Anda di halaman 1dari 62

TUGAS KEP.

JIWA

NAMA:Solakhudin Ridlon

NIM:--.-

DOSEN PEMBIMBING:Hadi Sutomo S,kep.Ns


I.I Terapi Keluarga

Pengertian Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu dalam konteks
lingkungan khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal.

Tetapi keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara
terbuka dan teraksi keluarga secara sehat.

Terapi keluarga merupakan salah satu bentuk psikoterapi kelompok yang berdasarkan pada
kenyataan bahwa manusia adalah mahluk sosial dan bukan suatu mahluk yang terisolir.

Ruang Lingkup Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah suatu tindakan berupa modifikasi keadaan sekarang bukan sekedar
eksplorasi dan interaksi masa lampau. Adapun sasarannya adalah sistem keluarga. Tetapi
bergabung dengan sistem tersebut dan menggunakan dirinya untuk mengubah sistem tadi
dengan mengubah posisi anggota keluarga, terapi mengubah pengalaman dan subyektif.

Perubahan di dalam struktur akan memberi paling sedikit satu kemungkinan untuk berubah
berikutnya. Sistem keluarga diorganisir sekitar dukungan, aturan, asuhan dan sosialisasi
anggota keluarga tadi. Dalam hal ini terapist bergabung dengan keluarga bukan untuk
mendidik dan membuatnya sosial tetapi memperbaiki dan memodifikasi fungsi keluarga itu
sendiri sehingga dapat menjalankan fungsi dengan baik.

Sistem keluarga mempunyai sifat – sifat pertahanan diri karena itu sekali perubahan terjadi
keluarga ini akan mempertahankan dan mengubah umpan balik atau memberi nilai
pengalaman pada anggota keluarganya.

PERKEMBANGAN DARI TERAPI KELUARGA

Perkembangan dari fokus pada individu, psikodinamik berdasarkan psikoterapi ke fokus


pada keluarga sebagai unit dari terapi, dikemukakan of Jones sebagai " Sceentific
Revoketion ". penggunaan terapi keluarga ini yaitu untuk mengerti perilaku manusia,
khususnya disfungsi manusia.

Berikut ini adalah asumsi yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan
pendekatan –pendekatan dalam praktek perawatan kesehatan. Keluarga merupakan unti
sosial dasar dalam fungsi manusia. Keluarga adalah fenomena sosial yang multikultural dan
multidimensi. Keluarga mempengaruhi seluruhnya sistem sosial baik pada perkembangan
maupun kelangsungan perilaku seseorang. Sebagai satu sistem sosial dasar keluarga
mempunyai fungsi utama untuk mentransfer nilai budaya dan tradisi melalui generasinya.
Perkembangan dan peningkatan sistem keluarga melalui organisasi yang kompleks
berlangsung melalui tahap –tahap perkembangan.Individu juga berkembang melalui tahap –
tahap perkembangan dan perjalanan ini umumnya terjadi dalam konteks keluarga.Keluarga
mengalami transisi dalam periste\iwa perkembangan seperti : melahirkan, meninggal, dan
menikah. Kejadian ini menimbulkan perubahan pada anggota dan komposisi dari sistem
keluarga. Keluarga memproses dan mengembangkan kekuatan dan sumber internal.
Diantara sumber –sumber tersebut adalah kemampuan untuk beradaptasi dan berubah dalam
respon terhadap kebutuhan internal dan eksternal. Perubahan dalam struktur dan proses
keluarga menunjukkan perubahan dalam seluruh anggota keluarganya.

Perubahan dalam perilaku dan fungsi individu sebagai anggota keluarga berpengaruh
terhadap sistem keluarga dan seluruh anggota keluarga lainnya. Keluarga sebagai sistem
adalah lebih dari sejumlah fungsi dari tiap –tiap individu dari anggotanya. Perubahan dalam
struktur dan fungsi keluarga dapat difasilitasi melalui terapi keluarga.

KERANGKA TEORITIS TERAPI KELUARGA

Beberapa teori yang mendasari terapi keluarga adalah :

Psychodynamik Family Therapy.

Safir mengatakan bahwa ada hubungan antara psikopatologi individual dengan dinamika
keluarga. Contoh :seseorang yang mempunyai harga diri rendah akan menampilkan suatu "
False Self " yang ditampilkan pada saat yang sama diajuga takut kecewa dan sulit
mempercayai orang lain termasuk pasangan hidupnya. Hal ini menyebabkan kesulitan yang
serius dalam perkawinannya.

Tujuan dari terapi keluarga yang berorientasi psikodinamika yaitu untuk menolong anggota
keluarga mencapai suatu pengertian tentang dirinya dan caranya beraksi satu sama lain di
dalam keluarga. Disini anggota keluarga didorong kearah asosiasi bebas dengan
membiarkan pikiran mereka berjalan bebas tanpa sensor alam sadar dan memverbalisasilan
pikirannya. Terapist hendaknya dab tudak secara aktif melakukan intervensi juga hindari
memberi saran dan memanipulasi keluarga.

Behavioural Family Therapy

Terapi perilaku dalam keluarga diawali dengan mempelajari pola perilaku keluarganya
untuk menentukan keadaan yang menimbulkan masalah perilaku itu. Berdasarkan analisis
ini, terapist membuat rencana untuk merubah keadaan tersebut dengan cara intervensi
langsung dalam keluarga.

Tujuan utamanya adalah meningkatkan perilaku yang positif yang diinginkan dan
menghilangkan perilaku negatif. Hal ini dilakukan dengan mengatur keluarga sehingga
perilaku yang diinginkan diperkuat dengan memberi " Reward ".

Group Therapy Approaches


Terapi kelompok dapat diterapkan didalam keluarga.

Tujuannya adalah menolong anggota keluarga mendapatkan insight melalui proses interaksi
didalam kelompok. Peranan terapist adalah sebagai fasilitator dan kadang – kadang
menginter pretasi apa yang terjadi pada anggota kelompok.

Terapi keluarga menggunakan teori komunikasi proses komunikasi yang terjadi didalam
keluarga dapat dijelaskan sebagai berikut :

Komunikasi Dan Kognisi

Terapist dari kelompok ini menaruh perhatian untuk menolong keluarga dan menjelaskan
arti komunikasi yang terjadi diantara mereka. Terapist menyuruh anggota keluarga meneliti
apa yang dimaksud oleh anggota keluarga yang lain saat menyatakan sesuatu.

Terapist juga memperhatikan punktuasi dari proses komunikasi yang terjadi pada keluarga
dengan tujuan memperjelas kesalah pengertian, juga diperhatikan bahwa non verbal yang
digunakan.

Komunikasi dan kekuatan

Haley mengatakan bahwa bila seseorang mengkomunikasikan pesan pada orang lain berati
dia sedang membuat siasat untuk menentukan hubungan.

Contoh : orang tua bertanggung jawab terhadap anak – anak dan dia punya hak untuk
membatasi perilaku anak jika anak sudah besar, dia punya hak sendiri untuk mengambil
keputusan. Cara ini sering ditemukan pada terapi struktural dimana tujuan proses, terapi
untuk merubah posisi dari batasan diatara sub sistem yang berbeda dalam keluarga.

Komunikasi dan Perasaan.

Virginia safir adalah orang yang banyak memberi penekanan komunikasi dari perasaan.
Dikatakan bahwa pasangan perkawinan yang mempunyai kebutuhan emosional diharapkan
ditentukan dalam perkawinan jika kita menemukan kebutuhan emosional hari setiap orang
maka komunikasi perasaan ini sangat penting artinya : Tujuan dari terapi adalah
memperbaiki bila terdapat ketidakpuasan.

Structural Family Therapy.

Dikembangkan oleh Salvador Minuchin. Perlu dinilai 6 aspek dari fungsi keluarga, Struktur
keluarga yang terdiri dari susunan yang mengatur transaksi diatara anggota keluarga,
Fleksibilitas dari fungsi keluarga dan kemampuannya untuk berubah, " The Family
Resonance " pada anggota keluarga dapat saling terikat atau saling merenggang, Konteks
kehidupan keluarga ini merupakan supra sistem yang teridiri dari keluarga besar, tetangga
lingkungan kerja, lingkungan sekolah dari anggota keluarga supra sistem bisa merupakan
sumber stress atau sumber supprot dari lingkungan.bisa merupakan.

Tingkatan perkembangan keluarga


Cara keluarga memperlakukan gejala – gejala yang terdapat pada anggota keluarga yang
sakit. Terapist memulai terapi dengan cara bergabung dengan keluarga dan berpartisipasi
dalam transaksi, sehingga terapist dapat mengobservasi aspek tertentu dari fungsi keluarga
dan struktur keluarga tersebut. Kemudian tentukan seberapa jauh gejala dari pasien atau
masalah keluarga berkaitan dengan fungsi keluarga ( struktur keluarga ). Jika berkaitan
maka intervensi merubah struktur diperlukan.

INDIKASI PEMBERIAN TERAPI KELUARGA

Terapi keluarga akan sangat bermanfaat jika digunakan pada kasus yang tepat.

Indikasi terapi keluarga menurut walrond skinner adalah :

Gejala yang timbul merupakan ekspresi disfungsi dari sistem keluarga.

Gejala yang timbul lebih menyebabkan beberapa perubahan dalam hubungan anggota
keluargannya dapat merupakan masalah secara individual.

Kesulitan berpisah.

Terapi keluarga yang berorientasi psikomaktika menyatakan bahwa terapi keluarga akan
berguna pada keluarga – keluarga dapat fungsi yang didasari oleh paranoid Skizoid,
hubungan yang " part object " kurangnya " ego goundaries " dan terlalu banyakmemamakai
denial projeksi. a " Saverely Disorganized Family " dan keadaan sosial ekonomi yang
sangat buruk.

YANG DIHARAPKAN DALAM PEMBERIAN TERAPI KELUARGA

Secara garis besar manfaat terapi keluarga baik untuk pasien maupun keluarga adalah :

Manfaat untuk pasien :

Memepercepat proses kesembuhan melalui dinamika kelompok / keluarga

Memperbaiki hubungan interpersonal pasien dengan tiap anggota keluarga atau


memperbaiki proses sosialisasi yang dibutuhkan dalam upaya rehabilitasinya.

Jika dilakukan pada program rawat jalan diharapkan dapat menurunkan angka kekambuhan.

Manfaat untuk keluarga :

Memperbaiki fungsi dan struktur keluarga sehingga peran masing – masing anggota
keluarga labih baik.
Keluarga mampu meningkatkan pengertiannya terhadap pasien sehingga lebih dapat
menerima, lebih toleran dan lebih dapat menghargai pasien sebagai manusia maupun
terhadap potensi – potensinya masih ada.

Keluarga dapat meningkatkan kemampuannya dalam membantu pasien dalam rehabilitasi.

TEKNIK TERAPI KELUARGA

Terapi keluarga dilakukan dengan menggunakan tehnik berikut :

Terapi Keluarga Berstruktur.

Terapi keluarga berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik pendekatan individu dalam
konteks sosialnya.

Tujuan adalah mengubah organisasi keluarga. Terapi keluarga berstruktur memepergunakan


proses balik antara lingkungan dan orang yang terlibat perubahan – perubahan yang
ditimbulkan oleh seseorang terhadap sekitarnya dan cara – cara dimana umpan balik
terhadap perubahan perubahan tadi mempengaruhi tindakan selanjutnya. Terapi keluarga
mempergunakan tehnik – tehnik dan mengubah konteks orang – orang terdekat sedemikian
rupa sehingga posisi mereka berubah dengan mengubah hubungan antara seseorang dengan
konteks yang akrab tempat dia berfungsi, kita mengubah pengalaman subyektifnya.

Terapi Individu / Perorangan

Melihat individu sebagai suatu tempat yang patologis dan mengumpulkan data yang di
peroleh dari atau tentang individu tadi.Pada terapi perorangan dilakukan pengungkapan
pikiran dan perasaan tentang kehidupannya sekarang, dan orang – orang didalamnya.
Riwayatnya perkembangan konfliknya dengan orang tua dan saudara – saudaranya, Bila
akan dirujuk ke dalam terapi keluarga maka terapist akan mengekporasi interaksi individu
dalam konteks hidup yang berarti. Dalam wawancara keluarga terapist mengamati
hubungan individu dengan anggota keluarga lainnya dukungan yang diberikan oleh anggota
keluarga.
I.II TEORI OKUPASI

PENGERTIAN TEORI OKUPASI

Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang
untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).

