Anda di halaman 1dari 21

CHAPTER 14

SOCIAL, CULTURAL & ENVIRONMENTAL FACTORS

BAGIAN PRILY
Lingkup kultural mencakup:
1. family system
2. sosiologi, psikologi sosial, dan social work
3. antropologi dan studi budaya
4. psikologi komunitas dan critical psychology

FAMILY SYSTEM
● Permasalahan harus dilihat dari kompleksitas keluarga secara keseluruhan. Kondisi
klien dianggap berdampak pada sistem keluarga secara keseluruhan. Misalnya,
keparahan kondisi klien mempengaruhi struktur dan fungsi secara umum. Pada
konteks ini, keluarga dianggap sebagai kesatuan yang harus diintervensi secara
komprehensif dan bersamaan karena kondisi salah satu anggota keluarga berdampak
pada hubungan anggota keluarga lainnya.
● Permasalahan pada individu (klien) dianggap sebagai representasi dari disfungsi
keluarga.
POLA:
A menyebabkan B - B menyebabkan A; A - B - C – D – A – B – C - D
contoh: istri marah karena suami cuek - suami cuek karena istri selalu marah

KONSEP-KONSEP DALAM PERSPEKTIF KELUARGA:


1. family life cycle
pola perubahan dari satu fase pekembangan ke perkembangan berikutnya. contoh:
anak mulai beranjak remaja
2. family rules
peraturan keluarga sebagai pedoman perilaku yang sesuai norma keluarga, dapat
berpengaruh pada pemberian sanksi dalam keluarga
3. intergenerational transmission process
pola dari generasi sebelumnya bisa menurun pada pengasuhan saat ini. orangtua dapat
memproyeksikan pengasuhan yang mereka terima pada pengasuhannya saat ini. hal
ini dapat menyebabkan anak menjadi “korban” dari hal tersebut.
4. roles
peran sebaiknya bersifat setara. pada keluarga yang tidak setara, ada anggota keluarga
yang menjadi “samsak tinju” atau “kambing hitam” yang selalu disalahkan dan ada
figur dominan di dalamnya.
5. hirarki
power dan keberfungsian anggota keluarga menentukan hirarki. contoh, orangtua
lebih tinggi dari anak.
6. boundaries
batasan: antaranggota keluarga, antarkeluarga dengan keluarga lain, antargenerasi
antargenerasi: Batas antargenerasi ada ketika orang tua berfungsi bersama sebagai
sistem yang terpisah dan anak-anak memiliki subsistem saudara mereka sendiri.
7. separation of individual
ini berkaitan dengan batasan antaranggota keluarga. setidaknya, setiap anggota
keluarga harus memiliki ranah privasinya sendiri. misalnya, keluarga tidak asal
membuka pintu kamar anak, dll.
8. enmeshment
anggota keluarga yang terlalu terlibat dengan urusan anggota keluarga yang lain
9. disengagement
tidak ada engagement antar anggota keluarga, semua bergerak secara independen.
10. triangulasi
Ketika ada kecemasan dalam hubungan diadik, dua orang merekrut orang ketiga
untuk menjadi bagian hubungan, membantu mereka menurunkan kecemasan,
menghindari konflik tentang hubungan mereka, dan menstabilkan hubungan. Contoh:
orangtua melibatkan anak dalam konflik.
11. pseudomutuality
hanya kesepakatan yang ditoleransi, menciptakan rasa kedekatan yang palsu dan
harmoni, sekaligus menekan dan menafikan adanya perbedaan. (terkesan harmoni,
tapi negatif)
12. pseudohostility
terlihat bertengkar dan saling membenci, padahal komunikasi mereka bisa diprediksi
dan mampu melindungi. (terkesan negatif, tapi harmoni)

DUA MODEL HIPOTESA:


1. gejala berpengaruh pada fungsi keluarga secara keseluruhan
2. gejala mencerminkan disfungsi dalam keluarga

SITUASI YANG MENCERMINKAN MASALAH DENGAN PENDEKATAN


KELUARGA
1. sabotasi pengembangan diri anggota keluarga
2. meninggalkan rumah
3. ketidakpuasan pernikahan
4. gangguan psikiatri
5. alkoholism dan adiksi
6. KDRT

TERAPI
● terapi keluarga = bertemu dengan banyak pihak dalam sesi terapi
● terapi merupakan usaha yang dilakukan bersama-sama oleh setiap anggota keluarga

1) gejala berpengaruh pada fungsi keluarga secara keseluruhan


terapis berupaya untuk menyeimbangkan homeostasis, sehingga memaksa sistem
keluarga untuk mengkalibrasi ulang ke tingkat fungsi yang lebih sehat.
a. Tanyakan apa yang akan terjadi jika gejala itu tidak ada
b. Cari tahu apa kerugian dari pemecahan masalah yang akan dilakukan
c. Tempatkan orang dalam keluarga yang “ahli” pada gejala yang bertugas
membantu orang dengan gejala tersebut
d. Libatkan keluarga dalam dialog tentang masalah lain yang terjadi di sekitar
bersamaan dengan masalah/gejala yang muncul, dan bagaimana mereka
menanganinya masalah
e. Setelah mengidentifikasi fungsi gejala, dorong orang yang bergejala untuk
meminta secara langsung perubahan pada yang lain dan membantu menangani
hasilnya, jika yang lain itu tidak mau berubah.
2) gejala mencerminkan disfungsi dalam keluarga
a. Mengarahkan orang tua untuk bertanggung jawab atas perilaku simtomatik
anak mereka, mengarahkan orang tua untuk saling mendukung.
b. Identifikasi persepsi yang dimiliki setiap orang tua terhadap orang lain dan
perilaku yang digunakan masing-masing orang tua untuk membuat yang lain
tidak kompeten; mengharuskan setiap orang tua untuk menantang kesalahan
orang lain persepsi; mendorong orang tua untuk bertindak bersama-sama
untuk memecahkan masalah.
c. Perbaiki hierarki dengan menempatkan orang tua yang bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa anak memiliki hak yang sesuai pengalaman;
mengarahkan orang tua untuk berperan sebagai pelindung, dan jika mereka
tidak dapat atau mau tidak, temukan seseorang dalam keluarga yang mau,
seperti kakek-nenek, bibi, paman, dan sebagainya.

TERAPI PASANGAN
1. psikoedukasi
2. menggunakan I message dan penugasan (homework)
3. memberi penugasan yang menstimulasi aksi bersama pasangan
4. coaching: mengajarkan keterampilan baru
5. konseling terpisah
6. affective focus: mengungkap emosi terpendam yang muncul dalam bentuk
manifestasi emosi tertentu sehingga bisa mengurangi kecemasan dalam hubungan

TERAPI INDIVIDU DENGAN PENDEKATAN KELUARGA


1. psikoedukasi
2. genogram
3. reframing
4. interpretation
5. straightforward directive: psikolog memberikan “solusi” secara langsung
6. paradoxial directive: kebalikan dengan straightforward directive

BAGIAN FREA
CULTURAL ISSUES (PERMASALAHAN TERKAIT BUDAYA)
Isu-isu budaya harus langsung ditangani untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan
keanggotaan kelompok budaya (misalnya, kelompok etnis, orientasi seksual, atau status
minoritas), akulturasi, identitas budaya, dan konflik antarbudaya.

