Anda di halaman 1dari 16

TEKNIK KHUSUS DALAM KONSELING

DOSEN PENGAMPU
DRA. RAHMI SOFAH, M.Pd.,Kons
NUR WISMA, S.Pd.I, M.Pd

DI SUSUN

OLEH :

FITRI OKTA VIANI

( 06071381823053)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
A. TEKNIK KURSI KOSONG

Teknik ini merupakan adopsi dari pendekatan Gestalt. Teknik ini biasanya
digunakan untuk structural analysis. McNeel (1976) mendeskripskan bahwa
teknik yang menggunakan dua kursi ini merupakan carayang efektif untuk
membantu konseli mengatasi konflik masa lalu dengan orang tua atau orang lain
pada masa kecil. Teknik kursi kosong merupakan intervensi yang kuat, yang
dapat digunakan untuk membantu konseli segala umur yang memiliki konflik
dengan orang ketiga yang tidak hadir dalam proses konseling. Teknik kursi
kosong bertujuan untuk membantu mengatasi konflik interpersonal dan
intrapersonal. Teknik ini membantu konseli untuk keluar dari proses
introyeksi. Pada teknik ini konselor menggunakan dua kursi. Konselor meminta
konseli untuk duduk di satu kursi dan berperan sebagai topdog. Kemudian
berpindah ke kursi lainnya dan menjadi underdog. Dialog dilakukan secara
berkesinambungan pada dua peran tersebut. Dengan teknik ini, introyeksi akan
terlihat dan konseli dapat merasakan konflik yang ia rasakan secara lebih real.
Konflik tersebut akan terlihat dan konseli akan dapat diselesaikan dengan
penerimaan dan integrasi antara kedua peran tersebut. Teknik ini membantu
konseli untuk merasakan perasannya tentangkonflik perasaan dengan
mengalami secara penuh.

Topdog adalah perasan marah bila sesuatu tidak sesuai dengan nilai dan norma
moral (righteos), authoritarian, dan mengetahui yang terbaik. Topdogadalah
orang yang menggunakan kekuatannya untuk menekan dan menakuti orang
lain dan bekerja dengan kata “kamu harus” dan “kamu tidak boleh”.
Sementara itu, underdogmanipulatif dengan menjadi defensif, merengek dan
menangis seperti bayi. Underdogbekerja dengan kata “saya mau” dan mencari
alasan seperti “saya sudah berusaha keras”.

Teknik ini menggunakan dua kursi untuk membantu mengatasi konflik


antara “yang saya inginkan” dan “yang seharusnya”. Satu kursi menjadi
topdog (yang seharusnya) dan kursi yang lain menjadi underdog(yang saya
inginkan). Konseli diminta untuk mengatakan argumen yang terbaik
dengan posisi topdog(yang seharusnya) dan pindah ke kursi underdog (yang
saya inginkan). Kemudian konseli diminta berargumen sampai mencapai poin di
mana konseli mencapai integrasi dari apa yang seharusnya (topdog) dan apa yang
diinginkan (underdog).

Pengunaan teknik kursi kosong umumnya digunakan pada konseli dengan


mengarhkan mereka untuk melakukan imajinasi—khusunya—secara verbatim.
Dengan demikian konseli diharapkan mampu mengeluarkan emosi, perasaan, dan
permasalahan yang selama ini terpendam, serta memiliki insight dari sisi yang
berlainan. Teknik ini biasanya digunakan pada kasus-kasus seperti:

1. Introyeksi diri orangtua versus diri anak.


2. Bagian diri yang bertanggung jawab versus bagian diri yang impulsive
3. Orang yang puritan versus orang yang eskpresif.
4. Orang yang agresif versus orang yang pasif.
5. Diri yang otonom versus diri yang tergantung.
6. Anak baik versus anak nakal.
7. Orang yang bekerja keras versus orangyang menghindari pekerjaan.

Konseli diajak berbicara secara langsung dengan orang yang menjadi


sumber konflik seperti orang tersebut hadir di kursi kosong. Hal ini lebih baik
dilakukan untuk mengatasi maslaah dibandingkan konseli diajak bercerita
tentangseberapa jahat, menyakitkan dan tidak menyenangkan orang yang
menjadi sumber konflik. Kursi kosong efektif digunakan untuk menyelesaikan
unfinished business dengan orang yang dicintai. Konseli diminta untuk
berbicara dengan orang yang dicintai yang telah meninggalkannya seperti
orang tersebut hadir di kursi kosong.

