Anda di halaman 1dari 18

1

A. PENDAHULUAN
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara
guru dan peserta didik, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka
maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, kegiatan
pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model
pembelajaran. Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid
dalam pelaksanan proses belajar-mengajar, model pembelajaran adalah suatu
perencanaan yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi
pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas
dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya. Untuk dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, guru harus mengetahui bagaimana model dan proses
pembelajaran itu berlangsung.
Sekarang ini atau di masa yang akan datang, para guru tidak hanya sebagai
pengajar (transmitter) dan sumber informasi, tetapi ia harus mulai berperan
sebagai director of learning, yaitu sebagai pengelola belajar yang memfasilitasi
kegiatan belajar siswa melalui pemanfaatan dan optimalisasi sebagai sumber
belajar, bahkan bukan tidak mungkin di masa yang akan datang peran media
sebagai sumber informasi utama dalam kegiatan pembelajaran (pola pembelajaran
bermedia), seperti halnya penerapan pembelajaran berbasis komputer dan internet,
di sini peran guru hanya sebagai fasilitator belajar saja. Oleh karenanya guru harus
senantiasa meng-upgrade kemampuannya dalam berinovasi menggunakan
berbagai model pembelajaran dalam setiap kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakannya.1 Jika diibaratkan fasilitator itu bagaikan teko yang penuh air,
kemudian menyirami tanaman, bukan mengisi sebuah cangkir. Siswa disini
diibaratkan tanaman sehingga jika disirami air maka akan tumbuh dan
berkembang. Sedangkan cangkir adalah benda mati yang tidak bisa menyerap air
untuk tumbuh dan berkembang. Siswa bukan benda mati karena mereka hidup dan
punya kehidupan.2 Dalam makalah ini akan dibahas model pribadi (personal
models).

1
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran : Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 173-174.
2
Munif Chatib, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara,
(Bandung: Penerbit Kaifa, 2012), hlm. 75.
2

B. PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN PRIBADI (PERSONAL
MODELS)
Model pembelajaran personal, merupakan rumpun model pembelajaran
yang menekankan kepada proses mengembangkan kepribadian individu peserta
didik dengan memperhatian kehidupan emosional. Proses pendidikan sengaja
diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya sendiri
dengan baik, memikul tanggungjawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas
hidup yang lebih baik. Model ini memusatkan perhatian pada pandangan
perseorangan dan berusah menggalakkan kemandirian yang produktif, sehingga
manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggungjawab atas tujuannya.3
Model pembelajaran personal memiliki beberapa tujuan: Pertama,
menuntun siswa untuk memiliki kekuatan mental yang lebih baik dan kesehatan
emosi yang lebih memadai dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan
perasaan realistis serta menumbuhkan empati pada orang lain. Kedua,
meningkatkan proporsi pendidikan yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi siswa
sendiri, melibatkan semua siswa dalam proses menentukkan apa yang akan
dikerjakannya atau bagaimana cara ia mempelajarinya. Ketiga, mengembangkan
jenis-jenis pemikiran kualitatif tertentu, seperti kreativitas dan eksperi pribadi.
Berdasarkan beberapa tujuan ini, model pembelajaran personal dapat diterapkan
dalam empat cara :
Pertama, model pengajaran personal bisa digunakan sebagai model
pengajaran umum, bahkan untuk merancang sebuah sekolah yang mengadopsi
filosofi tidak terarah (nondirective philosophy) sebagai intisari pendekatan dalam
pengajaran (seperti yang dipaparkan oleh Aspy dan Roebuck, 1973; Neil,1960)
atau sebagai komponen utama (Chamberlin dan Chamberlin,1943).
Kedua, model ini bisa digunakan untuk membumbui (menambah rasa)
suatu lingkungan pembelajaran yang dirancang di tengah beberapa model lain.
Misalnya kita bisa memfokuskan slogan “mendekat dan bergabunglah bersama
kami” untuk konsep diri siswa. Kita pun bisa berpikir panjang tentang cara

3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, hlm. 177.
3

mengemas segala sesuatu yang kita lakukan untuk memaksimalkan anggapan


positif siswa tentang diri mereka sendiri serta meminimalisasi kekhawatiran jika
pengajaran kita tidak mencerminkan hal-hal manusiawi yang wajar pada mereka.
Dengan kata lain, kita bisa menggunakan model ini untuk membangun kualitas
serta perasaan pribadi siswa serta mencari kesempatan untuk melibatkan mereka
dalam komunikasi yang sifatnya positif.
Ketiga, kita bisa menggunakan hal-hal yang unik dalam model pengajaran
personal untuk menasihati siswa saat kita ingin membantu mereka belajar
menjangkau dunia secara utuh, dan dengan jalan positif.
Keempat, kita bisa membuat sebuah kurikulum akademik untuk para
siswa. Metode-metode “pengalaman” dalam pengajaran membaca, misalnya,
menggunakan cerita yang didikte dan disampaikan oleh siswa sebagai bahan inti
setelah menetapkan kompetensi awal. Digabungkan dengan model lain, model
pengajaran personal dapat digunakan untuk merancang kursus pembelajaran
mandiri, termasuk juga program yang berbasis sumber daya.
Tesis utama kelompok model ini adalah upaya untuk menaikan derajat dan
kualifikasi pembelajar. Tesis tersebut telah mengalami perkembangan yang
signifikan, lebih afirmatif, dan semakin mampu meningkatkan aktualisasi diri
yang juga berdampak positif pada kemampuan belajar.4
Model personal ini bertitik tolak dari teori humanistik, yaitu berorientasi
pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik
dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model
ini menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta
mampu memproses informasi secara efektif. Tokoh humanistik adalah Abraham
Maslow, R. Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus
berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa
bebas dalam belajar mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual.
Teori humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia. Pada teori
humanistik ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong bukan menahan

4
Bruce Joyce, dkk., Models of Teaching (Eighth Edition). (Terjemahan), Achmad Fawaid dan
Atteila Mirza, Model-model Pengajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 365-366.
4

sensivitas peserta didik terhadap perasaanya. Implikasi teori ini dalam pendidikan
adalah sebagai berikut:
a. Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
b. Tingkah laku yang ada dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).
c. Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
d. Sebagian besar tingkah laku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
e. Mengajar adalah penting, tapi belajar bagi peserta didik adalah lebih penting.
f. Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan
yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai
pribadi yang cakap.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran (metode
pembelajaran) sebagai berikut :
a. Pembelajaran non-direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan
perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman dan konsep diri).
b. Latihan kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal
atau kepedulian siswa.
c. Sinetik; untuk mengembangkan kreatifitas pribadi dan memecahkan masalah
secara kreatif.
d. Sistem konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang
luwes.5

2. PEMBAGIAN MODEL PEMBELAJARAN PRIBADI


a. Model Pengajaran Tidak Langsung (Non Directive) 
1) Pengertian
Model Pengajaran Non-Directive didasarkan kepada penelitian dari
Carl Roger dan para ahli lainnya dari konseling nondirektife. Rogers
memperluaskan pandangan konselingnya sebagai suatu model pembelajaran bagi
pendidikan. Beliau percaya bahwa hubungan manusia yang positif akan
memberikan kesempatan luas bagi individu setiap manusia untuk berkembang.

5
Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011),
hlm. 203-204.
5

oleh karenanya, pengajaran harus didasarkan kepada hubungan positif, bukan


didasarkan semata-mata pada penguasaan materi pelajaran. 
Peranan guru dalam model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator bagi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Dalam peranan ini, guru akan
membantu peserta didik untuk mencari ide-ide baru tentang kehidupannya, baik
yang berkaitan dengan sekolah maupun dalam kehidupannya sehari-haria dalam
kaitannya dengan hubungannya dengan orang lain. Model ini beranggapan bahwa
peserta didik perlu bertanggungjawab atas proses belajarnya dan keberhasilannya
sangat bergantung kepada keinginan peserta didik dan guru untuk bekerjasama
secara terbuka dan berkomunikasi secara jujur dan terbuka dengan orang lain. 