Masalah klien dapat berasal dari faktor-faktor dalam kelompok budaya ganda klien,
tantangan imigrasi atau akulturasi, atau konflik mengenai pengembangan identitas. Hubungan
antar budaya mungkin perlu menjadi fokus pengobatan. Pengalaman agresi mikro
berdasarkan keanggotaan dalam kelompok budaya harus dipahami dan diperbaiki. Budaya
merupakan faktor penting dalam semua terapi, tidak hanya saat menggunakan hipotesis
ini.

Akronim Hays (2001), ADDRESSING menggambarkan keragaman kategori yang disebut


"budaya": Age/Usia dan pengaruh generasi; Developmental/Cacat Perkembangan dan
Disabilities/Cacat yang didapat; Religion/Agama dan orientasi spiritual; Etnis; Status Sosial
Ekonomi (SES); Orientasi Seksual; Indigeneous/warisan adat; National origin/asal negara;
dan Gender/Jenis Kelamin. Terapis perlu mengenali identitas ganda klien.

Terapis harus mengenali dan mengakui nilai dan bias budaya. Terapis dapat membantu klien
untuk membedakan keyakinan individu mereka, keyakinan keluarga mereka, dan nilai-nilai
yang dipegang oleh kelompok budaya yang lebih besar. Terapis juga dapat mengambil
perspektif metakultural: budaya dapat diperiksa kekuatan dan kelemahannya, dan dapat
dievaluasi dalam hal seberapa baik atau buruknya mempromosikan hak asasi manusia dan
keadilan sosial.

Berikut merupakan contoh area permasalahan klien terkait budaya dan contoh ide intervensi
yang dapat klien berikan:
Tabel 1.
Area Permasalahan dan Ide Intervensi terkait Budaya
A. Contoh Area Permasalahan B. Contoh Ide Intervensi

Sindrom terkait budaya; stres akulturatif; Terapi yang disesuaikan secara budaya;
perbedaan tingkat akulturasi keluarga; menggabungkan metode penyembuhan asli
konflik identitas etnis; pengalaman (indigenous); terapi keluarga; penggunaan
mikroagresi; tingkat percaya diri yang sumber daya masyarakat; pendekatan
rendah; kesulitan membentuk hubungan pemberdayaan untuk kelompok dengan
intim; konflik keluarga; hambatan sejarah penindasan.
keberhasilan pekerjaan.

A. AREA PERMASALAHAN
1) Culture-Bound Syndromes
Ada banyak sindrom yang unik pada suatu budaya, dan klinisi perlu memiliki
pengetahuan tentangnya dan mampu mengenalinya. Lampiran I dari DSM-IV-TR
menyediakan daftar istilah dari 24 sindrom terkait budaya. Beberapa gangguan,
seperti depresi, dipandang universal, tetapi cara gejalanya diekspresikan akan berbeda
dari satu budaya ke budaya lain.
2) Microagressions
Terapis perlu mewaspadai dampak diskriminasi, marginalisasi, dan penindasan, yang
meliputi hilangnya kesempatan, internalisasi pesan negatif, dan sikap tidak percaya
yang akan mempengaruhi terbentuknya hubungan terapeutik.
3) Difficulties Associated With Immigration and Acculturation
DSM-IV-TR mencantumkan Akulturasi (pencampuran, tanpa menghilangkan)
(V62.4) sebagai fokus terapi, termasuk dalam kategori ini kesulitan bahasa, masalah
pekerjaan, kehilangan ikatan sosial, dan stres akulturasi/culture shock--sebuah
sindrom stres dengan gejala somatik; pengalaman pindah ke budaya yang berbeda
membawa banyak stresor, masalah, dan tantangan. Sedangkan asimilasi (peleburan
dua budaya, hingga menjadi budaya baru) adalah identifikasi dengan budaya klien
saat ini dan kelompok mayoritas, dengan sedikit keterikatan dan loyalitas pada budaya
asli. Ada pula istilah bikulturalisme, yakni integrasi ke dalam budaya baru sambil
tetap menjadi bagian dari komunitas etnis tempat asal klien.
4) Cultural Identity Conflicts
Terapis perlu mengenali ketika masalah identitas etnis, ras, atau orientasi seksual
merupakan faktor penting dalam masalah seperti harga diri rendah, kesulitan
membentuk hubungan intim, konflik keluarga, dan perjuangan mencapai kesuksesan
pekerjaan.
Kwan dan Sodowsky (1997) menggambarkan dua aspek yang berbeda dari identitas
etnis: 1) Internal: Pengetahuan, citra diri, rasa kewajiban, perasaan keterikatan dan
solidaritas, rasa nyaman dan aman dengan orang-orang dari kelompok etnis yang
sama dan adat istiadat, dan 2) Eksternal: Perilaku sosial dan budaya yang dapat
diamati, seperti penggunaan bahasa, pertemanan, partisipasi dalam kegiatan,
pemeliharaan tradisi, dan preferensi media.
5) Gender and Sexual Identity
Pada tahun 2009, APA menegaskan bahwa “ketertarikan, perasaan, dan perilaku
seksual dan romantis sesama jenis adalah variasi normal dan positif dari seksualitas
manusia terlepas dari identitas orientasi seksualnya.” Terapis yang bekerja dengan
populasi ini membutuhkan pemahaman di bidang berikut: seksualitas manusia,
pengembangan identitas, proses "keluar"/coming out, efek stigmatisasi, dinamika
hubungan sesama jenis, hubungan keluarga asal, masalah pengasuhan anak, masalah
tempat kerja, dan berjuang dengan spiritualitas dan keanggotaan kelompok agama.
6) Sources of Stress in the Culture
Klien mungkin menghadapi stres yang berasal dari nilai dan aturan kelompok budaya
tertentu, seperti tekanan untuk menerima perjodohan, tuntutan untuk mengambil alih
bisnis keluarga, dan guilt trip karena memilih untuk tetap tidak memiliki anak dan
tidak memberikan cucu. Catatan: ketika terapis dan klien memiliki latar belakang
budaya yang sama, kelemahannya adalah terapis dapat menerima klien "diberi"
beberapa aturan dan batasan yang sewenang-wenang yang diderita klien.

B. RANCANGAN INTERVENSI
1) Indigenous Healing Practices
Agama dan spiritualitas penting bagi beberapa kelompok budaya dan harus
diintegrasikan ke dalam terapi atau didorong sebagai sumber daya tambahan. Terapis
perlu memiliki pengetahuan tentang praktik penyembuhan sesuai budaya
(indigenous), seperti penggunaan curanderos dan espiritistas untuk orang Latin, dan
dapat menggunakannya jika sesuai (Ancis, 2004).
2) Therapy with Lesbians, Gays, and Homosexuals
Pachankis dan Goldfried (2004) menyarankan bahwa penyesuaian psikologis klien
LGBT dapat dibantu oleh beberapa faktor: komitmen terhadap identitas seksual,
keterlibatan dengan individu LGBT lainnya, dukungan keluarga, dan keterbukaan
tentang identitas seksual.

