JIWA
NAMA:Solakhudin Ridlon
NIM:--.-
Terapi keluarga adalah pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu dalam konteks
lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal.
Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara
terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.
Terapi keluarga merupakan salah satu bentuk psikoterapi kelompok yang berdasarkan pada
kenyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial dan bukan suatu mahluk yang terisolir.
Terapi keluarga adalah suatu tindakan berupa modifikasi keadaan sekarang bukan sekedar
eksplorasi dan interaksi masa lampau. Adapun sasarannya adalah sistem keluarga. Tetapi
bergabung dengan sistem tersebut dan menggunakan dirinya untuk mengubah sistem tadi
dengan mengubah posisi anggota keluarga, terapi mengubah pengalaman dan subyektif.
Perubahan di dalam struktur akan memberi paling sedikit satu kemungkinan untuk berubah
berikutnya. Sistem keluarga diorganisir sekitar dukungan, aturan, asuhan dan sosialisasi
anggota keluarga tadi. Dalam hal ini terapist bergabung dengan keluarga bukan untuk
mendidik dan membuatnya sosial tetapi memperbaiki dan memodifikasi fungsi keluarga itu
sendiri sehingga dapat menjalankan fungsi dengan baik.
Sistem keluarga mempunyai sifat – sifat pertahanan diri karena itu sekali perubahan terjadi
keluarga ini akan mempertahankan dan mengubah umpan balik atau memberi nilai
pengalaman pada anggota keluarganya.
Berikut ini adalah asumsi yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan
pendekatan –pendekatan dalam praktek perawatan kesehatan. Keluarga merupakan unti
sosial dasar dalam fungsi manusia. Keluarga adalah fenomena sosial yang multikultural dan
multidimensi. Keluarga mempengaruhi seluruhnya sistem sosial baik pada perkembangan
maupun kelangsungan perilaku seseorang. Sebagai satu sistem sosial dasar keluarga
mempunyai fungsi utama untuk mentransfer nilai budaya dan tradisi melalui generasinya.
Perkembangan dan peningkatan sistem keluarga melalui organisasi yang kompleks
berlangsung melalui tahap –tahap perkembangan.Individu juga berkembang melalui tahap –
tahap perkembangan dan perjalanan ini umumnya terjadi dalam konteks keluarga.Keluarga
mengalami transisi dalam periste\iwa perkembangan seperti : melahirkan, meninggal, dan
menikah. Kejadian ini menimbulkan perubahan pada anggota dan komposisi dari sistem
keluarga. Keluarga memproses dan mengembangkan kekuatan dan sumber internal.
Diantara sumber –sumber tersebut adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berubah dalam
respon terhadap kebutuhan internal dan eksternal. Perubahan dalam struktur dan proses
keluarga menunjukkan perubahan dalam seluruh anggota keluarganya.
Perubahan dalam perilaku dan fungsi individu sebagai anggota keluarga berpengaruh
terhadap sistem keluarga dan seluruh anggota keluarga lainnya. Keluarga sebagai sistem
adalah lebih dari sejumlah fungsi dari tiap –tiap individu dari anggotanya. Perubahan dalam
struktur dan fungsi keluarga dapat difasilitasi melalui terapi keluarga.
Safir mengatakan bahwa ada hubungan antara psikopatologi individual dengan dinamika
keluarga. Contoh :seseorang yang mempunyai harga diri rendah akan menampilkan suatu "
False Self " yang ditampilkan pada saat yang sama diajuga takut kecewa dan sulit
mempercayai orang lain termasuk pasangan hidupnya. Hal ini menyebabkan kesulitan yang
serius dalam perkawinannya.
Tujuan dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika yaitu untuk menolong anggota
keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan caranya beraksi satu sama lain di
dalam keluarga. Disini anggota keluarga didorong kearah asosiasi bebas dengan
membiarkan pikiran mereka berjalan bebas tanpa sensor alam sadar dan memverbalisasilan
pikirannya. Terapist hendaknya dab tudak secara aktif melakukan intervensi juga hindari
memberi saran dan memanipulasi keluarga.
Terapi perilaku dalam keluarga diawali dengan mempelajari pola perilaku keluarganya
untuk menentukan keadaan yang menimbulkan masalah perilaku itu. Berdasarkan analisis
ini, terapist membuat rencana untuk merubah keadaan tersebut dengan cara intervensi
langsung dalam keluarga.
Tujuan utamanya adalah meningkatkan perilaku yang positif yang diinginkan dan
menghilangkan perilaku negatif. Hal ini dilakukan dengan mengatur keluarga sehingga
perilaku yang diinginkan diperkuat dengan memberi " Reward ".
Tujuannya adalah menolong anggota keluarga mendapatkan insight melalui proses interaksi
didalam kelompok. Peranan terapist adalah sebagai fasilitator dan kadang – kadang
menginter pretasi apa yang terjadi pada anggota kelompok.
Terapi keluarga menggunakan teori komunikasi proses komunikasi yang terjadi didalam
keluarga dapat dijelaskan sebagai berikut :
Terapist dari kelompok ini menaruh perhatian untuk menolong keluarga dan menjelaskan
arti komunikasi yang terjadi diantara mereka. Terapist menyuruh anggota keluarga meneliti
apa yang dimaksud oleh anggota keluarga yang lain saat menyatakan sesuatu.