Terapi Okupasi/terapi kerja adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan proses
penyembuhan melalui aktivitas. Aktivitas yang dikerjakan tidak hanya sekedar membuat
sibuk pasien, melainkan aktivitas fungsional yang mengandung efek terapetik dan
bermanfaat bagi pasien. Artinya aktivitas yang langsung diaplikasikan dalam kehidupan..
Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara
memanipulasi, memfasilitasi dan menginhibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan,
perbaikan dan pemeliharaan kemampuan dan pekerjaan atau kegiatan digunakan sebgai
terapi serta mempunyai tujuan yang jelas.
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai sesuatu untuk mempertahankan
hidup atau survival, dan juga diketahui sebagai sumber kesenangan. Dengan bekerja,
seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan melakukan
permainan (game), latihan gerak badan, kerajinan tangan dan lain-lain, dimana hal ini akan
mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600 SM orang-orang di Cina berpendapat bahwa penyakit timbul karena
ketidakaktifan organ tubuh. Socrates dan plato (400 SM) mempercayai adanya hubungan
yang erat antara tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk
melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya. Di Mesir dan
Yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan adalah salah suatu media
terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak, dan
bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia.

Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja secara
sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan dapat juga digunakan sebagai pengalihan
perhatian atau pikiran sehingga menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Dengan okupasi/pekerjaan, pasien jiwa akan dikembalikan ke arah hidup yang normal dan
dapat meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan mempraktikan keahlian yang
dimilikinya sebelum sakit sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang produktif.

Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berati suatu
pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi, Terapi Okupasi adalah perpaduan antara seni
dan ilmu pengetahuan untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar
kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan melalui kegiatan
dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun fisik. (American Occupational
therapist Association). Terapis okupasi membantu individu yang mengalami gangguan
dalam fungsi motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu
tersebut mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas
produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan Terapi
Okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin,
dari kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental,
dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita
sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat.

Intervensi yang diberikan menggunakan modalitas aktivitas yang telah dianalisis dan
adaptasi yang kemudian diprogramkan untuk anak sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Secara garis besar intervensi difokuskan pada hal-hal berikut :

1. Kemampuan (abilities)
a. Keseimbangan dan reaksi postur (balance and postural reactions).
b. Peregangan otot dan kekuatan otot (muscle tone and muscle strength)
c. Kesadaran anggota tubuh (body awareness)
d. Kemampuan ketrampilan motorik halus (fine motor skill) seperti memegang/melepas,
ketrampilan manipulasi gerak jari, misal penggunaan pensil, gunting, ketrampilan, dan lain-
lain.
e. Kemampuan ketrampilan motorik kasar (gross motor skill) seperti lari, lompat, naik turun
tangga, jongkok, jalan, dan lain-lain.
f. Mengenal bentuk, mengingat bentuk (visual perception)
g. Merespon stimuli, membedakan input sensori (sensory integration)
h. Perilaku termsuk level kesadaran, atensi, problem solving skill, dan lain-lain
2. Ketrampilan (skill)
a. Aktivitas sehari-hari (activity daily living) seperti makan, minum, berpakaian, mandi, dan
lain-lain
b. Pre-academic skill
c. Ketrampilan sosial
d. Ketrampilan bermain

3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
b. Situasi keluarga
c. Dukungan dari komunitas

4. Okupasi Terapis sebagai konsultan


Okupasi terapis sebagai konsultan pada area berikut ini
a. Program intervensi awal
b. Pengaturan rumah, sekolah, dan area bermain
c. Lingkungan dan adaptasi mainan atau media belajar
d. Alat bantu
e. Strategi perilaku

Anak-anak sekolah yang mengalami hal-hal berikut ini perlu penanganan terapi okupasi :

a. Keterlambatan motorik kasar seperti lari, lompat, jongkok, main bola, dan lain-lain
b. Ketrampilan motorik halus seperti ketrampilan memegang pensil, hasil tulisan tidak rata tebal
tipisnya, dan lain-lain
c. Hiperaktif atau hipoaktif
d. Tidak mampu menjaga proses berbahasa
e. Tidak mampu menjaga dan mengatur posisi saat belajar
f. Gangguan persepsi visual seperti tidak lengkap dalam menyalin tulisan
g. Gangguan atensi dan konsentrasi
h. Menarik diri
i. Kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya
j. Keterlambatan dalam bermain
k. Tidak disiplin
Untuk mencapai tujuan tersebut di dalam terapi okupasi memiliki dua prinsip kerja, yaitu
sebagai berikut :

a. Supportive Occupational Therapy, yaitu menolong penderita untuk menghilangkan dari


perasaan cemas, takut, dan memotivasi penderita untuk lebih giat didalam melakukan
latihan
b. Fungsional Occupational Therapy, antara lain untuk pengaturan posisi (bagi anak Cerebral
Palsy), meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan kerja, meningkatkan motorik kasar
(gross motor) maupun motorik halus, (fine motor) serta meningkatkan konsentrasi dan
koordinasi gerak maupun sikap

Terapi Okupasi dilakukan


Sebaiknya terpai okupasi dilakukan sedini mungkin, sejak penderita dirujuk oleh dokter.
Sebelum penderita mulai latihan, perlu diberikan evaluasi awal dengan dilakukan observasi
dan tes sederhana. Dalam evaluasi awal ini, hal yang harus diperhatikan adalah catatan
medik dari dokter, macam kecacatan (Cerebral Palsy atau Retradasi Mental), berat
ringannya kecacatan, kecerdasan, kebutuhan dari penderita itu sendiri dan hal-hal yang
harus dijauhi/dihindarkan untuk segi keamanan penderita.
Evaluasi awal ini sangat berguna untuk menentukan aktivitas yang akan diberikan, agar
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan penderita itu sendiri. Aktivitas yang diberikan di
bagian terapi okupasi adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas kehidupan sehari-hari/ADL. Aktiviats ini diberikan agar penderita dapat mandiri
tanpa tergantung orang lain
2. Aktivitas bermain. Bermain ini diharapkan untuk dapat memperbaiki konsentrasi, koordinasi,
motorik serta menumbuhkan bakat, hobi, minat, serta kesenangan
3. Seni dan hasta karya. Untuk memeberikan kesempatan pada penderita dalam mencapai suatu
hasil yang maksimal, yang mengandung unsur-unsur kedewasaan dan kerumah tangga yang
disesuaikan dengan kapasitas penderita
Terapis di dalam memberikan suatu latihan harus bersikap sabar, ramah, dan dituntut untuk
kreatif, selain itu tidak kalah pentingnya juga peran serta orangtua dalam proses latihan.
Pada hal ini diharapkan terapis dapat memberikan masukan-masukan kepada orangtua
penderita untuk brlatih dirumah.
PROSES TERAPI OKUPASI
Dokter yang mengirimkan pasien untuk terapi okupasi akan menyertakan data mengenai
data pasien berupa diagnosis, masalahnya, dan juga akan menyatakan apa yang perlu di
perbuat dengan pasien tersebut. Apakah untuk mendapatkan data yang lebih banyak untuk
keperluan diagnosis, terapi, atau rehabilitasi. Setelah pasien berada di unit terapi okupasi,
maka terapis akan bertindak sebagai berikut.
1. Koleksi data
Data biasa di dapatkan dari kartu rujukan atau status pasien yang di sertakan ketika
pertamakali pasien mengunjungi unit terapi okupasional. Jika dengan mengadakan
waancara dengan pasien atau keluargannya, atau dengan mengadakan kunjungan rumah.
Data ini di perlukan untuk menyusun rencana terapi bagi pasien. Proses ini dapat
berlangsung beberapa hari sesuai dengan kebutuhan.

2. Analisa data dan identifikasi masalah


Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah atau
kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan keluarga atau pasien itu
sendiri.
3. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi sesuai
dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
4. Analisa data dan identifikasi masalah
Dari data yang terkumpul dapat ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah atau
kesulitan pasien. Hal ini dapat berupa masalah di lingkungan keluarga atau pasien itu
sendiri.
5. Penentuan tujuan
Dari masalah dan latar belakang pasien, maka dapat di susun data tujuan terapi sesuai
dengan prioriats, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya.
Hal – hal yang perlu di evaluasi antara lain adalah sebai berikut.
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai kebutuhan
sendiri.
d. Kerja sama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dll)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk di ajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab atas pendapatnya
tersebut
l. Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya.
m. Wajar dalam penampilan
n. Orientasi tempat, waktu, situasi, dan orang lain.
o. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya.
p. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus di awasi
q. Kerapian bekerja
r. Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
s. Toleransi terhadap frustasi
t. Lambat atau cepat
I.III Terapi Lingkungan

Definisi Terapi Lingkungan


Terapi Lingkungan adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan
modifikasi unsur -unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik
dan psikis individu serta mendukung proses penyembuhan (Farida Kusumawati & Yudi
Hartono, 2011).
Milieu therapy merujuk pada terapi sosiolingkungan dimana sikap dan tindakan staf dalam
pemberian layanan perawatan pada pasien ditentukan berdasar kebutuhan emosional dan
interpersonal klien (Shives, 2008).

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan
perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat
menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah
memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada
nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

Tujuan Terapi Lingkungan


Terapi lingkungan merupakan salah satu bentuk terapi klien gangguan jiwa yang dapat
membantu efektifitas pemberian asuhan keperawatan jiwa. (Schultz danVidebek, 1989)
menyebutkan bahwa pemindahan klien dan lingkungan terapeutik akan memberi
kesempatan untuk berfokus pada pengembangan dalam hal dan kesempatan belajar, agar
klien mampu mengidentifikasi alternatif dan solusi masalah.

Menurut (Abroms dan Sundeen, 1995) ada dua tujuan dari terapi lingkungan yaitu:
1. Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif.
2. Mengajarkan keterampilan psikososial.

Membantu Individu untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan kemampuan


untuk berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai orang lain, dan
mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat. Menurut Stuart dan Sundeen tujuan
terapi lingkungan antara lain:

1. Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan


mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangkan harga diri.
2. Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan denagan orang lain
3. Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain
4. Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat, dan
5. Mencapai perubahan yang positif

Untuk melakukan pembatasan terhadap perilaku maladaptif, perlu ditekankan penggunaan


terapi lingkungan dengan mengembangkan empat keterampilan psikososial.
1. Orientation
Pencapaian orientasi dan kesadaran terhadap realitayang lebih baik. Orientasi tersebut
berhubungan dengan pemahaman klien terhadap orang, waktu, tempat dan situasi.
Sedangkan kesadaran terhadap realita dapat dikuatkan melalui interaksi dan hubungan
dengan orang lain.
2. Asertation
Kemampuan mengekspresikan perasaan dengan tepat. Klien perlu dianjurkan
mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah laku yang dapat diterima masyarakat.
3. Acupation
Kemampuan klien untuk dapat memupuk percaya diri dan berprestasi melalui
keterampilan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan aktivitas dalam bentuk positif
dan disukai klien, misalnya melukis, bermain musik, merangkai bunga dan lain sebagainya.
4. Recreation
Kemampuan menggunakan dan membuat aktifitas yang menyenangkan, contoh menebak
kata, senam dan jalan-jalan.

Karakteristik Terapi Lingkungan


Agar tujuan yang kita harapkan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal dan sesuai
harapan maka diperlukan lingkungan bersifat terapeutik untuk mendorong terjadinya proses
penyembuhan maupun rehabilitasi yang paripurna. Lingkungan tersebut harus memiliki
karakteristik, antara lain:

1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkan


2. Pasien merasa nyaman dan senang atau tidak merasa takut dengan lingkungan
3. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah dipenuhi
4. Lingkungan rumah sakit yang bersih
5. Menciptakan lingkungan yang aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien
6. Personal dari lingkungan rumah sakit menghargai pasien sebagai individu yang
memiliki hak, dan kebutuhan serta menerima perilaku pasien sebagai respons adanya stress
7. Lingkungan yang dapat mengurangi larangan dan memberikan kesempatan pada
pasien menentukan pilihan dan membentuk perilaku baru.

Beberapa stratetegi yang dapat diterapkan pada milieu terapi agar tercapai tujuannya
menurut (Minde et al,2006) adalah :
1. Pengurangan dominasi : keluarga memberikan kebebasan pasien untuk memilih,
mengungkapkan perasan dan menjadi dirinya sendiri agar pasien merasa bahwa dia juga
mempunyai otonomi sendiri
2. Komunikasi yang terbuka antara perawat, pasien, keluarga maupun lingkungan sosial
pasien sehingga tercipta interaksi sosial yang baik
3. Interaksi terstruktur yaitu selalu dimulai dari tahapan-tahapan awal pengkajian sampai
dengan evaluasi
4. Fokus dengan kegiatan yang ingin dilakukan oleh pasien
5. Jika klien harus dirawat di rumah sakit maka diharapkan lingkungan tempat mereka
dirawat sama dengan lingkungan mereka sehari-hari
Adaptasi lingkungan, setelah keluar dari rumah sakit pasien akan menemukan lingkungan
yang baru sehingga diharapkan dari pihak yang akan menerima pasien kembali yaitu
keluarga dan masyarakat dapat menerima dan memperlakukan pasien sama seperti manusia
normal lainnya dan tidak menganggap bahwa pasien dengan gangguan jiwa tidak layak
kembali bersosialisasi dan tidak mungkin untuk sembuh.

Macam - Macam Terapi Lingkungan


Model terapi rehabilitasi yang dapat digunakan untuk membantu seseorang melepaskan
diri dari kecanduan dan merubah perilakunya menjadi lebih baik.

1. Model terapi moral


Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta bisa dilakukan dengan pendekatan
agama atau moral yang menekankan tentang dosa dan kelemahan individu. Model terapi
seperti ini sangat tepat diterapkan pada lingkungan masyarakat yang masih memegang
teguh nilai-nilai keagamaan dan moralitas di tempat asalnya, karena model ini berjalan
bersamaan dengan konsep baik dan buruknya yang diajarkan oleh agama. Maka tidak
mengherankan apabila model terapi moral inilah yang menjadi landasan utama
pembenaran kekuatan hukum untuk berperan melawan penyalahgunaan narkoba.
2. Model terapi sosial
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas, dimana adiksi terhadap obat-
obatan dipandang sebagai fenomena penyimpangan sosial. Tujuan dari model terapi ini
adalah mengarahkan perilaku yang menyimpang tersebut ke arah perilaku sosail yang
lebih layak. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa kebanyakan pecandu narkoba hampir
selalu terlibat dalam tindakan sosial termasuk tindakan kriminal. Kelebihan dari model ini
adalah perhatiannya kepada perilaku adiksi pecandu narkoba yang bersangkutan, bukan
pada obat-obatan yang disalahgunakan. Prakteknya dapat dilakukan melalui ceramah,
seminar, dan terutama terapi berkelompok.
3. Model terapi psikologis
Model ini diadabtasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk yang menyebutkan bahwa
perilaku adiksi obat adalah buah dari emosi yang tidak berfungsi selayaknya karena terjadi
konflik, sehingga pecandu memakai obat pilihannya untuk meringankan atau melepas
beban psikologis itu. Model terapi ini mementingkan penyembuhan emosional dari
pecandu narkoba yang bersangkutan, dimana jika emosinya dapat dikendalikan maka
mereka tidak akan mempunyai masalah lagi dengan obat-obatan. Jenis dari terapi model
psikologis ini biasanya banyak dilakukan pada konseling pribadi, baik dalam pusat
rehabilitasi maupun terapi pribadi.
4. Model terapi budaya
Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil sosialisasi seumur hidup
dalam lingkungan sosial atau kebudayaan tertentu. Dalam hal ini, keluarga seperti juga
lingkungan dapat dikategorikan sebagai “lingkungan sosial dan kebudayaan
tertentu”.Dasar pemikirannya adalah bahwa praktek penyalahgunaan narkoba oleh anggota
keluarga tertentu adalah hasil akumulasi dari semua permasalahan yang terjadi dalam
keluarga yang bersangkutan. Sehingga model ini banyak menekankan pada proses terapi
untuk kalangan anggota keluarga dari para pecandu narkoba tersebut. . (Videbeck, 2008)

Peran Peran Perawat Dalam Terapi Lingkungan

Perawat merupakan fasilitator dalam kegiatan tersebut. (Copel,2007) mengatakan adapun


peran perawat dalam milieu terapi adalah :
1. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman.
Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab, menyenangkan,
saling menghargai di antara sesama perawat, petugas kesehatan, dan pasien dan keluarga.
Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau keadaan-keadaan
yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap pasien atau perawat. Menciptakan
suasana yang nyaman di lingkungan tempat pasien akan kembali. Mengkondisikan bahwa
lingkungan yang akan di tinggali pasien telah kondusif

2. Penyelenggaraan proses sosialisasi


Membantu pasien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain,
sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain. Mendorong pasien untuk
berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan
aturan di dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang
kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan
kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang. Perawat juga membantu
menghilangkan stigma negatif di masyarakat tentang gangguan jiwa, sehingga tercipta
suasana masyarakat yang stabil
3. Sebagai teknis perawatan,
fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien, mengamati efek
obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-
masalah yang timbul dalam terapi tersebut. Mengevaluasi dan mengontrol keadaan pasien
setelah keluar dari rumah sakit dan memotivasi untuk melakukan kegiatan yang disukai
serta dengan tetap melanjutkan interaksinya dengan masyarakat
4. Sebagai leader atau pengelola.
Perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang
mendukung penyembuhan baik dari keluarga maupun lingkungan sekitar, dan memberikan
dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat mileu terapi adalah
1. Berkomunikasi dengan jujur
2. Mempunyai rasa empati
3. Hangat dan mendukung tanpa keterikatan yang berelbihan
4. Dapat memecahkan masalah secara mandiri
5. Melihat kontribusi pasien dalam kegiatan yang mereka pilih
6. Mudah beradaptasi untuk berubah
7. Dapat bertindak sebagai pemimpin atau pengikut sesuai dengan situasi
8. Menerima konflik dan konfrontasi sebagai bagian dari perawatan
9. Dapat mencari umpan balik tenang kemauan dan kemampuan pasien
10. Mempecayai pasien dapat berubah dan hidup sesuai fungsinya(Kaiser and Roberts, 2013)

I.IV Analisis Transaksional Full

Pengertian Analisis Transaksional


Analisis Transaksional adalah merupakan teori kepribadian dan sistem yang terorganisir
dari terapi interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa disaat kita membuat
keputusan berdasarkan premis premis masa lalu yang pada suatu waktu sesuai dengan
kebutuhan kelangsungan hidup kita tetapi yang mungkin tidak lagi berlaku. Analisis
Transaksional  menekankan aspek kognitif dan perilaku dari proses terapeutik.
Dalam Analisis Transaksional ada tiga sekolah diakui klasik, Schiffian (atau reparenting),
dan redecisionaland dua sekolah tidak resmi diidentifikasi sebagai reparenting diri dan
korektif orangtua. Redecisional sekolah yang telah diperoleh dalam menonjol dan
merupakan fokus dari bab ini.
Analisis Transaksional adalah terpisah dari pendekatan terapeutik paling lain dalam
kontrak itu dan putusan. Kontrak, yang dikembangkan oleh klien, dengan jelas
menyatakan tujuan dan arah dari proses terapeutik. Klien dalam membangun Analisis
Transaksional dan arah tujuan mereka dan menjelaskan bagaimana mereka akan berbeda
saat mereka menyelesaikan kontrak mereka. Kontraktual aspek dari proses terapi
cenderung menyamakan kekuatan terapis dan klien. Ini adalah tanggung jawab klien untuk
memutuskan apa yang mereka akan berubah. Untuk mengubah keinginan mereka menjadi
kenyataan, klien diperlukan untuk secara aktif mengubah perilaku mereka.
Tujuan dari analisis transaksional adalah otonomi, yang didefinisikan sebagai kesadaran,
spontanitas, dan kapasitas untuk keintiman. Dalam mencapai otonomi orang mempunyai
kapasitas untuk membuat keputusan baru (redecide), sehingga memberdayakan diri
mereka sendiri dan mengubah arah hidup mereka. Sebagai bagian dari proses
terapi Analisis Transaksional, klien belajar bagaimana mengenali tiga status ego Parent,
Dewasa, dan Anak di mana mereka berfungsi. Klien juga belajar bagaimana perilaku
mereka saat ini sedang dipengaruhi oleh aturan-aturan yang mereka terima dan
dimasukkan sebagai anak-anak dan bagaimana mereka dapat mengidentifikasi “lifescript”
yang menentukan tindakan mereka. Pendekatan ini berfokus pada keputusan awal bahwa
setiap orang telah dibuat, dan menekankan kemampuan klien untuk membuat keputusan-
keputusan baru untuk mengubah aspek kehidupan mereka yang tidak lagi bekerja.

B.     Konsep Dasar
Analisis transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu
memahami keputusan-keputusannya pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk
memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil.
Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk
memilih dan dalam tingkat kesadaran tertentu individu dapat menjadi mandiri dalam
menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.
Menurut Eric Berne status ego adalah suatu pola perasaan dan pengalaman yang tetap,
keadaan ego seseorang tidak tergantung pada umur. Oleh karena itu apapun
pekerjaan/jabatan seseorang, ia tetap memiliki 3 jenis status ego.
Analisis transaksional sebagai suatu sistem terapi yang didasarkan pada suatu teori
kepribadian yang memusatkan perhatiannya pada tiga pola perilaku yang berbeda sesuai
statusegonya :
Status ego orang tua (SEO)
Adalah bagian dari kepribadian yang menunujukkan sifat-sifat orang tua. Orang tua dalam
pandangan kita selalu akan memperlihatkan sebagai nurturing parent (orang tua yang
mengasuh) dan critical parent (orang tua yangkritis). Status ego dewasa (SED)
Adalah bagian dari kepribadian yang menunjuk pada berbagai gambaran sebagai bagian
objektif dari kepribadian. Status egonya memperlihatkan kestabilan, tidak emosional,
rasional, bekerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha untuk
menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam
pemecahan berbagai masalah.  Status ego anak (SEA)
Adalah bagian dari kepribadian yang menunujukkan ketidakstabilan, masih dalam
perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu. Status egonya berisi perasaan-perasaan,
dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan yang spontan.
Ada dua perilaku atau sikap anak, yang pertama adalah natural child yaitu yang
ditunjukkan dalam sikap impulsive, riang gembira tak social, dan ekspresi secara
emosional. Yang kedua adapted child yaitu bagian dari status ego anak yang telah
disosialisasikan orang tua dan yang mengatur serta mendorong perilaku natural child.
Berdasarkan teori dasar status ego, maka Harris mengidentifikasi dan menggambarkan
empat posisi utama dalam interaksi individu dengan yang lainnya, menunjukkan sifat-sifat
dan karakteristik kepribadiannya.
Secara teoritik posisi itu dikonseptualisasikan sebagai berikut :
I’m OK – You’re OK
Posisi ini menunjukkan gambaran kepribadian seseorang yang sangat positif karena secara
transaksional apayang dia pikirkan juga mendapat dukungan orang lain. Keputusan yang
diambilnya didasarkan pada keyakinan yang lebih kuat, karena baik dirinya maupun orang
lain sama-sama menyetujui. Individu yang memiliki posisi ini akan merasa aman dalam
keberadaannya sebagai manusia dan keberadaan orang lain disekitarnya.

I’m OK – You’re not OK


Posisi ini digunakan individu yang merendahkan orang lain atau mencurigai motif-motif
orang lain. Haris disini mengatakan bahwa posisi ini berkembang dari suatu reaksi yang
berlebihan terhadap perlakuan not OK. Contoh dari ini adalah perilaku kriminal yang
marak, hal ini terjadi akibat dari pengambilan posisi I’m OK – You’re not OK. Individu
yang memiliki posisi ini, mereka adalah individu-individu yang selalu merasa benar dan
orang lain salah.

