Anda di halaman 1dari 21

KONSEP PERILAKU KEKERASAN

DAN KONSEP KELUARGA


DISUSUN OLEH :
TEDDY IRAWAN : 21.01.03.052
PEBRIYUDIN : 21.01.03.040
RENDI KURNIAWAN : 21.01.03.044
FATMAWATI : 21.01.03.071
EKA RANIKE OKTALIA S : 21.01.03.017
RISA RINGGALIH : 21.01.03.045
REGINA SCUNDA MAYA AKBAR : 21.01.03.043
DWIYANI SYAHNING PRASETIA : 21.01.03.013

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022
A. Perilaku kekerasan

1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,
baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut
juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan yaitu :
A.Faktor psikologis
Pandangan psikologi mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa
manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya
tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
 Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
 Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-
kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling
percaya dan harga diri.
 Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan
atau koping.
b. Faktor sosial budaya

Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma


dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.

c. Faktor biologis
Faktor-faktor yang mendukung:
 Masa kanak-kanak yang mendukung
 Sering mengalami kegagalan
 Kehidupan yang penuh tindakan agresif
 Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

 
3. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali


berkaitan dengan (Yosep, 2009):
 Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
 Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
 Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
 Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
 Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
 Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :


A. Fisik
Muka merah dan tegang,Mata melotot/ pandangan tajam,Tangan mengepal,Rahang mengatup,Postur tubuh
kaku,Jalan mondar-mandir
B.Verbal
Bicara kasar,Suara tinggi, membentak atau berteriak,Mengancam secara verbal atau fisik,Mengumpat dengan
kata-kata kotor,Suara keras,Ketus
C.Perilaku
Melempar atau memukul benda/orang lain,Menyerang orang lain,Melukai diri sendiri/orang lain,Merusak
lingkungan,Amuk/agresif
D.Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
E.Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,sarkasme.
F.Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain,
tidak perduli dan kasar.
G.Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
H. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
 
5. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku


asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari
gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
 Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
 Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan
saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
 Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
 Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat
dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
 Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
serta hilangnya kontrol.
6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:


 Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
 Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
 Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
 Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
 Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
 Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang
dianggap berpangaruh dalam hidupnya.
7. Dampak Perilaku Kekerasan

Keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik kepada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan.
8. Penatalaksanaan
a.Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya.
b.Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian pekerjaan atau kegiatan
itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
c.Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap
keadaan (sehat-sakit) pasien.
d.Terapi Somatic
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan kepada
pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku
adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku
pasien (Eko Prabowo, 2014)
e.Electronic Convulsive Therapy (ECT)
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada pasien
dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari
sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014)
B.Konsep Keluarga

1.Definisi Keluarga
Kelurga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan, atau
pegangkatan dan mereka hidup dalam satu
rumah tangga, berinterksi sama lain dan
didalam perannya masing-masing menciptakan
serta mempertahankan kebudayaan
(Friedman, 2010).
2. Tipe Keluarga

A. Secara tradisional
 Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

◦ Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya


terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan
atau adopsi atau keduanya.
◦ Keluarga Besar (Exended Family) adalah keluarga inti
ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai
hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
B. Secara modern berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme maka pengelompokan
tipe keluarga selain di atas adalah:
◦ Tradisional Nuclear : Ayah + Ibu + Anak – Serumah – Ikatan pernikahan (saksi legal).
◦ Extended Family : Keluarga inti + Sanak saudara (nenek, kakek, keponakan, saudara, sepupu, paman,
bibi, dsb).
◦ Reconstituted Nuclear : Pembentukan baru dari keluarga inti, ada perkawinan kembali, tinggal serumah
dengan anak dari perkawinan lama maupun baru, satu / keduanya dapat bekerja di luar rumah.
◦ Middle Age / Aging Couple : Suami sebagai pencari uang, istri di rumah / kedua- duanya bekerja di
rumah, anak – anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / meniti karir.
◦ Dyadic Nuclear : Suami + istri sudah berumur, tidak mempunyai anak, keduanya / salah satu bekerja di
luar rumah.
◦ Single Parent : Satu orang tua, akibat perceraian / kematian pasangan, anak – anak dapat tinggal di rumah
/ diluar rumah.
◦ Dual Carier : Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak
◦ Commuter Carier : Suami istri / keduanya orang karier & tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya
selagi mencari pada waktu tertentu.
◦ Single Adult : Wanita / pria dewasa tinggal sendiri dengan tidak ada keinginan menikah.
◦ Three Generation : Tiga generasi / lebih tinggal dalam satu rumah.
◦ Institutional : Anak- anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti.
◦ Communal : Satu rumah tidur dari 2 / lebih pasangan yang monogami dengan anak – anaknya & bersama
– sama dalam penyediaan fasilitas.
◦ Group Marriage : Satu Perumahan : Oorang tua & keturunannya, satu kesatuan keluarga, tiap individu
menikah dengan yang lain & semuanya adalah orang tua dari anak – anak.
◦ Unmarried Parend and Child : Ibu & anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.
◦ Cohibing Couple : Dua orang / pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
 
3. Jenis Dukungan Keluarga

Dukungan sosial
Dukungan penilaian
Dukungan instrumental
Dukungan emosional
4. Fungsi Keluarga

Fungsi Afektif
Fungsi Sosial dan Status Sosial
Fungsi Kesehatan Keluarga
Fungsi Reproduksi
Fungsi Ekonomi
Fungsi Perawatan Kesehatan
C.Peran keluarga dalam merawat pasien dengan perilaku kekerasan

Adapun peran keluarga dalam merawat pasien dengan perilaku kekerasan diantaranya adalah
sebagai berikut: (Wuryaningsih, 2013 )
Keluarga perlu memperlakukan penderita dengan sikap yang bisa mendukung tumbuhnya
harapan dan optimis.
Harapan dan optimis akan mejadi motor penggerak pemulihan dari gangguan jiwa, dilain pihak
kata menghina memandang rendah dan membutuhkan pesimisme akan bersifat melemahkan
proses pemulihan. Harapan merupakan pendorong proses pemulihan, salah satunya factor
penting dala pemulihan adalah adanya keluarga.
Keluarga mengerti tentang kondisi – kondisi pasien yang perlu di konsultasikan segera ke
dokter ( seperti melempar/ memukul orang lain )
Mengontrol ekspresi emosi keluarga (seperti mengkritik, bermusuhan )
Melatih dan memotivasi melakukan tindakan untuk mengontrol marah, seperti tarik nafas,
memukul kasur / bantal, minum dan beribadah.
Bantu pasien untuk lebih medekatkan diri pada tuhan
Membantu pasien untuk minum obat secara teratur,
Jika sudah tidak ditangani bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
Peran keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan
Kepedulian ini diwujudkan cara meningkatkan fungsi afektif yang dilakukan dengan
memotivasi, mejadi pendengar yang baik, memberi tanggug jawab dan kewajiban peran dari
keluarga sebagai pemberi asuhan.
D. Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang
mempunyai perilaku kekerasan

1. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung


potensi dan minat bakat anggota keluarga yang mengalami
risiko perilaku kekerasan sehingga diharapkan dapat
meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
2. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan
pihak-pihak terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW
dalam membantu menyelesaiakan konflik sebelum terjadi
tindakan kekerasan.
3. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang
dapat membahas dan melaporkan perkembangan anggota
keluarga yang mengalami risiko pelaku kekerasan terutama
dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga
terutama orangtua.
E. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan

A. Mencegah terjadinya perilaku amuk :


 Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga
 Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang berada dalam kesulitan
 Saling menghargai pendapat dan pola pikir
 Menjalin keterbukaan
 Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
 Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki kekurangan tersebut
 Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada anggota keluarga untuk
mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
 Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota dengan risiko pelaku
kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
 Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih di rumah sakit.
 Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan marah.
 Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota keluarga risiko pelaku kekerasan.
 keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan melakukan perilaku
kekerasan
B. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :

1. Menarik nafas dalam


2. Memukul-mukul bantal
3. Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien
mengucapkan apa yang tidak disukai klien
4. Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu’ dan shalat
5. Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
C. Bila Klien dalam PK

Meminta bantuan petugas terkait dan


terdekat untuk membantu membawa klien
ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum
dibawa usahan utamakan keselamatan diri
klien dan penolong.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai