Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen pembimbing : Ns. Diyanah Sholihan Rinjani Putri, M.Kep

Disusun Oleh:
NADYA MAULIA
NIM : S17089

PROGRAM STUDI SARJANA DAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Penyakit

1. Definisi Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan – perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Dermawan dan Rusdi, 2013).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
definisi ini maka perilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal, di
arahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Dermawan dan Rusdi, 2013).
Suatu keadaan di mana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang –
barang (Fitria, 2010).

2. Etiologi Perilaku Kekerasan


Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti & Iskandar (2012) faktor-
faktor yang dapat mencetuskan perilaku keerasan seringkali berkaitan
dengan :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Neurologi faktor, beragam komponen dari sistem syaraf
mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang akan mempengahuri sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulus timbulnya perilaku bermusuhan

2
dan respon agresif.

3
a) Genetik faktor, adanya faktor gen yang diturunkan
melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif.
b) Cyrcardian Rhytm, memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia
mengalami peningkatan cortsiol terutama pada jam-jam
sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 09.00 dan jam 13.00.
pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk
bersikap agresif.
c) Biochemistry faktor (faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epinephrine, norephinephrine,
asetikolin dan serotonin) sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan
dalam tubuh.
d) Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan
lobus temporal, sindrom otak organik, tumor otak,
trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi di temukan
sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindakan kekerasan.
2) Faktor Psikologis
a) Teori psikonalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh
riwayat tumbuh kembang seseorang teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2
tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yanag cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah

4
dewasa sebagai konpensansi ketidakpuasannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah.
b) Imitation, modeling and information processing theory,
menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang menolerir kekerasan.
c) Learning theory, menurut teori ini perilaku kekerasan
merupakan hasil belajar dari individu terhadap lingkungan
terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ibu saat
marah.
3) Faktor Sosial Budaya
a) Latar Belakang Budaya
Budaya permissive : Kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima.
b) Agama dan Kenyakinan
i. Keluarga yang tidak solid antara nilai keyakinan dan
praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang
rusak.
ii. Kenyakinan yang salah terhadap nilai dan
kepercayaan tentang marah dalam kehidupan. Misal
Yakin bahwa penyakit merupakan hukuman dari
Tuhan.
c) Keikutsertaan dalam Politik
i. Terlibat dalam politik yang tidak sehat
ii. Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan
politik
d) Pengalaman sosial
i. Sering mengalami kritikan yang mengarah pada
penghinaan.

5
ii. Kehilangan sesuatu yang dicintai ( orang atau
pekerjaan ).
iii. Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
iv. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
v. Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
e) Peran sosial
i. Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
ii. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
iii. Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada
lansia)
iv. Praduga negatif.
f) Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi
marah.
b. Faktor Presipitasi
1) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalammengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang
dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada
saat menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.

6
3. Manifestasi Klinis
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti & Iskandar (2012)
perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan :
a. Fisik :
1) Muka marah dan tegang
2) Mata melotot/pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatupkan rahang dengan kuat
9) Mengepalkan tangan
10) Jalan mondar-mandir-mandir

b. Verbal :
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan

7
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Emosi tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntun
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual

4. Patofisiologi
Ancaman kebutuhan, marah, stress, cemas yang dapat menimbulkan
marah. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku
konstruktif maupun destruktif.
Mengekpresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang
lain, sehingga rasa marah tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Selain
akan memberikan rasa lega , ketegangan akan menurun dan akhirnya
perasaan marah dapat teratasi.
Rasa marah yang diekspresikan secara destruktif, misalnya dengan
perilaku agresif dan menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan
masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang diunjukan
pada diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Perilaku yang yang submatif seperti menekan perasaan marah karena

8
merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan
diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan
yang demikian akan menimbulkan rasa bermushuan yang lama dan suatu
saat dapat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang diajukan diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Yosep, 2010).

5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Dongoes (2012), pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk
penyakit fisik dapat menyebabkan gejala reversibel seperti kondisi
defisiensi/toksik, penyakit neurologis, gangguan metabolik/endokrin.
Serangkaian tes diagnostik yang dapat dilakukan pada skizofrenia paranoid
adalah sebagai berikut :
a. Computed Tomograph (CT) Scan
Hasil yang ditemukan pada pasien dengan skizofrenia berupa
abnormalitas otak seperti atrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel
dengan rasio ventrikel otak meningkat yang dapat dihubungkan
dengan derajat gejala yang dapat dilihat 
b. Magnetic Resonance  Imaging (MRI)
MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat
memperlihatkan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal rata-rata,
atrofi lobus temporal (terutama hipotalamus dan girus temporal
superior)
c.  Positron Emission Tomography (PET)
Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area spesifik otak dan
dapat menyatakan aktivitas metabolik yang rendah dari lobus frontal,
terutama pada area prefrontal dari korteks serebral
d. Regional Cerebral Blood Flow (RCBF)
Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas
aktivitas pada daerah otak yang bervariasi
e. Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)