I’m not OK – You’re OK


Posisi ini menunjukkan gambaran kepribadian seseorang sebagai individu yang
memerlukan kasih sayang, bantuan, mengharapsesuatu, membutuhkan penghargaan,
karena orang itu merasa inferior (bahwa anak sering mengatakan dirinya tidak mampu dan
lemah atau not OK) dari yang lain. Seorang individu yang memilih posisi ini akan patuh
dan selalu mengikuti perintah orang lain. Posisi ini memang dapat mengarahkan pada
kehidupan yang produktif tetapi tidak memuaskan. Dan pada posisi ini sering kali akan
menyebabkan anak melakukan pengunduran diri, depresi, dan tindakan bunuh diri karena
anak menganggap dirinya itu not OK

I’m not OK – You’re not OK


Posisi ini menunjukkan gambaran kepribadian seseorang dimana orang tersebut berada
dalam keadaan pesimis, putus asa, tidak dapat mengatasi dirinya, juga orang lain tidak
dapat membantu, frutasi karena dari transaksi yang ada, baik dirinya sendiri maupun orang
lain tidak ada yang OK. Contoh : karena pengaruh orang tua yang yang mengetahui
anaknya telah cukup umur. Maka orang tua akan mulai menjauh diri dari anaknya karena
orang tua berfikir bahwa anaknya sudah cukup umur dan bisa memelihara dirinya. Posisi
ini yang dipilih oleh individu, maka dalam kehidupannya individu tersebut akan hanya
melewati hari-hari dan kehidupannya tanpa arti. Dan akan berdampak pada tindakan anak
atau perilaku seperti bumuh diri atau pembunuhan.

C.     TujuanTerapiAnalisisTransaksional 
Tujuan utama dari terapi analisis transaksional adalah : 
1.    Membantu klien untuk membuat keputusan-keputusan baru dalam mengarahkan atau
mengubah tingkah laku dalam kehidupannya. 
2.  Memberikan kepada klien suatu kesadaran serta kebebasan untuk memilih cara-cara
serta keputusan-keputusan mengenai posisi kehidupannya serta menghindarkan klien dari
cara-cara yang bersifat deterministic. 
3.    Memberikan bantuan kepada klien berupa kemungkinan-kemungkinan yang
dapat dipilih untuk memantapkan dan mematangkan status egonya.

D.    Proses Konseling
Dalam proses konseling, konselor dan klien bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan bersama. Dalam kerjasama tersebut, konselor dan klien melaksanakan
tanggung jawab masing-masing sebagaimana telah ditetapkan. Dan dalam analisis
transaksional ini, konselor dan klien sama-sama aktif berupaya untuk mencapai tujuan
konseling.
Menurut Harris peranan terapis dalam analisis transaksional lebih bersifat sebagai guru,
trainer ataupun sebagai manusia sumber informasi. Sifat utama hubungan di sini diatur
dalam perjanjian bersama antara klien dan konselor. Klien menyepakati suatu tujuan
bersama konselor.
Selanjutnya dalam hubungan ini klien akan mulai mencoba mengubah perilakunya
berdasarkan tujuan yang telah disepakati bersama, dan klien akan mulai mengembangkan
rasa tanggung jawabnya.
Dalam proses konseling analisis transaksional berfungsi untuk memelihara arah konseling
agar tetap terpusat pada tujuan yang ingin dicapai, memberikan arah baik bagi konselor
maupun klien, mengukur kemajuan proses konseling, dan memperjelas hubungan konselor
dan klien.

E.     Teknik-teknik dalam Analisis Transaksional


Menurut M.Ramli Secara umum Teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam
Analisis Transaksional, yaitu:
    1.      Permission (Pemberian Kesempatan), dalam konseling kesempatan ini diberikan
kepada kilen untuk; 1) menggunakan waktunya secara efektif tanpa melakukan ritual
pengunduran diri; 2) mengalami semua status ego yang biasanya dilakukan dengan
mendorong klin menggunakan kemampuan Status Ego Dewasa untuk menikmati
kehidupan; 3) tidak memainkan permainan dengan cara tidak membiarkan klian
memainkannya.
     2.      Protection (Proteksi), klien mungkin akan merasa ketakutan setelah ia menerima
kesempatan untuk menghentikan perintah-perintah orang tua dan menggunakan Status Ego
Dewasa dan Status Ego Anak.
     3.      Potency (Potensi). Seorang konselor ahli sihir , melainkan orang tahu apa yang
akan dilakukan dan kapan melakukannya. Oleh karena itu kemampuan konselor terletak
pada keahliannya, sehingga keterampilan tersebut efektif secara optimal.Teknik Khusus
menurut berne terdiri atas delapan teknik yaitu: Interogasi, Spesifikasi, Konfrontasi,
Eksplanasi, Illustrasi, Konfirmasi, Interprestasi, Kristalisasi.

F.       Kelebihan dan Kelemahan Dalam Pendekatan Analisis Transaksional 


Kelebihan Menurut Gerald Corey : 
1.      Sangat berguna dan para konselor dapat dengan mudah menggunakannya. 
2.      Menantang konseli untuk lebih sadar akan keputusan awal mereka. 
3.      Integrasi antara konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep   tertentu
dari terapi gestalt amat berguna karena konselor bebas menggunakan prosedur dari
pendekatan lain. Bab ini menyoroti perluasan pendekatan Berne oleh Mary dan almarhum
Robert Goulding (1979), pemimpin dari sekolah redecisional TA. The Gouldings berbeda
dari pendekatan Bernian klasik dalam beberapa cara. Mereka telah menggabungkan TA
dengan prinsip-prinsip dan teknik-teknik terapi Gestalt, terapi keluarga, psikodrama, dan
terapi perilaku. Pendekatan yang redecisional pengalaman anggota kelompok membantu
kebuntuan mereka, atau titik di mana mereka merasa terjebak. Mereka menghidupkan
kembali konteks di mana mereka membuat keputusan sebelumnya, beberapa di antaranya
tidak fungsional, dan mereka membuat keputusan baru yang fungsional. Redecisional
terapi ini bertujuan untuk membantu orang menantang diri mereka untuk menemukan
cara-cara di mana mereka menganggap diri mereka dalam peran dan victimlike untuk
memimpin hidup mereka dengan memutuskan untuk diri mereka sendiri bagaimana
mereka akan berubah. 
4.      Memberikan sumbangan pada konseling multikultural karena konseling diawali
dengan larangan mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan keluarga dan
larangan mementingkan diri sendiri

       KelemahanGeraldCorey,1982:398) 
      1.      Banyak Terminologi atau istilah yang digunakan dalam analisis  transaksional
cukupmembingungkan. 
      2.      Penekanan Analisis Transaksional pada struktur merupakan aspek
yang meresahkan. 
      3.      Konsep serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji
keilmiahannya 
      4.      Konseli bisa mengenali semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan
menghayati aspek diri mereka sendiri.
I.V Terapi Individu / Psikiatri

Definisi
Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran
terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini
didasarkan pada teori pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical
dan operant conditioning. Penilaian objektif berkelanjutan mengenai kemajuan pasien
dibuat.

Gambaran Perilaku
Perilaku adalah respon yang timbul secara eksternal, dipengaruhi oleh stimulus lingkungan
dan dapat dikontrol secara primer oleh konsekuensinya Perilaku dapat diamati, diukur, dan
dicatat oleh diri sendiri maupun orang lain. Observasi yang bersifat subyektif dilakukan
diri sendiri dan observasi yang bersifat obyektif dilakukan orang lain.

Indikasi Terapi Perilaku


Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya
impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada
pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap,
enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia)
dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang
hebat dan (hipo) mania.

PRINSIP-PRINSIP TERAPI PERILAKU


1. Meningkatkan atau mempertahankan perilaku.
     Perilaku mungkin akan meningkat baik frekuensi, kompleksitas/lamanya dengan 
     pemberian reinforcement. Reinforcement adalah suatu proses, dimana kejadian atau
     kondisi lingkungan yang menyertai perilaku dapat mempengaruhi perilaku yang
     timbul kemudian.

a) Positif reinforcement
Meningkatnya frekuensi sebuah respon, dan respon tersebut diikuti oleh stimulus yg
menyenangkan. Contohnya perilaku mengucapkan salam yang disambut dengan senyuman
oleh orang yg dituju.
b) Negative reinforcement
Meningkatnya frekuensi suatu respon, karena respon tersebut memindahkan beberapa
stimulus yang negatif atau menyakitkan dan tidak menyenangkan. Stimulus yang tidak
menyenangkan (konflik) akan meningkatkan respons menyibukkan diri.

  2) Menurunnya perilaku
  Upaya meningkatkan perilaku dilakukan dengan pemberian punishment dan
  Extinction.
- Punishment: Konsekuensi-konsekuensi yang menghasilkan penekanan/penurunan
   frekuensi tingkah laku yang akan muncul :
> Positive punishment : Menghadirkan stimulus bertentangan yang mengikuti
  suatu perilaku dengan tujuan menurunkan perilaku tersebut.
> Negative punishment : Kejadian yang menggantikan/menurunkan suatu
  perilaku, ada 2 bentuk yaitu Respon Cost adalah kerugian yg mengikuti
  perilaku dan Time out adalah prosedur punishment dalam periode waktu
  tertentu dimana selama waktu tersebut pemberian reinforcement tidak sesuai.
- Extinction
 Prosedur yang biasa digunakan oleh pemberi reinforcement untuk menghilangkan
 perilaku. Extinction berjalan lebih lambat dari pada reinforcement

 2.5 Bentuk-bentuk Terapi Perilaku


1. Desensitisasi Sistemik
Desensitisasi sistemik yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe, didasarkan pada prinsip
perilaku counterconditioning, disini seseorang menghadapi ansietas maladaptive yang
dicetuskan oleh situasi atau suatu objek dengan mendekati situasi yang ditakuti secara
bertahap dan didalam keadaan psikofisiologis yang menghambat ansietas.
Didalam desensitisasi sistemik, pasien mendapatkan keadaan relaksasi seutuhnya dan
kemudian dipajankan pada stimulus yang mencetuskan respon ansietas. Reaksi negative
ansietas dihambat oleh keadaan relaksasi, suatu proses yang disebut inhibisi resiprokal.
Bukannya menggunakan situasi atau objek sebenarnya yang mencetuskan rasa takut,
pasien dan terapis menyiapkan daftar bertingkat suasana mencetuskan ansietas dan terkait
dengan rasa takut pasien.
Keadaan relaksasi yang dipelajari dan situasi pencetus ansietas secara sistematis
dipasangkan didalam terapi. Dengan demikian, desensitisasi sitematik terdiri atas tiga
langkah: pelatihan relaksasi, pembangunan hirarki dan desensitisasi stimulus.
    a. Pelatihan Relaksasi
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan efek fisiologis ansietas:
denyut jantung lambat, meningkatnya aliran darah ke perifer, dan sensibilitas
neuromuskular. Beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal sejak berabad-
abad yang lalu. Sebagian besar metode menggunakan relaksasi progresi yang
dikembangkan oleh psikiater Edmund Jacobson.
Pasien merelaksasi kelompok otot utama dalam rangkaian tetap, dimulai dari kelompok
otot kecil kaki terus kearah kepala atau sebaliknya. Beberapa klinisi memakai hipnosis
untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan latihan dengan menggunakan kaset
untuk memungkinkan pasien berlatih relaksasi sendiri.
Mental imagery merupakan metode relaksasi dengan pasien diinstruksikan untuk
membayangkan dirinya disuatu tempat yang terkait dengan kenangan yang menyenangkan
dan membuat santai. Bayangan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau
pengalaman relaksasi, seperti yang dinamakan oleh Herbert Benson, respon relaksasi.
Perubahan fisiologis yang berlangsung saat relaksasi adalah kebalikan dari perubahan
yang dicetuskan oleh respon stress adrenergic yang merupakan bagian dari banyak emosi.
Tegangan otot, frekuensi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, dan konduktansi
kulit menurun. Suhu jari dan aliran darah ke jari biasanya meningkat. Relaksasi
meningkatkan variabilitas denyut jantung respirasi, suatu indeks tonus parasimpatis.
b) Pembangunan Hirarki
Ketika membangun hirarki, klinisi menentukan semua keadaan yang mencetuskan
ansietas, kemudian pasien menciptakan daftar hirarki 10 hingga 12 situasi dalam urutan
meningkatnya ansietas. Contohnya, hirarki akrofobik dapat dimulai dengan pasien
membayangkan berdiri didekat jendela dilantai kedua dan diakhiri dengan berada di atap
gedung 20 tingkat, bersandar dipembatas dan melihat ke bawah.
c) Desensitisasi Stimulus
Pada langkah terakhir, yang disebut desensitisasi, pasien melanjutkan daftar secara
sistematik dari situasi yang kurang mencetuskan ansietas hingga yang paling mencetuskan
ansietas saat berada dalam keadaan relaksasi dalam. Kecepatan perkembangan pasien
melalui daftar tersebut ditentukan oleh respons mereka terhadap stimulus. Ketika pasien
dapat membayangkan dengan jelas situasi pada hirarki yang paling mencetuskan ansietas
dengan tenang, mereka akan mengalami sedikit ansietas di dalam situasi kehidupan
sebenarnya yang sama.