C. PERTIMBANGAN LAINNYA
1) Situational Stressors
Terapis sebaiknya mengevaluasi keparahan objektif dari stresor budaya dan
kerentanan serta faktor protektif bagi klien atau keluarga individu. Intervensi akan
fokus pada persepsi stresor, keterampilan individu dalam mengatasi masalah, dan
sumber dukungan sosial.
2) Internal Parts
Konflik antara identitas budaya yang berbeda dapat menjadi fokus pengobatan.
Misalnya, seseorang yang sedang melalui proses akulturasi dapat diminta untuk
berdialog dengan “Diri Tanah Asli” (dirinya yang dulu) dan “Diri Rumah Baru”
(dirinya saat ini).
3) Family System
Fungsi keluarga dapat menjadi fasilitator atau penghalang bagi pengalaman imigrasi
yang sukses (Ingram, 1990). Ketika anak-anak lebih berakulturasi daripada orang tua,
intervensi mungkin berfokus pada mengembalikan orang tua ke puncak hierarki.
Ketika orang muda jatuh cinta dengan anggota budaya yang berbeda, mereka
menghadapi tekanan orang tua yang berat untuk mengikuti aturan budaya daripada
hati mereka. Sesi keluarga mungkin berguna dalam situasi ini.

SOCIAL SUPPORTS (DUKUNGAN SOSIAL)


Dukungan sosial memainkan peran penting dalam pencegahan masalah kesehatan mental
seperti depresi dan PTSD. Hubungan dukungan sosial dan hasil kesehatan yang positif telah
dibuktikan secara luas. Isolasi sosial dapat menjadi penyebab dan akibat dari masalah.
Konsep yang dianut oleh konstruksi dukungan sosial dijelaskan oleh House (1981) dan Prins,
dkk (2004). Ide-ide mereka termasuk dalam kategori berikut: 1) Dukungan emosional; Kasih
sayang, kepercayaan, perhatian dan perhatian, persahabatan, mendengarkan; dukungan
emosional yang berfokus pada masalah, 2) Dukungan harga diri; Penegasan, umpan balik
positif, dan perbandingan yang menguntungkan dengan orang lain, 3) Dukungan
informasional; Nasihat, saran, penjelasan, arahan, dan informasi, dan 4) Dukungan
instrumental; Perlengkapan, peralatan, bantuan pekerjaan sehari-hari, dan uang.

Tindakan dukungan sosial yang dihasilkan meliputi: 1) Kecukupan dukungan: Kepuasan


dengan jumlah yang diterima, atau keinginan untuk memiliki lebih atau kurang; skor
perbedaan antara dukungan yang sebenarnya dan yang diinginkan, 2) Keanekaragaman
sumber dukungan sosial: Pasangan, saudara, teman, tetangga, rekan kerja dalam berbagai
peran; tenaga medis (dalam studi kedokteran), pergaulan dengan orang-orang dari organisasi
keagamaan, kerja sukarela, dan keanggotaan kelompok sosial lainnya, dan 3) Kuantitas:
Kuantitas interaksi, ukuran jaringan sosial, frekuensi kontak dengan teman dekat, dan
frekuensi menghadiri ibadah.

Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial memang merupakan faktor
pelindung terhadap efek negatif dari stresor psikososial, trauma, kekerasan, dan penyakit
fisik. Literatur medis telah menunjukkan nilai dukungan sosial untuk pencegahan dan hasil
kesehatan setelah penyakit atau cedera.

Ikatan sosial dan keanggotaan dalam jaringan sosial saja tidak menjamin pengalaman positif
dari dukungan sosial; ikatan tersebut dapat meningkatkan stres, menciptakan hambatan, dan
memaksakan kewajiban. Hoefnagels, Meesters, dan Simenon (2007) menemukan bahwa
"dukungan sosial negatif" (pengaruh sosial yang meningkatkan daripada menghilangkan
stres, dan perbedaan antara apa yang diberikan dan apa yang diinginkan) memprediksi tingkat
gejala kejiwaan yang lebih tinggi pada anak remaja dari orang tua. Kita semua memiliki
kecenderungan untuk memberikan jenis dukungan yang kita inginkan sendiri, jadi penting
untuk memahami perbedaan kelompok dan individu dalam dukungan yang diinginkan.
Tabel 2.
Area Permasalahan dan Ide Intervensi terkait Dukungan Sosial
A. Contoh Area Permasalahan B. Contoh Ide Intervensi

Keluhan kesepian atau isolasi sosial; Bantu klien mengakses dukungan saat ini
mengatasi stres, perubahan hidup, dan atau mengembangkan jaringan dukungan
trauma; depresi; penyakit; penyalahgunaan baru; mengenali perbedaan individu dalam
zat; berat badan dan masalah makan. dukungan sosial yang diinginkan;
psikoedukasi tentang manfaat dukungan
sosial; sesi gabungan; membantu klien
dalam mengatasi faktor negatif dalam
jaringan sosial; merekomendasikan
kelompok pendukung (langsung atau
Internet); menilai apakah klien tidak
memiliki keterampilan untuk berteman.

Gender Differences
Eagly (2009) merangkum penelitian tentang perilaku membantu pada pria dan wanita, dan
menemukan dukungan untuk asumsi berdasarkan stereotip—wanita menawarkan bantuan
dalam bentuk pengasuhan dan dukungan emosional; laki-laki menawarkan bantuan dalam
bentuk tindakan yang melibatkan lebih banyak dominasi dan kontrol.

Cultural Differences
- Asian-American lebih kecil kemungkinannya mencari dukungan dibanding Eropa-
American
- Dukungan emosional yang nyata vs Dukungan informasi
- African-American memiliki jaringan yang lebih kecil dibanding American kulit putih

Age Group Differences


Dalam sebuah studi jaringan sosial di tiga usia di masa kanak-kanak, M. Levitt, Guacci-
Franco, dan J. Levitt (1993) menemukan bahwa jaringan sosial anak berkembang untuk
menambah relasi dengan anggota keluarga besar di masa kanak-kanak tengah (usia 10), dan
kemudian menggantikan anggota keluarga besar dengan hubungan persahabatan di masa
remaja (pada usia 14). Kemudian ditemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua membuat
kontak lebih jarang dengan jaringan dukungan mereka daripada yang mereka lakukan di usia
yang lebih muda (Ajrouch et al., 2001).

Individual Differences
Penting untuk menemukan secara konkret perilaku seperti apa yang didefinisikan klien
sebagai supportive.
E.g. 3 klien mengalami stres dalam penyelesaian tugas akhir.
- (1) Hanya ingin diajak makan malam setelah seharian bekerja keras.
- (2) Hanya ingin dibantu koreksi referensi.
- (3) Hanya ingin dibiarkan sendiri dan dibebaskan dari rasa bersalah karena mengabaikan
penugasan.