B. Tujuan Teknik Kursi Kosong

Teknik kursi kosong bertujuan untuk membantu mengatasi


konflik interpersonal dan intrapersonal. Teknik ini membantu konseli untuk keluar
dari proses introyeksi. Teknik ini membantu konseli untuk merasakan perasannya
tentang konflik perasaan dengan mengalami secara penuh. Konselor
profesional dapat menggunakan teknik ini untuk membantu individu-individu
agar menjadi sadar akan perasaan-perasaan yang ada dibawah permukaan
namun masih dapat memiliki efek pada kesejahteraan konseli.

Teknik kursi kosong bergunadalam menangani konseli yang memiliki


urusan yang belum selesai. Dengan membawa masa lalu ke sini dan
sekarang, konselor professional dapat membantu konseli menyelesaikan
masalah-masalah yang dimilikinya dengan orang-orang yang sudah meninggal
atau yang tidak menjadi bagian dari hidupnya lagi. Konselor profesional
menyuguhkan tempat aman dan nyaman bagi konseli untuk mengekspresikan
perasaan cinta atau marah untuk orang atau orang-orang yang dipilihnya.

C. Tahapan Pelaksanaan Teknik Kursi Kosong

Setelah membangun hubungan terapeutik dan membangun kepercayaan dengan


klien, konselor profesional dapat menggunakan teknik kursi kosong dengan
klien. Mengimplementasikan metode ini melibatkan enam langkah (M.E.
Young, 2013). Untuk pemanasan, konselor profesional seharusnya minta agar
klien memikirkan tentang kutub-kutub berlawanan didalam hidupnya dan
contoh spesifik dimana klien merasakan kedua kutub itu, atau merasa ambivalen
tentang masalah itu. Adapuntahap pelaksanaan kursi kosong yaitu :

1. Dilangkah pertama,konselor profesional menjelaskan mengapa teknik


ini akan digunakan sebagai upaya untuk menumpas resistensi apapun
yang mungkin dimiliki klien. Konselor profesional menata dua buah
kursi yang saling berhadapan secara langsung,kursi-kursi itu
merepresentasikan kedua polaritas. Untuk klien, menjadi sadar akan
perasaan-perasaan diseputar polaritas ini penting sebelum melanjutkan
ke langkah berkutnya. Dalam langkah-langkah selanjutnya, klien akan
duduk disalah satu kursi yang merepresentasikan sisi yang
berlawanan. Selama klien mengekspresikan perasan-perasaannya
diseputar salah sisi dari polaritas itu, klien pindah ke kursi yang
berkorespondensi.
2. Langkah kedua, selanjutnya konselorprofesional bekerja bersama klien
untuk memperdalam pengalaman itu. Konselor profesional mulai
dengan memerintahkan klien untuk memilih sisi polaritas kepada
siapa klien memiliki perasaan-perasaan paling kuat. Klien kemudian
diberi waktu untuk mengenal dengan baik dan bahkan untuk menjadi
lebih sadar akan perasannya. Konselor profesional perlu membantu
klien untuk tetap disini dan sekarang dengan menanyakan
pertanyaan-pertannyaan yang membawa klien ke saat ini. Contohnya jika
klien mengatakan “Rasanya waktu itu saya benar-benar ingin
meninjunya,” konselor dapat bertanya, “Apakah saat itu anda menyadari
kemarahan itu?”
3. Langkah ketiga, tujuan bagi klien adalah untuk mengekspresikan sisi
polaritas yang paling menonjol. Selama pengekspresian , konselor
profesional tidak boleh bersikap menghakimi. Dengan tetap disini dan
sekarang, klien seharusnya mempraktikan pengalamannya dan bukan
sekedar mendeskripsikannya. Konselor profesional dapat mendorong ini
dengan menginstruksikan klien untuk menggunakan gestur atau
ekspresi vokal yang dilebih-lebihkan. Untuk memperdalam pengalamn itu,
konselor dapat memerintahkan klien untuk mengurangi beberapa frasa
atau kata beberapa kali. Dalam langkah ini, konselor profesional
seharusnya menannyakan pertanyaan “apa” dan “ bagaimana” dan
bukan pertannyaan “mengapa” untuk terus memperdalam pengalaman.
Begitu klien telah sampai pada titik yang oleh konselor dilihat sebagai
tempay yang tepat untuk berhenti, konselor memrintahkan klien untuk
berganti kursi. Titik berhenti hanya dapat ditentukan oleh
konselor profesional dan terjadi ketika klien sudah mentok atau
tampaknya sudah mengekspresikan dirinya secara penuh.
4. Langkah keempat. Dalam menggunakan teknik kursi kosong adalah
kontra –ekspresi. Selama klien duduk dikursi yang berlawanan,ia
menanggapi ekspresi yang pertama. Sekali lagi, konselor
profesional membantu memperdalam pengalaman bagi klien dengan
mendorongnya untuk mengekspresikan argumen sebaliknya dan dengan
membangkitkan respons emosional.
5. Langkah kelima. Konselor memerintahkan klien bertukar-tukar
peran sampai ditentukan (oleh konselor profesional atau klien) bahwa
masing-masing sisi dari masalah itu telah diartikulasikan semua. Hal
ini memungkinkan konseli untuk menjadi sadar akan kedua sisi
polaritas. Kadang-kadang selama langkah ini, suatu resolusi diantara
kedua sisi isu terjadi, tetapi suatu solusi tidak selalu merupakan hasil
dari teknik ini.
6. Langkah terakhir dari teknik kursi kosong memfokuskan pada
membuat klien menyetujui sebuah rencana tindakan. Konselor
profesional dapat memberikan pekerjaan rumah sebagai cara untuk
membuat klien menginvestigasi kedua sisi dikotomi.

Greenberg dan Malcolm (2002) menjelaskan empatlangkah dalam


menggunakan teknik kursi kosong, yaitu:

1. Konseli mengidentifikasi orang yang menjadi sumber unfinished business.


2. Konseli merespon seperti yang ia yakini orang tersebut akan merespon.
3. Konseli melakukan dialog sampai pada poin tercapainya
resolusi untuk menyelesaikan unfinished business
4. Konseli memahami unfinished businessdari figure to ground dalam
kesadaran konseli.
TEKNIK RELAKSASI

A. Konsep Dasar Teknik Relaksasi

Teknik relaksasi dirintis oleh Edmund Jacobson (1929), dengan berpedoman


bahwa pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan berada dalam peripheral
musculature.Asumsi dasar yang melatarbelakangi teknik relaksasi adalah
bahwa individu memiliki kecemasan-kecemasanyang timbul dari keadaan
fisik maupun psikisnya, sehingga diperlukan usaha untuk menyalurkan
kelebihan energi dalam dirinya melalui suatu kegiatan yang menyenangkan
dan menenangkan. Relaksasi tidak menganggap penting usaha pemecahan
masalah penyebab terjadinya ketegangan melainkan menciptakan kondisi
individu yang lebih nyaman dan menyenangkan.

1. Pengertian Relaksasi

Beberapa ahli telah mengemukakan rumusan terkait dengan definisi teknik


relaksasi ini. Hal ini menunjukan bahwa minat dan penggunaan teknik
relaksasi hampir umum digunakan dalam semua pendekatan konseling.
Adapaun beberapa ahli yang memberikan definisi terhadap teknik relaksasi
ini diantaranya sebagai berikut.

A. Relaksasi merupakan salah satu cara untuk mengistirahatkan fungsi


fisik dan mental sehingga menjadi rileks (Suryani,2000)
B. Relaksasi merupakan kegiatan untuk mengendurkan ketegangan,
pertama-tama ketegangan jasmaniah yang nantinya akan
berdampak pada penurunan ketegangan jiwa (Wiramihardja,2006)
C. Relaksasi merupakan upaya sejenak untuk melupakan
kecemasan dan mengistirahatkan pikiran dengan cara menyalurkan
kelebihan energi atau ketegangan (psikis) melalui sesuatu kegiatan yang
menyenangkan
D. Relaksasi dapat memutuskan pikiran-pikiran negatife yang menyertai
kecemasan (Greenberg,2000)
E. Chaplin (1975) memberi pengertian relaksasi sebagai kembalinya otot ke
keadaan istirahat setelah kontraksi. Atau relaksasi merupakan suatu
keadaan tegang yang rendah dengan tanpa adanya emosi yang kuat