2) Prosedur Pembelajaran
Teknik utama untuk mengaplikasikan model pembelajaran non-directive
ini adalah dengan non-directive interview, yaitu wawancara tatap muka antara
guru dengan peserta didiknya. Selama wawancara, guru berperan sebagai
kolaborator dalam proses penggalian jati diri peserta didik dan pemecahan
masalah peserta didiknya, terutama masalah yang berkaitan dengan proses belajar
mengajarnya, untuk membantu peserta didik dalam memperkuat persepsi terhadap
dirinya serta mengevaluasi kemajuan dan perkembangan dirinya. 
Menurut Roger, suasana wawancara yang dilakukan oleh guru harus
memenuhi empat syarat, antara lain: (1) guru menunjukkan kehangatan dan
tanggap atas masalah yang dihadapi peserta didik serta memperlakukannya secara
manusiawi, (2) guru harus mampu membuat peserta didik mengekpresikan
perasaannya tanpa tekanan dengan cara tidak memberikan tidak memberikan
penilaian (mencap salah atau buruk), (3)  siswa harus bebas mengekspresikan
perasaannya, namun dalam batasan ia tidak mengendalikan guru atau melakukan
kehendaknya dengan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan, dan (4) proses
konseling (wawancara) harus bebas dari tekanan. 
Secara umum Roger mengelompokkan tahapan dalam model pembelajaran
non-directive ini ke dalam lima tahap. Pertama, membantu siswa menemukan inti
permasalahan yang sedang dihadapinya. Kedua, guru mendorong (memancing)
6

siswa agar dapat mengekspresikan perasaannya. Ketiga, siswa secara bertahap


mengembangkan pemahaman (kesadaran) akan dirinya. Ia berusaha menemukan
makna dari pengalamannya, menemukan hubungan sebab-akibat dan pada
akhirnya memahami (menemukan) makna dari perilaku sebelumnya. Keempat,
siswa melaporkan tindakan (berupa alternatif-alternatif pemecahan masalah yang
telah diambilnya pada tahap ketiga di atas). Tahapan-tahapan ini dapat dilakukan
dalam satu kali atau beberapakali wawancara.

3) Aplikasi 
Model pembelajaran non-directive dapat digunakan untuk bebagai situasi
masalah, baik masalah pribadi, sosial, dan akademik. Dalam masalah pribadi,
siswa menggali perasaannya tentang dirinya. Dalam masalah sosial, dia menggali
perasaannya tentang hubungannya dengan orang lain, dan menggali bagaimana
perasaannya tentang dirinya sendiri berpengaruh terhadap orang lain. Dalam
masalah akademik, ia menggali perasaannya tentang kompetensi dan minatnya. 
Dari semua kasus di atas, esensi atau muatan wawancara harus bersifat personal,
bukan eksternal. Artinya, harus datang dari perasaan, pengalaman, pemahaman
dan solusi yang dipilih siswa sendiri.

b.       Model Pengajaran Latihan Kesadaran (Awareness Training)


1)      Orientasi Model
Model ini merupakan suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran manusia. Model ini dikembangkan oleh Milliam Schutz.
la menekankan pentingnya pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan
kesadaran pribadi (pemahaman diri individu).
Mengapa demikian? Karena ia percaya bahwa ada empat tipe
perkembangan yang dibutuhkan untuk merealisasikan potensi individu secara
utuh, yaitu: (1) fungsi tubuh,  (2) fungsi personal, termasuk di dalamnya akuisisi
pengetahuan dan pengalaman, kemampuan berpikir logis dan kreatif dan integrasi
intelektual,  (3) perkembangan interpersonal, dan  (4) hubungan individu dengan
institusi-institusi sosial, organisasi sosial dan budaya masyarakat. 
7

