Model psikodinamik memiliki tiga penekanan utama: (1) konflik, mekanisme, dan proses
dalam pikiran, yang mungkin mencakup konsep ketidaksadaran; (2) struktur kepribadian
yang berkembang secara bertahap; dan (3) signifikansi kausal dari pengalaman anak usia dini
pada perilaku orang dewasa.
1. Bagian Internal: Masalah dapat dijelaskan dalam istilah Bagian Internal yang perlu
dipahami, diterima atau dimodifikasi, dan dikoordinasikan. (P1)
2. Pola Berulang: Pola Berulang, mungkin sejak masa kanak-kanak, menyebabkan rasa
sakit dan mencegah kepuasan kebutuhan orang dewasa. (P2)
3. Defisit dalam Diri dan Relasional: Kapasitas Klien menunjukkan Defisit Diri dan
Kapasitas Relasional dan tampaknya berfungsi pada tingkat kedewasaan seorang anak
yang sangat muda. (P3)
4. Dinamika Bawah Sadar: Masalahnya dapat dijelaskan dalam istilah Dinamika Bawah
Sadar, seringkali dengan mengacu pada mekanisme pertahanan. (P4)
BAGIAN INTERNAL
Penjelasan
Masalah bersumber dari kurangnya kesadaran dan komunikasi antar bagian internal (id ego
superego), konflik antar bagian yang berbeda, penindasan bagian, dan dominasi oleh bagian
tertentu. Masalah dapat diselesaikan dengan meningkatkan kesadaran bagian-bagian dan
dinamikanya, mendorong proses kelompok internal yang sehat, dan menetapkan tujuan hasil
yang spesifik untuk bagian-bagian tertentu.
Contoh Area Masalah: Kesulitan membuat keputusan; kesulitan mengikuti rencana;
impulsif; ketidakmampuan untuk bersantai dan menikmati waktu luang; depresi; gaya hidup
stres; ketidakstabilan dalam emosi dan hubungan.
Contoh Ide Perawatan: Hindari "perlawanan" dengan menjelajahi bagian dalam; kegiatan
pengalaman dari terapi Gestalt, dialog suara, dan terapi suara; menulis kreatif; kegiatan seni;
mintalah kelompok memerankan bagian dalam anggota
LANDASAN TEORITIS
Dalam membahas bagian internal, mahasiswa psikologi langsung mengacu pada id, ego, dan
superego Freud. Ini adalah konstruksi teoretis tentang kepribadian yang menggabungkan
dimensi bawah sadar. Eric Berne menghapus konsep ketidaksadaran dalam menunjuk tiga
keadaan ego kepribadian, Anak, Orang Tua, dan Dewasa.
Keadaan ego anak: Membedakan antara Anak Bebas (atau Alami) (emosional, magis,
kreatif, suka bermain, ingin tahu, rentan, muluk) dan Anak yang Diadaptasi (menurut atau
memberontak). Ada juga aspek Anak, yang disebut Profesor Kecil, yang mencoba
memecahkan masalah tanpa memanfaatkan pemikiran rasional orang dewasa yang matang,
dan sering dicirikan sebagai manipulatif.
Status ego orang tua: Dua aspek Orang Tua adalah Orang Tua yang Mengasuh
(menenangkan, menghibur, dan mendorong) dan Orang Tua yang Kritis (memarahi,
mendorong, mengkritik, dan menghakimi). Secara ekstrem, keadaan ego ini masing-masing
berfungsi sebagai Penyelamat dan Penganiaya. Orang tua juga merupakan bagian dari
kepribadian yang membawa cita-cita dan moral serta mentransmisikan aturan dan nilai-nilai
dari budaya dan generasi sebelumnya.
Keadaan ego orang dewasa: Bagian dewasa dari kepribadian melayani fungsi-fungsi seperti
pemikiran rasional, pemecahan masalah, pengujian realitas, pengumpulan data, dan penalaran
ilmiah. Orang Dewasa berfungsi sebagai mediator antara Orang Tua dan Anak dan berfungsi
sebagai eksekutif kepribadian, orang yang membuat rencana untuk mencapai tujuan.
Definisi: Merupakan pola berulang berasal dari masa kanak-kanak yang menyebabkan rasa
sakit dan berkurangnya kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan individu ketika dewasa.
Permasalahan di kehidupan dewasa merupakan upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan
konflik dan pemenuhan atas kebutuhan individu di masa kanak-kanak. Relasi dengan orang
dan figure signifikan (angota keluarga) menjadi template dalam relasi di masa dewasa. Tidak
hanya memunculkan Insight pada recurrent pattern, tetapi individu perlu untuk mengalami
dan belajar untuk mentoleransi emosi yang menyakitkan dan mengubah cara self-protective
Individu menciptakan template dari relasi sebelumnya. Pada umumnya kita melihat ketika
masa kecil memiliki pola hubungan yang baik, maka ketika besar hubungan yang dibangun
akan baik pula, begitu sebaliknya. Sebuah pola berulang dilihat sebagai pola yang
maladaptive karena diidentifikasi sebagai suatu permasalahan dan merupakan hipotesis dari
pola yang menjelaskan permasalahan tersebut, bukan karena nilai individu atau budaya.