Terapist juga memperhatikan punktuasi dari proses komunikasi yang terjadi pada keluarga
dengan tujuan memperjelas kesalah pengertian, juga diperhatikan bahwa non verbal yang
digunakan.
Haley mengatakan bahwa bila seseorang mengkomunikasikan pesan pada orang lain berati
dia sedang membuat siasat untuk menentukan hubungan.
Contoh : orang tua bertanggung jawab terhadap anak – anak dan dia punya hak untuk
membatasi perilaku anak jika anak sudah besar, dia punya hak sendiri untuk mengambil
keputusan. Cara ini sering ditemukan pada terapi struktural dimana tujuan proses, terapi
untuk merubah posisi dari batasan diatara sub sistem yang berbeda dalam keluarga.
Virginia safir adalah orang yang banyak memberi penekanan komunikasi dari perasaan.
Dikatakan bahwa pasangan perkawinan yang mempunyai kebutuhan emosional diharapkan
ditentukan dalam perkawinan jika kita menemukan kebutuhan emosional hari setiap orang
maka komunikasi perasaan ini sangat penting artinya : Tujuan dari terapi adalah
memperbaiki bila terdapat ketidakpuasan.
Dikembangkan oleh Salvador Minuchin. Perlu dinilai 6 aspek dari fungsi keluarga, Struktur
keluarga yang terdiri dari susunan yang mengatur transaksi diatara anggota keluarga,
Fleksibilitas dari fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah, " The Family
Resonance " pada anggota keluarga dapat saling terikat atau saling merenggang, Konteks
kehidupan keluarga ini merupakan supra sistem yang teridiri dari keluarga besar, tetangga
lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari anggota keluarga supra sistem bisa merupakan
sumber stress atau sumber supprot dari lingkungan.bisa merupakan.
Terapi keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang tepat.
Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan anggota
keluargannya dapat merupakan masalah secara individual.
Kesulitan berpisah.
Terapi keluarga yang berorientasi psikomaktika menyatakan bahwa terapi keluarga akan
berguna pada keluarga – keluarga dapat fungsi yang didasari oleh paranoid Skizoid,
hubungan yang " part object " kurangnya " ego goundaries " dan terlalu banyakmemamakai
denial projeksi. a " Saverely Disorganized Family " dan keadaan sosial ekonomi yang
sangat buruk.
Secara garis besar manfaat terapi keluarga baik untuk pasien maupun keluarga adalah :
Jika dilakukan pada program rawat jalan diharapkan dapat menurunkan angka kekambuhan.
Memperbaiki fungsi dan struktur keluarga sehingga peran masing – masing anggota
keluarga labih baik.
Keluarga mampu meningkatkan pengertiannya terhadap pasien sehingga lebih dapat
menerima, lebih toleran dan lebih dapat menghargai pasien sebagai manusia maupun
terhadap potensi – potensinya masih ada.
Terapi keluarga berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik pendekatan individu dalam
konteks sosialnya.
Melihat individu sebagai suatu tempat yang patologis dan mengumpulkan data yang di
peroleh dari atau tentang individu tadi.Pada terapi perorangan dilakukan pengungkapan
pikiran dan perasaan tentang kehidupannya sekarang, dan orang – orang didalamnya.
Riwayatnya perkembangan konfliknya dengan orang tua dan saudara – saudaranya, Bila
akan dirujuk ke dalam terapi keluarga maka terapist akan mengekporasi interaksi individu
dalam konteks hidup yang berarti. Dalam wawancara keluarga terapist mengamati
hubungan individu dengan anggota keluarga lainnya dukungan yang diberikan oleh anggota
keluarga.
I.II TEORI OKUPASI
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang
untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan proses
penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar membuat
sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan
bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan..
Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara
memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan,
perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai
terapi serta mempunyai tujuan yang jelas.
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk mempertahankan
hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber kesenangan. Dengan bekerja,
seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan melakukan
permainan (game), latihan gerak badan, kerajinan tangan dan lain-lain, dimana hal ini akan
mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena
ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya hubungan
yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk
melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan
Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu media
terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak, dan
bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia.
Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja secara
sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan sebagai pengalihan
perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan dikembalikan ke arah hidup yang normal dan
dapat meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian yang
dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produktif.
Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati suatu
pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni
dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar
kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan melalui kegiatan
dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun fisik. (American Occupational
therapist Association). Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan
dalam fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu
tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas
produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi
Okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin,
dari kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental,
dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita
sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.
Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah dianalisis dan
adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :
1. Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength)
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)
d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti memegang/melepas,
ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan pensil, gunting, ketrampilan, dan lain-
lain.
e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari, lompat, naik turun
tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)
g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)
h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dan lain-lain
2. Ketrampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum, berpakaian, mandi, dan
lain-lain
b. Pre-academic skill
c. Ketrampilan sosial
d. Ketrampilan bermain
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Situasi keluarga
c. Dukungan dari komunitas
Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi okupasi :
a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan lain-lain
b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang pensil, hasil tulisan tidak rata tebal
tipisnya, dan lain-lain
c. Hiperaktif atau hipoaktif
d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa
e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar
f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin tulisan
g. Gangguan atensi dan konsentrasi
h. Menarik diri
i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya
j. Keterlambatan dalam bermain
k. Tidak disiplin
Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip kerja, yaitu
sebagai berikut :
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan
perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat
menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah
memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada
nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Menurut (Abroms dan Sundeen, 1995) ada dua tujuan dari terapi lingkungan yaitu:
1. Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif.
2. Mengajarkan keterampilan psikososial.
Beberapa stratetegi yang dapat diterapkan pada milieu terapi agar tercapai tujuannya
menurut (Minde et al,2006) adalah :
1. Pengurangan dominasi : keluarga memberikan kebebasan pasien untuk memilih,
mengungkapkan perasan dan menjadi dirinya sendiri agar pasien merasa bahwa dia juga
mempunyai otonomi sendiri
2. Komunikasi yang terbuka antara perawat, pasien, keluarga maupun lingkungan sosial
pasien sehingga tercipta interaksi sosial yang baik
3. Interaksi terstruktur yaitu selalu dimulai dari tahapan-tahapan awal pengkajian sampai
dengan evaluasi
4. Fokus dengan kegiatan yang ingin dilakukan oleh pasien
5. Jika klien harus dirawat di rumah sakit maka diharapkan lingkungan tempat mereka
dirawat sama dengan lingkungan mereka sehari-hari
Adaptasi lingkungan, setelah keluar dari rumah sakit pasien akan menemukan lingkungan
yang baru sehingga diharapkan dari pihak yang akan menerima pasien kembali yaitu
keluarga dan masyarakat dapat menerima dan memperlakukan pasien sama seperti manusia
normal lainnya dan tidak menganggap bahwa pasien dengan gangguan jiwa tidak layak
kembali bersosialisasi dan tidak mungkin untuk sembuh.
B. Konsep Dasar
Analisis transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu
memahami keputusan-keputusannya pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk
memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil.
Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk
memilih dan dalam tingkat kesadaran tertentu individu dapat menjadi mandiri dalam
menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.
Menurut Eric Berne status ego adalah suatu pola perasaan dan pengalaman yang tetap,
keadaan ego seseorang tidak tergantung pada umur. Oleh karena itu apapun
pekerjaan/jabatan seseorang, ia tetap memiliki 3 jenis status ego.
Analisis transaksional sebagai suatu sistem terapi yang didasarkan pada suatu teori
kepribadian yang memusatkan perhatiannya pada tiga pola perilaku yang berbeda sesuai
statusegonya :
Status ego orang tua (SEO)
Adalah bagian dari kepribadian yang menunujukkan sifat-sifat orang tua. Orang tua dalam
pandangan kita selalu akan memperlihatkan sebagai nurturing parent (orang tua yang
mengasuh) dan critical parent (orang tua yangkritis). Status ego dewasa (SED)
Adalah bagian dari kepribadian yang menunjuk pada berbagai gambaran sebagai bagian
objektif dari kepribadian. Status egonya memperlihatkan kestabilan, tidak emosional,
rasional, bekerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha untuk
menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam
pemecahan berbagai masalah. Status ego anak (SEA)
Adalah bagian dari kepribadian yang menunujukkan ketidakstabilan, masih dalam
perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu. Status egonya berisi perasaan-perasaan,
dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan yang spontan.
Ada dua perilaku atau sikap anak, yang pertama adalah natural child yaitu yang
ditunjukkan dalam sikap impulsive, riang gembira tak social, dan ekspresi secara
emosional. Yang kedua adapted child yaitu bagian dari status ego anak yang telah
disosialisasikan orang tua dan yang mengatur serta mendorong perilaku natural child.
Berdasarkan teori dasar status ego, maka Harris mengidentifikasi dan menggambarkan
empat posisi utama dalam interaksi individu dengan yang lainnya, menunjukkan sifat-sifat
dan karakteristik kepribadiannya.
Secara teoritik posisi itu dikonseptualisasikan sebagai berikut :
I’m OK – You’re OK
Posisi ini menunjukkan gambaran kepribadian seseorang yang sangat positif karena secara
transaksional apayang dia pikirkan juga mendapat dukungan orang lain. Keputusan yang
diambilnya didasarkan pada keyakinan yang lebih kuat, karena baik dirinya maupun orang
lain sama-sama menyetujui. Individu yang memiliki posisi ini akan merasa aman dalam
keberadaannya sebagai manusia dan keberadaan orang lain disekitarnya.
C. TujuanTerapiAnalisisTransaksional
Tujuan utama dari terapi analisis transaksional adalah :
1. Membantu klien untuk membuat keputusan-keputusan baru dalam mengarahkan atau
mengubah tingkah laku dalam kehidupannya.
2. Memberikan kepada klien suatu kesadaran serta kebebasan untuk memilih cara-cara
serta keputusan-keputusan mengenai posisi kehidupannya serta menghindarkan klien dari
cara-cara yang bersifat deterministic.
3. Memberikan bantuan kepada klien berupa kemungkinan-kemungkinan yang
dapat dipilih untuk memantapkan dan mematangkan status egonya.
D. Proses Konseling
Dalam proses konseling, konselor dan klien bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan bersama. Dalam kerjasama tersebut, konselor dan klien melaksanakan
tanggung jawab masing-masing sebagaimana telah ditetapkan. Dan dalam analisis
transaksional ini, konselor dan klien sama-sama aktif berupaya untuk mencapai tujuan
konseling.
Menurut Harris peranan terapis dalam analisis transaksional lebih bersifat sebagai guru,
trainer ataupun sebagai manusia sumber informasi. Sifat utama hubungan di sini diatur
dalam perjanjian bersama antara klien dan konselor. Klien menyepakati suatu tujuan
bersama konselor.
Selanjutnya dalam hubungan ini klien akan mulai mencoba mengubah perilakunya
berdasarkan tujuan yang telah disepakati bersama, dan klien akan mulai mengembangkan
rasa tanggung jawabnya.
Dalam proses konseling analisis transaksional berfungsi untuk memelihara arah konseling
agar tetap terpusat pada tujuan yang ingin dicapai, memberikan arah baik bagi konselor
maupun klien, mengukur kemajuan proses konseling, dan memperjelas hubungan konselor
dan klien.
KelemahanGeraldCorey,1982:398)
1. Banyak Terminologi atau istilah yang digunakan dalam analisis transaksional
cukupmembingungkan.
2. Penekanan Analisis Transaksional pada struktur merupakan aspek
yang meresahkan.
3. Konsep serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji
keilmiahannya
4. Konseli bisa mengenali semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan
menghayati aspek diri mereka sendiri.
I.V Terapi Individu / Psikiatri
Definisi
Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran
terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini
didasarkan pada teori pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical
dan operant conditioning. Penilaian objektif berkelanjutan mengenai kemajuan pasien
dibuat.
Gambaran Perilaku
Perilaku adalah respon yang timbul secara eksternal, dipengaruhi oleh stimulus lingkungan
dan dapat dikontrol secara primer oleh konsekuensinya Perilaku dapat diamati, diukur, dan
dicatat oleh diri sendiri maupun orang lain. Observasi yang bersifat subyektif dilakukan
diri sendiri dan observasi yang bersifat obyektif dilakukan orang lain.
a) Positif reinforcement
Meningkatnya frekuensi sebuah respon, dan respon tersebut diikuti oleh stimulus yg
menyenangkan. Contohnya perilaku mengucapkan salam yang disambut dengan senyuman
oleh orang yg dituju.
b) Negative reinforcement
Meningkatnya frekuensi suatu respon, karena respon tersebut memindahkan beberapa
stimulus yang negatif atau menyakitkan dan tidak menyenangkan. Stimulus yang tidak
menyenangkan (konflik) akan meningkatkan respons menyibukkan diri.
2) Menurunnya perilaku
Upaya meningkatkan perilaku dilakukan dengan pemberian punishment dan
Extinction.
- Punishment: Konsekuensi-konsekuensi yang menghasilkan penekanan/penurunan
frekuensi tingkah laku yang akan muncul :
> Positive punishment : Menghadirkan stimulus bertentangan yang mengikuti
suatu perilaku dengan tujuan menurunkan perilaku tersebut.
> Negative punishment : Kejadian yang menggantikan/menurunkan suatu
perilaku, ada 2 bentuk yaitu Respon Cost adalah kerugian yg mengikuti
perilaku dan Time out adalah prosedur punishment dalam periode waktu
tertentu dimana selama waktu tersebut pemberian reinforcement tidak sesuai.
- Extinction
Prosedur yang biasa digunakan oleh pemberi reinforcement untuk menghilangkan
perilaku. Extinction berjalan lebih lambat dari pada reinforcement
3) Flooding
Flooding serupa dengan pemajanan bertingkat yaitu bahwa flooding memajankan pasien
pada objek yang ditakuti in vivo; meski demikian, tidak ada hirarki. Flooding didasarkan
pada dasar pemikiran bahwa melarikan diri dari pengalaman yang mencetuskan ansietas
mendorong ansietas melalui pembelajaran. Dengan demikian, klinisi dapat mengakhiri
ansietas dan mencegah perilaku menghindar yang dipelajari dengan tidak memungkinkan
pasien lari dari situasi tersebut.
Keberhasilan prosedur ini bergantung pada pertahanan pasien didalam situasi yang
menimbulkan takut sampai mereka menjadi tenang dan merasakan sensasi penguasaan.
Menarik diri secara dini dari situasi atau secara dini mengakhiri situasi yang dibayangkan
adalah sebanding dengan pelarian diri, yang kemungkinan mendorong ansietas yang
dipelajari serta perilaku menghindar dan menghasilkan efek berlawanan yang diinginkan.
Di dalam suatu varian, yang disebut imaginal flooding, objek atau situasi yang ditakuti
dihadapkan hanya didalam imajinasi bukannnya dikehidupan nyata.