 2) Pemajanan Bertingkat Terapeutik


Pemajanan bertingkat terapeutik serupa dengan desensitisasi sistematik kecuali bahwa
pelatihan relaksasi tidak dilibatkan dan terapi biasa dilakukan didalam konteks kehidupan
sebenarnya. Hal ini berarti bahwa individu tersebut harus berkontak dengan stimulus
peringatan untuk pertama kali belajar bahwa tidak ada akibat berbahaya yang akan terjadi.
Pajanan ditingkatkan sesuai hirarki.
Contohnya, pasien yang takut pada kucing, dapat meningkat dari melihat gambar kucing
hingga menggendong kucing.

 3) Flooding
Flooding serupa dengan pemajanan bertingkat yaitu bahwa flooding memajankan pasien
pada objek yang ditakuti in vivo; meski demikian, tidak ada hirarki. Flooding didasarkan
pada dasar pemikiran bahwa melarikan diri dari pengalaman yang mencetuskan ansietas
mendorong ansietas melalui pembelajaran. Dengan demikian, klinisi dapat mengakhiri
ansietas dan mencegah perilaku menghindar yang dipelajari dengan tidak memungkinkan
pasien lari dari situasi tersebut.
Keberhasilan prosedur ini bergantung pada pertahanan pasien didalam situasi yang
menimbulkan takut sampai mereka menjadi tenang dan merasakan sensasi penguasaan.
Menarik diri secara dini dari situasi atau secara dini mengakhiri situasi yang dibayangkan
adalah sebanding dengan pelarian diri, yang kemungkinan mendorong ansietas yang
dipelajari serta perilaku menghindar dan menghasilkan efek berlawanan yang diinginkan. 
Di dalam suatu varian, yang disebut imaginal flooding, objek atau situasi yang ditakuti
dihadapkan hanya didalam imajinasi bukannnya dikehidupan nyata.
 4) Assertivenes Training
Untuk menjadi asertif seseorang perlu memiliki kepercayaan diri di dalam penilaiannya
dan harga diri yang cukup untuk mengekspresikan pendapat mereka. Pelatihan dan
keterampilan social dan keasertifan mengajari seseorang cara merespons dengan sesuai
dilingkungan social, mengekspresikan pendapat mereka dengan cara yang dapat diterima,
dan memperoleh tujuan mereka. Berbagai teknik, termasuk role model, desensitisasi, dan
dorongan positif, digunakan untuk meningkatkan keasertifan.
 5) Terapi Aversi
Ketika stimulus berbahaya (hukuman) muncul segera setelah suatu respons perilaku
tertentu, secara teoritis, respon ini akhirnya dihambat dan diakhiri. Banyak stimulus
berbahaya yang digunakan: kejutan listrik, zat yang mencetuskan muntah, hukuman fisik,
dan ketidaksetujuan sosial. Stimulus negatif dipasangkan dengan perilaku, yang kemudian
disupresi. Perilaku tidak diinginkan dapat menghilang setelah rangkaian tersebut.
Terapi aversi telah digunakan untuk penyalahgunaan alcohol, parafilia, dan perilaku lain
dengan ciri impulsif dan kompulsif.

 6) Desensitisasi dan Pemrosesan Ulang Gerakan Mata


   (Eye Movement Desensitization and Reprocessing; EMDR)
Gerakan mata sakadik adalah osilasi cepat mata yang terjadi ketika seseorang mengikuti
objek yang bergerak maju-mundur di dalam garis penglihatan. Jika gerakan ini dicetuskan
ketika seseorang sedang membayangkan atau berpikir mengenai peristiwa yang
ditimbulkan ansietas, beberapa studi menunjukkan bahwa pikiran atau bayangan positif
dapat dicetuskan dan menyebabkan penurunan ansietas.
EMDR telah digunakan pada gangguan stress, pascatrauma dan fobia.
 7) Dialectical Behavior Therapy (DBT)
DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang dan
perilaku parasuicidal. Terapi ini bersifat selektif, dan mengambil metode dari terapi
suportif, kognitif dan perilaku.
Fungsi DBT adalah :
1 Meningkatkan dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien
2 Meningkatkan matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi dorongan pada
   perilaku maladaptif, termasuk disfungsi (kognisi dan emosi)
3 Meyakinkan bahwa pola perilaku baru dikembangkan dari lingkungan terapeutik
   ke lingkungan alami
4 Membuat struktur lingkungan sedemikian rupa sehinggaperilaku efektif bukannya
   perilaku disfungsi yang didorong
5 Meningkatkan motivasi dan kemampuan terapis sehingga diperoleh terapi efektif.
 8) Terapi Kognitif-Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
Terapi kognitif-perilaku (sering disingkat CBT) menampilkan usaha yang relatif baru
untuk mengawinkan aspek terapi perilaku yang berguna dengan terapi kognitif dan
memiliki tujuan utama membantu pasien mendapatkan perubahan yang mereka harapkan
dalam kehidupannya.
Asumsi dasar yang melatarbelakangi terapi-kognitif perilaku meliputi:
    1. Respons pasien lebih berdasarkan kepada interpretasi ketimbang pada realitasnya.
    2. Pikiran, perilaku, dan emosi saling terkait
    3. Tindakan terapeutik perlu diklarifikasi dan diubah menurut pikiran pasien
  
Aplikasi Teoritis
A) Penerapan Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa masalah,
diantaranya :
1. Menurunkan tingkah laku merusak diri
2. Merubah tingkah laku yang tidak diharapkan
3. Melatih orang tua, guru, sukarelawan dan perawat agar lebih efisien dalam
  menjalankan perannya
4. Mengurangi tingkah laku maladaptif yag khusus seperti kurangnya kebersihan diri
5. Kontrol perilaku

B) Strategi Modifikasi Perilaku


Sebelum memulai program, perawat harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengkajian, mengumpulkan dan menetapkan masalah : Data tentang perilaku 
      klien (adaptif/maladaptif), mengerti tentang arti dan maksud dari perilaku yang
      klien tampilkan
2. Rencana intervensi :
- Menetapkan tujuan/tingkah laku yang diinginkan dan gambaran hasil-hasil
 perilaku/kriteria
- Menentukan langkah awal untuk mencapai tujuan
  3. Menganalisa faktor pendukung yang ada dan orang-orang yg terlibat dalam terapi
      tersebut.
4. Menetapkan konsekuensi sebagai reward/punishment yang disetujui bersama  
      klien.
Jenis konsekuensi diantaranya :
a. Reward materi  : uang, makanan
b. Reward pengganti/surogate reward  : puji-pujian
c. Reward sosial   : dukungan di dalam group
d. Reward tingkah laku  : kesempatan melakukan aktifitas
Burus F. Skinner merupakan seorang yang terkenal dalam bidang ini.

Ada tiga cara utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia, yaitu :
1. Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, yang
membangkitkan bentuk perilaku khusus itu. Misalnya seorang anak yang tidak berprestasi
disekolah dan nakal dikelas, hanya dengan seorang guru tertentu dapat menjadi efektif dan
rajin bila ia dipindahkan ke kelas lain oleh seorang guru yang lain.
2. Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat diubah atau
dimodifikasi. Misalnya seorang anak dapat diajar untuk melihat dirinya sendiri dalam
suatu kegiatan kompromi yang konstruktif dan tidak menunjukkan ledakan amarah bila ia
menghadapi frustasi.
3. Akibatnya suatu perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian perilaku tersebut
dapat dimodifikasi. Misalnya ia dihukum bila ia mengganggu orang lain, dengan demikian
rasa bermusuhan mungkin dapat diganti dengan sikap yang lebih kooperatif.

Hasil Terapi Perilaku


Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini
memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan.
Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas,
bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian).
Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan
bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan
kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner
conflict ) dan jika penyebab inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah
timbulnya gejala baru.
Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: “
teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata – mata kebiasaan yang dipelajari; tidak
terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan
gejalanya dan anda telah menghilangkanneurosis.”
Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku adalah pendekatan yang terlalu
disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien.
Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu
pertimbangan penting dalam menilai kemanjuranterapiperilaku.
Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan
psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapiperilaku.
I.VI Terapi Humanistik Eksistensial

Psikologi humanistik (Humanistic Psychology) di buat oleh sekelompok ahli psikologi


yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow
dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual
dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme.
Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga”.

Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda,


tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang
berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme
adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan
keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang
menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan.
Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan
untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta
bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi
evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi
manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen
menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu
alam.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan
bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan
terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang
melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan
filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang
unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha
membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan
manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral
memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan
bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara
sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara
tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan
kebebasan yang konsisten.
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini
mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan
Eksistensial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang
bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan
merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang
berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang
manusia.
Tokoh-tokoh dalam konseling eksistensial-humanistik yaitu, Abraham Maslow, Carl H.
Rogers, Holo May, Bagental, Yourard dan Arbuckle.

KONSEP UTAMA TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL


1. Kesadaran diri

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia dapat berpikir dan memutuskan. Kesadaran
diri membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Pada hakikatnya
semakin tinggi kesadaran seseorang maka semakin dia hidup sebagai pribadi.
Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami
hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup
kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk
pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi.

2. Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan

Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi
bagian dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang
dimana merupakan sesuatu yang patologis, sebab dia bisa menjadi suatu tenaga
motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.

3. Penciptaan makna

Manusia itu unik, dalam arti lain bahwa selalu berusaha untuk menemukan tujuan hidup
dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada
dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan
untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia
adalah mahluk yang rasional dan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain.

TUJUAN TERAPI HUMANISTIK


1. Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan
hidup manusia.
2. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi pada diri seseorang.
3. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan
memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-
kekuatan deterministik di luar dirinya sendiri.
4. Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas
kesadaran dirinya.
5. Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya sendiri.
FUNGSI DAN PERAN TERAPIS

Terapis di dalam terapi humanistik eksistensial memiliki tugas yang paling utama, yaitu
berusaha agar dapat mengerti pasien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia. Dimana
tekhnik yang digunakan selalu mendahului suatu pengertian yang mendalam terhadap
pasiennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu ke
klien yang lain tapi juga dari satu fase ke fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.

PROSEDUR DAN TEKHNIK TERAPI HUMANISTIK


1. Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling.

Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternatif, motivasi,
faktor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi seseorang, merupakan
sasaran dari semua konseling yaitu tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa
peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.

1. Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling.

Terapi eksistensial terus-menerus mengarahkan terfokus pada pertanggungjawaban klien


atas situasi Mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain,
menyalahkan kekuatan dari luar. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima
pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang
ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi.
Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan
dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan
menggunakan kebebasan yang ada. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tidak
mampu berjalan dan secara neurotik menjadi ketergantungan pada terapis. Terapis perlu
mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki
pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindari
dari smeua pilihan itu sendiri.

1. Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain :
Implikasi Konseling.

Menantang klien untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan
sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan
hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien dimana pada
saat itu mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka
kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali.
Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka
terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang
harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri dan dalam diri mereka sendiri.

1. Pencarian Makna : Implikasi Konseling.

Kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan
bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa
tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang
dimilikinya sebagai pribadi. dimana orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang
dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak
dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan.
Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang
bisa dipelajari klien tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan
untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.

1. Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling.

Kecemasan adalah materi dalam sesi terapi produktif. jika klien tidak mengalami
kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. maka terapis yang
berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana
bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup
tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang
serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan
klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang
tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan
membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih
memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru.

1. Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.

Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu


yang masih mereka miliki, dan ini bisa mengubah mereka untuk mau menerima
kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai
pengganti kehidupan yang lebih bermakna.

TAHAP PELAKSANAAN TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL


1. Tahap pendahuluan

Konselor mambantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasikan asumsi mereka


terhadap dunia. Klien diajak mendgartikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima.
Konselor mengajarkan mereka bercemin pada eksistensial mereka dan meneliti peran
mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.

2. Tahap pertengahan

Klien di motivasi agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan
sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi
nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas
oleh klien.

3. Tahap akhir

Berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka.
Klien di motivasi agar dapat mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang lengkap.
Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang
memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk
membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan
kebebasan pribadinya sendiri.