Konsep recurrent pattern terdapat dalam beberapa teori dengan penyebutan yang berbeda:
Recurrent pattern digunakan anak-anak sebagai solusi untuk menghadapi permasalahan atas
pemenuhan kebutuhan tanpa menimbulkan permasalahan utama, seperti penolakan,
kehilangan kasih sayang dan hubungan. Anak-anak pada umumnya tumbuh dengan rasa
malu-dicoba untuk ditutupi agar tidak diabaikan, dihina dan diabaikan dengan cara
menyimpan emosi yang menyakitkan di luar kesadaran. Hal tersebut membuat mereka
bertahan dan enggan untuk berubah karena dengan perubahan memungkinkan rasa sakit
muncul ke permukaan. Untuk melindungi diri dari rasa sakit, individu cenderung mengikuti
sesuatu yang dianggapnya aman meskipun itu tidak memuaskan dan tidak membentuk self
esteem yang positif
Kemampuan kognitif pada masa kanak-kanak belum matang dan akan bergantung pada orang
lain demi memenuhi kebutuhannya. Sedangkan di masa dewasa kemampuan kognitif
individu telah matang, mandiri sehingga lebih mudah dalam menemukan solusi. Individu
yang maladaptif cenderung memberikan tekanan pada orang lain untuk memenuhi peran yang
sudah ia tentukan. Pola Self-defeating merupakan sesuatu yang nyaman karena polanya sudah
dikenali, menjadi kebiasaan dan otomatis sedangkan perubahan merupakan sesuatu yang
tidak diketahui dan menakutkan.
Bagian dari strategi perlindungan diri adalah dengan meyakini atau menganggap orang tua
sebagai orang yang “baik” dan saya mendapatkan perlakuan ini karena saya jahat . Hal ini
dianggap lebih mudah untuk diterima daripada orang tua yang dianggap jahat dan karena itu
saya sama sekali tidak berdaya dan tidak terlindungi. Terkadang klien kesulitan untuk
mengubah pola dewasa yang maladaptif sampai dapat menghadapi kebenaran tentang orang
tuanya. Kebenaran akan perasaan yang mereka dapat dari perlakuan orang tua terkadang
bertentangan dengan budaya membuat munculnya perlawanan untuk menghadapi emosi ini.
Klien perlu untuk menyadari bahwa dirinya sudah dewasa dan dan bukan anak yang tidak
berdaya, rasa sakitnya dapat ditoleransi, dan dia memiliki sumber daya untuk mengatasinya
Penjelasan mengenai recurrent pattern bahwa individu dewasa mengikuti aturan eksplisit dan
yang berasal dari keluarga, seperti jangan menunjukkan sisi lemah dan jangan
mengungkapkan kemarahan. Adanya pesan orang tua yang diinternalisasi mejadi “drivers”
individu untuk menjadi seseorang yang sempurna, kuat. Steiner (1994) menyajikan konsep
"life script" yang menentukan reenactments di masa depan
ATTACHMENT THEORY
Bowlby (1988) memulai teori ini tentang kelekatan antara bayi dan pengasuh dan efeknya
dalam jangka panjang pada hubungan di masa dewasa. Anak-anak membangun sistem
kepercayaan yang penting (model kerja internal) mengenai figur kelekatan, rasa cinta,
kelayakan, dan kompetensi yang dimiliki. Berikut adalah tipe-tipe kelekatan (Cassidy &
Shaver, 1999):
1. Secure: figure secara optimal memberikan kelekatan pada individu melalui dua sumber
yang penting, yaitu: tempat berlindung yang aman (kenyamanan dan kepastian) dan
secure base (rasa aman untuk menjadi mandiri dengan cara menjaga jarak dari figure
kelekatan )
2. Anxious ambivalent insecure (preokupasi): figure kelekatan tidak konsisten dan tidak bisa
diandalkan dalam memberikan rasa aman sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang
rendah diri dan cenderung akan bergantung dan merasa tidak aman ketika menjalani
hubungan di masa dewasa
4. Disorganized: berbeda dari dua gaya kelekatan tidak aman sebelumnya, yang memiliki
pola yang koheren dan terkadang efektif, gaya ini mengacu pada kurangnya kerangka
yang koheren untuk berinteraksi.
Salah satu pola yang perlu diperhatikan adalah pola bertukar peran antara orang tua
dengan anak, dimana anak menjadi pengasuh untuk orang tua. Literatur terapi keluarga
menjelaskan proses parentifikasi; mengasumsikan peran orang dewasa diambil alih oleh
anak-anak dan remaja sebelum mereka siap. Dinamika keluarga seperti ini mengarah pada
recurrent pattern dalam mengambil peran pengasuhan dan adanya kebutuhan emosional
yang tidak terpenuhi. Pola seperti ini banyak ditemui di anggota keluarga yang memiliki
permasalahan adiksi. Urutan kelahiran menjadi prediktor penting dari pola perilaku orang
dewasa, dapat dilihat bagaimana seorang anak menafsirkan posisinya dalam keluarga.
Seperti anak tengah bisa merasa marah dan tertipu atau mereka bisa berkembang sebagai
mediator pembawa damai
Individu akan mencari pasangan yang berfungsi sebagai pengganti orang tua secara
simbolis. Pola yang muncul adalah keinginan untuk mengubah pasangan dengan harapan
peran orang tua di masa lalu juga bisa diubah. Individu yang mengubah pasangannya agar
memiliki keintiman akan meninggalkan pasangannya tersebut ketika mulai berubah. Hal
ini dikarenakan yang berubah adalah pasangannya saat ini, bukan orang tua di masa lalu.