Dalam studi tentang grieving and trauma, Orang-orang menerima manfaat yang
berbeda-beda dari berbagi perasaan dalam kelompok. Tingkat diferensiasi dan
kematangan emosie menentukan sejauh mana seseorang membutuhkan orang lain untuk
menopang self-esteem dan menenangkan emosi yang bermasalah.

Interaksi Dukungan Sosial dan Kompetensi Sosial


“Dukungan sosial bukanlah entitas yang terbentuk dengan sendirinya yang menunggu
sekitar untuk menyangga orang-orang yang tergesa-gesa melawan stresor. Sebaliknya,
individu menentukan jenis jaringan dukungan sosial yang tersedia”.
Proses menciptakan dan memelihara hubungan memiliki banyak komponen, termasuk
bagaimana seseorang merespon orang lain dan seberapa mudah seseorang berhubungan
dengan orang lain.

Dukungan melalui Internet


Internet mengubah cara orang menerima dukungan. Satu studi tentang hubungan di internet
menemukan bahwa hubungan online tidak memiliki kualitas yang lebih rendah daripada
hubungan lainnya. Online support group mengurangi rasa terisolasi bagi mereka yang tinggal
dilokasi yang kurang terlayani atau terpencil, membutuhkan dukungan tambahan ataupun
mencari anonimitas. Keterbatasannya adalah kurangnya kesempatan untuk menanggapi
isyarat emosi nonverbal dan ketidakmampuan kelompok untuk mengenali dan memberikan
bantuan terkait gejala serius.

Kapan Hipotesis ini cocok?


Hipotesis ini berguna ketika kurangnya dukungan sosial didefinisikan sebagai Permasalahan
(kesepian, isolasi sosial, distres karena kurangnya persahabatan) atau Berkontribusi pada
Masalah (depresi, kesulitan mengatasi stres, harga diri rendah) atau Ketika Mobilisasi
Sistem Pendukung yang Baik Harus menjadi Bagian dari Pengobatan (PTSD, fobia
sosial, alkoholisme, depresi).
Perencanaan Perawatan
Tujuan pengobatan akan mencakup menopang sumber dukungan sosial positif yang ada,
menangani sumber interaksi sosial negatif dan mengembangkan hubungan suportif baru.
Terapis adalah sumber utama dukungan sosial dan dapat mempertimbangkan untuk
meningkatkan frekuensi sesi selama krisis. Namun, beberapa klien perlu disapih dari
mengandalkan anda sebagai satu-satunya sumber dukungan. Tujuan terapeutik adalah untuk
membantu menemukan dukungan di luar sesi terapi.
- Psikoedukasi
Terapis dapat menjelaskan pentingnya dukungan sosial dalam menjaga kesehatan dan
kesehatan mental, sebagaimana dibuktikan oleh studi penelitian tentang health and
mortality. Kita dapat mengatasi budaya klien dan bagaimana budaya dapat mendorong
dukungan sosial atau isolasi sosial atau kemandirian.
- Alat untuk Memeriksa Jaringan Sosial
Genogram: Instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dukungan sosial/
hubungan negatif dalam keluarga.
The Social Atom: Klien diisntruksikan untuk mengidentifikasi dirinya di kertas dengan
simbol, kemudian menggambar simbol untuk orang lain guna menunjukkan hubungan
dengan diri sendiri dan orang lain. Klien bisa sangat kreatif dalam menggunakan ukuran,
lokasi, garis, panah, label dan gambar. Alat ini dapat digunakan selama terapi untuk
mengevaluasi perubahan dalam jaringan dan persepsi dukungan. Diagram ini dapat
direpresentasikan untuk tahapan yang berbeda dalam kehidupan untuk menunjukkan
pergeseran pentingnya kategori orang yang berbeda. Metode ini mengungkapkan
perbedaan budaya tentang pentingnya keluarga besar.

Gambar 1. The Social Atom


- Strategi Meningkatkan Dukungan
Terapi CBT mencakup strategi untuk meminta dukungan, memperkuat pasangan untuk
upaya dukungan positif dan menyarankan perubahan untuk meningkatkan dukungan
tanpa mengkritik. Rekan juga diberikan strategi dukungan untuk mendorong pasien
berpartisipasi dalam pengobatan dan menghindari perilaku tertentu, seperti kritik.
Intervensi yang berfokus pada komponen dukungan sosial dapat mengatasi komunikasi
sosial dan ketegasan, penjangkauan sosial dan pengembangan jaringan sosial, serta aspek
kognitif seperti pikiran negatif tentang interaksi sosial. Menggunakan teknik behavioral
activation, terapis membantu klien membuat daftar penugasan yang dinilai meningkatkan
hubungan yang ada, mencari teman baru atau berkomunikasi tentang kebutuhan akan
dukungan khusus. Mengingat keragaman pada kebutuhan individu, terapis perlu
membantu setiap klien menetapkan tujuannya sendiri. Klien dan terapis dapat bertukar
pikiran bersama atau terapis dapat membuat rekomendasi khusus. Sumber dukungan
sosial meliputi group therapy, support group, persahabatan, keterlibatan pasangan atau
anggota keluarga, serta organisasi keagamaan atau komunitas.

SOCIAL ROLES AND SYSTEMS


- Masalah dapat dipahami dari segi peran sosial dan dampaknya dari sistem sosial.
- Konsep peran sosial memerlukan perhatian selain bidang psikologi klinis seperti
sosiologi, psikologi sosial, pekerjaan sosial, psikologi organisasi dan antropologi.
Penting untuk memahami bagaimana seorang individu cocok dengan sistem sosial dan
bagaimana sistem sosial menyebabkan permahasalahan psikologis. Peran yang
berlebihan, kebingungan peran, ketegangan peran dan konflik peran dapat menjadi
stresor bagi individu.
- Peran menjadi istri vs wanita karir; Menjadi atasan vs menjadi staf yang memiliki
keahlian profesional.
- Atas dasar itu, kita melihat masalah klien melalui lensa yang digunakan oleh pekerja
sosial, melihat individu yang ditanamkan sistem sosial dan menempati peran sosial.
- Peran sosial mengandung harapan dan aturan untuk perilaku seseorang dalam posisi
sosial tertentu dalam konteks sosial budaya tertentu.
- Ketika harapan dan aturan tidak jelas, maka akan terjadi role confusion. (e.g. mantan
pasangan harus mengetuk pintu saat masuk rumah)
- Role strain terjadi ketika ada tuntutan kontradiktif dari peran yang sama (e.g. polisi;
siswa ingin dapat pengakuan guru, tetapi menghindari mengasingkan teman-temannya).
- Role conflict terjadi ketika memenuhi harapan dari satu peran membuat kesulitan atau
tidak memungkinkan melakukan peran lain dengan baik (e.g. ibu yang bekerja).
- Role overload terjadi ketika jumlah atau tingkat harapan yang berlebihan atau tidak
masuk akal. (e.g. mendapat limpahan tugas atas pengunduran diri karyawan).
- Klasifikasi “Person in environment” menggambarkan berbagai peran sosial. (peran
keluarga, peran interpersonal, peran pekerjaan, peran situasi kehidupan khusus).