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN TEORI EKSISTENSIAL-HUMANISTIK

Kelebihan

–     Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam
perkembangan dan kepercayaan diri.

–     Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri.

–     Memanusiakan manusia.

–     Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap


fenomena sosial.

–     Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien
seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun
masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa

Kelemahan Eksistensial-Humanistik

–     Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal

–     Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas.

–     Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan
ditentukan oleh klien sendiri)

–     Memakan waktu lama.

I.VII Terapi Perilaku (Behavior Therapy)


Konsep Terapi Perilaku

Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk


psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk
menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias,dengan
memakai tehnik yang didesain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.

Pada tahun 1920, Watson dkk melakukan percobaan pengkondisian (conditioning) dan
pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut yang merupakan cikal bakal terapi
perilaku formal.  Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing
dengan  memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bel sama dengan
makanan, yang kemudian dikenal juga dengan istilah “stimulus” dan “respon”.

Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF
Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu, termasuk juga Wolpe Yusuf
dan Hans Eysenck.

Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe),
Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing
memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang
masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan
perilaku.

Di Amerika Serikat Skinner dkk. menekankan pada operant conditioning yang


menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada
pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku.

Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik


(bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien.

Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan


pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller
untuk mengembangkan programmed instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat
rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama
untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.

Terapis behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan


lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari para
terapis sebagai kriteria pengukuran keberhasilan terapi. Manusia menurut pandangan ini
bukan hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.
Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya,
proses terapi merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu
individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya. Terdapat beberapa
teori dasar mengenai metode terapi perilaku, yaitu :
a.       Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau
dipelajari (learned).

b.      Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dengan penghilangan kebiasaan


(deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning).

c.       Untuk menguatkan perilaku adalah dengan pembiasaan perilaku (operant and


clasical conditioning).

2.      Tujuan Terapi Perilaku

Menurut Corey (2009), tujuan umum terapi perilaku adalah menciptakan kondisi-kondisi
baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap perilaku adalah dapat
dipelajari (learned), termasuk perilaku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik
learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif
bisa diperoleh. Terapi perilaku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil
belajar yang tidak adaptif

dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-


respons yang layak, namun belum dipelajari. Berkaitan dengan penjelasan diatas secara
sederhana tujuan dari terapi perilaku adalah : 

a.       Meningkatkan perilaku, yaitu reinforcement positif (memberi penghargaan terhadap


perilaku) dan reinforcement negatif (mengurangi stimulus aversi)

b.      Mengurangi perilaku, yaitu punishment (memberi stimulus aversi), respons


cost(menghilangkan atau menarik reinforcement),
dan extinction (menahan reinforcerment)

Sedangkan, menurut Latipun (2001) tujuan terapi perilaku adalah mencapai kehidupan
tanpa mengalami perilaku somatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau
hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang, atau
mengalami konflik dengan lingkungan sosial.

1.      Peran Terapis

a.       Memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment

Yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-


masalah manusia pada kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam
menentukan prosesur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah
laku yang baru dan adjustive 

b.      Terlibat dalam pemberian penguatan-penguatan sosial

Terapis harus terlibat dalam pemberian penguatan-penguatan sosial, baik yang positif
maupun yang negatif. Bahkan meskipun, mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang
netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapis membentuk tingkah
laku klien, baik melalui cara-cara langsung maupun cara-cara tidak langsung.

c.       Penguat bagi tingkah laku klien

Peran mengendalikan tingkah laku klien yang dimainkan oleh terapis melalui penguatan
menjangkau situasi di luar konseling serta dimasukan ke dalam tingkah laku klien dalam
dunia nyata: “konselor mengganjar respon-respon tertentu yang dilaporkan telah
ditampilkan oleh klien dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan menghukum respon-
respon yang lainnya. Ganjaran-ganjaran itu adalah  persetujuan, minat, dan keprihatinan,
perkuatan semacam itu penting terutama pada periode ketika klien mencoba respon-respon
atau tingkah laku baru yang belum secara tetap diberi perkuatan oleh orang lain dalam
kehidupan klien”. Salah satu penyebab munculnya hasil yang tidak memuaskan adalah
bahwa terapis tidak cukup memperkuat tingkah laku yang baru dikembangkan oleh klien 

d.      Model bagi klien

Bandura menunjukan bahwa sebagian besar proses belajar yang melalui pengalaman
langsung juga bisa diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain. Ia
mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa
mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau percontohan sosial yang disajikan oleh
terapis. Terapis sebagai pribadi menjadi model yang penting bagi klien. Karena klien
sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien acap kali meniru
sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis
harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi.

      Teknik Terapi Perilaku

a.       Operant Conditioning

Tingkah laku operan menjadi ciri organisme yang aktif yang beroperasi di lingkungan
untuk menghasilkan akibat-akibat, merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam
kehidupan sehari-hari (misalnya, membaca, berbicara, berpakaian, makan, bermain).
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan
kembali tingkah laku tersebut dimasa mendatang tinggi.

Prinsip perkuatan yang menerangkan pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusan pola-


pola tingkah laku merupakan inti dari pengkondisian operan. Terdapat dua
jenis reinforcement, yaitu:

1)      Positive Reinforcement

Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera
setelah tingkah laku yang diharapkan muncul, merupakan suatu cara yang ampuh untuk
mengubah tingkah laku. Biasanya suatu peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku
tertentu dapat menyebabkan perilaku tersebut akan diulangi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan reinforcement positif, yaitu:

a)      Memilih perilaku yang akan ditingkatkan

Perilaku yang akan dikukuhkan harus diidentifikasi secara spesifik. Hal ini akan
membantu untuk memastikan reliabilitas dari deteksi contoh dari perilaku dan perubahan
frekuensinya. Serta meningkatkan perilaku kemungkinan program reinforcement ini
dilakukan secara konsisten 

b)      Memilih reinforcer

Berbeda individu, kemungkinan reinforcer yang digunakan juga berbeda. Ada


juga reinforcer yang merupakan reinforcer bagi semua orang. Terdapat lima
macam reinforcer yaitu :

  Consumable reinforcer – makanan, minuman

  Activity reinforcer –hobi, olahraga, belanja

  Manipulative reinforcer – bersepeda, menggunakan internet

  Possesional reinforcer – gelas kesayangan, baju favorit

  Social reinforcer – pujian, pelukan, senyum

2)      Negative Reinforcement

Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan
negatif antara lain: menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka
kecewa dll)

Penguatan positif

Perilaku Konsekuensi Perilaku ke depan

Murid Guru menguji murid Murid


mengajukan mengajukan lebih
pertanyaan yang banyak pertanyaan
bagus

Penguatan negatif

Perilaku Konsekuensi Perilaku kedepan


Murid Guru berhenti menegur Murid makin
menyerahkan PR murid sering
tepat waktu menyerahkan PR
tepat waktu

a.       Desensitization

Istilah desensitisasi merupakan usaha untuk memperkenalkan secara bertahap stimulus


atau situasi-situasi yang menimbulkan ketakutan. Merupakan teknik yang digunakan untuk
menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan
tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan.

Systematic desensitization didesain untuk membantu klien yang mengalami phobia. Klien


dan terapis pertama-tama membuat daftar tingkatan atau hirarki ketakutan dari yang paling
lemah sampai yang paling kuat. Kemudian klien disuruh relax, dan selanjutnya prosedur
terapis dimulai (mulai dari imaginal menuju kepada aktual desensitisasi). Teknik ini juga
melibatkan relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai
dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan. Situasi dihadirkan dalam
suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. 

b.      Flooding

Adalah suatu bentuk dari terapi pemaparan dimana subjek dihadapkan pada stimulus
pembangkit kecemasan tingkat tinggi baik melalui imajinasi ataupun situasi actual.
Mengapa? Kepercayaannya adalah bahwa kecemasan merupakan representasi dari respon
terkondisi dari stimulus fobia dan akan punah bila individu tinggal di dalam situaasi fobik
tersebut untuk waktu yang cukup lama dan tidak terjadi konsekuensi yang merugikan.
Dalam suatu riset, 9 dari 10 orang dengan fobia social memperoleh sedikitya peningkatan
dalam taraf sedang melalui teknik flooding dimana mereka secara langsung dihadapkan
pada situasi pembangkit ketakutan.

Flooding didasarkan pada dasar pemikiran bahwa melarikan diri dari pengalaman yang
mencetuskan anxienty (gangguan cemas)  dan mendorong anxienty melalui pembelajaran.
Dengan demikian, terapis dapat mengakhiri ansietas dan mencegah perilaku menghindar
yang dipelajari dengan tidak memungkinkan pasien lari dari situasi tersebut. Keberhasilan
prosedur ini bergantung pada pertahanan pasien didalam situasi yang menimbulkan takut
sampai mereka menjadi tenang dan merasakan sensasi penguasaan. Menarik diri secara
dini dari situasi atau secara dini mengakhiri situasi yang dibayangkan adalah sebanding
dengan pelarian diri, yang kemungkinan mendorong ansietas yang dipelajari serta perilaku
menghindar dan menghasilkan efek berlawanan yang diinginkan.

Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psikopatologis
(gangguan jiwa). Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian
Pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan
negatif. Teknik terapi :

1)      Mencari stimulus yang memicu gejala gejala

2)      Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan


tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.

3)      Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai


celaan atau judgement oleh terapis.

4)      Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan
meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan

5)      Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.

c.       Implosive Therapy

Klien diarahkan untuk membayangkan situasi (stimulus) yang mengancam. Dengan secara
berulang-ulang dimunculkan dalam setting terapi dimana konsekuensi-konsekuensi yang
diharapkan dan menakutkan tidak muncul, stimulus yang mengancam kehilangan daya
menghasilkan kecemasannya, dan penghindaran neurotik pun terhapus.

Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa jika seseorang secara berulang-ulang
dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang
menakutkan tidak muncul, maka kecemasan terekdusi atau terhapus. Klien diarahkan
untuk membayangkan situasi-situasi yang mengancam. Dengan secara berulang-ulang dan
dimunculkan dalam setting terapi dimana konsekuensi-konsekuensi yang diharapkan dan
menakutkan tidak muncul, stimulus-stimulus yang mengancam kehilangan daya
menghasilkan kecemasannya, dan penghindaran neurotik pun terhapus.

Stampfl (1975) mencatat beberapa contoh bagaimana terapi implosive berlangsung. Ia


melukiskan seorang klien yang mengalami kecenderungan-kecenderungan obsesif pada
kebersihan. Klien mencuci tangannya lebih dari seratus kali sehari dan memiliki ketakutan
yang berlebihan terhadap kuman.

d.      Participant Modeling (Percontohan)

Modeling dengan partisipasi terbimbing (terapis membimbing klien atas rangkaian


latihan), demonstrasi dengan partisipasi (terapis medemonstrasikan sebelum klien
berpartisipasi), dan contact-desensitization (kontak pisik antara terapis dan klien selama
phase awal partisipasi klien dalam treatmen).

Participan modeling, dapat diadaptasikan untuk rentang yang luas dari cemas atau takut
pada: binatang, sosial, dan yang tidak spesifik, misalnya takut pada ketinggian. Di sini
individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah
laku sang model.

e.       Teknik Aversi

Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan
gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku
simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan
kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa
melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.

Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversial yang dimiliki oleh
para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa
orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan. Butir yang penting adalah bahwa
maksud prosedur-prosedur teknik aversif ialah menyajikan cara-cara menahan respons-
respons maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh
tingkah laku alternatif yang adaptif dan yang akan terbukti memperkuat dirinya sendiri.
Satu kesalahpahaman yang populer adalah bahwa teknik-teknik yang berlandaskan
hukuman merupakan perangkat yang paling penting bagi para terapis tingkah laku.

f.       Teknik Relaksasi dan Desentisisasi Sistematis

Salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi 
sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan
menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku
yang hendak dihapuskan itu, Desensitisasi  diarahkan kepada mengajar klien untuk
menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.

Wolpe telah mengembangkan suatu respon yakni relaksasi, yang secara fisiologis
bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek
dari situasi yang mengancam. Desensitisasi  sistematis adalah teknik yang cocok
digunakan untuk menangani fobia-fobia, kecemasan dan ketakutan. Teknik ini bisa
diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi
interpersonal, ketakutan terhadap ujian, kecemasan-kecemasan neurotik, serta impotensi
dan frigiditas seksual.