Perilaku positif yang baru tidak membawa rasa puas dan individu tersebut akan mencari
pasangan lain dan cenderung akan melakukan hal yang sama.
jika sampai pada jenjang pernikahan kemungkinan akan adanya hubungan yang rusak dan
berakhir pada perceraian. Hendrix(1988) memberikan penjelasan bahwa orang-orang
secara intuitif memilih pasangan yang mewakili kualitas orang tua mereka-disebut
imago-dengan harapan bisa menyembuhkan luka lama dan dapat menciptakan hubungan
yang aman dan penuh kasih sayang. Menciptakan pernikahan yang positif dapat
dilakukan dengan cara memberikan apa yang dibutuhkan oleh pasangan agar merasa
dicintai; sehingga masing-masing mendapatkan kembali bagian diri yang hilang dan
feeling connected. Kemudian mereka dibebaskan dari kebutuhan untuk terus berusaha
mengubah orang tua dari masa lalu, dan bisa menjadi bahagia di masa sekarang.
PARENTING
Reenact with their childhood: orang tua bisa melakukan dengan cara merespon anak
berdasarkan pada fantasi dan proyeksi, alih-alih melihat anak sebagai individu yang unik
dan berbeda. Orang tua memproyeksikan karakteristik dan mengharapkan anak dapat
memenuhi kebutuhan mereka sebelumnya yang tidak terpenuhi. Ketika tumbuh dewasa
dan memulai hubungan keluarga, anak akan membentuk kembali pola kehidupan seperti
orang tua dulu. Ini disebut sebagai proses transmisi multi generasi (Bowen, 1944)
1. Cerita yang disampaikan klien mengenai hubungan masa kini dan masa lalu
TREATMENT PLANNING
Yang perlu diperhatikan dalam menggunakan rumus Recurrent Pattern (P2) adalah fokus
pada apa yang sebenarnya reenacted dan bagaimana hipotesis ditawarkan, terutama
fungsi pola saat ini. Terapi yang menggunakan hipotesis Recurrent Pattern (P2)
membantu klien untuk mengatasi “affect phobia”. Ketika individu dapat mentoleransi
afek yang menyakitkan, Recurrent Pattern tidak lagi berfungsi dan bisa mengembangkan
cara yang baru.
Permasalahan dengan Perasan negatif karena didominasi, dikontrol dan tidak dihargai
figure otoritas
Inappropriate positive expectations to be indulged and rescued.
Masalah dalam hubungan Reaktivitas emosi yang berlebihan saat berhubungan dengan
antar anak-anak yang telah orang tua.
dewasa dan orang tua
Kesulitan berurusan dengan orang tua dalam peran kakek-nenek.
mereka
Kesulitan menerapkan peran pengasuh untuk orang tua
GENERAL GUIDELINES
Explaining vs Blaming
Masalah yang biasa terjadi pada klien mengenai pengalaman masa kecil yang
menyakitkan dan adanya aturan yang tidak memperbolehkan mengatur orang tua. Ketika
klien membahas hal tersebut, mereka akan merasa bersalah. Cara yang dapat dilakukan
untuk merespon klien tersebut adalah “saya tahu pasti sulit untuk berbicara hal yang
negatif tentang orang tuamu. Kita tidak akan menyalahkan mereka, tetapi kita akan
mencoba mencari tahu apa yang terjadi padamu”. Perlu berhati-hati pada proses
mengekspresikan sakit dan marah terhadap orang tua, klien mungkin akan berbalik untuk
membela orang tuanya. Pada tahap ini hipotesis Internal parts (P1) akan sangat berguna
Promote insight
Yang terpenting pada saat klien menyampaikan ceritanya adalah terapis dan klien mencari
pola yang ada di dalam cerita, bukan bagaimana proses menginterpretasikan kejadian dan
keakuratan cerita. Terapis dapat membantu klien mendapatkan insight dengan bagaimana
masa lalu sedang diputar ulang atau menawarkan interpretasi dari proses dinamika yang
terjadi, dikatakan sebagai sebuah firasat bukan kebenaran yang absolut.
Ketika klien dewasa menyadari keputusan awal dan solusi, dan betapa destruktifnya
mereka, merasa malu, marah, dan sedih adalah hal yang sangat wajar. Terapis harus
percaya dan meyakinkan klien bahwa keputusan tersebut dibuat saat mereka masih kecil
adalah hal terbaik yang bisa klien lakukan, memiliki alasan yang baik, kebutuhan untuk
bertahan, atau rasa sakit masa kecil tidak akan dapat ditangani tanpa strategi yang sudah
klien lakukan.
Terapis bisa membantu klien merasa lebih baik tetapi kemungkinan akan kesulitan ketika
harus mentoleransi rasa sakit klien. Ketika terapis meminta klien untuk menggali
perasaan sakit yang terpendam maka terapis harus membiarkan level kesakitan yang ada
meningkat, bukan menurun. Respon countertransference terhadap emosi-emosi tersebut
dapat mematikan emosi disaat yang terlalu dini. Miller (1981): terapis tanpa sadar
melindungi orang tua sendiri dan menghindari penderitaan masa kecil, dengan
menyatakan bahwa kita (terapis) terlalu cepat dalam mendorong klien untuk melihat dari
perspektif orang dewasa—untuk memberikan empati dan maaf pada orang tua mereka.