4) Assertivenes Training
Untuk menjadi asertif seseorang perlu memiliki kepercayaan diri di dalam penilaiannya
dan harga diri yang cukup untuk mengekspresikan pendapat mereka. Pelatihan dan
keterampilan social dan keasertifan mengajari seseorang cara merespons dengan sesuai
dilingkungan social, mengekspresikan pendapat mereka dengan cara yang dapat diterima,
dan memperoleh tujuan mereka. Berbagai teknik, termasuk role model, desensitisasi, dan
dorongan positif, digunakan untuk meningkatkan keasertifan.
5) Terapi Aversi
Ketika stimulus berbahaya (hukuman) muncul segera setelah suatu respons perilaku
tertentu, secara teoritis, respon ini akhirnya dihambat dan diakhiri. Banyak stimulus
berbahaya yang digunakan: kejutan listrik, zat yang mencetuskan muntah, hukuman fisik,
dan ketidaksetujuan sosial. Stimulus negatif dipasangkan dengan perilaku, yang kemudian
disupresi. Perilaku tidak diinginkan dapat menghilang setelah rangkaian tersebut.
Terapi aversi telah digunakan untuk penyalahgunaan alcohol, parafilia, dan perilaku lain
dengan ciri impulsif dan kompulsif.
Ada tiga cara utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia, yaitu :
1. Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, yang
membangkitkan bentuk perilaku khusus itu. Misalnya seorang anak yang tidak berprestasi
disekolah dan nakal dikelas, hanya dengan seorang guru tertentu dapat menjadi efektif dan
rajin bila ia dipindahkan ke kelas lain oleh seorang guru yang lain.
2. Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat diubah atau
dimodifikasi. Misalnya seorang anak dapat diajar untuk melihat dirinya sendiri dalam
suatu kegiatan kompromi yang konstruktif dan tidak menunjukkan ledakan amarah bila ia
menghadapi frustasi.
3. Akibatnya suatu perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian perilaku tersebut
dapat dimodifikasi. Misalnya ia dihukum bila ia mengganggu orang lain, dengan demikian
rasa bermusuhan mungkin dapat diganti dengan sikap yang lebih kooperatif.
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia dapat berpikir dan memutuskan. Kesadaran
diri membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Pada hakikatnya
semakin tinggi kesadaran seseorang maka semakin dia hidup sebagai pribadi.
Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami
hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup
kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk
pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi.
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi
bagian dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang
dimana merupakan sesuatu yang patologis, sebab dia bisa menjadi suatu tenaga
motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3. Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti lain bahwa selalu berusaha untuk menemukan tujuan hidup
dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada
dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan
untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia
adalah mahluk yang rasional dan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain.
Terapis di dalam terapi humanistik eksistensial memiliki tugas yang paling utama, yaitu
berusaha agar dapat mengerti pasien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia. Dimana
tekhnik yang digunakan selalu mendahului suatu pengertian yang mendalam terhadap
pasiennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu ke
klien yang lain tapi juga dari satu fase ke fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternatif, motivasi,
faktor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi seseorang, merupakan
sasaran dari semua konseling yaitu tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa
peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.
1. Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain :
Implikasi Konseling.
Menantang klien untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan
sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan
hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien dimana pada
saat itu mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka
kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali.
Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka
terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang
harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri dan dalam diri mereka sendiri.
Kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan
bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa
tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang
dimilikinya sebagai pribadi. dimana orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang
dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak
dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan.
Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang
bisa dipelajari klien tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan
untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.
Kecemasan adalah materi dalam sesi terapi produktif. jika klien tidak mengalami
kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. maka terapis yang
berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana
bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup
tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang
serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan
klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang
tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan
membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih
memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru.
2. Tahap pertengahan
Klien di motivasi agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan
sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi
nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas
oleh klien.
3. Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka.
Klien di motivasi agar dapat mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang lengkap.
Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang
memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk
membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan
kebebasan pribadinya sendiri.
Kelebihan
– Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam
perkembangan dan kepercayaan diri.
– Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien
seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun
masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa
Kelemahan Eksistensial-Humanistik
– Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan
ditentukan oleh klien sendiri)
Pada tahun 1920, Watson dkk melakukan percobaan pengkondisian (conditioning) dan
pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut yang merupakan cikal bakal terapi
perilaku formal. Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing
dengan memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bel sama dengan
makanan, yang kemudian dikenal juga dengan istilah “stimulus” dan “respon”.
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF
Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu, termasuk juga Wolpe Yusuf
dan Hans Eysenck.
Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe),
Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing
memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang
masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan
perilaku.
Menurut Corey (2009), tujuan umum terapi perilaku adalah menciptakan kondisi-kondisi
baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap perilaku adalah dapat
dipelajari (learned), termasuk perilaku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik
learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif
bisa diperoleh. Terapi perilaku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil
belajar yang tidak adaptif
Sedangkan, menurut Latipun (2001) tujuan terapi perilaku adalah mencapai kehidupan
tanpa mengalami perilaku somatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau
hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang, atau
mengalami konflik dengan lingkungan sosial.
1. Peran Terapis
Terapis harus terlibat dalam pemberian penguatan-penguatan sosial, baik yang positif
maupun yang negatif. Bahkan meskipun, mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang
netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapis membentuk tingkah
laku klien, baik melalui cara-cara langsung maupun cara-cara tidak langsung.