2. Jenis-jenis Teknik RelaksasiTeknik relaksasi memiliki fleksibelitas


pengaplikasiaan yang sangat tinggi meskipun tentunya terdapat beberapa
hal pokok yang perlu diperhatikan. hal pokok ini juga mngecu kepada
jenis teknik relaksasi yang digunakan. Lichstein (1988),
mengemukakan jenis-jenis teknik relaksai antara lain:
A. Autogenic Training merupakan suatu prosedur relaksasi dengan
membayangkan (imagery)sensasi-sensasi yang meyenagkan pada bagian-
bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki
atau tangan, pantan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang
dibayangkan itu sepert rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian
tubuh tertentu, juga rasa lega karena nafas yang dalam dan pelan.
Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi yang
meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau,
yang tenang dan sebagainya.
B. Progressive Trainingadalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih
otot-otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku.
Efek yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan
lebih baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan
tegangan otot dengankecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot
yang tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian
sebaliknya.
C. Meditation adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi
atau perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang
(memusatkan pikiran pada kata/frase tertentu sebagai fokus
perhatiannya ), biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil
duduk, mengambil posisi yang pasif dan berkonsentrasi dengan
pernafasan yang teratur dan dalam. Ketenangan diri dan perasaan dalam
kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi harus menyisakan suatu
kesadaran diri ynag tetap terjaga, meskipun nampaknya orang yang
melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak bereaksi
terhadap lingkungannya.Selain ketiga jenis di atas relaksasi juga dapat
menggunakan media aroma, suara, cita rasa makanan, minuman,
keindahan panorama alam dan air. Semua itu merupakan teknik
relaksasi fisik/tubuh.

3. TujuanPelaksanaan Teknik

RelaksasiRelaksasi berkaitan erat dengan terciptanya kondisi nyaman dan tenang.


Terkait dengan proses konseling, relaksasi dapat menjadi sarana menenangkan
konseli menuju kesiapan memasuki fase lanjutan konseling dengan teknik dan
pendekatan yang mendalam berbasi teori. Selain itu, kondisi tenang juga
dapat menunjang kesuksesan selama proses konseling. Adapan secara umum
tujuan dari teknik relaksasi ada dua, yaitu sebagai berikut.

A. Tujuan pokok relaksasi adalah membantu orang menjadi rileks, dan


dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik.
B. Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan
perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada
dalam situasi yang menegangkan.

4. Manfaat Teknik Relaksasi

Ada beberapa manfaat dari penggunaan teknik relaksasiyang bisa diperoleh


oleh konseli, menurut Welker, dkk, dalam Karyono (1994); penggunaan
teknik relaksasi memiliki beberapa manfaat sebagai berikut.

A. Memberikan ketenangan batin bagi individu


B. Mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah
C. Mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa
D. Mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur
menjadi nyenyak
E. Memberikan ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit
F. Kesehatan mental dan daya ingat menjadi lebih baik
G. Meningkatkan daya berfikir logis, kreativitas dan rasa optimis atau
keyakinan
H. Meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain
I. Bermanfaat untuk penderita neurosis ringan, insomnia, perasaan lelah
dan tidak enak badan
J. Mengurangi hiperaktif pada anak-anak, dapat mengontrol gagap,
mengurangi merokok, mengurangi phobia, dan mengurangi rasa sakit
sewaktu gangguan pada saat menstruasi serta dapat menurunkan
tekanan darah pada penderita hipertensi ringan
5. Kekurangan Teknik Relaksasi

Meskipun teknik relaksasi relatif fleksibel dalam penggunaannya dan mudah


untukdiaplikasikan, ada beberapa kelemahan dari teknik relaksasi yaitu
sebagai berikut ini.

A. Pelaksanaan teknik relaksasi memerlukan waktu yang relatiflama


karena dilakukan berulang-ulang atau tidak hanya sekali.
B. Pelaksanaanya membutuhkan tempat yang kondusif (nyaman dan tenang)
C. Konseli yang kurang bisa memfokuskan pikiran atau
konsentrasinya dapat menghambat pelaksaan teknik relaksasi
D. Membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup banyak

Faktor Keterbatasan Pelaksanaan RelaksasiMelihat fleksibelitas dan kemudahan


dalam pelaksanaanya, seorang konselor juga perlu memperhatikan bahwa
tekik relaksasi memiliki keterbatasan dalam penerapannya. Nadjamuddin
menjelaskan ada beberapa faktor keterbatasan dalam pelaksanaan relaksasi.
Faktor-faktor tersebut antara lain :