Meskipun hal ini adalah tujuan jangka panjang yang tepat, namun kita harus mendekati
klien dengan membiarkan mereka menggali perasaan terpendam mereka.
Should Clients Confront Their Parents?
Hal yang penting ketika klien mengkonfrontasi orang tua mereka adalah, mereka harus
mengakui bahwa mereka mempunyai fantasi untuk mengubah orang tua mereka dan
memperbaiki perasaan negatif di masa kecil. Jika kita melakukannya dengan “orang tua
dari masa lalu” maka klien harus paham hal ini bertujuan agar ia paham apa yang
menyebabkan reenactment terjadi. Karena bisa saja “orang tua saat ini” telah berubah.
Ketika klien mampu mengatasi rasa benci dan kebutuhan yang tidak terpenuhi di masa
lalu, maka dorongan untuk menghukum orang tua akan hilang. Selanjutnya klien akan
dapat menghadapi masalah saat ini, dan menggunakan kemampuan komunikasi yang
lebih efektif untuk merubah perilaku, dan menjadi lebih dekat, atau tujuan lain yang lebih
masuk akal.
PSYCHODYNAMIC THERAPIES
Kemampuan yang dibutuhkan terapis tidak hanya mengenai teknik dan teori tetapi terapis
juga perlu memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dan mampu mentoleransi dan
merespon emosi intense dari klien secara teraputik. Emotional Reexperiencing Kahn
(1997) menjelaskan 4 tujuan dari proses terapi :
1. Perasaan, impuls-impuls, dan ekspektasi disampaikan pada orang yang dituju (terapi
individu, menggunakan transference pada terapis; sedangkan terapi pasangan,
melibatkan pasangan)
2. Perasaan tersebut diekspresikan kepada the person, bukan diekspresikan silently
3. Perasaan dan harapan lama yang diluapkan harus dapat diterima tanpa adanya defense
dan juga didiskusikan dengan minat dan objektif
4. Klien dibantu untuk mempelajari sumber perasaan dan impuls di masa kecil yang
akan dimunculkan kembali
Transference
Countertransference Responses
Countertransference dapat menjadi alat terapi yang sangat berharga karena reaksi terhadap
klien dapat memberikan informasi tentang bagaimana klien berhubungan dengan orang-orang
di dunia luar. Terkadang kita tertarik dan masuk dalam dunia klien sehingga kita akan mulai
memunculkan anggapan bahwa “beginilah cara klien berinteraksi dengan orang lain, dan aku
merasakan apa yang orang lain rasakan saat berhubungan dengan dia”. Atau kita merasakan
pengalaman masa kecilnya disaat proses ini. Dengan memahami reaksi kita sendiri, kita dapat
mengacaukan reenactment pada klien — mencegahnya melakukan self-fulfilling — dan
membantu klien untuk merubah pola interpersonal
Terapi Gestalt (Perls, 1973) menekankan pada unfinished business (konsep yang
dikembangkan dari eksperimen pada persepsi) bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
recurrent patterns didorong menuju penyelesaian dan keutuhan. Terapis meyakini bahwa
klien perlu merasakan emosi yang intens yang membeku, dan kembali ke pengalaman dimasa
lalu yang menimbulkan “stuckness”. Perls menggunakan teknik empty agar klien dapat
memunculkan sosok orang tua saat ini dalam bentuk fantasi yang dimediasi dengan kursi, dan
mengekspresikan perasaan dan pemikirannya. Ketika kekangan dimasa lalu telah terlepas,
maka klien dapat hidup sebagai orang dewasa yang bebas dan bukan lagi sebagai anak kecil
yang terikat oleh aturan dan hukuman orang tua. Terapi pengalaman Greenberg (Greenberg,
Watson, & Lietaer, 1998) mengintegrasikan teknik ini dengan pendekatan
humanistik-eksistensial lainnya.
Table 13.3 example of empirically supported short-term, psychodynamic psychotherapies
Strupp & Binder, 1984 rasakan, pikirkan, inginkan, dengan situasi untuk
Terapi redicision (R. Goulding & M. Goulding, 1979) menambahkan elemen pada aktivitas
pengalaman Gestalt : mobilisasi dari bagian “Adult” di dalam kepribadian digunakan untuk
mengubah keputusan di masa kanak-kanak. Seperti jika pada masa anak-anak memutuskan
untuk I’ll never let anyone get close, maka bagian “Adult” akan membuat keputusan ulang
menjadi I couldn’t get close to you because you were so mean, but I’m going to let myself get
close to safe, caring people.
Semua bentuk reenactments mencakup pada elemen dan proses kognitif: kepercayaan,
prediksi, asumsi, aturan, kesalahan dalam memproses informasi, cognitive rigidity; hipotesis
kognitif merupakan pasangan alami dari hipotesis Recurrent Pattern. Distorsi dasar dan
overgeneralisasi ditunjukkan ketika klien memperlakukan seseorang yang baru saja ditemui
seperti ia telah bertemu di masa lalu. Contoh: Anak yang bertemu dengan pria yang mirip
seperti Ayah, memiliki harapan mendekati pria tersebut. Jika pria tersebut menyukainya,
maka ia bisa membuktikan bahwa dirinya berharga dan bisa menghilangkan rasa sakit karena
pengabaian di masa lalu. Teknik kognitif menggunakan dialog Adult-Adult dan didasarkan
pada asumsi Adult yang telah matang dapat melakukan perubahan dengan menggunakan
alasan, logika, dan metode sains. Namun ketika ini tidak berhasil dalam merubah perilaku
maladaptif, maka terapis perlu mengintegrasi dengan hipotesis Emotional Focus (BE4).
Sebagai tambahannya klien mungkin memerlukan kemampuan untuk menjalin relasi yang
sehat, yang tidak diajarkan di keluarga (Hipotesis Skills Deficit [BL3]).
Terapi Emotionally Focused Couples, yang telah didukung oleh berbagai penelitian. Johnson
(2004) melakukan wawancara dengan salah satu pasangan dan pasangan lain mendengarkan.
Yang perlu diperhatikan pada proses ini adalah bagaimana intonasi suara yang digunakan
untuk menenangkan perasaan-perasaan dari klien. Kunci dari perubahan pada terapeutik ini
adalah: Klien mampu mentolerir perasaan tidak berdaya dan percaya pada pasangan untuk
mengungkapkan itu secara terbuka dan mengembangkan strategi yang lebih matang sebagai
self-protection. Teknik ini lebih kepada mengembangkan perasaan aman sehingga ia dapat
memenuhi kebutuhannya, bukan menilai perasaannya sebagai sesuatu yang tidak tepat.
Contohnya : istri menunjukkan penderitaannya ketika masih kecil kepada suami dan
memintanya “What I need from you most is______________”, dan suami (berperan sebagai
orang tua) merespon dengan “You deserve to have all that. I wish I could have given it to
you.” – Imago Relationship Therapy (Hendrix, 1988)
Terapi Kelompok
Self-Help Groups
Penjelasan
Patologi orang dewasa mungkin berasal dari hubungan yang tidak memadai dan kebutuhan
yang tidak terpenuhi pada masa kanak-kanak. Klien bergantung pada orang lain untuk
menopang self-esteem, meredakan emosi, karena kurangnya kapasitas untuk menyediakan
fungsi-fungsi ini untuk dirinya sendiri. Orang lain tidak dihargai sebagai individu yang unik
dengan kebutuhan, perasaan, dan perspektif yang berbeda namun lebih kepada eksistensinya
atau kehadirannya dan apa yang bisa mereka berikan kepada klien.
Contoh area permasalahan : Depresi; regulasi emosi yang buruk; tingkat percaya diri rendah;
kesulitan berpisah dari keluarga asal; kurangnya empati; kesulitan mandiri; masalah dengan pekerjaan
dan kreativitas; penyalahgunaan zat; pengasuhan yang buruk; fitur borderline dan narsistik.
Contoh terapi
Pendekatan dari hipotesis ini lebih kepada bagaimana terapis memahami perkembangan
psikologis dari bayi dalam konteks hubungan dekat dengan pengasuhnya. Perkembangan
yang optimal akan dapat terpenuhi ketika orang tua memberikan penilaian bahwa anak adalah
manusia yang berbeda, menunjukkan sikap empati dengan pengalaman yang dialami anak,
bersedia untuk anak dan menenangkannya ketika ia mengalami emosi negative. Melalui tipe
kelekatan secure attachment relationship, anak dapat menjadi mandiri, self-supporting, dan
mampu berhubungan dengan baik. Faktor biologis dan budaya berperan untuk memahami
perkembangan self dan kapasitas hubungan.
Kohut’s Self-Psychology
Orang tua dapat memperkenalkan kepada anak tentang sikap mandiri agar ia menjadi matang
dalam menjalankan fungsinya selagi mempertahankan hubungan dengan keluarga. Anak akan
sadar atas tanggung jawab terkait dengan pikiran dan perasaanya, juga mengenali perasaan
dan pandangan orang lain tanpa merasa terancam. Ketika orang tua memiliki lebih dari satu
anak maka level differentiation akan berbeda.
Teori ini menjelaskan connection sebagai perasaan bersama yang ada selama proses dari
hubungan, dan disconnections sebagai sumber dari masalah psikologis. Prinsip utama pada
Relational/Cultural Theory (RCT) termasuk :
1. Fungsi yang matang melibatkan kebersamaan daripada perpisahan
2. Pertumbuhan psikologis terjadi karena keterlibatan dengan berbagai bentuk jaringan
relasi
3. Tujuan perkembangan adalah agar kompetensi terhadap relasi meningkat semasa
hidup
Gangguan kepribadian berdasarkan DSM IV yang memiliki kriteria relevan dengan hipotesis
Deficits in Self and Relational Capacities:
1. Borderline
2. Narcissistic
3. Dependent
Trial Interpretation
Merupakan respon atas interpretasi dini yang dibuat terapis pada sesi awal, tujuannya adalah untuk
melihat perkembangan “observing ego”, yaitu kapasitas yang membedakan manusia berdasarkan level
fungsi dari self-object dan real object. Contohnya ketika terapis menyatakan “mungkin dia berpikir
kamu menuntut hal yang tidak realistis” maka orang yang memiliki self-worth yang bergantung pada
self-object akan merasa pernyataan tersebut telah menyinggungnya.