Bidang psikologi sosial, sosiologi, psikologi organisasi dan antropologi menawarkan konsep
yang membantu dalam merumuskan tekanan dan tantangan yang dihadapi orang karena
posisi mereka dalam struktur sosial:
- Orang bisa menjadi anggota dari banyak kelompok, atau menghuni banyak peran,
dengan ekspektasi yang saling bertentangan.
- Perubahan status sosial berdampak pada bagaimana seseorang diperlakukan dan
bagaimana seseorang memandang dirinya.
- Norma memberikan pedoman untuk perilaku dalam pengaturan tertentu; norma
mungkin bertentangan dengan nilai-nilai pribadi.
- Kelompok sosial memiliki sanksi/ tindakan dari kelompok yang menghargai atau
menghukum terhadap kepatuhan norma.
- Stres kerja dapat didefinisikan sebagai respons fisik dan emosional yang berbahaya
yang terjadi ketika persyaratan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan, sumber
daya atau kebutuhan pekerja.

Stres di Tempat Kerja


- Desain tugas (beban kerja yang berat, istirahat yang kurang, jam kerja yang panjang dan
tugas-tugas rutin yang tidak bermakna).
- Gaya manajemen (kurangnya partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan,
komunikasi yang buruk, lemahnya kebijakan yang ramah keluarga atau tuntutan kinerja
yang tidak masuk akal).
- Hubungan interpersonal (intimidasi atau pelecehan, kurangnya komunikasi yang efektif,
politik kantor dan konflik dengan rekan kerja, kurangnya dukungan dari rekan kerja dan
supervisor, serta kebutuhan yang tidak terpenuhi untuk pengakuan dan penghargaan).
- Peran kerja (ekspektasi pekerjaan yang bertentangan atau tidak pasti, terlalu banyak
tanggungjawab). Orang sering dipromosikan ke posisi pengawasan dan manajerial tanpa
diajarkan keterampilan untuk menangani tanggungjawab baru.
- Masalah karir (ketidakamanan pekerjaan, kurangnya kesempatan untuk maju atau
perubahan cepat yang tidak dipersiapkan oleh pekerja).

Kapan Hipotesis ini cocok?


Masalah yang hadir dapat dibingkai sebagai permasalahan peran kinerja.
E.g.
- Kesulitan menyesuaikan diri terhadap perubahan besar dalam hidup
Dalam kehidupan keluarga (menjadi orang tua atau menjadi orang tua tiri); dalam
pekerjaan (promosi, perubahan pekerjaan, pengangguran, atau pensiun).
- Ketidakpuasan dengan pekerjaan
Tuntutan yang saling bertentangan dari atasan yang berbeda di tempat kerja;
tanggungjawab yang tidak jelas, gaya manajemen yang buruk.
- Stres dan kelebihan beban kerja
Kewajiban lebih dari satu peran (pengasuh orang tua lanjut usia); tuntutan yang
bertentangan dari beberapa peran (secara bersamaan menjadi seorang istri, ibu,
mahasiswa pascasarjana dan orang yang bekerja). Keluhan umum adalah "kurangnya
keseimbangan" dalam hidup.
- Perselisihan dan konflik interpersonal
- Peran dengan tantangan tertentu
Peran dalam sistem hukum (terdakwa kejahatan, korban kejahatan, dipenjara, mantan
pelaku); imigran (legal atau tidak berdokumen, sukarela atau pengungsi); selebriti.

Perencanaan Perawatan
Konsep-konsep di atas dapat memberikan banyak manfaat seperti kerangka makna, kesadaran
akan pilihan dan pemahaman tentang sifat bertahap dari banyak transisi. Selain itu, klien
dapat diarahkan untuk menemukan seorang mentor, seseorang yang memiliki pengetahuan
tentang sistem sosial dan yang akan memberikan informasi, dukungan serta memungkinkan
memberikan jalan dari beberapa hambatannya. Klien dapat disarankan untuk membaca
tentang peran spesifik yang mereka masuki.
- Depresi dan Peran
Psikoterapi Interpersonal (IPT) merupakan pengobatan yang didukung secara empiris
untuk depresi, mendefinisikan 4 jenis masalah interpersonal yang umumnya terkait
dengan depresi yaitu kesedihan, perselisihan peran interpersonal, transisi peran dan
defisit interpersonal. Dua diantaranya terkait dengan kinerja peran.
- Perdebatan Peran Interpersonal
Membantu klien untuk mengidentifikasi perselisihan, kemudian membuat pilihan tentang
rencana tindakan, untuk meningkatkan komunikasi atau untuk menilai kembali harapan.
Terapis perlu menentukan tahap perdebatan:
 Renegotiation: Klien dan signifikan other secara aktif berusaha memperbaiki situasi
dengan ketenangan diri untuk mencapai resolusi konflik yang produktif.
 Impasse: Saat diskusi berakhir, intervensi dapat menghasilkan peningkatan
ketidakharmonisan untuk menggerakkan para pihak ke negosiasi.
 Dissolution: Hubungan terganggu.

- Transisi Peran
Individu yang secara klinis mengalami depresi cenderung mengalami perubahan peran
sebagai kehilangan. Terapis perlu membingkai kesulitan klien sebagai respons normal
terhadap perubahan dan membantu klien dengan tugas-tugas berikut seperti memeriksa
aspek baik dan buruk dari peran lama dan baru; mendorong ekspresi emosi, termasuk
duka masa lalu; menerima kemungkinan baru untuk kepuasan; mengembangkan
keterampilan untuk peran baru; dan membangun dukungan sosial baru.
- Membantu Klien Memahami Sistem Sosial
Terapis dapat memulai diskusi tentang sistem sosial (sekolah, pekerjaan, tempat agama)
di mana letak masalah. Dapat dilakukan dengan kertas atau papan tulis untuk
menggambar diagram mendeskripsikan bagaimana sistem kerja. Mirip dengan
pendekatan yang digunakan dalam hipotesis Family System (SC1). Anda dapat
menemukan hierarki, koalisi, segitiga dan batasan masalah yang ada dalam organisasi. 10
perspektif Lauffer (1984) akan membantu terapis dan klien memeriksa pengaturan
pekerjaan sebagai (1) ranah karir, (2) sistem peran, (3) sistem kelompok kecil, (4)
organisasi formal, (5) sistem pemrosesan input-output, (6) sistem sosial dalam interaksi
dengan lingkungan, (7) sistem perubahan dan pemrosesan individu, (8) penerapan
teknologi, (9) pencarian tujuan organisasi dan (10) tempat kekuasaan dan pertukaran
relasi.
- Integrasi terhadap Hipotesis Lain
 Transisi Perkembangan (CS3): Dalam banyak kasus terjadi tumpang tindih antara
peran dan transisi perkembangan.
 Kehilangan dan Berkabung (CS4): Tidak peduli seberapa diinginkan perubahan
peran itu, tetap mewakili kehilangan.
 Defisit Keterampilan (BL3): Keterampilan baru diperlukan untuk peran baru. Orang
membutuhkan waktu dan pengalaman untuk mengembangkan kompetensi.
 Kebebasan dan Tanggungjawab (ES2): Peran sosial baru yang sangat diinginkan
(pernikahan, menjadi orang tua, promosi di tempat kerja) dapat membawa
konsekuensi negatif yang tidak terduga dalam bentuk kebebasan terbatas. Analisis
untung dan rugi dari peran baru yang telah dipilih ataupun dipaksakan, dapat
menghasilkan pilihan untuk meninggalkan peran tersebut (meminta transfer atau
berhenti) atau untuk tegas mengejar modifikasi dalam harapan peran. Ketika sistem
sosial terlibat dalam praktik tidak etis atau ilegal, klien mungkin dihadapkan pada
pilihan apakah akan mengambil tindakan hukum atau mungkin mengambil peran
sebagai whistle blower.

SOCIAL PROBLEM IS A CAUSE


- Masalah sosial seperti diskriminasi, sistem ekonomi yang tidak adil dan penindasan
adalah penyebabnya dan kita perlu menghindari menyalahkan korban.
- Masalah sosial atau politik telah menjadi bagian dari pengalaman klien.
- Perilaku bermasalah dapat dipahami sebagai respon adaptif.
- Pemberdayaan adalah tujuan terapeutik bagi klien.
- Terapis dapat mengambil peran sebagai advokat yaitu mempertimbangkan pilihan untuk
tindakan sosial.
E.g. Luis – Antisocial Personality Disorder; Brittany - Oreo

 Contoh Area Masalah: Mengatasi kemiskinan; Depresi; Fungsi yang buruk di sekolah
dan pekerjaan; Korban diskriminasi; Masalah keuangan; Masalah legalitas.
 Contoh Ide Perawatan: Hindari menyalahkan korban; Hindari mengabadikan masalah
sosial dalam sidang; Pendidikan; Metode pemecahan masalah; Peningkatan
kesadaran; Pemberdayaan; Advokasi; Mengeksplorasi kemungkinan tindakan sosial.

Inti dari hipotesis ini adalah Jangan membuat permasalahan patologis seseorang adalah
produk dari ketidakadilan sosial.

Dominasi Budaya & Kekuasaan


Cerita dominan dari suatu budaya dapat mendominasi, terutama dalam bidang ras, gender,
kelas, usia, orientasi seksual, dan agama.
Dengan terlibat dalam terapi individu dan mengabaikan masalah sosial, terapis berfungsi
sebagai agen masyarakat, menenangkan emosi yang mungkin disalurkan ke arah aktivisme
sosial radikal.

Perubahan Sosial
Jika akar penyebab masalah adalah ketidakadilan dalam sistem sosial dan profesional
mencoba menyelesaikannya dengan rehabilitasi atau psikoterapi, masalah sosial tetap tidak
terpecahkan dan klien menginternalisasi devaluasi orang-orang yang disukai oleh sistem
sosial. Upaya untuk memecahkan masalah dengan mereformasi struktur yang ada. Tujuannya
adalah untuk mengubah institusi yang menindas dan mencapai keadilan sosial, distribusi
sumber daya masyarakat yang adil dan akses yang benar-benar setara terhadap peluang.

Sistem Pengiriman Layanan


Sebagai profesional kesehatan mental, kita perlu memeriksa apakah kita mengaktifkan terus-
menerus masalah sosial. Individu yang butuh ditangani merasa frustrasi dan bingung dengan
kurangnya koordinasi layanan dari berbagai Lembaga. “Wraparound” dirancang untuk
mengatasi masalah tersebut dengan tingkat perawatan yang intensif dengan berbagai layanan
yang dikoordinasikan oleh manajer kasus. Kebalikan dari mengabaikan kebutuhan klien
adalah risiko bahwa manajer kasus dapat mengambil alih tanggungjawab yang harus tetap
ada pada klien dewasa yang kompeten.

Kapan Hipotesis ini cocok?


Beberapa contoh dipilih untuk menggambarkan bagaimana masalah sosial mempengaruhi
kehidupan klien.
- Rasisme dan Bentuk Prasangka Lainnya
Rasisme adalah faktor risiko kesehatan mental dengan cara yang sama seperti kekerasan
fisik dan anak. Hal yang sama menciptakan keadaan kewaspadaan dan kecemasan
kronis. Konsekuensi paling serius adalah devaluasi diri yang terinternalisasi, dimana
individu akan menempatkan harga dirinya di bawah orang lain. Dalam upaya memahami
identitas etnis individu, kita tidak boleh mengabaikan efek penindasan. Rasisme dan
bentuk prasangka lainnya adalah pemicu stres kronis. Sikap dan perilaku yang membuat
orang merasa “kurang” dan terpinggirkan. Terapis perlu membawa hipotesis rasisme
kepada klien, bukan menunggu klien mengangkat topik.
- Kemiskinan
Tumbuh dalam kemiskinan sangat merusak ketika anak tinggal di komunitas yang sangat
miskin, membawa peningkatan paparan kekerasan jalanan, obat-obatan terlarang,
panutan negatif, akses yang kurang pada pekerjaan dan harapan yang lebih rendah dari
pengajar. Status kemiskinan adalah prediktor yang kuat pada IQ rendah anak-anak
daripada edukasi maternal.
- Prasangka Masyarakat terhadap Lesbian, Gay dan Biseksual
Penyebab penderitaan pada klien LGB berasal dari faktor-faktor seperti stigma sosial,
diskriminasi dan intoleransi. Klien mungkin memiliki lebih banyak keuntungan melalui
kesetaraan sosial (legalisasi pernikahan), daripada psikoterapi individu untuk mengatasi
masalah harga diri klien.
- Bias Gender
Semua terapis perlu mempelajari teori feminis untuk memahami konsekuensi negatif dari
distribusi kekuasaan dan status masyarakat yang tidak setara antara jenis kelamin.
Gerakan feminis muncul sebagai protes atas kerugian yang dialami perempuan dalam
setiap aspek kehidupan mereka seperti aspirasi karir sebagai anak-anak, perbedaan
kekuasaan dalam pernikahan, upah dan kesempatan kerja yang tidak setara. Pada tahap
awal, psikoanalisis memperkenalkan tindakan merugikan bagi klien perempuan,
mendorong penerimaan mereka terhadap peran perempuan pasif yang didikte oleh
masyarakat patriarki. Kita juga harus menyadari bahwa laki-laki menderita bias dalam
sistem sosiokultural kita ketika mereka membuat pilihan “tidak maskulin” seperti tinggal
di rumah dan membesarkan anak-anak atau mengejar karir di profesi yang didominasi
perempuan seperti perawat.

BAGIAN VANIA
…..
Perencanaan Penanganan
Meskipun penjelasan hipotesis ini menekankan perubahan sosial sebagai obatnya,
kenyataannya perencanaan penanganan yang efektif adalah bahwa Anda perlu membantu
klien individu menangani masalah pada tingkat pribadi.