2) Prosedur Pembelajaran
Kunci utama prosedur pengajaran model ini didasarkan atas teori
encounter. Teori ini menjelaskan metode untuk meningkatkan kesadaran
hubungan antar-manusia yang didasarkan atas keterbukaan, kejujuran, kesadaran
diri, tanggung jawab, perhatian terhadap perasaan diri sendiri atau orang lain, dan
berorientasi pada kondisi saat ini.
Model pembelajaran ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama, adalah
penyampaian dan penyelesaian tugas. Pada tahap ini guru memberikan
pengarahan tentang tugas yang akan diberikan dan bagaimana melaksanakannya.
Tahapan kedua, adalah diskusi atau analisis tahap pertama. Jadi intinya siswa
diminta melakukan sesuatu (berkaitan dengan teori encounter tadi), setelah itu
mendiskusikannya (refleksi bersama) atas apa yang terjadi.

3) Aplikasi pengajaran latihan kesadaran


Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan
model ini. Permainan-permainan sederhana dapat dilakukan untuk keperiuan ini.
Model ini juga dapat dilakukan sebagai selingan yang tidak memakan waktu
terlalu banyak. Dalam pelaksanaan diskusi, keterbukaan dan kejujuran menjadi
sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini dapat
meningkatkan perkembangan emosi.  

c.      Model Pengajaran Pertemuan Kelas (Classroom Meeting Model)


1)      Pengertian Model Pengajaran Pertemuan Kelas
Model ini diciptakan berdasarkan terapi realitas yang dipelopori oleh
William Glasser. Model pertemuan kelas ini bertolak dari pandangan psikologis,
yang berasurnsi bahwa kekacauan psikologis yang dialami seseorang karena
adanya kegagalan memfungsikan diri dalam lingkungan sosialnya (kegagalan
fungsi sosial). Ia percaya bahwa setiap manusia mempunyai dua kebutuhan dasar
yaitu cinta dan harga diri. Kebutuhan  kebutuhan vital psikologis manusia yang
paling esensial ialah mencintai dan dicintai. Ketidakpuasan dalam hal cinta ini
menimbulkan berbagai sindrom seperti gejala takut tanpa alasan, depresi, dan
8

sebagainya. Terapi gangguan psikologis ini tidak bisa dilakukan secara individu
oleh psikiater, tetapi harus melaului konteks kelompo sosial, seperti di dalam
kelas atau sekolah. Di dalam kelas cinta itu menjelma dalam bentuk
tanggungjawab sosial, yaitu suatu tanggung jawab untuk membantu individu-
individu lainnya. Jadi model pertemuan kelas adalah model pembelajaran yang
ditujukan untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi,
saling menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berprilaku
positif.
_______________________
Pendidikan dalam hal ini ialah pendidikan akan tanggung jawab sosial.
Pendidikan untuk tanggung jawab sosial ini mencakup berpikir, pernecahan
masalah, dan pengambilan keputusan baik sebagai individu maupun kelompok
tentang pokok-pokok yang berkaitan dengan siswa itu. menurut Glasser terdapat 3
(tiga) tipe perternuanjd kelas itu yakni sebagai berikut: (1) perternuan pemecahan
masalah, (2) pertemuan open-ended, (3) perternuan diagnosis pendidikan.  Ketiga
tipe tersebut di atas masing-masing berbeda fokusnya. tipe pertemuan pernecahan
masalah menyangkut diri sendiri dengan masalah tingkahlaku dan masalah social,
tetapi dapat pula mengenai persahabatan, kesendirian dan pilihan jurusan.