The Point-of-View Exercise
POV exercise (seperti di film making, melihat kamera dari berbagai perspektif)
POV pertama : yourself Ini adalah cara Anda biasanya mengalami situasi tersebut. Anda berada di
dalam diri Anda sendiri, melihat, mendengar, dan merasakan pengalaman Anda sendiri. Ketika Anda
menggunakan kata ganti "Aku" Anda mengacu pada diri Anda sendiri.
POV kedua : observer. Sekarang berpura-puralah Anda menjadi seorang pengamat yang objektif.
Anda melihat dan mendengar interaksi antara (nama klien) dan (nama orang lain) dengan
imparsialitas dan kasih sayang. Rujuk ke dua orang dalam situasi tersebut sebagai "she" dan "he"
Ketika Anda menggunakan "Aku" Anda berbicara sebagai pengamat.
POV ketiga : other.Sekarang Anda adalah orang lain (nama orang lain). Anda melihat melalui
matanya dan cobalah untuk merasa seperti Anda berada di dalam dirinya. Anda menggambarkan
perasaan, pikiran, sensasi, ingatannya. Dalam posisi ini, "Aku" mengacu pada orang lain dan "kamu"
mengacu pada kamu.
Treatment Planning
Strategi Psikoanalisis
Klien dalam level immature menggunakan transference untuk mengubah karakternya. Terapis harus
“good enough” berperan sebagai orang tua yang sama seperti orang tuanya — menyediakan hubungan
self-object yang baik selagi membangun kapasitas internal yang lebih matang. Transferensi self-object
muncul ketika kebutuhan dimasa anak-anak klien dimunculkan dalam sesi terapi. Terapis
menggunakan dirinya sebagai self-object— sebagaimana orang tua lakukan pada anaknya dan
kebutuhan koping dengan countertransference untuk melihat reaksi dari klien yang kurang
mengapresiasi terapis sebagai individu yang berbeda.
Terapi humanistic menyediakan klien untuk memberikan pengalaman pada klien agar ia dapat
mengakses perasaan, memperkuat reliansi pada sumber didalam diri, mengembangkan self-esteem,
dan mengurangi ketergantungan pada penerimaan orang lain.
Relational-cultural therapy
model terapi yang didasarkan pada mutual empathy dan pembentukan dari growth foster relationship.
Mutual empathy dan mutual empowerment merupakan kunci dari growth foster relationship. Konselor
tidak hanya menyampaikan koneksi antara pikiran dan perasaan klien tetapi juga mengungkapkan
bagaimana dia terpengaruh oleh klien. Terapis juga memastikan bahwa klien memiliki kesempatan
untuk memulai hubungan empatik dengan terapis dengan mengungkapkan dirinya sebagai "fully
dimensional human being”
Cognitive-Behavioral Approaches
Terapi berfokus pada a) rendahnya kemampuan berempati b) rendahnya kemampuan regulasi emosi.
Terapi yang dibuat untuk individu dengan gangguan borderline, caranya adalah dengan menantang
skema yang mendukung hubungan yang immature. Caranya adalah dengan memodifikasi model yang
lebih adaptif dari dunia. Klien akan menyadari bahwa orang lain ada tidak hanya untuk melayani
kebutuhannya namun lebih kepada individu yang unik dan memiliki kebutuhan, perasaan, dan
pandangan sendiri.
Parenting Programs
Mengajarkan orang tua untuk memberikan “good enough parenting”. Pendekatan ini didasarkan pada
teori kelekatan begitu juga dengan berfokus pada mentalisasi pada parental reflective functioning.
Untuk ibu yang memiliki riwayat kecanduan narkoba, maka teknik “minding the baby” dapat
dilakukan untuk membantu bayinya paham tentang kehidupan batin yang dimiliki dirinya. “Marked
mirroring” merupakan kemampuan perilaku nonverbal (ekspresi wajah, suara, dan gerakan) untuk
mewakili kondisi batin anak sambil membantu mengatur emosinya.
UNCONCIOUS DYNAMICS
Model kepribadian Freud sering direpresentasikan sebagai gunung es: Alam sadar berada di
atas air, alam bawah sadar (atau prasadar) berada di bawah air tetapi dekat permukaan, dan
alam bawah sadar berada pada tingkat yang paling dalam dan tidak terjangkau. Istilah
ketidaksadaran digunakan ketika sesuatu yang dialami oleh seseorang tidak dapat dibawa ke
kesadaran dengan upaya biasa untuk mengambil ingatan. Roffman dan Gerber (2009)
meninjau kontribusi terbaru dari ilmu saraf kognitif yang menunjukkan bahwa fungsi mental
penting terjadi di luar kesadaran.
Defense Mechanisms
Gejala dan pola perilaku maladaptif dipandang sebagai hasil dari strategi defensif untuk
menjaga agar afek yang menyakitkan tidak disadari. Daftar mekanisme pertahanan (A. Freud,
1967) biasanya mencakup represi, penolakan, pembentukan reaksi, proyeksi, perpindahan,
rasionalisasi, sublimasi, regresi, introjeksi, identifikasi, dan kompensasi. Konsep pertahanan
melampaui daftar mekanisme: Setiap aspek fungsi dapat memberikan perlindungan diri.
Ketika pertahanan melemah, emosi yang menyakitkan pindah ke kesadaran.
Salah satu strategi pertahanan adalah dengan menghilangkan bagian dari keprobadian,
dimana hipotesis Internal Parts (P1) merupakan bagian internal yang disadari, kemudian
hipotesis Unconscious Dynamic mengasumsikan bahwa terdapat bagian dari diri yang
masuk kedalam ketidaksadaran, yang mana diproyeksikan pada orang lain.