Orientasi Praterapi
Terapis perlu menilai apakah klien mereka tahu apa itu psikoterapi dan mengapa dan
bagaimana seharusnya membantu.

Hubungan terapeutik
Ketika bekerja dengan klien yang menderita marginalisasi, viktimisasi, dan diskriminasi,
sangat penting untuk tidak menimbulkan luka yang sama.

Psikoedukasi
Terapis dapat menjelaskan dan mendiskusikan hubungan sebab akibat antara penderitaan dan
keterbatasan saat ini dan masalah sosial yang spesifik.

Pemberdayaan
Terapis harus membantu klien membedakan antara faktor-faktor dalam sejarah dan situasi
saat ini di mana mereka tidak memiliki kendali dan memang menjadi korban, dan aspek-
aspek kehidupan mereka di mana mereka memiliki pilihan, alternatif, dan kemungkinan
positif.

Tujuan inti dari terapi feminis adalah pemberdayaan, dan karena itu tidak hanya cocok untuk
perempuan tetapi juga untuk anggota minoritas yang tertindas. McWhirter (1994, hal. 12),
tujuan bagi orang-orang yang tidak berdaya atau terpinggirkan:
● Sadar akan dinamika kekuasaan di tempat kerja dalam konteks kehidupan mereka.
● Mengembangkan keterampilan dan kapasitas untuk mendapatkan kendali yang wajar
atas kehidupan mereka.
● Latihan keterampilan ini tanpa melanggar hak orang lain.
● Secara aktif mendukung pemberdayaan orang lain di masyarakat

Perkuat Faktor Protektif untuk Anak Berisiko


Studi ketahanan pada anak-anak mengidentifikasi faktor-faktor pelindung yang dapat Anda
rencanakan dengan sengaja untuk memperkuat: keberhasilan berteman, kemampuan
mengatur perilaku, orang tua yang kompeten, jaringan pendukung, dan sekolah yang efektif.

Advokasi
Dalam peran advokat, profesional membantu klien mengatasi hambatan institusional untuk
tujuan pribadi, sosial, akademik dan karir mereka. Ini berarti membuat kontak dengan
anggota komunitas untuk meminta bantuan mereka dalam membantu klien.
Format Grup
Kelompok membantu menguniversalkan masalah dan mencegah individu menyalahkan diri
sendiri. Kelompok memberikan kesempatan untuk pemecahan masalah bersama dan berbagi
strategi koping dan sumber daya, serta kekuatan penyembuhan dari dukungan sosial.
------

PERAN SOSIAL PASIEN (SC6)


Label diagnostik juga membawa konsekuensi: Klien dapat memalsukan gejala penyakit untuk
keuntungan objektif (malingering) atau untuk tujuan psikologis yang tidak diketahui
alasannya (gangguan buatan).

Peran Pasien Mental


Peran pasien mental diberikan dengan diagnosis; ada banyak bukti penelitian bahwa label
diagnostik dapat salah diterapkan dan tidak mungkin dihapus. Informasi bahwa seseorang
sebelumnya telah didiagnosis dengan kelainan tertentu, atau bahwa orang tua memiliki
kelainan itu, harus mengarah pada pertimbangan yang masuk akal dari diagnosis tersebut.
Namun dalam banyak kasus, itu menyebabkan klinisi segera memilih diagnosis tersebut tanpa
melalui proses diagnosis banding yang teratur. Kita perlu diingatkan bahwa pemulihan,
bahkan untuk yang parah penyakit mental seperti skizofrenia, adalah mungkin (Fisher &
Ahern, 2005; McGuire, 2000).

Kekurangan Peran Pasien Mental


Istilah stigma mengacu pada persepsi buruk dan tanggapan sosial yang ditimbulkan oleh sifat
individu atau kelompok. Lai, Hong, dan Chee (2000) membahas kedua efek nyata dari stigma
(misalnya, penolakan sosial dan hilangnya kesempatan kerja) dan bentuk yang lebih halus,
seperti sikap merendahkan. Jika orang dengan diagnosis menginternalisasi pandangan negatif
orang lain, konsekuensinya termasuk menurunkan harga diri, isolasi sosial, dan motivasi
berkurang.

Keuntungan bagi Pasien


Akses ke penanganan kesehatan berbayar; penghindaran akibat hukum atas tindak pidana;
penerimaan pembayaran cacat; melarikan diri dari aksi militer garis depan; pengurangan
tanggung jawab; peningkatan dukungan sosial; keuntungan finansial dari tuntutan hukum;
resep untuk obat yang diinginkan.

Sakit Jiwa Kronis


Orang tersebut menderita gangguan mental, dan kemudian penderitaan itu diperparah oleh
masalah berikut:
● Kurangnya harapan, harga diri, dan integrasi ke dalam masyarakat.
● Diskriminasi dan penolakan sosial dari stigma penyakit jiwa.
● Harapan rendah untuk kualitas hidup: tujuan "stabilisasi" daripada "pemulihan"
diterima oleh profesional kesehatan mental serta klien dan keluarga.

Malingering
Diagnosis berpura-pura dibenarkan ketika orang tersebut berpura-pura, mengarang, atau
melebih-lebihkan gejala dan gangguan untuk mendapatkan semacam keuntungan yang dapat
diidentifikasi (misalnya, pengurangan hukuman, pembayaran cacat, perlakuan khusus).

Gangguan Buatan
Dalam gangguan buatan, orang tersebut sengaja berpura-pura gejala untuk mengambil peran
sakit tanpa insentif eksternal untuk perilaku tersebut. Gangguan buatan dengan gejala
psikologis adalah sulit untuk di diagnosis dan perlu dibedakan dari gangguan somatoform
(Phillips, 2003). Gejala memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
● Perubahan dari hari ke hari atau dari satu rawat inap ke rumah sakit berikutnya.
● Perubahan gejala saat pasien merasa diperhatikan.
● Gejala yang tidak biasa dan fantastis.
● Asosiasi gejala yang jarang yang dimiliki oleh beberapa gangguan psikiatri yang
berbeda.
● Sejarah seringkali memiliki cerita yang dramatis, dibesar-besarkan, dan detail yang
tidak jelas.

Tidak seperti orang yang berpura-pura, yang memiliki keuntungan eksternal yang jelas
karena dinilai sakit mental, orang-orang dengan gangguan buatan dimotivasi oleh faktor
internal yang tidak diketahui. Elwyn, Ahmad, and Burns (2002) mendaftar beberapa
kemungkinan penjelasan:
● Kecenderungan masokis yang mendasari.
● Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dan merasa penting.
● Kebutuhan untuk mengambil status ketergantungan dan menerima pengasuhan.
● Kebutuhan untuk meredakan perasaan tidak berharga atau kerentanan.
● Kebutuhan untuk merasa lebih unggul dari figur otoritas yang dipuaskan dengan
menipu mereka.
Dengan diagnosis ini, prognosisnya sangat buruk karena kecil kemungkinannya bahwa orang
tersebut ingin melepaskan peran pasien yang diinginkan.