b.        Orientasi Model Pengajaran Pertemuan Kelas


Orientasi pertemuan selalu positif yang menuju kepada pemecahan dan
bukan pada mencari kesalahan. Adapun pada tipe pertemuan open-ended
pebelajar diberikan pertanyaan-pertanyaan pemikiran provokatif yang berkaitan
dengan kehidupan mereka.Mungkin pula pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
berhubungan dengan kurikulum kelas. Perbedaan antara pertemuan open-ended
dengan diskusi kelas ialah bahwa pada pertemuan open-ended pertanyaan guru
secara khusus tidak mencari jawaban-jawaban faktual.
Model pertemuan (diskusi) kelas terdiri atas enam tahap, yaitu (1)
menciptakan ikiim (suasana) yang kondusif, (2) menyampaikan permasalahan
diskusi, (3) membuat penilaian pribadi, (4) mengidentifikasi alternatif tindakan
solusi, (5) membuat komitmen, dan (6) merencanakan tindak lanjut tindakan.
9

c.         Aplikasi Model Pengajaran Pertemuan Kelas


Guru membuat komitmen bersama untuk melaksanakan langkah-langkah
pemecahan masalah tersebut. Bila perlu membuat aturan bersama berikut sanksi
bag yang melanggarnya. Pada pertemuan berikutnya, setelah langkah-langkah
yang disepakat dilaksanakan guru mengevaluasi efektivitas pelaksanan tersebut.
Model pertemuan kelas ini dapat dilakukan maksimal tiga kali dalam sehari. Tapi,
biasanya sekali sehari sudah cukup tergantung dari permasalahan yang dihadapi.
Pembelajar hanya menstimulasi berpikir mengenai apa yang pebelajar
tahu atas subjek yang didiskusikan. Sedangkam pertemuan diagnosis pendidikan
dikaitkan dengan apa yang sedang dipelajari di kelas. Tujuannya untuk
mendapatkan apakah kelas tidak memahami pelajaran. Dalam hal ini bukan untuk
menilai peelajar, melainkan untuk menemukan apa yang mereka tahu dan mereka
tidak tahu. Jadi pembelajar tidak menilai dalam diskusi-diskusi. Pebelajar boleh
menyampaikan pendapat dengan bebas dan menarik kesimpulan tentang apa yang
dianggapnya tepat. Meskipun Glasser mengemukakan 3 (tiga) tipe pertemuan
kelas yang berbeda, namun mempunyai mekanisme yang sama. Untuk
mendapatkan gambaran tentang struktur model pertemuan kelas ini dapat kita
kemukakan sebagai berikut:

(1)     Sintaks
Sintaks dalam model pengajaran pertemuan kelas ini terdiri dari beberapa fase
yaitu:  (a) fase I : pembelajar menciptakan suasana yang tenang, (b) fase II :
pembelajar dan pebelajar menyatakan masalah-masalah yang akan didiskusikan,
(3) fase III : pembelajar menyuruh pebelajar melakukan penilaian pribadi, (d) fase
IV : pembelajar dan pebelajar mengidentifikasikan alternafif segi-segi pelajaran
yang akan didiskusikan, (e) fase V : pebelajar membuat suatu commitment tingkah
laku dan (f) Fase VI : pembelajar rnembuat kelompok tindak lanjut tingkah Iaku.
10

(2)   Prinsip reaksi


Reaksi guru bersumber pada 3 (tiga) prinsip yaitu: (a) prinsip keterlibatan, (b)
pembelajar tidak memberi penilaian dan (c) pembelajar mengidentifikasikan,
memilih dan mengikuti alternative-alternatif studi tingkah laku
(3)   Sistem sosial
Pembelajar sebagai moderator kegiatan-kegiatan. Tetapi pada fasa-fase tertentu ia
mengambil inisiatif atau mengakhiri kegiatan bersama pebelajar.
(4)   Sistem Pendukung
Sistem pendukungnya terutama terletak pada kompetensi pembelajar yaitu pribadi
yang menyenangkan dan keterampilan interpersonal dan penguasaan teknik
diskusi.
Penggunaan model Pertemuan Kelas ini diarahkan untuk mencapai direct
dan indirect effects seperti terlihat pada diagram:

d. Model Pengajaran Synectics


1)      Pengertian
Istilah synectics diambil dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan
kata syn berarti menggabungkan dan ectics berarti unsur yang berbeda. Dalam
dunia keilmuan, synectics biasanya berhubungan dengan  kreativitas dan
pemecahan masalah, selain itu juga berhubungan dengan dinamik kelompok
dalam latihan berfikir. Pada awalnya, synectics dikembangkan dalam dunia
industri namun dalam perkembangannya ternyata berjaya diterapkan dalam dunia
pendidikan dan dikenali sebagai salah satu model pembelajaran yang berkesan
untuk mengembangkan kreativitas.