“Neurotic” Functioning
Istilah neurosis digunakan oleh Freud untuk gangguan (misalnya, histeria, fobia, dan keadaan
obsesif) tanpa penyebab organik, yang mewakili ekspresi tersamar dari materi yang ditekan.
Istilah neurotik juga digunakan untuk mewakili tingkat perkembangan relasional yang lebih
matang daripada fungsi yang dijelaskan dalam hipotesis Deficits of Self and Relational
Capacities (P3). Meskipun pola hubungan tampak maladaptif atau aneh, individu mengakui
orang lain sebagai manusia yang terpisah dan dapat memahami proses batin mereka.
Masalahnya adalah pandangan itu terdistorsi karena orang lain (secara tidak sadar) adalah
pengganti sosok dari masa lalu.
Unconscious Conflict, dalam teori Freud, adalah bentrokan antara keinginan untuk sesuatu
yang terlarang atau berbahaya dan ketakutan akan bencana, seperti pengabaian, hukuman,
atau kehilangan cinta. Keinginan dan ketakutan yang sebenarnya disimpan dalam
ketidaksadaran oleh mekanisme pertahanan, dan gejala atau perilaku bermasalah mewakili
compromise formation..
Compromise formations adalah keinginan sadar, keyakinan, rencana, perilaku, fantasi, atau
gejala yang mencapai dua tujuan: (1) memberikan beberapa ekspresi dan kepuasan untuk
keinginan yang tidak disadari (terkubur); dan (2) menjaga emosi yang tidak menyenangkan
(misalnya, kecemasan, afek depresif) dalam batas yang dapat ditoleransi. Compromise
formations tidak hanya aspek bermasalah dari fungsi, seperti perilaku irasional dan gejala
neurotik, tetapi juga adaptasi positif, seperti pilihan karir dan kegiatan filantropi.
Recovery of Memories
Tanpa pembuktian, tidak ada cara untuk membedakan ingatan yang sebenarnya dari ingatan
yang ditanamkan secara sugestif, dan tidak benar untuk berasumsi bahwa ingatan yang
tertekan yang dipulihkan itu benar atau salah. Kluft (1999), seorang ahli gangguan identitas
disosiatif, percaya bahwa pasien harus berhati-hati terhadap mengambil kenangan trauma
sebagai "literal historical truth". Pemrosesan materi traumatis yang diperlukan dapat berjalan
dengan sukses, bahkan ketika verifikasi memori tidak pasti.
Kita tidak akan bisa mengumpulkan data terkait konten ketidaksadaran, namun kita bisa
menyebutkan data yang mendukung mengenai unconscious dynamics sebagai penjelasan.
Ketika orang bertindak bertentangan dengan minat/kepentingan mereka sendiri, hal ini
menunjukkan ketidakpedulian terhadap persepsi realitas yang dimiliki oleh orang lain, dan
meningkatkan rasa sakit dan hukuman dalam hidup mereka Dapat dihipotesiskan bahwa hal
ini merupakan operasi faktor-faktor yang berada di luar kesadaran. Asumsi terapis dapat
menjadi "semuanya akan masuk akal jika kita memahami apa yang terjadi di tingkat bawah
sadar." Premis hipotesis ini adalah bahwa dengan memulihkan elemen bawah sadar,
masalahnya akan teratasi.
Hipotesis unconscious dynamics berfungsi sebagai hipotesis cadangan yang berguna ketika
pendekatan lain gagal menghasilkan perubahan yang diinginkan pada klien. Misalnya, terapi
perilaku harus dipertimbangkan sebagai pengobatan pilihan untuk fobia. Tetapi ketika Teknik
exposure gagal, terapis mungkin ingin mempertimbangkan bahwa fobia tersebut merupakan
solusi. untuk konflik yang tidak disadari. Demikian pula, ketika klien tidak mengubah
perilaku mereka ketika mereka dihadapkan dengan bukti konsekuensi negatif, konsekuensi
yang merugikan diri sendiri, dan penalaran yang salah, akan berguna untuk berspekulasi
tentang proses bawah sadar.
Disosiasi dikenali ketika kurangnya memori untuk informasi dan peristiwa yang konteksnya
lebih luas daripada yang dapat dijelaskan oleh kelupaan normal. Asal usul disosiasi mungkin
merupakan trauma yang terlalu berat untuk dihadapi dan diintegrasikan oleh orang tersebut.
Keadaan fugue adalah kondisi disosiatif yang melibatkan perjalanan jauh dari rumah dan
tidak dapat mengingat masa lalu pribadi seseorang saat tiba di lokasi baru. Setelah fugue,
orang tersebut biasanya tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama keadaan fugue. Dalam
gangguan identitas disosiatif, sebelumnya disebut "gangguan kepribadian ganda," orang
tersebut memiliki identitas terpisah yang memiliki amnesia untuk pengalaman yang terjadi
ketika orang tersebut beroperasi dari identitas yang berbeda.
Treatmeant Planning
Tes proyektif yang paling terkenal adalah Thematic Apperception Test (TAT), satu set foto
dan gambar yang ambigu, dan tes Rorschach Inkblot. Premis dari jenis pengujian ini adalah
bahwa klien memproyeksikan kebutuhan, ketakutan, perasaan, dan konflik yang tidak
disadari ke dalam rangsangan dan mengungkapkannya dalam deskripsi dan ceritanya.