Desensitisasi  sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan


bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan
klien untuk rileks”. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat
secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan
dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat
dihilangkan secara bertahap. Jadi Desensitisasi  sistematis hakikatnya merupakan teknik
relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif
biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan
tingkah laku yang akan dihilangkan. 
g.      Self Control

Teknik behavioral yang menekankan suatu aktivitas, ‘coping response’ dari klien yang
memungkinkan seseorang mengontrol dalam situasi-situasi problematiknya. Misalnya,
digunakan untuk alkoholik, ‘self-abusive child’, untuk siswa yang ingin mengembangkan
keterampilan studi, atau untuk pribadi ‘overweight’ yang ingin mengontrol tingkah laku
makan.

Beberapa tujuan yang biasanya ingin dicapai dalam melakukan modifikasi perilaku yang
menggunakan teknik self-Control antara lain :

1)      Mampu menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau
menjauhi situasi tersebut

2)      Mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi.

3)      Mampu menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur perilaku agar dapat
mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh masyarakat

4)      Mampu mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan melalui


pertimbangan secara objektif.

5)      Mampu menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan penafsiran suatu


keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif

6)      Mampu mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu tindakan berdasarkan


pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

h.      Eye Movement Desensitisasi and  Reprocessing (EMDR)

Gerakan mata dan pengolahan desensitisasi (EMDR) adalah bentuk paparan konseling
yang melibatkan imaginal, restrukturisasi kognitif, gerakan mata berirama dan merancang
hal lain untuk mengobati klien yang mengalami stres traumatic, populasi termasuk anak-
anak korban pelecehan seksual, veteran perang, korban kejahatan, korban perkosaan,
korban kecelakaan,individu yang berhubungan dengan kecemasan, panik, depresi,
kesedihan,kecanduan, dan fobia. EMDR terdiri dari 8 fase penting yaitu:

1)      Membantu konseli mengatur kembali kognisi dan pemrosesan ulang informasi.

2)      Fase persiapan berupa membangun aliansi terapi.

3)      Fase penilaian meliputi identifikasi memori traumatis yang menhasilkan kecemasan,


identifikasi emosi dan sensasi fisik yang berkaitan dengan traumatis.

4)      Fase desentisasi yang menvisualisasi image traumatis, menyampaikan kepercayaan


maladaptive, dan sensasi fisik.

5)      Fase instalasi yang terdiri dari penigkatan kekuatan dan kognisi positif konseli yang
diidentifikasi sebagai pergantian kognisi negative.
6)      Memvisualisasikan kejadian traumatis melalui kognisi positif

7)      Penutupan yang memadai pada setiap akhir sesi,

8)      Re-evaluasi atau fase penanganan terakhir.

i.        Terapi Kognitif-Behavioral (TKB)

Digunakan dalam rangka membantu menangani berbagai masalah yang dihadapi individu:
seperti : depresi, kecemasan dan gangguan panik, atau dalam menghadapi peristiwa hidup
lainnya, seperti: kematian, perceraian, kecacatan, pengangguran, masalah yang
berhubungan dengan anak-anak dan stres.

Dalam (TKB), konselor dan klien bekerjasama untuk mengidentifikasi dan mengubah pola
pikir dan perilaku negatif yang menyebabkan timbulnya gangguan fisik-emosional. Fokus
dalam terapi ini adalah berusaha mengubah pikiran atau pembicaraan diri (self talk).

Proses (TKB) membantu klien dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan


spesifik dari apa yang dia pikirkan dan menyebabkan timbulnya perasaan negatif dan
menyakitkan. Setiap bentuk pemikiran yang menyimpang klien ini dapat mempengaruhi
tingkat emosi dan perilakunya.

Dalam memperlakukan orang yang mengalami kesulitan psikologis, titik yang paling
efektif untuk dilakukan intervensi adalah pada tingkat pikiran yang menimbulkan rasa
sakit tersebut. Jika proses berpikirnya dapat berhasil dirubah, (misalnya asumsi,
keyakinan, nilai-nilai), maka dengan sendirinya perubahan dalam emosi dan perilaku akan
mengikutinya.

Berbagai teknik dan strategi behavioral therapy dapat digunakan untuk meningkatkan hasil
perawatan (misalnya, teknik mengelola kemarahan, meditasi, latihan relaksasi, dan
assertive training, dan sebagainya). Tidak seperti proses konseling tradisional umumya,
Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) lebih memfokuskan pada hasil dan tujuan, termasuk
didalamnya adalah hasil jangka pendek (segera) dari proses konseling yang sedang
berjalan, yaitu tercapainya pengalaman positif klien yang relatif cepat dengan adanya
kemajuan perasaan yang lebih lega dan daya tahan.

Berdasarkan hasil studi beberapa dekade belakangan ini, telah membuktikan bahwa (TKB)
merupakan sebuah model sederhana yang sukses dan ampuh sebagai salah bentuk
treatment psikologis. Saat ini Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) telah banyak diterapkan
oleh para profesional di seluruh Amerika Serikat dan secara internasional.

“Jenis konseling ini adalah yang paling efektif dalam berurusan dengan individu-individu
yang cerdas, rasional dan berkeinginan untuk memiliki gairah dan kenikmatan dalam
hidup mereka” demikian menurut Beth Horwin, LPC, berdasarkan pengalamannya sebagai
seorang therapist.
Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) merupakan proses terapi yang mengambil banyak
bentuk, sedikitnya terdapat 60 variasi. Secara ringkas, Beth Horwin mengemukakan proses
konseling kognitif- behavioral ini, sebagai berikut:

1)      Membantu klien dalam mengenali, menganalisis dan mengelola keyakinannya.

2)      Membiarkan klien bersandar pada memorinya, dan berusaha untuk memvalidasimya.

3)      Menempatkan dan menitikberatkan pada keyakinan klien, tentang siapa dirinya dan
apa tujuan hidup dia di dunia ini

4)      Menjaga fokus pada upaya meningkatkan “kepuasan hidup secara menyeluruh”,


bukan pada upaya penurunan emosi yang negatif

5)      Membelajarkan dan mendidik yakni memberikan kesempatan kepada klien untuk


memeriksa/memguji kembali apa yang telah diucapkannya dengan kenyataan dirinya.

6)      Mengidentifikasi dan berbagai keterampilan praktis (misalnya, tentang penetapan


tujuan dan pemecahan masalah).

7)      Melanjutkan untuk melakukan pekerjaan ini untuk waktu jangka panjang, setelah
proses konseling selesai.
I.VIII Terapi Kognitif

.           Pengertian Terapi Kognitif


Kognisi adalah suatu  tindakan atau proses memahami. Terapi kognitif menjelaskan bahwa
bukan suatu peristiwa yang menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan
harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa
perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan
keyakinan orang (Stuart, 2009).
Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari distorsi
kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau
pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa
positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat kehidupan
dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang berbahaya,
seperti menyangkal masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat
untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang diungkapkan
oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan disayangkan sebagai bukti kurang
lengkap diri. Distorsi kognitif umum tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009)
Tabel Bentuk Distorsi Kongnisi (Stuart, 2009)
No Kelainan Kongnisi Pengertian Contoh
1 Overgeneralization Mengrkan Seseorang mahasiswa
kesimpulan secara yang gagal dalam satu
menyeluruh segala ujian mengatakan :
sesuatu “kayaknya saya
berdasarkan enggak akan lulus
kejadian tunggal. dalam setiap ujian”.
2 Personalization Menghubungkan “ atasan saya
kejadian diluar mengatakan
terhadap dirinya produktivitas
meskipun hal perusahaan sedang
tersebut tidak menurun tahun ini,
beralasan. saya yakin kalau
pernyataan ini
ditujukan pada diri
saya”.
3 Dichotomus Berfikir ekstrim, “ Bila suami saya
thinking menganggap segala meninggalkan saya,
sesuatunya selalu saya pikir saya lebih
sangat bagus atau baik mati”.
buruk.
4 Catastrophizing Berfikir sangat “saya lebih baik tidak
buruk tentang mengisi formulir
orang dan kejadian. promosi jabatan itu,
sebab saya tidak
menginginkan dan
tidak akan nyaman
dengan jabatan itu”.
5 Selective Berfokus pada Seorang istri percaya
abstraction detail, tetapi tidak bahwa suaminya tidak
relavan dengan mencintainya sebab ia
informasi yang datang terlambat dari
lain. pekerjaannya, tetapi ia
mengabaikan
perasaannya, hadiah
dari suaminya tetap
diterima dan libur
bersama tetap
direncanakan.
6 Arbitary inference Menggambarkan Teman saya tidak
kesimpulan yang pernah lama menyukai
salah tanpa saya sebab ia tidak
didukung data. mau diajak pergi.
7 Mind reading Percaya bahwa Mereka pasti berfikir
seseorang bahwa dirinya terlalu
mengetahui kurus atau terlalu
pemikiran orang gemuk.
lain tanpa
mengecek
kebenarannya.
8 Magnification Exaggregating the Saya telah
importance of meninggalkan makan
events. malam saya, hal ini
menunjukkan betapa
tidak kompetennya
saya.
9 Externalization of Menentukan tata Saya sudah berusaha
self worth nilai sendiri untuk untuk kelihatan baik
diterapkan pada setiap waktu tetapi
orang lain. teman-teman saya
yang tidak
menginginkan saya
berada di sampingnya.
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur berorientasi terhadap masalah
saat ini dan bersifat individu. Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan
pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi
berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih, 2007).
B.            Tujuan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan menggunakan terapi
kognitif adalah sebagai berikut:
1.    Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan
kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan
mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa
penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi depresan.
2.    Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
3.    Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara
berpikir atau mengembangkan pola piker yang rasional.
4.    Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptive,
pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak logis yang dibesar-
besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya.
5.    Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala
depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir
maladaptive dan otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan-
kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan yang
dapat menyebabkan depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien
harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan
perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan
harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien mengidentifikasi
kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi lebih
fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih adaptif.
6.    Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan
mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien,
restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis,
mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, danreframing.
7.    Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif
kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau
pencegahan respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui
psikoedukasi.
8.    Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia,
dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan
respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif
bertujuan untuk mengubah persepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya.
9.    Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup
dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.
10.     Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan yang
salah.
11.     Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik untuk
meningkatkan aktivitas sosialnnya.
12.     Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.
C.           Indikasi Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang
lazim, terutama:
1.    Depresi (ringan sampai sedang).8
2.    Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.
3.    Indiividu yang mengalami stress emosional.
4.    Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi
pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang
terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi.
5.    Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).
6.    Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).
7.    Gangguan makan (anoreksia nervosa).
8.    Gangguan mood.
9.    Gangguan psikoseksual
10.     Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
D.           Teknik Terapi Kognitif
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui oleh
perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa
bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan
kemampuan lain seperti teknik komter, milieu therapy dan counseling. Beberapa teknik
tersebut antara lain: 
1.    Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap
pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara
memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin muncul.
Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing kolom terdiri atas
perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang dianggap
menimbulkan kecemasan saat ini.
Tanggal Situasi emosi Pikiran otomatis Respon rasional hasil
Tanggal 1.      kejadian 1.      Pikiran 1.      Tulis respon 1.      Tulis kembali
saat nyata yang otomatis yang rasional terhadap
masalah menyebabkan muncul khususnya pemikiran tingkat kepercayaan
dirasakan ketidaknyamanan sedih, cemas, marah. otomatis yang terhadap persentase
emosi. 2.      Skala emosi muncul pikiran otomatis 1-100%
2.      Pokok dalam rentang 0% - 2.      Tuliskan
pikiran, khayalan 100 % persentase
yang menyebabkan kepercayaannya
ketidaknyamanan dalam rentang 0-
emosi. 100%
Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh
klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang
sudah terisi dibahas secara bersama.
2.    Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan pikiran-pikiran
abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap
selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah
mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami
distorsi dalam pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua
sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data
itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota
lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut
dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan
pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai
penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data yang bisa
dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaanya selama ini.
3.    Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives)
Bayak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak
adanyaalternative pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh
diri. Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa
dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan
masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan
menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap
masalahnya rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum dibayar, suami
selingkuh, anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan
biasanya klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai
contoh alternatif  listrik belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu
surat keterangan tidak mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat
penerangan lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih
mampu dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien
agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.
4.    Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa ( the what-if then ). Hal ini
meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien
mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih
beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang mungkin terjadi.
Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:
“ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
 “ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana
tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal
dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila tsunami tiba-tiba
datang?; gempa tiba-tiba melanda?; suami tiba-tiba tenggelam?; dan sebagainya.

5.    Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau perilaku.
Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau
mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa penting
untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari
masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat
dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari masalah
yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu
kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna
berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai
stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan
kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama
keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang lainnya.
6.    Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien.
Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik
berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat klien mulai
memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan bahwa masalahnya
sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di
dinding yang digunakan untuk menghentikan berpikir dysfunctional. Untuk memulainya,
klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya
dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras
“berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari
perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian.
7.    Learning New Behavior With Modeling
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan
dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah
memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya.
Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah
yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah
itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan
pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba memecahkannya
sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh
pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil
belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa
melakukannya sendiri.
8.    Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement. Misalnya anak
yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan
orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.
9.    Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada
kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan
secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal
yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun
kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan
berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.
10.     Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui
kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan
perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan
konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang
akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang
seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok
11.     Social skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh sebagai
hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:
a.    Feedback
Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan membersihkan
lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya
perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat melakukan feedback
dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih belum selesai harapan.
12.     Anversion Theraphy
Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-kebiasan buruk klien dengan
cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya
kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa
penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan
melakukan kebiasaan ngemilmakanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran
kambing yang dimakan terus.
13.     Contingency Contracting
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal
ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat denganpunishment dan reward. Misalnya
bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada
saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat
telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan
buruk yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi kkognitif
adalah sebagai berikut:
1.    Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan keyakinan
yang menyebabkan khawatir.
2.    Menggunakan teknik pertanyaan Socratic  yaitu meminta klien untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang merendahkan
dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut tidak logis
dan tidak rasional.
3.    Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri dan
dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan distress
enmosional menjadi hilang.
E.            Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan menjadi
modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang
terdiri atas:
1.    Fase awal (sesi 1-4)
a.    Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
b.    Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap
emosi dan fisik.
c.    Menentukan tujuan terapi.
d.   Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.
2.    Fase pertegahan (sesi 5-12)
a.    Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b.    Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan
keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan
memodifikasinya.
3.    Fase akhir (13-16)
a.    Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang
relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b.    Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.

F.            Strategi Pendekatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
1.    Menghilangkan pikiran otomatis.
2.    Menguji pikiran otomatis.
3.    Mengidentifikasi asumsi maladaptive.
4.    Menguji validitas asumsi maladaptive.
I.IX Terapi Kelompok

Pengertian Terapi Kelompok


Terapi Kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien bersama-
sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau petugas
kesehatan jiwa yang terlatih. (Direktorat Kesehatan Jiwa )
Terapi kelompok adalah perawatan modalitas untuk lebih dari satu orang yang
menyediakan hasil yang terapeutik untuk individu. (Deborah Atai Otong )
Terapi Kelompok adalah bentuk terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan
yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau
lebih dalam hal :
1. Kesadaran dan pengertian diri sendiri.
2. Memperbaiki hubungan interpersonal.
3. Perubahan tingkah laku.
Terapi Kelompok adalah proses keperawatan teurapeutik yang dilakukan dalam kelompok.
(Judih Haber)

Jadi dapat disimpulkan bahwa Terapi kelompok merupakan metoda pekerjaan sosial yang
menggunakan kelompok sebagai media proses pertolongan profesional. Maksudnya ialah
individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok
penyembuhan dan kemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh
seorang atau satu tim petugas kesehatan.

B. Tujuan Terapi Kelompok


Tujuan Umum :
* Meningkatkan kemampuan uji realitas
* Membentuk sosialisasi
* Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara
reaksi emosional dengan perilaku defensive
* Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif

Tujuan Khusus :
* Meningkatkan identitas diri
* Menyalurkan emosi
* Keterampilan hubungan social

Tujuan Rehabilitatif :
* Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
* Soialisasi di tengah masyarakat
* Empati
* Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan penyelesaian.

C. Idikasi dan Syarat Terapi Kelompok


Indikasi :
* Klien Psikotik seperti kecemasan, panik, depresi ringan
* Klien yang mengalami stress dalam kehidupan penyakit / kematian.
* Klien dengan masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
* Klien dengan gangguan keluarga, ketergantungan, dan sejenisnya

Kontra indikasi :
* Waham
* Depresi berat
* Sosio / Psikopat
* Sedang menjalani terapi lain
* Tidak ada harapan sembuh
* Pembosan

Metoda dan Media


Metoda :
× Terapi Deduktif
× Inspirasi Represif
× Analitik
× Aktifitas
× Psikodarma
× Sosiodrama

Media :
× Permainan
× Aktifitas
× Bahan / Alat, DLL.

Persyaratan
Jumlah Anggota :
× Menurut Wartono : 7 – 8 orang, minimal 4 orang
× Menurut Caplan : 7 – 9 Orang
× Umumnya tidak lebih dari 10 orang
Klien :
× Di rawat di Rumah Sakit Jiwa dengan observasi yang jelas
× Pada proses rehabilitasi : ada target kelompok dan target individu

Terapis :
× Memiliki pendidikan MN ( Psychiatrik Nursing ) atau
× Memiliki pendidikan S1 atau BSN dengan pengalaman 2 tahun.
× Memiliki sertifikat.

Target pada kelompok


× Perlu ada rating scale yang diterapkan pada sebelum, selama dan setelah terapi

Komposisi Terapis
× Leader
× Co. leader
× Fasilitator
× Observer

D. Bentuk-bentuk Terapi Kelompok


Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar berasal dari jenis-jenis terapi
individual yaitu :
a. Kelompok eksplorasi interpersonal
Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal
melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan
didukung oleh kerena itu, utuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum
dilakukan.

b. Kelompok Bimbingan-Inspirasi
Kelompok yang sangat terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya
dan memaksimalkan nilai diskusi didalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya
mungkin saja besar, anggota kelompok dipilih sering kali kerena mereka”mempunyai
problem yang sama”

c. Terapi Berorientasi Psikoanalitik


Suatu tehnik kelompok dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interprestasi
tentang konflik yang  disadari  pasien dan memprosesnya dari obserpasi interaksi antar
anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya bergantung
lebih pada pengalaman, sensitivitas, kehangatan, dan kharisma pemimpin kelompok dari
pada orientasi teori yang dianut (tomg, 2004)

Berbagai masalah dalam kelompok untuk mengembangkan kepercayaan diri, sensitifitas,


dan keterampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal balik antar anggota
kelompok yang difasilitasi oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat berlangsung terus
menerus atau terbatas waktu (Hibbert, 2009:157).

E. Proses Pelaksanaan Terapi Kelompok


Proses terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
1. Tahap Intake
Terjadi kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk
melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya
kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri atau
berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
2. Tahap Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan
kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
3. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin
mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
4. Tahap Pengembangan Kelompok
Petugas kesehatan  harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok
untuk mencapai tujuan atau harapannya.
5. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Evaluasi tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi terjadi
pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara
menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi dapat dilakukan.
I.X Rehabilitasi bagi Pasien dengan Gangguan Jiwa

Pengertian
Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan vokasional
sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta
mempersiapkan klien secara fisik, mental, social dan vokasional untuk suatu kehidupan
penuh sesuai dengan kemampuannya (Nasution,2006).
Rehabilitasi menurut WHO Expert Commitee on Medical Rehabilitation
(1969).Penggunaan secara terpadu dan terkoordinasi dari tindakan
medis,social,pendidikan dan vokasional untuk melatih atau melatihi kembali individu ke
arah kemungkinan tertinggi dari tingkat kemampuan fungsionalnya.kegiatan ini diberikan
dengan menggunakan sejumlah kegiatan dimana bertujuan membantu pasien
mengembangkan kemampuan kerja dalam kehidupan sehari-hari sebagai bekal bagi
dirinya di masyarakat setelah pulang dirawat di rumah sakit.
Rehabilitasi adalah tindakan restorasi bagi kesehatan individu yang mengalami kecacatan
menuju kemampuan yang optimal dan berguna baik segi fisik,mental,sosial,dan
ekonomik,di rumah sakit-rumah sakit,dan pusat-pusat rehabilitasi tertentu.

2.1.2 Tujuan dari Rehabilitasi


1. Mengembalikan kemampuan individu setelah terjadinya gangguan kepada
kondisi/tingkatan fungsi yang optimum
2. Mencegah kecacatan yang lebih besar
3. Memelihara kemampuan yang ada/dimiliki oleh pasien
4. Membantu pasien untuk menggunakan kemampuannya.rehabilitasi untuk proses jangka
panjang dimana memerlukan program dan sarana yang mencukupi.keberhasilan dari
program rehabilitasi tergantung kepada besarnya motivasi belajar,pola hidup sebelum dan
sesudah sakit dan dukungan dari orang-orang yag memiliki arti bagi pasien.

2.1.3 Tim yang Menangani Rehabilitasi


Tim yang menangani rehabilitasi yaitu tim kesehatan mental yang terdiri dari dokter,
perawat, psikologi, petugas sosial dan petugas terapi okupasional

2.1.4 Kegiatan Pelaksana


Kegiatan pelaksana rehabilitasi dilakukan di dalam rumah sakit,luar rumah sakit (panti,
pusat rehabilitasi), dimulai sejak hari pertama pasien dirawat

2.1.5 Fungsi Perawat Dalam Program Rehabilitasi:


1. Menjaga komplikasi dari akibat gangguan/penyakit diderita pasien
2. Membatasi besarnya gangguan semaksimal mungkin
3. Merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi

2.1.6 Jenis - Jenis Kegiatan Rehabilitasi


1. Terapi Okupasional
Adalah ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana menggerakkan partisipasi individu
melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk mengoreksi masalah-masalah patologik
ke arah pemeliharaan dan promosi derajat kesehatan.Kegiatan di bangsal biasanya berupa
kegiatan-kegiatan pada waktu luang dan kreasi seni untuk menilai kemampuan pasien
dalam memenuhi kegiatan sehari-hari (activities of daily living/ADL). Selain itu diberikan
juga kegiatan pendidikan latihan vokasional untuk bekal bekerja di masyarakat. Dengan
terapi ini mendorong pasien untuk mengembangkan minat untuk mempertahankan
keterampilan lama mempelajari keterampilan baru.
2. Terapi Edukasional
Tujuannya adalah membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya,tidak tertinggal
pelajaran karena sedang dirawat dan juga dapat beradaptasi dengan program pengobatan.
3. Rehabilitasi Vokasional
Yaitu suatu proses dimana pasien dikaji,dilatih dan ditempatkan sesuai dengan
pekerjaannya yang dapat membantunya mendapatkan kepuasan dan bermakna.Kegiatan
ini didasari kepada kepercayaan bahwa dengan memberinya pekerjaan akan menghasilkan
kreatifitas kepuasan dalam berhubungan sosial dengan orang lain,meningkatkan
kebanggakan dalam menyelesaikan tugas dan harga diri.Sebelum mengikuti terapi ini
biasanya pasien dilakukan test sikap ketrampilan,minat,kemudian diminta mengobservasi
dan memcoba salah satu jenis pekerjaan yang diminati,kemudian dinilai kembali untuk
diberikan terapi.

2.1.7 Tahap-Tahap Rehabilitasi Pasien Gangguan Jiwa


1) Tahap persiapan
yaitu usaha mempersiapkan pasien dengan menjalankan kegiatan terapi okupasional,
seleksi, evaluasi, dan latihan kerja dalam berbagai jenis pekerjaan
2) Tahap penyaluran/penempatan
merupakan usaha pemulangan pasien ke keluarga,tempat kerja atau masyarakat dan
instansi lain yang berfungsi sebagai pengganti keluarga,disamping usaha resosialisasi
3) Tahap pengawasan
merupakan tindakan lanjut setelah pasien di salurkan ke masyarakat,dengan mengadakan
kunjungan rumah (visit home) kunjungan tempat kerja (job visit) dan menyelenggarakan
perawatan lanjut (after care),untuk mengetahui perkembangan pasien,permasalahan yang
dihadapi serta cara-cara pemecahannya.
Sejak tahun 1978 di Indonesia program rehabilitasi dilakukan berdasarkan kerja sama
lintas sektoral melibatkan 3 departemen yaitu Departemen Kesehatan,Sosial dan
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui satu program bersama yang
membahas tentang Penyelenggarakan Usaha Rehabiltasi pasien mental

Anda mungkin juga menyukai