Peran mengendalikan tingkah laku klien yang dimainkan oleh terapis melalui penguatan
menjangkau situasi di luar konseling serta dimasukan ke dalam tingkah laku klien dalam
dunia nyata: “konselor mengganjar respon-respon tertentu yang dilaporkan telah
ditampilkan oleh klien dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan menghukum respon-
respon yang lainnya. Ganjaran-ganjaran itu adalah persetujuan, minat, dan keprihatinan,
perkuatan semacam itu penting terutama pada periode ketika klien mencoba respon-respon
atau tingkah laku baru yang belum secara tetap diberi perkuatan oleh orang lain dalam
kehidupan klien”. Salah satu penyebab munculnya hasil yang tidak memuaskan adalah
bahwa terapis tidak cukup memperkuat tingkah laku yang baru dikembangkan oleh klien
Bandura menunjukan bahwa sebagian besar proses belajar yang melalui pengalaman
langsung juga bisa diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain. Ia
mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa
mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau percontohan sosial yang disajikan oleh
terapis. Terapis sebagai pribadi menjadi model yang penting bagi klien. Karena klien
sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien acap kali meniru
sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis
harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi.
a. Operant Conditioning
Tingkah laku operan menjadi ciri organisme yang aktif yang beroperasi di lingkungan
untuk menghasilkan akibat-akibat, merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam
kehidupan sehari-hari (misalnya, membaca, berbicara, berpakaian, makan, bermain).
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan
kembali tingkah laku tersebut dimasa mendatang tinggi.
1) Positive Reinforcement
Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera
setelah tingkah laku yang diharapkan muncul, merupakan suatu cara yang ampuh untuk
mengubah tingkah laku. Biasanya suatu peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku
tertentu dapat menyebabkan perilaku tersebut akan diulangi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan reinforcement positif, yaitu:
Perilaku yang akan dikukuhkan harus diidentifikasi secara spesifik. Hal ini akan
membantu untuk memastikan reliabilitas dari deteksi contoh dari perilaku dan perubahan
frekuensinya. Serta meningkatkan perilaku kemungkinan program reinforcement ini
dilakukan secara konsisten
b) Memilih reinforcer
2) Negative Reinforcement
Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan
negatif antara lain: menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka
kecewa dll)
Penguatan positif
Penguatan negatif
a. Desensitization
b. Flooding
Adalah suatu bentuk dari terapi pemaparan dimana subjek dihadapkan pada stimulus
pembangkit kecemasan tingkat tinggi baik melalui imajinasi ataupun situasi actual.
Mengapa? Kepercayaannya adalah bahwa kecemasan merupakan representasi dari respon
terkondisi dari stimulus fobia dan akan punah bila individu tinggal di dalam situaasi fobik
tersebut untuk waktu yang cukup lama dan tidak terjadi konsekuensi yang merugikan.
Dalam suatu riset, 9 dari 10 orang dengan fobia social memperoleh sedikitya peningkatan
dalam taraf sedang melalui teknik flooding dimana mereka secara langsung dihadapkan
pada situasi pembangkit ketakutan.
Flooding didasarkan pada dasar pemikiran bahwa melarikan diri dari pengalaman yang
mencetuskan anxienty (gangguan cemas) dan mendorong anxienty melalui pembelajaran.
Dengan demikian, terapis dapat mengakhiri ansietas dan mencegah perilaku menghindar
yang dipelajari dengan tidak memungkinkan pasien lari dari situasi tersebut. Keberhasilan
prosedur ini bergantung pada pertahanan pasien didalam situasi yang menimbulkan takut
sampai mereka menjadi tenang dan merasakan sensasi penguasaan. Menarik diri secara
dini dari situasi atau secara dini mengakhiri situasi yang dibayangkan adalah sebanding
dengan pelarian diri, yang kemungkinan mendorong ansietas yang dipelajari serta perilaku
menghindar dan menghasilkan efek berlawanan yang diinginkan.
Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psikopatologis
(gangguan jiwa). Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian
Pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan
negatif. Teknik terapi :
4) Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan
meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
5) Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
c. Implosive Therapy
Klien diarahkan untuk membayangkan situasi (stimulus) yang mengancam. Dengan secara
berulang-ulang dimunculkan dalam setting terapi dimana konsekuensi-konsekuensi yang
diharapkan dan menakutkan tidak muncul, stimulus yang mengancam kehilangan daya
menghasilkan kecemasannya, dan penghindaran neurotik pun terhapus.
Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa jika seseorang secara berulang-ulang
dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang
menakutkan tidak muncul, maka kecemasan terekdusi atau terhapus. Klien diarahkan
untuk membayangkan situasi-situasi yang mengancam. Dengan secara berulang-ulang dan
dimunculkan dalam setting terapi dimana konsekuensi-konsekuensi yang diharapkan dan
menakutkan tidak muncul, stimulus-stimulus yang mengancam kehilangan daya
menghasilkan kecemasannya, dan penghindaran neurotik pun terhapus.
d. Participant Modeling (Percontohan)
Participan modeling, dapat diadaptasikan untuk rentang yang luas dari cemas atau takut
pada: binatang, sosial, dan yang tidak spesifik, misalnya takut pada ketinggian. Di sini
individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah
laku sang model.
e. Teknik Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan
gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku
simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan
kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa
melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversial yang dimiliki oleh
para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa
orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Butir yang penting adalah bahwa
maksud prosedur-prosedur teknik aversif ialah menyajikan cara-cara menahan respons-
respons maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh
tingkah laku alternatif yang adaptif dan yang akan terbukti memperkuat dirinya sendiri.