Dalam latihan asosiasi bebas, klien diinstruksikan untuk mengatakan apa pun yang terlintas
dalam pikirannya, tanpa sensor. Ini sebenarnya adalah hal yang mustahil karena pikiran selalu
menyaring, dan terapis dapat mengumpulkan petunjuk tentang apa yang tersembunyi dari
kesadaran dengan memperhatikan perilaku nonverbal, mencatat apa yang dihilangkan serta
apa yang diulang, berspekulasi tentang urutan ide, dan menyesuaikan respon yang diberikan
klien. Respon minimal dari terapis dan kurangnyanya penerimaan dan penolakan akan
menantang klien untuk mencari arahan dari dalam dirinya, dari sumber kesadaran dan ketidak
sadaran. Interpretasi pada waktu yang tepat akan dapat memicu ingatan dan mengurangi
kebutuhan untuk melakukan defense.
Neurotic Transference
Freud menunjukkan bagaimana transferensi yang intense pada reaksi pasien bertujuan untuk
menegmbalikan ingatan ketidaksadaran (kasus OCD pada kliennya). Freud menemukan
bahwa memberikan interpretasi pada akar ketidaksadaran dari simtom, tidak dapat
menghilangkan simtom, sehingga transferensi perlu untuk dilakukan dengan cara pasien
mengalami kembali emosi yang ditekan. Pada proses transferensi, klien dapat menggali
ingatan tentang kekerasan yang dia alami. Pengalaman emosional pada awal masa anak-anak
seperti kemarahan dan ketakutan merupakan hal yang sangat penting untuk kesuksesan hasil.
Countertransference
Reaksi countertransference dari terapis memiliki potensi untuk menerangi dinamika bawah
sadar klien. Untuk menggunakan countertransference, terapis harus bisa memilah apa yang
datang dari klien dan apa yang datang dari dunia internal terapis sendiri. Istilah identifikasi
proyektif digunakan ketika orang yang menjadi target proyeksi mengidentifikasikan diri
dengan apa pun yang diproyeksikan dan mengalami pikiran dan perasaan itu seolah-olah
berasal dari dalam, alih-alih menyadari bahwa dia salah persepsi.
Freud menyebut mimpi sebagai "the royal road to the unconscious". Mimpi dianggap sebagai
material dari ketidaksadaran, dan merupakan jalan penghubungan dengan bagian dalam diri
yang berada diluar dari kesadaran. Terapis dapat mendorong klien untuk berbicara tentang
mimpi mereka dan menyarankan metode untuk memfasilitasi ingatan, seperti menyimpan
kertas dan pena atau tape recorder di samping tempat tidur. Ketika klien tahu bahwa mimpi
adalah bagian penting dari terapi, mereka cenderung lebih sering bermimpi. Anda tidak boleh
memaksakan interpretasi mimpi yang terbentuk sebelumnya dari buku kode simbol
melainkan membantu klien untuk menguraikan pesan yang datang dari mimpi. Strategi untuk
bekerja dengan mimpi termasuk asosiasi bebas dengan isi mimpi, mendongeng kreatif
tentang elemen mimpi, menggambar gambar mimpi, atau strategi Gestalt membuat orang
berperan sebagai bagian dari setiap orang dan objek dalam mimpi. Terapis mengajak klien
untuk mengeksplorasi makna mimpi, dan mungkin menawarkan firasat atau interpretasi.
Jung, khususnya, menilai penggunaan aktivitas seni sebagai sarana untuk mengakses
ketidaksadaran. Apa yang kita sebut ketidaksadaran dapat berarti "tidak dikodekan dalam
kata-kata, tetapi mungkin dikodekan dalam memori visual." Melalui penggunaan seni visual,
klien mungkin dapat mengakses pengalaman ini. Ada dua fase terapi seni: (1) produksi seni
dan (2) interpretasi maknanya. Proses penciptaan seni, tanpa interpretasi apapun, sering
dipandang sebagai terapi itu sendiri. Tindakan membuat seni memungkinkan ekspresi
perasaan tidak sadar dan representasi simbolis dari konflik internal dan, pada akhir
pengalaman, klien kurang membutuhkan proses defensif. Ketika masalah klien berasal dari
emosi yang tersembunyi, pembuatan seni dapat mengarah pada mengakses perasaan tersebut
dan memberi klien rasa percaya diri untuk dapat menahan dan mengekspresikannya.
Hypnotherapy
Penggunaan hipnosis dalam terapi berpotensi membantu klien mengakses ingatan yang tidak
diingat dalam keadaan kesadaran biasa. Dalam keadaan trance hipnosis yang santai dan
terfokus, ditandai dengan peningkatan sugestibilitas dan kesediaan untuk mengikuti arahan
terapis, pertahanan klien diturunkan. Terapis telah menggunakan sugesti hipnosis untuk
meminta bagian bawah sadar dari kepribadian untuk menciptakan mimpi, menggunakan
simbol apa pun yang diinginkannya, yang akan membantu menjelaskan masalah. Hipnosis
adalah salah satu perawatan yang direkomendasikan untuk gangguan disosiatif. Ini adalah
teknik yang membutuhkan pelatihan khusus.