A. Faktor Teknis ini meliputi kurang terampilnya instruktur dalam


memberikan instruksi, sehingga kesannya kaku; media yang digunakan
dalam relaksasi kurang begitu diperhatikan; kondisi ruangan kurang
diperhatikan.
B. Faktor Dalam Diri Konseli Konseli kurang bisa mengontrol diri;
konseli salah kostum; konseli mengutamakan nilai pribadinya
C. Faktor dari Masalah Konseli itu Sendiri Beratnya masalah yang dihadapi
konseli itu membuatnya dikuasai masalah tersebut padahal
seharusnya dia harus mampu menguasai masalah tersebut.
Meskipun dia sudah beberapa kali diterapi kurang menunjukkan
perubahan yang lebih baik.
6. Tahap-tahap Pelaksanaan

Agar dapat melaksanakan teknik relaksasi dengan optimal dan efektif,


konselor perlu menguasai tahapan pelaksanaan teknik relaksasi dengan baik.
Keseluruhan teknik ini adalah rangkaian yang padau dan tak dapat
dipisahkan atau diabaikan. Kelemahan dalam melaksanakan tahapan yang ada,
akan mengurangi efektifitas teknik tersebut. Ada pun langkah-langkah yang
ditempuh dalam penerapan teknik relaksasi adalah:

A. Rasional
B. Instruksi tentang Pakaian
C. Menciptakan Lingkungan yang Aman
D. Konselor Memberi Contoh Latihan Relaksasi itu
E. Intruksi-instruksi untuk Relaksasi
F. Penilaian setelah Latihan
G. Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut

TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIK

A. Pengertian Desensitisasi sistematis

adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah
laku. Desensitisasisistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang
diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon
yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu,
Desensitisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon
yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Pada tahun 1950-an, Joseph Wolpe mengembangkan teknik systematic
desensitization (desensitisasi sistematik), salah satu teknik yang paling
lazim digunakan untuk menangani kecemasan dan fobia (Corey, 2015).
Teknik ini, yang awalnya dianggap murni behavioral, sekarang dianggap
memasukkan komponen kognitif juga,sehingga menciptakan alasan untuk
memasukkannya di bagian tentang teknik-teknik yang didasarkan pada
pendekatan kognitif-perilaku ini. Desensitisasi sistematik adalah sebuah
prosedur di mana klien berulang kali mengingat, membayangkan, atau
mengalami kejadian yang membangkitkan kecemasan dan yang disebabkan oleh
kejadian itu.

Dasar untuk desensitisasi sistematik berasal dari classical conditioning,


counterconditioning,dan khususnya, sebuah konsep yang sebelumnya telah
ditinjau yang disebut reciprocal inhibition(Seligman & Reichenberg, 2013);
yaitu, dua respons yang saling bertentangan tidak mungkin terjadi secara
berbarengan. Mustahil untuk takut dan tenang secara bersamaan. Kuncinya adalah
memperkuat respons yang diiginkan (tenang) untuk memblokir respons yang
tidak diinginkan (takut). Dalam kasus desensitisasi sistematik, teknik
relaksasi yang telah dipelajari dan digunakan oleh klien mengurangi
kemungkinan bahwa kejadian itu akan memicu respons cemas pada klien.
Kecemasan dan relaksasi adalah respons-respons yang tidak kompatibel,
sehingga klien, dengan paparan gradual kejadian yang ditakuti dan latihan
relaksasi, menjadi kurang sensitif terhadap kejadian itu (M.E. Young, 2013).
Contoh-contoh fobia di mana desensitisasi sistematik dapat digunakan
termasuk ketakutan pada binatang atau serangga (misalnya, anjing,
kumbang, laba-laba), ketinggian, atau tempat tertutup (misalnya, lift, lemari).

Desensitisasi sistematik dapat dilaksanakan secara tidak terang-terangan,


melalui visualisasi dikantor konselor profesional (misalnya, membayangkan
kumbang secara visual atau berdiri di ketinggian), atau in vivo, ditranslasikan
sebagai paparan stimulus yang menghasilkan ketakutan di dunia nyata
(misalnya, benar-benar memapari klien dengan kumbang atau berdiri
diketinggian).
B. Tujuan Teknik Desensitisasi

Teknik desensitisasi sistematis bertujuan menciptakan suasasa fokus


dengan menghilangkan beberpa hal yang mengganggu pada diri konseli,
khusunya pada aspek emosi dan psikologis. Beberapa tujuan teknik desensitisasi
sistematis adalah :

1. Teknik desensitisasi sistematis bermaksud mengajar konseli untuk


menghilangkanrespon kecemasan yang dialami konseli.
2. Mengurangi sensitifitas emosional yang berkaitan dengan kelainan
pribadi atau masalah sosial.
3. Mengajar konseli untuk menghilangkanrespon kecemasan yang
dialami konseli.