9
Alat yang dapat menunjukkan respon gelombang otak terhadap
rangsangan yang bervariasi disertai dengan adanya respon yang 
menurun kadang-kadang di lobus frontal dan sistem limbik
f. addiction severity index (ASI)
ASI apat menentukan masalah ketergantungan   (ketergantungan zat),
yang mungkin dapat dikaitkan dengan penyakit mental dan 
mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan
g. Elektrosepalogram (EEG)
Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang mungkin abnormal
menunjukkan ada atau luasnya kerusakan organik pada otak 

6. Penanganan
Menurut Yosep (2010) penaganan yang dilakukan pada pasien perilaku
perilaku kekerasan adalah :
a. Terapi somatik
Terapi Somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptife
menjadi perilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang ditujukan
pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsi therapi (ECT) adalah
bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan
pada pelipis klien. Terapi ini adalah awalnya untuk menagani klien
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah 2-3 kali sekali (dua minggu sekali)
c. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-
hipnotics. Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan

10
dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan perlawanan paasien.

11
B. Asuhan Keperawatan

1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


Menurut Yosep (2010) masalah keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan perilaku kekerasan yaitu :
a. Perilaku kekerasan.
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang laindan lingkungan.
c. Harga diri rendah

2. Diagnosa keperawatan (berdasarkan SDKI)

Diagnosa
Deskripsi Tanda mayor Tanda minor
Keperawatan
Perilaku Kemarahan Subjektif Subjektif
kekerasan yang 1. Mengancam (tidak tersedia)
(D.0132) diekspresikan 2. Mengumpat
secara dengan kata- Objektif
berlebihan dan kata kasar 1. Mata melotot
tidak 3. Suara keras atau pandangan
terkendali 4. Suara ketus tajam
secara verbal 2. Tangan
sampai dengan Objektif mengepal
mencederai 1. Menyerang 3. Rahang
orang lain dan orang lain mengatup
atau merusak 2. Melukai diri 4. Wajah memerah
lingkungan sendiri/orang 5. Postur tubuh
lain kaku
3. Merusak
lingkungan
4. Perilaku agresif/
amuk

12
3. Rencana asuhan keperawatan (Tujuan dan kriteria hasil menggunakan SLKI dan intervensi berdasarkan SIKI)

Tujuan dan
Dx.Kep Tindakan Keperawatan
Kriteria Hasil
Perilaku Setelah dilakukan tindakan Manajemen pengendalian marah I.09290
kekerasan keperawatan selama 3x24 Observasi
(D.0132) jam diharapkan status 1. Identifikasi penyebab atau pemicu kemarahan
orientasi dapat meningkat 2. identifikasi harapan perilaku terhadap ekspresi kemarahan
dengan kriteria hasil: 3. monitor potensi agresi tidak konstruktif dan lakukan tindakan sebelum
Kontrol Diri L.09076 agresif
1. Verbalisasi ancaman 4. monitor kemajuan dengan membuat grafik, jika perlu
kepada orang lain Terapeutik
menurun 1. gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Verbalisasi umpatan 2. fasilitasi mengekspresikan marah secara adaptif
menurun 3. cegah kerusakan fisik akibat ekspresi marah buka kurung (Misalnya
3. Perilaku menyerang menggunakan senjata kurung)
menurun 4. cegah aktivitas pemicu agresi misalnya atas, mondar-mandir, berolahraga
4. Perilaku melukai diri berlebihan
sendiri/orang lain 5. melakukan kontrol eksternal misal pengekangan time out dan seklusi jika

13
menurun perlu
5. Perilaku merusak 6. dukung menerapkan strategi pengendalian marah dan ekspresi amarah
lingkungan sekitar adaptif
menurun 7. berikan penguatan atas keberhasilan penerapan strategi pengendalian
6. Perilaku agresif/amuk marah
menurun Edukasi
7. Suara keras menurun 1. jelaskan makna fungsi marah, frustasi dan respon marah
8. Bicara ketus menurun 2. anjurkan meminta bantuan perawat atau keluarga selama ketegangan
meningkat
3. ajarkan strategi untuk mencegah ekspresi marah maladaptif
4. ajarkan metode untuk memodulasi pengalaman emosi yang kuat
(misalnya latihan asertif, teknik relaksasi, jurnal aktivitas penyaluran
energy) 
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat, jika perlu

14
DAFTAR PUSTAKA

Damiayanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika


Aditama

Dermawan dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Fitria, Nita. (2010). Prinsip Dasar dan dari Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Penatalaksanaan Tindakan Keperawatan (LP
dan SP). Jakarta: Salemba Medika

PPNI. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

15

Anda mungkin juga menyukai