Gaslighting
Dengan sengaja menyebabkan seseorang mengembangkan penyakit mental dengan
memanipulasi atau lingkungannya dan menggunakan kekuatan persuasi.

Perencanaan Penanganan
Untuk individu dengan gangguan jiwa, pendekatan pengobatan memerlukan pendekatan
terpadu sistem penanganan. Untuk individu yang berpura-pura, tantangannya adalah
memberikan penilaian yang valid dan tidak memberikan diagnosis dan pengobatan bagi
orang yang tidak membutuhkannya.

Sakit Jiwa Kronis


Sepuluh komponen pemulihan diidentifikasi: (1) pengarahan diri sendiri oleh pasien, yang
menentukan tujuan hidupnya; (2) individual dan berpusat pada orang; (3) pemberdayaan; (4)
holistik, artinya meliputi pikiran, tubuh, jiwa, dan masyarakat serta merangkul semua aspek
kehidupan; (5) non linier, yang berarti bahwa kemunduran sesekali diharapkan; (6) berbasis
kekuatan; (7) dukungan teman sebaya; (8) rasa hormat, artinya penghapusan diskriminasi dan
stigma; (9) tanggung jawab; dan (10) harapan.
Sebagai terapis yang menggunakan model pemulihan, Anda perlu dipandu oleh
prinsip-prinsip berikut:
● Disabilitas jangka panjang bukanlah konsekuensi tak terelakkan dari diagnosis
seperti: skizofrenia.
● Individu lebih dari kecacatannya; kehidupan yang memuaskan dan produktif adalah
mungkin.
● Untuk beberapa individu “pemulihan” akan berarti pengurangan atau remisi lengkap
dari gejala; bagi orang lain itu akan berarti manajemen gejala yang optimal.
● Setiap orang berhak mendapatkan sistem penanganan yang komprehensif; itu perlu
untuk bekerja di format multidisiplin.
● Setiap orang memerlukan rencana penanganan dan pemulihan yang akan menjamin
kualitas hidup tertinggi.
● Kita perlu mengubah peran profesional kita yang biasa, dan bersedia untuk bertemu di
luar kantor, memodifikasi batas, dan mengambil tugas manajemen kasus.
● Kita perlu melakukan pendekatan kolaboratif dengan klien, berkontribusi pada
pemberdayaan mereka; dan menghormati preferensi mereka.
● Prinsip penentuan nasib sendiri pasien harus diimbangi dengan penilaian profesional.
Kami tidak diharapkan untuk mendukung semua pilihan pasien ketika mereka
merusak diri sendiri dan bertentangan dengan kepentingan terbaik pasien.

Orang yang Menggunakan Peran Pasien Mental


Berikut adalah hipotesis yang berguna ketika Anda memiliki klien yang berpegang pada
peran pasien, meskipun memiliki kekuatan dan sumber daya untuk peran "sehat" orang."
● Anteseden dan Konsekuensi (BL1): Identifikasi penguat dan keuntungan sekunder
dan menyarankan agar orang tersebut dapat memperoleh manfaat yang sama dengan
cara yang lebih sehat. Untuk Misalnya, jika orang tersebut menghindari pekerjaan
yang tidak menyenangkan, kemungkinan menemukan pekerjaan yang lebih
menyenangkan dapat didiskusikan.
● Kebebasan dan Tanggung Jawab (ES2): Klien dapat dihadapkan dengan
konsekuensi pilihan. Anda mungkin menunjukkan manfaat yang hilang dari klien
dengan tetap berada dalam peran sakit.
● Sistem Keluarga (SC1): Anda perlu mengenali kapan peran sakit berfungsi untuk
keluarga, dan merekomendasikan terapi keluarga dari model sistem.
------

LINGKUNGAN (SC7)
Solusi dapat melibatkan memodifikasinya, meninggalkannya, memperoleh sumber daya
material, atau menerima apa yang tidak bisa diubah. Dengan setiap klien, penting untuk
menilai sejauh mana lingkungan penghalang atau fasilitator untuk mencapai tujuan.
Profesional kesehatan mental mungkin meremehkan kekuatan pengaturan untuk menentukan
kesejahteraan dan kualitas hidup. Itu konsep "ceruk lingkungan" dapat membantu klien
menyadari bahwa mereka tidak harus mengubah diri menjadi bahagia.

Contoh Area Masalah: Stres; disforia; ketidakpuasan dengan lingkungan; frustrasi dengan
kerja; isolasi sosial.

Contoh Ide Penanganan: Diskusikan ide-ide dari psikologi lingkungan; mengidentifikasi


hambatan dan sumber daya lingkungan untuk mencapai tujuan; menerapkan proses
pemecahan masalah dan mendukung rencana aksi.

Faktor lingkungan meliputi:


● Cuaca: Jika badai, jarak pandang buruk, angin mendorong Anda, dan dingin
menciptakan ketidaknyamanan. Hari kelabu dan suram, dengan tekanan barometrik
rendah, menciptakan suasana hati yang lebih negatif daripada langit biru di hari yang
cerah.
● Medan: Kualitas performa ski dipengaruhi oleh kemiringan lereng, kualitas salju,
apakah telah dibersihkan, seberapa berantakannya salju dengan orang lain, dan bahaya
yang ditimbulkan oleh bebatuan yang terbuka.
● Pakaian: Cara Anda berpakaian memengaruhi kenyamanan dan mobilitas. Kain saat
ini berteknologi maju, jadi jika Anda mengenakan pakaian lama, kemungkinan besar
Anda akan basah dan dingin.
● Peralatan dan perlengkapan: Teknologi ski dan sepatu bot ski berubah setiap tahun.
Mendapatkan peralatan baru secara radikal dapat meningkatkan kinerja. Kesesuaian
sepatu mempengaruhi kontrol yang Anda miliki atas ski. Jumlah lilin di bagian bawah
papan ski dan ketajaman tepi mempengaruhi kecepatan dan kontrol.

Lingkungan yang Diinginkan


Terapis dapat membantu mereka klien mengembangkan cukup pengetahuan diri sehingga
mereka dapat membuat pilihan yang bijaksana tentang kehidupan lingkungan yang paling
cocok untuk mereka.

Kesalahan Atribusi Mendasar


Levy (2009) memberikan diskusi yang baik tentang kesalahan atribusi mendasar,
menjelaskan bagaimana, dalam menetapkan penyebab perilaku orang lain, kita cenderung
meremehkan atribusi situasional (penyebab yang dikaitkan dengan keadaan, lingkungan,
lingkungan, dan lainnya). pengaruh eksternal) dan melebih-lebihkan atribusi disposisional
(penyebab yang dikaitkan dengan) pengaruh internal seperti ciri-ciri kepribadian atau sikap).
Sebagian besar masalah yang dibawa klien terapis akan memiliki penyebab situasional dan
disposisional. Namun, karena psikoterapis cenderung terlalu menekankan psikologis, saran
Levy sangat berharga untuk pasien. Proses perumusan kasus: “Jangan pernah meremehkan
kekuatan situasi” (hal. 100).

Anda mungkin juga menyukai