Satu kesalahpahaman yang populer adalah bahwa teknik-teknik yang berlandaskan
hukuman merupakan perangkat yang paling penting bagi para terapis tingkah laku.
Salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi
sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan
menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku
yang hendak dihapuskan itu, Desensitisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk
menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Wolpe telah mengembangkan suatu respon yakni relaksasi, yang secara fisiologis
bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek
dari situasi yang mengancam. Desensitisasi sistematis adalah teknik yang cocok
digunakan untuk menangani fobia-fobia, kecemasan dan ketakutan. Teknik ini bisa
diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi
interpersonal, ketakutan terhadap ujian, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi
dan frigiditas seksual.
Teknik behavioral yang menekankan suatu aktivitas, ‘coping response’ dari klien yang
memungkinkan seseorang mengontrol dalam situasi-situasi problematiknya. Misalnya,
digunakan untuk alkoholik, ‘self-abusive child’, untuk siswa yang ingin mengembangkan
keterampilan studi, atau untuk pribadi ‘overweight’ yang ingin mengontrol tingkah laku
makan.
Beberapa tujuan yang biasanya ingin dicapai dalam melakukan modifikasi perilaku yang
menggunakan teknik self-Control antara lain :
1) Mampu menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau
menjauhi situasi tersebut
3) Mampu menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur perilaku agar dapat
mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh masyarakat
Gerakan mata dan pengolahan desensitisasi (EMDR) adalah bentuk paparan konseling
yang melibatkan imaginal, restrukturisasi kognitif, gerakan mata berirama dan merancang
hal lain untuk mengobati klien yang mengalami stres traumatic, populasi termasuk anak-
anak korban pelecehan seksual, veteran perang, korban kejahatan, korban perkosaan,
korban kecelakaan,individu yang berhubungan dengan kecemasan, panik, depresi,
kesedihan,kecanduan, dan fobia. EMDR terdiri dari 8 fase penting yaitu:
5) Fase instalasi yang terdiri dari penigkatan kekuatan dan kognisi positif konseli yang
diidentifikasi sebagai pergantian kognisi negative.
6) Memvisualisasikan kejadian traumatis melalui kognisi positif
Digunakan dalam rangka membantu menangani berbagai masalah yang dihadapi individu:
seperti : depresi, kecemasan dan gangguan panik, atau dalam menghadapi peristiwa hidup
lainnya, seperti: kematian, perceraian, kecacatan, pengangguran, masalah yang
berhubungan dengan anak-anak dan stres.
Dalam (TKB), konselor dan klien bekerjasama untuk mengidentifikasi dan mengubah pola
pikir dan perilaku negatif yang menyebabkan timbulnya gangguan fisik-emosional. Fokus
dalam terapi ini adalah berusaha mengubah pikiran atau pembicaraan diri (self talk).
Dalam memperlakukan orang yang mengalami kesulitan psikologis, titik yang paling
efektif untuk dilakukan intervensi adalah pada tingkat pikiran yang menimbulkan rasa
sakit tersebut. Jika proses berpikirnya dapat berhasil dirubah, (misalnya asumsi,
keyakinan, nilai-nilai), maka dengan sendirinya perubahan dalam emosi dan perilaku akan
mengikutinya.
Berbagai teknik dan strategi behavioral therapy dapat digunakan untuk meningkatkan hasil
perawatan (misalnya, teknik mengelola kemarahan, meditasi, latihan relaksasi, dan
assertive training, dan sebagainya). Tidak seperti proses konseling tradisional umumya,
Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) lebih memfokuskan pada hasil dan tujuan, termasuk
didalamnya adalah hasil jangka pendek (segera) dari proses konseling yang sedang
berjalan, yaitu tercapainya pengalaman positif klien yang relatif cepat dengan adanya
kemajuan perasaan yang lebih lega dan daya tahan.
Berdasarkan hasil studi beberapa dekade belakangan ini, telah membuktikan bahwa (TKB)
merupakan sebuah model sederhana yang sukses dan ampuh sebagai salah bentuk
treatment psikologis. Saat ini Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) telah banyak diterapkan
oleh para profesional di seluruh Amerika Serikat dan secara internasional.
“Jenis konseling ini adalah yang paling efektif dalam berurusan dengan individu-individu
yang cerdas, rasional dan berkeinginan untuk memiliki gairah dan kenikmatan dalam
hidup mereka” demikian menurut Beth Horwin, LPC, berdasarkan pengalamannya sebagai
seorang therapist.
Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) merupakan proses terapi yang mengambil banyak
bentuk, sedikitnya terdapat 60 variasi. Secara ringkas, Beth Horwin mengemukakan proses
konseling kognitif- behavioral ini, sebagai berikut:
3) Menempatkan dan menitikberatkan pada keyakinan klien, tentang siapa dirinya dan
apa tujuan hidup dia di dunia ini
7) Melanjutkan untuk melakukan pekerjaan ini untuk waktu jangka panjang, setelah
proses konseling selesai.
I.VIII Terapi Kognitif
5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau perilaku.
Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau
mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa penting
untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari
masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat
dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari masalah
yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu
kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna
berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai
stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan
kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama
keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang lainnya.
6. Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien.
Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik
berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat klien mulai
memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan bahwa masalahnya
sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di
dinding yang digunakan untuk menghentikan berpikir dysfunctional. Untuk memulainya,
klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya
dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras
“berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari
perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian.
7. Learning New Behavior With Modeling
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan
dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah
memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya.
Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah
yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah
itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan
pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba memecahkannya
sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh
pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil
belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa
melakukannya sendiri.
8. Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak
yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan
orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.
9. Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada
kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan
secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal
yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun
kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan
berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.
10. Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui
kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan
perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan
konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang
akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang
seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok
11. Social skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai
hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:
a. Feedback
Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan membersihkan
lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya
perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat melakukan feedback
dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih belum selesai harapan.
12. Anversion Theraphy
Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-kebiasan buruk klien dengan
cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya
kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa
penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan
melakukan kebiasaan ngemilmakanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran
kambing yang dimakan terus.
13. Contingency Contracting
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal
ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat denganpunishment dan reward. Misalnya
bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada
saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat
telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan
buruk yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi kkognitif
adalah sebagai berikut:
1. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan keyakinan
yang menyebabkan khawatir.
2. Menggunakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang merendahkan
dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut tidak logis
dan tidak rasional.
3. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri dan
dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan distress
enmosional menjadi hilang.
E. Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi
modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang
terdiri atas:
1. Fase awal (sesi 1-4)
a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap
emosi dan fisik.
c. Menentukan tujuan terapi.
d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.
2. Fase pertegahan (sesi 5-12)
a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan
keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan
memodifikasinya.
3. Fase akhir (13-16)
a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang
relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
F. Strategi Pendekatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
1. Menghilangkan pikiran otomatis.
2. Menguji pikiran otomatis.
3. Mengidentifikasi asumsi maladaptive.
4. Menguji validitas asumsi maladaptive.
I.IX Terapi Kelompok
Jadi dapat disimpulkan bahwa Terapi kelompok merupakan metoda pekerjaan sosial yang
menggunakan kelompok sebagai media proses pertolongan profesional. Maksudnya ialah
individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok
penyembuhan dan kemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh
seorang atau satu tim petugas kesehatan.
Tujuan Khusus :
* Meningkatkan identitas diri
* Menyalurkan emosi
* Keterampilan hubungan social
Tujuan Rehabilitatif :
* Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
* Soialisasi di tengah masyarakat
* Empati
* Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan penyelesaian.
Kontra indikasi :
* Waham
* Depresi berat
* Sosio / Psikopat
* Sedang menjalani terapi lain
* Tidak ada harapan sembuh
* Pembosan
Media :
× Permainan
× Aktifitas
× Bahan / Alat, DLL.
Persyaratan
Jumlah Anggota :
× Menurut Wartono : 7 – 8 orang, minimal 4 orang
× Menurut Caplan : 7 – 9 Orang
× Umumnya tidak lebih dari 10 orang
Klien :
× Di rawat di Rumah Sakit Jiwa dengan observasi yang jelas
× Pada proses rehabilitasi : ada target kelompok dan target individu
Terapis :
× Memiliki pendidikan MN ( Psychiatrik Nursing ) atau
× Memiliki pendidikan S1 atau BSN dengan pengalaman 2 tahun.
× Memiliki sertifikat.
Komposisi Terapis
× Leader
× Co. leader
× Fasilitator
× Observer
b. Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya
dan memaksimalkan nilai diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya
mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka”mempunyai
problem yang sama”
Pengertian
Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan vokasional
sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta
mempersiapkan klien secara fisik, mental, social dan vokasional untuk suatu kehidupan
penuh sesuai dengan kemampuannya (Nasution,2006).
Rehabilitasi menurut WHO Expert Commitee on Medical Rehabilitation
(1969).Penggunaan secara terpadu dan terkoordinasi dari tindakan
medis,social,pendidikan dan vokasional untuk melatih atau melatihi kembali individu ke
arah kemungkinan tertinggi dari tingkat kemampuan fungsionalnya.kegiatan ini diberikan
dengan menggunakan sejumlah kegiatan dimana bertujuan membantu pasien
mengembangkan kemampuan kerja dalam kehidupan sehari-hari sebagai bekal bagi
dirinya di masyarakat setelah pulang dirawat di rumah sakit.
Rehabilitasi adalah tindakan restorasi bagi kesehatan individu yang mengalami kecacatan
menuju kemampuan yang optimal dan berguna baik segi fisik,mental,sosial,dan
ekonomik,di rumah sakit-rumah sakit,dan pusat-pusat rehabilitasi tertentu.