C. Manfaat Teknik Desensitisasi

Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang digunakan untuk menghapus


perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan
disertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik, respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.

1. Desensitisasi sistematis sering digunakan untuk mengurangi


maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewatconditioning(seperti
phobia) tapi juga dapat diterapkan pada masalah lain.
2. Dengan teknik desensitisasi sistematis konseli dapat melemahkan atau
mengurangi perilaku negatifnya tanpa menghilangkannya.
3. Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam
kehidupansehari-hari tanpa harus ada konselor yang memandu.
D. Karakteristik Teknik Desensitisasi

Setiap teknik memiliki karakteristik yang menyertai yang membedakannya


dengan teknik lain. hal ini perlu diperhatikan agar konselor kemudian tidak
keliru dalam memhami dan menerapkan diantara teknik-teknik yang ada.
Adapun karakteristik atau ciri-ciri terapeutik teknik desensitisasi sistematis
menurut pendekatan behavioral adalah :

1. Merupakan suatu teknik melemahkan respon terhadap stimulus


yang tidak menyenangkan dan mengenalkan stimulus yang
berlawanan (menyenangkan)
2. Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi
3. Merupakan perpaduan dari beberapa teknik
E. TahapanPelaksanaan Teknik DesensitisasiBeberapa prosedurperlu
diperhatikan dengan seksama sebagai upaya mengoptimalkanpelaksanaan
teknik desensitisasi sistematik (Willis, 2004: 72) yaitusebagai berikut:
1. Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan.
2. Menyusun hierarki atau jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan
kecemasan dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan
konseli.
3. Memberi latihan rileksasi otot-otot yang dimulai dari lengan hingga
otot kaki.
4. Konseli diminta membayangkan situasi yang menyenangkannya
seperti di pantai, di tengah taman yang hijau dan lain-lain.
5. Konseli disuruh memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan
situasi yang kurang mencemaskan. Bila konseli sanggup tanpa cemas
atau gelisah, berarti situasi tersebut dapat diatasi konseli. Demikian
seterusnya hingga ke situasi yang paling mencemaskan.
6. Bila pada suatu situasi konseli merasa cemas dan gelisah,maka
konselor memerintahkan konseli agar membayangkan situasi yang
menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru
terjadi.
7. Menyusun hierarki atau jenjang kecemasan harus bersama konseli, dan
konselor menuliskannya dikertas.

Ada tiga langkah utama dalam penggunaan desensitisasi sistematik yaitu:

1. Latihan rileksasi, konselor memulai dengan melatih konseli untuk santai.


Latihan ini harus berlangsung dalam ruangan yang tenang, cukup
pencahayaan, tidak ada kebisingan di luar ruangan.
2. Pengembangan hirarki kecemasan, konselor merencanakan hirarki
kecemasan dengan konseli untuk setiap ketakutan yang diketahui.
Hirarki ini didasarkan pada ketakutan yang telahdisepakati konselor
dan konseli sebagai perubahan yang diinginkan.
3. Penggunaan desensitisasi sistematik yang tepat, dimulai dengan
membiarkan konseling menenangkan diri, kemudian konselor
meminta konseli untuk membayangkan tiap-tiap suasana yang jelas
dansenyata mungkin sesuai dengan urutan hirarki situasi yang telah
disepakati sebelumnya.

Jika konseli merasakan sedikit lebih cemas ketika membayangkan


suasana tertentu, maka konseli akan memberitahu signal dengan jari tangan
dan konselor langsung meminta konseli untuk rileks dan membayangkan
suasana yang menyenangkan. Jika konseli dapat melewati situasi kecemasan
tanpa merasa cemas maka konselor meminta konseli membayangkan situasi
kecemasan yang berikutnya sampai situasi yang paling mencemaskan.
DAFTAR PUSAKA

https://bahanajar.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/full-lengkap-
bahan-ajar-teknik-khusus-dlm-konseling1-Fitniwillis-Chandra-dewi.pdf

https://retnobembi.wordpress.com/2015/05/29/terapi-behaviour-teknik-
desensitisasi-sistematis/

https://lutfifauzan.wordpress.com/2009/12/29/teknik-konseling-individu-
relaksasi/

http://digilib.uinsby.ac.id/1690/5/Bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai