Disusun:
Margaretha Dwi Novijayanti Widjo
P1337420923053
Suatu keadaan di mana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien
sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang – barang.
1.2 Etiologi
1.2.1 Faktor Predisposisi
1. Faktor Biologis
Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem syaraf sperti synap,
neurotransmiterre, dendrite, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau
menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengahuri sifat agresif.
Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulus timbulnya perilaku bermusuhan da
respon agresif Genetik faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif.
2. Cyrcardian Rhytm, memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-
jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortsiol terutama pada jam-jam sibuk
seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam
09.00 dan jam 13.00. pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap
agresif.
3. Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi di temukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindakan kekerasan.
1.2.2 Faktor Psikologis
1) Teori psikonalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang .
teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yanag cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
2) Biochemistry faktor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak (epinephrine,
norephinephrine, asetikolin dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh. setekah dewasa sebagai konpensansi
ketidakpuasannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa man dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
3) Imitation, modeling and information processing theory, menurut teori ini perilaku
kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolerir kekerasan.
1. Learning theory, menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan hasil belajar dari
individu terhdap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ibu saat
marah.
4. Peran sosial
a. Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
b. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
c. Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d. Praduga negatif.
Adaptif Maldaptif
Keterangan :
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/ terhambat
Pasif : Respon lanjutan dimana klien tidak mampu mengungkapkan perasaannya
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
1. Medis
4. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
1) Psikoterapeutik
2) Lingkungan terapieutik
4) Pendidikan kesehatan
Para responden akan mengisi 21 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki skor 1 s/d 3,
setelah responden menjawab semua pertanyaan kita dapat menjumlahkan skor tersebut, Skor
tertinggi adalah 63 jika responden mengisi 3 poin keseluruhan pertanyaan. Skor terendah
adalah 0 jika responden mengisi poin 0 pada keseluruhan pertanyaan. Total dari keseluruhan
akan menjelaskan derajat keparahan yang akan dijelaskan di bawah ini.
1-10 = normal
11-16 = gangguan perilaku ringan
17-20 = batas perilaku kekerasan
21-30 = perilaku sedang
31-40 = perilaku berat
>40 = perilaku ekstrim
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan (Direja, 2011).
Data-data tersebut dikelompokan menjadi faktor predisposisi, presipitasi, penilaian, terhadap
stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimlilki klien. Data-data yang
diperoleh selama pengkajian juga dapat dikelompokan menjadi data subjektif dan data
objektif. Data subjektif merupakan data yang disampaikan secara lisan oleh klien maupun
keluarga klien melalui proses wawancara. Sedangkan data objektif adalah data yang
ditemukan secara nyata pada klien melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat
(Keliat, Panjaitan & Helena, 2006).
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b, Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah
dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku berikut ini:
2. Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di masa lalu dan
saat ini.
3. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan. Diskusikan
bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik,
psikologis, sosial, sosial, spiritual maupun intelektual.
4. Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada saat
marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
5. Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya.
Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul
kasur atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obat-obatan, sosial atau verbal
(dengan mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (salat atau
berdoa sesuai keyakinan klien).
2. Tindakan keperawatan
1) Tujuan
Keluarga dapat merawat klien di rumah
2) Tindakan
1) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab, tanda
dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut.
2) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan.
(1) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat.
(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota keluarga dapat
melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus klien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan.
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera dilaporkan kepada
perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.
2.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Pada situasi nyata implementasi seringkali jauh berbeda dengan rencana (Direja, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang: RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang.
Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap Penurunan
Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan , 138-
139.
Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.