2)      Orientasi Model Pengajaran Synectics


Synetics dikembangkan oleh William Gordon dan merupakan model
pembelajaran yang menggunakan analogi untuk mengembangkan kemampuan
berfikir dari berbagai sudut pandangan. Analogi dianggap mampu
mengembangkan kreativitas karena dalam analogi ada usaha untuk
menghubungkan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin
11

dipahami.Terdapat tiga jenis analogi yang digunakan dalam model pembelajaran


synectics, yaitu:
a)      Analogi langsung yaitu kegiatan perbandingan sederhana antara dua objek atau
gagasan. Dalam pembandingan ini, dua objek yang dibandingkan tidak harus
sama dalam semua aspek, karena tujuan sebenarnya adalah untuk
mentranformasikan keadaan objek atau situasi masalah sebenar pada situasi
masalah lain sehingga terbentuk suatu cara pandangan baru. Pada analogi ini
pelajar, diminta untuk menemukan situasi masalah yang sejajar dengan situasi
kehidupan sebenar. Misalnya bagaimana cara untuk memindahkan perabot yang
berat kedalam ruang kelas, boleh dianalogikan dengan bagaimana cara haiwan
membawa anak-anaknya. Untuk melihat keberkesanan sesuatu analogi langsung
dilihat dari jarak konseptualnya, semakin jauh jarak konseptualnya, maka semakin
tinggi skor analoginya.
b)      Analogi personal yaitu kegiatan untuk melakukan analogi antara objek analogi
dengan dirinya sendiri. Pada analogi ini, pelajar diminta menempatkan dirinya
sebagai objek itu sendiri. Untuk melihat keberkesanannya, analogi personal
boleh dilihat dari banyaknya ungkapan yang dikemukakan. Semakin banyak
ungkapan yang dikemukakan maka semakin tinggi skor analogi personalnya.
Dalam kegiatan membuat analogi personal, pelajar melibatkan dirinya sebagai
objek atau gagasan yang dibandingkan. Misalnya pelajar disuruh untuk
membandingkan dirinya dengan sebuah mesin, kemudian ditanyakan bagaimana
perasaannya seandainya itu terjadi? Apa yang dirasakan seandainya mesin itu
dihidupkan? Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengarahkan jarak konseptual
terbentuk dengan baik, semakin besar jarak konseptual maka akan semakin besar
kemungkinan diperoleh gagasan baru. Menurut Gordon, jarak konseptual boleh
dilihat dari adanya keterlibatan dalam proses analogi. Selanjutnya dijelaskan
adanya empat keterlibatan yang mungkin terjadi ketika melakukan analogi, yaitu:
1)        Keterlibatan terhadap fakta yaitu proses analogi terhadap fakta yang dikenalpasti
tanpa menggunakan cara pandang baru dan tanpa keterlibatan empati, misalnya:
seandainya saya menjadi mesin maka saya merasa panas.
12

2)        Keterlibatan dengan emosi yaitu proses analogi dengan melibatkan unsur emosi,
misalnya: seandainya saya menjadi mesin maka saya menjadi kuat.
3)        Keterlibatan dengan empati pada benda-benda hidup yaitu proses analogi dengan
melibatkan emosi dan kinestatik pada objek analogi, misalnya: seandainya saya
menjadi kereta, saya merasa seperti sedang mengikuti lumba balapan, dan saya
jadi tergesa-gesa.
d)       Keterlibatan dengan empati pada benda-benda mati yaitu proses analogi dengan
menempatkan diri subjek sebagai suatu objek anorganik dan mencuba
memperluas masalah dari pandangan simpati, misalnya, seandainya saya menjadi
mesin, saya tidak tahu bila harus berjalan dan bila harus berhenti. Seseorang akan
bekerja untuk saya.
c)      Analogi konflik, yang ditekan pada analogy ini yaitu kegiatan untuk
mengkombinasikan titik pandangan yang berbeda terhadap suatu objek sehingga
terlihat dari dua kerangka acuan yang berbeda. Hasil kegiatan ini berupa deskripsi
tentang suatu objek atau gagasan berdasarkan dua kata atau frasa
yang kontradiktif, misalnya: bagaimana komputer itu dianggap sebagai pemberani
atau penakut? Bagaimanakah mesin kereta dapat tertawa atau marah? Tujuan
kegiatan ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang gagasan-gagasan baru
dan untuk memaksimakan unsur kejutan, karena itu maka kegiatan analogi ini
dianggap sebagai kegiatan mental peringkat tinggi. Pada analogi ini, pelajar
diminta menyebutkan suatu objek secara berpasangan. Semakin banyak pasangan
yang disebutkan, semakin tinggi skor yang diperoleh. Berdasarkan pasangan kata
tersebut, pelajar diharapkan mengemukakan objek sebanyak-banyaknya yang
bersifat kontaradiktif, kemudian diminta menjelaskan mengapa benda tersebut
bersifat kontradiktif.

3.       Penerapan Synectics dalam Pembelajaran


Synectics sebagai salah satu model pembelajaran mempunyai beberapa
kelebihan diantaranya adalah :
a)         Mampu meningkatkan kemampuan untuk hidup dalam suasana yang kompleks
dan menghargai adanya perbezaan;
13

b)         Mampu merangsang kemampuan berfikir secara kreatif;


c)         Mampu mengaktifkan kedua-dua belah otak;
d)         Mampu mewujudkan pemikiran baru. Selain itu, kelebihan dari metode synectics
yang lainnya adalah boleh dikombinasi dengan model yang lain.

Pada proses yang terjadi dalam synectics, seseorang mampu mengatasi


hambatan mental yang membelenggunya. Selain itu, kemampuan berfikir
divergen dan kemampuan untuk memecahkan masalah akan terus berkembang.
Selanjutnya, ia menjelaskan strategi yang harus dilalui ketika membuat sesuatu
yang asing menjadi lazim atau membuat yang lazim menjadi asing yaitu:
a)        Mendefinisikan atau menggambarkan situasi saat ini atau masalah yang sedang
dihadapi;
b)        Menulis gagasan tentang analogi langsung;
c)        Menulis reaksi terhadap hasil analogi langsung;
d)        Mengeksplorasi sesuatu yang menjadi konfliks;
e)        Membuat analogi langsung yang baru; dan
f)        Mengujinya dalam situasi yang sebenar.

Selanjutnya, ia juga menjelaskan tentang strategi tersebut dalam praktik


pembelajaran yang dalam praktiknya terbagi menjadi tujuh tahap yaitu:
a)      Masukkan bahan yaitu guru mengemukakan permasalahan pada pelajar untuk
diselesaikan;
b)      Pembuatan analogi langsung dengan cara guru menyuruh pelajar untuk membuat
analogi langsung dan pelajar melakukannya;
c)      Guru mengidentifikasi hasil analogi yang telah dibuat pelajar;
d)      Pelajar menjelaskan kemiripan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim;
e)      Pelajar menjelaskan perbezaan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim;
f)      Pelajar mengeksplorasi topik yang bersifat original; dan
g)      Pelajar menghasilkan suatu produk melalui analogi langsung.
14

