bermedia), seperti halnya penerapan pembelajaran berbasis komputer dan internet,
di sini peran guru hanya sebagai fasilitator belajar saja. Oleh karenanya guru harus
senantiasa meng-upgrade kemampuannya dalam berinovasi menggunakan
berbagai model pembelajaran dalam setiap kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakannya.1 Jika diibaratkan fasilitator itu bagaikan teko yang penuh air,
kemudian menyirami tanaman, bukan mengisi sebuah cangkir. Siswa disini
diibaratkan tanaman sehingga jika disirami air maka akan tumbuh dan
berkembang. Sedangkan cangkir adalah benda mati yang tidak bisa menyerap air
untuk tumbuh dan berkembang. Siswa bukan benda mati karena mereka hidup dan
punya kehidupan.2 Dalam makalah ini akan dibahas model pribadi (personal
models).
1
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran : Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 173-174.
2
Munif Chatib, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara,
(Bandung: Penerbit Kaifa, 2012), hlm. 75.
2
B. PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN PRIBADI (PERSONAL
MODELS)
Model pembelajaran personal, merupakan rumpun model pembelajaran
yang menekankan kepada proses mengembangkan kepribadian individu peserta
didik dengan memperhatian kehidupan emosional. Proses pendidikan sengaja
diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya sendiri
dengan baik, memikul tanggungjawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas
hidup yang lebih baik. Model ini memusatkan perhatian pada pandangan
perseorangan dan berusah menggalakkan kemandirian yang produktif, sehingga
manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggungjawab atas tujuannya.3
Model pembelajaran personal memiliki beberapa tujuan: Pertama,
menuntun siswa untuk memiliki kekuatan mental yang lebih baik dan kesehatan
emosi yang lebih memadai dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan
perasaan realistis serta menumbuhkan empati pada orang lain. Kedua,
meningkatkan proporsi pendidikan yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi siswa
sendiri, melibatkan semua siswa dalam proses menentukkan apa yang akan
dikerjakannya atau bagaimana cara ia mempelajarinya. Ketiga, mengembangkan
jenis-jenis pemikiran kualitatif tertentu, seperti kreativitas dan eksperi pribadi.
Berdasarkan beberapa tujuan ini, model pembelajaran personal dapat diterapkan
dalam empat cara :
Pertama, model pengajaran personal bisa digunakan sebagai model
pengajaran umum, bahkan untuk merancang sebuah sekolah yang mengadopsi
filosofi tidak terarah (nondirective philosophy) sebagai intisari pendekatan dalam
pengajaran (seperti yang dipaparkan oleh Aspy dan Roebuck, 1973; Neil,1960)
atau sebagai komponen utama (Chamberlin dan Chamberlin,1943).
Kedua, model ini bisa digunakan untuk membumbui (menambah rasa)
suatu lingkungan pembelajaran yang dirancang di tengah beberapa model lain.
Misalnya kita bisa memfokuskan slogan “mendekat dan bergabunglah bersama
kami” untuk konsep diri siswa. Kita pun bisa berpikir panjang tentang cara
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, hlm. 177.
3
4
Bruce Joyce, dkk., Models of Teaching (Eighth Edition). (Terjemahan), Achmad Fawaid dan
Atteila Mirza, Model-model Pengajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 365-366.
4
sensivitas peserta didik terhadap perasaanya. Implikasi teori ini dalam pendidikan
adalah sebagai berikut:
a. Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
b. Tingkah laku yang ada dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).
c. Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
d. Sebagian besar tingkah laku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
e. Mengajar adalah penting, tapi belajar bagi peserta didik adalah lebih penting.
f. Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan
yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai
pribadi yang cakap.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran (metode
pembelajaran) sebagai berikut :
a. Pembelajaran non-direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan
perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman dan konsep diri).
b. Latihan kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal
atau kepedulian siswa.
c. Sinetik; untuk mengembangkan kreatifitas pribadi dan memecahkan masalah
secara kreatif.
d. Sistem konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang
luwes.5
5
Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011),
hlm. 203-204.
5
2) Prosedur Pembelajaran
Teknik utama untuk mengaplikasikan model pembelajaran non-directive
ini adalah dengan non-directive interview, yaitu wawancara tatap muka antara
guru dengan peserta didiknya. Selama wawancara, guru berperan sebagai
kolaborator dalam proses penggalian jati diri peserta didik dan pemecahan
masalah peserta didiknya, terutama masalah yang berkaitan dengan proses belajar
mengajarnya, untuk membantu peserta didik dalam memperkuat persepsi terhadap
dirinya serta mengevaluasi kemajuan dan perkembangan dirinya.
Menurut Roger, suasana wawancara yang dilakukan oleh guru harus
memenuhi empat syarat, antara lain: (1) guru menunjukkan kehangatan dan
tanggap atas masalah yang dihadapi peserta didik serta memperlakukannya secara
manusiawi, (2) guru harus mampu membuat peserta didik mengekpresikan
perasaannya tanpa tekanan dengan cara tidak memberikan tidak memberikan
penilaian (mencap salah atau buruk), (3) siswa harus bebas mengekspresikan
perasaannya, namun dalam batasan ia tidak mengendalikan guru atau melakukan
kehendaknya dengan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan, dan (4) proses
konseling (wawancara) harus bebas dari tekanan.
Secara umum Roger mengelompokkan tahapan dalam model pembelajaran
non-directive ini ke dalam lima tahap. Pertama, membantu siswa menemukan inti
permasalahan yang sedang dihadapinya. Kedua, guru mendorong (memancing)
6
3) Aplikasi
Model pembelajaran non-directive dapat digunakan untuk bebagai situasi
masalah, baik masalah pribadi, sosial, dan akademik. Dalam masalah pribadi,
siswa menggali perasaannya tentang dirinya. Dalam masalah sosial, dia menggali
perasaannya tentang hubungannya dengan orang lain, dan menggali bagaimana
perasaannya tentang dirinya sendiri berpengaruh terhadap orang lain. Dalam
masalah akademik, ia menggali perasaannya tentang kompetensi dan minatnya.
Dari semua kasus di atas, esensi atau muatan wawancara harus bersifat personal,
bukan eksternal. Artinya, harus datang dari perasaan, pengalaman, pemahaman
dan solusi yang dipilih siswa sendiri.
2) Prosedur Pembelajaran
Kunci utama prosedur pengajaran model ini didasarkan atas teori
encounter. Teori ini menjelaskan metode untuk meningkatkan kesadaran
hubungan antar-manusia yang didasarkan atas keterbukaan, kejujuran, kesadaran
diri, tanggung jawab, perhatian terhadap perasaan diri sendiri atau orang lain, dan
berorientasi pada kondisi saat ini.
Model pembelajaran ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama, adalah
penyampaian dan penyelesaian tugas. Pada tahap ini guru memberikan
pengarahan tentang tugas yang akan diberikan dan bagaimana melaksanakannya.
Tahapan kedua, adalah diskusi atau analisis tahap pertama. Jadi intinya siswa
diminta melakukan sesuatu (berkaitan dengan teori encounter tadi), setelah itu
mendiskusikannya (refleksi bersama) atas apa yang terjadi.
sebagainya. Terapi gangguan psikologis ini tidak bisa dilakukan secara individu
oleh psikiater, tetapi harus melaului konteks kelompo sosial, seperti di dalam
kelas atau sekolah. Di dalam kelas cinta itu menjelma dalam bentuk
tanggungjawab sosial, yaitu suatu tanggung jawab untuk membantu individu-
individu lainnya. Jadi model pertemuan kelas adalah model pembelajaran yang
ditujukan untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi,
saling menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berprilaku
positif.
_______________________
Pendidikan dalam hal ini ialah pendidikan akan tanggung jawab sosial.
Pendidikan untuk tanggung jawab sosial ini mencakup berpikir, pernecahan
masalah, dan pengambilan keputusan baik sebagai individu maupun kelompok
tentang pokok-pokok yang berkaitan dengan siswa itu. menurut Glasser terdapat 3
(tiga) tipe perternuanjd kelas itu yakni sebagai berikut: (1) perternuan pemecahan
masalah, (2) pertemuan open-ended, (3) perternuan diagnosis pendidikan. Ketiga
tipe tersebut di atas masing-masing berbeda fokusnya. tipe pertemuan pernecahan
masalah menyangkut diri sendiri dengan masalah tingkahlaku dan masalah social,
tetapi dapat pula mengenai persahabatan, kesendirian dan pilihan jurusan.
(1) Sintaks
Sintaks dalam model pengajaran pertemuan kelas ini terdiri dari beberapa fase
yaitu: (a) fase I : pembelajar menciptakan suasana yang tenang, (b) fase II :
pembelajar dan pebelajar menyatakan masalah-masalah yang akan didiskusikan,
(3) fase III : pembelajar menyuruh pebelajar melakukan penilaian pribadi, (d) fase
IV : pembelajar dan pebelajar mengidentifikasikan alternafif segi-segi pelajaran
yang akan didiskusikan, (e) fase V : pebelajar membuat suatu commitment tingkah
laku dan (f) Fase VI : pembelajar rnembuat kelompok tindak lanjut tingkah Iaku.
10
2) Keterlibatan dengan emosi yaitu proses analogi dengan melibatkan unsur emosi,
misalnya: seandainya saya menjadi mesin maka saya menjadi kuat.
3) Keterlibatan dengan empati pada benda-benda hidup yaitu proses analogi dengan
melibatkan emosi dan kinestatik pada objek analogi, misalnya: seandainya saya
menjadi kereta, saya merasa seperti sedang mengikuti lumba balapan, dan saya
jadi tergesa-gesa.
d) Keterlibatan dengan empati pada benda-benda mati yaitu proses analogi dengan
menempatkan diri subjek sebagai suatu objek anorganik dan mencuba
memperluas masalah dari pandangan simpati, misalnya, seandainya saya menjadi
mesin, saya tidak tahu bila harus berjalan dan bila harus berhenti. Seseorang akan
bekerja untuk saya.
c) Analogi konflik, yang ditekan pada analogy ini yaitu kegiatan untuk
mengkombinasikan titik pandangan yang berbeda terhadap suatu objek sehingga
terlihat dari dua kerangka acuan yang berbeda. Hasil kegiatan ini berupa deskripsi
tentang suatu objek atau gagasan berdasarkan dua kata atau frasa
yang kontradiktif, misalnya: bagaimana komputer itu dianggap sebagai pemberani
atau penakut? Bagaimanakah mesin kereta dapat tertawa atau marah? Tujuan
kegiatan ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang gagasan-gagasan baru
dan untuk memaksimakan unsur kejutan, karena itu maka kegiatan analogi ini
dianggap sebagai kegiatan mental peringkat tinggi. Pada analogi ini, pelajar
diminta menyebutkan suatu objek secara berpasangan. Semakin banyak pasangan
yang disebutkan, semakin tinggi skor yang diperoleh. Berdasarkan pasangan kata
tersebut, pelajar diharapkan mengemukakan objek sebanyak-banyaknya yang
bersifat kontaradiktif, kemudian diminta menjelaskan mengapa benda tersebut
bersifat kontradiktif.
C. KESIMPULAN
Manakala dipertanyakan dan dibandingkan sejumlah model
pembelajaran, sebaiknya tidak dipilih atau ditanyakan mana model yang terbaik.
Pertanyaan itu sebaiknya diarahkan untuk mengungkapkan seberapa jauh suatu
model dapat digunakan kepada siapa dan untuk tujuan apa. Semua model
pembelajaran adalah baik. Untuk memilih model yang tepat perlu
dipertimbangkan relevansi dan dukungannya terhadap pencapaian tujuan
pengajaran (Dahlan, 1990: 21).
Dalam prakteknya guru dapat melakukan modifikasi model. Artinya ia
memilih satu model utama untuk diterapkan dalam pembelajaran selama masa
tertentu dan memilih model-model yang lain sebagai pendukungnya. Model-
model pendukung ini hanya diperlukan sepanjang relevan dengan tujuan yang
hendak dicapai. Seorang guru tentu mengalami kesulitan untuk menunjukkan
suatu model mengajar yang sempurna, yang dapat memecahkan semua
problematika pembelajaran sehingga dapat membantu siswa mempelajari apa
saja dengan model tersebut.
Disadari bahwa belajar banyak modelnya seperti mengajar. Jadi untuk
beljar tertentu diperlukan model pembelajaran tertentu pula. Itu mengandung
arti bahwa dijumpai banyak model mengajar dan banyak gaya belajar dengan
tujuan berbeda-beda. Kalau seorang guru menginginkan siswanya produktif,
aktif, dan kreatif, maka guru haruslah membiarkan siswa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan gayanya sendiri, dan penerapan model mengajarpun
haruslah mengikuti kebutuhan siswa.
16
DAFTAR PUSTAKA
Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ghalia
Indonesia: Bogor.
Munif Chatib. 2012. Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan
Semua Anak Juara. Penerbit Kaifa (Mizan Pustaka): Bandung.
MAKALAH
Oleh
Juhanah
2.212.1.9.058
PROGRAM PASCASARJANA
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
1434/2013
18