Penerapan synectics dalam pembelajaran menurut Joyce seharusnya


mengandungi tiga prinsip yaitu:
a)        Prinsip reaksi merujuk kepada respon guru terhadap pelajarnya. Diharapkan guru
menerima semua respon pelajar dalam apapun bentuknya dan menjamin bahawa
hal tersebut seolah-olah merupakan ungkapan kreatif pelajar, akan tetapi melalui
pertanyaan evokatif, guru dapat merangsang lebih lanjut kemampuan berfikir
kreatifnya;
b)        istem sosial mendeskripsikan peranan dan hubungan antara guru dan pelajar serta
mendeskripsikan jenis norma yang disarankan. Sistem sosial dalam synectics
terstruktur secara sederhana, yang dalam praktiknya berupa guru mengawal dan
mengarahkan pelajar untuk memecahkan masalah melalui analogi,
mengembangkan kebebasan intelektual, dan memberikanhadiah yang nantinya
akan menjadi kepuasan dalaman pelajar yang diperoleh dari pengalaman belajar;
c)        Sistem pendukung mengacu pada keperluan yang diperlukan untuk implementasi.
Sistem pendukung dalam kegiatan synectics terdiri dari pengalaman guru tentang
kegiatan synectics, lingkungan yang nyaman, makmal, atau sumber belajar
lainnya.
15

C. KESIMPULAN
Manakala dipertanyakan dan dibandingkan sejumlah model
pembelajaran, sebaiknya tidak dipilih atau ditanyakan mana model yang terbaik.
Pertanyaan itu sebaiknya diarahkan untuk mengungkapkan seberapa jauh suatu
model dapat digunakan kepada siapa dan untuk tujuan apa. Semua model
pembelajaran adalah baik. Untuk memilih model yang tepat perlu
dipertimbangkan relevansi dan dukungannya terhadap pencapaian tujuan
pengajaran (Dahlan, 1990: 21).
Dalam prakteknya guru dapat melakukan modifikasi model. Artinya ia
memilih satu model utama untuk diterapkan dalam pembelajaran selama masa
tertentu dan memilih model-model yang lain sebagai pendukungnya. Model-
model pendukung ini hanya diperlukan sepanjang relevan dengan tujuan yang
hendak dicapai. Seorang guru tentu mengalami kesulitan untuk menunjukkan
suatu model mengajar yang sempurna, yang dapat memecahkan semua
problematika pembelajaran sehingga dapat membantu siswa mempelajari apa
saja dengan model tersebut.
Disadari bahwa belajar banyak modelnya seperti mengajar. Jadi untuk
beljar tertentu diperlukan model pembelajaran tertentu pula. Itu mengandung
arti bahwa dijumpai banyak model mengajar dan banyak gaya belajar dengan
tujuan berbeda-beda. Kalau seorang guru menginginkan siswanya produktif,
aktif, dan kreatif, maka guru haruslah membiarkan siswa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan gayanya sendiri, dan penerapan model mengajarpun
haruslah mengikuti kebutuhan siswa.
16

DAFTAR PUSTAKA

Abdorrakhman Gintings. 2010. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran.


Humaniora: Bandung.

Bruce Joyce, dkk. Models of Teaching (Eighth Edition). (Terjemahan). Achmad


Fawaid dan Atteila Mirza. 2009. Model-model Pengajaran. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.

Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ghalia
Indonesia: Bogor.

Hamzah B Uno. 2011. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar


Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Bumi Aksara: Jakarta.

Munif Chatib. 2012. Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan
Semua Anak Juara. Penerbit Kaifa (Mizan Pustaka): Bandung.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Pengembangan Kurikulum : Teori dan


Praktek. Remaja Rosdakarya : Bandung.

Oemar Hamalik. 2009. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Remaja


Rosdakarya: Bandung.

Syaeful Sagala. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran : Untuk Membantu


Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Al-Fabeta: Bandung.

Tim Pengembang MKDP UPI Bandung. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran.


RajaGrafindo Persada: Bandung.
17

MODEL PRIBADI (PERSONAL MODELS)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Model-Model Pembelajaran

Dosen Pembimbing : Dr. Uus Ruswandi, M.M.Pd.

Oleh
Juhanah
2.212.1.9.058

PROGRAM PASCASARJANA
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
1434/2013
18

Anda mungkin juga menyukai