Anda di halaman 1dari 19

42

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang laporan pengelolaan klien dengan

proses keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Cairan dan

Elektrolit pada An. A dengan Dengue Hemoragic Fever di Ruang Tjan Barat Rumah

Sakit Dr. Oen Solo Baru” mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

Dari data hasil pengkajian yang berkaitan dengan masalah cairan dan

elektrolit, dapat dianalisa sebagai berikut

1. Data Fokus

Data fokus yang ditemukan berkaitan dengan masalah gangguan cairan

dan elektrolit adalah sebagai berikut :

a. Ibu klien mengatakan badan anak lemas

Menurut Misnadiarly (2009 : 36), virus dengue masuk kedalam tubuh

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Virus tersebut akan masuk

kedalam pembuluh darah yang selanjutnya akan melekat pada bagian

tubuh. Virus juga dapat menempel pada saluran cerna yang hal ini

dapat mengakibatkan asam lambung meningkat. Peningkatan asam

lambung tersebut mengakibatkan dinding lambung teriritasi yang lama

kelamaan dapat membuat perdarahan pada gastrointestinal yang hal ini

dapat menimbulkan melena dan nyeri epigastrium. Selain itu

peningkatan asam lambung dapat mengakibatkan mual dan muntah

sehingga anak menjadi anoreksia dan tampak lemas seehingga hal ini

mengakibatkan kebutuhan nutrisinya berkurang. An. A mengalami

lemah dan lesu hal ini disebabkan karena anak mengalami kekurangan

42
43

asupan cairan, selain itu saat sakit ini anak tidak nafsu makan.

Seharusnya energi dalam tubuh dapat dihasilkan dari pembakaran

karbohidrat, protein, dan lemak, agar energi selalu tercukupi diperlukan

pemasukan zat – zat makanan yang cukup, akan tetapi kondisi anak

yang tidak nafsu makan dan minum menyebabkan kondisi anak

semakin lemah dan malas untuk beraktivitas.

b. Anak susah minum, minum 400 cc dalam waktu 8 jam

Terjadinya gangguan cairan dan elektrolit bisa menyebabkan

hipovolemia, pada keadaan hipovolemia tekanan osmotik akan

mengalami perubahan sehingga cairan interstisial masuk ke ruang

intravaskuler kondisi ini disebabkan oleh karena kurangnya faktor

asupan cairan (Mubarak dan Chayatin, 2008 : 77), sedangkan menurut

Misnadiarly (2009 : 37), pada virus dengue yang menempel pada

saluran cerna mengakibatkan asam lambung meningkat hal ini

mengakibatkan dinding lambung teriritasi. Pada peningkatan asam

lambung dapat mengakibatkan mual dan muntah sehingga anak

menjadi tidak nafsu makan dan minum. Pada kasus An. A mengalami

malas minum dan minum hanya 400 cc dalam 8 jam. Anak malas

minum dikarenakan anak merasa perut bertambah tidak nyaman

apabila terisi makanan atau minuman, sementara itu pada penghitungan

kebutuhan cairan anak usia 4 tahun dengan berat badan 15 kg adalah

1500 ml/ hari, sedangkan pada kasus tersebut dimana anak susah

minum, minum hanya 400 cc dalam 8 jam, hal ini jika asupan minum

anak dalam sehari tidak mencukupi sesuai dengan kebutuhan tubuhnya


44

maka akan mengakibatkan terjadi gangguan cairan dan elektrolit yang

bisa menyebabkan hipovolemia.

c. Bibir tampak kering dan pecah – pecah


Kekurangan volume cairan terjadi saat cairan dan elektrolit yang hilang

berada dalam proporsi isotonik. Kadar elektrolit dalam serum tetap

tidak berubah, kecuali apabila terjadi ketidakseimbangan lain pada

pasien yang mengalami kurang cairan dan elektrolit akan mengalami

gangguan status hidrasi yang ditandai dengan adanya membran mukosa

kering, kulit kering, cairan 24 jam tidak seimbang (Potter dan Perry,

2006 : 1627), pada An. A bibir tampak kering dan pecah – pecah hal

ini dimanifestasikan oleh karena anak sebelumnya mengalami gejala

demam selama 5 hari dan dalam kondisi demam membuat tubuh

mengeluarkan cairan yang lebih banyak saat demam semakin tinggi,

seharusnya semakin banyak pula jumlah cairan yang diperlukan tubuh.

Cairan tubuh semakin berkurang bila anak tidak mau minum dan

kondisi ini mengakibatkan mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu

mempertahankan homeostasis.

d. Turgor kulit kurang elastis

Menurut Tamsuri (2008 : 33), turgor kulit menggambarkan cairan

interstisial dan elastisitaskulit, normalnya jika dicubit kulit akan segera

kembali ke posisi normal setelah dilepaskan. Penurunan turgor kulit

biasanya terjadi pada dehidrasi sedang sampai berat. Pada An. A dalam

waktu 8 jam minum 400 cc, sedangkan kebutuhan cairan pada anak

usia 4 tahun dengan Berat Badan 15 kg seharunya adalah 1500 ml/

hari. Sehingga hal ini akan berdampak pada keseimbangan cairan


45

tubuh, dimana kondisi anak yang susah minum akan mengakibatkan

anak mengalami dehidrasi.

e. Balance cairan 219 dalam satu shift

Berdasarkan rumus penghitungan kebutuhan cairan pada anak dengan

berat badan 15 kg dalam sehari memerlukan cairan sebanyak 1500 ml.

sehingga dalam satu shif kebutuhan cairan anak yang harus terpenuhi

sebanyak 500 ml sedangkan balance cairan pada anak dalam satu shift

adalah 219 ml, sehingga anak masih memerlukan cairan 281 ml dalam

satu shift sehingga kondisi tersebut mengakibatkan anak mengalami

dehidrasi dan apabila masukan cairan dan pengeluaran cairan anak

dalam sehari tersebut tidak setabil anak akan mengalami kurang

volume cairan.

2. Data yang Belum Terkaji

Menurut klasifikasi diagnosa keperawatan NANDA-I 2015-2017

sebagaimana disusun oleh Herdman dan Kamitsuru, ed. (2015 : 194),

diagnosa resiko kurang volume cairan dapat ditegakkan bila ditemukan

batasan karakteristik dengan data sebagai berikut : agens farmaseutikal,

barier kelebihan cairan, berat badan ekstrem, faktor yang memengaruhi

kebutuhan cairan, gangguan mekanisme regulasi, kehilangan cairan melalui

rute normal, kehilangan volume cairan aktif, kurang pengetahuan tentang

kebutuhan cairan, penyimpangan yang memengaruhi absorpsi cairan,

penyimpangan yang memengaruhi asupan cairan, penyimpangan yang

memengaruhi kelebihan cairan, usia ekstrim.


46

Berdasarkan uraian batasan karakteristik untuk diagnosa

keperawatan resiko kurang volume cairan di atas, maka ada beberapa data

yang belum penulis kaji diantaranya adalah

a. Muntah

Pada saat pengkajian penulis tidak mengkaji muntah pada anak,

dikarenakan pada saat itu anak sudah tidak muntah dan kondisi anak

mulai membaik. Manifestasi pada DHF yaitu anoreksia disebabkan

karen ada penekanan pada daerah gaster, vomiting, muntah – muntah,

nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut (Nursalam,

Susilaningrum, dan Utami, 2008 : 161).

b. Mimisan

Penulis kurang teliti dalam melakukan pengkajian seharusnnya penulis

menanyakan apa anak mengalami mimisan selama sakit. Menurut

Misnadiarly (2009, 40), perdarahan lain yang sering mucul pada kasus

DHF adalah mimisan. Mimisan disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah di daerah selaput lendir hidung yang disebabkan oleh rangsangan

dari dalam ataupun luar tubuh seperti demam tinggi, udara yang

terlampau dingin, udara yang terlampau panas, letih dan makan kurang

teratur.

c. Timbang Berat Badan

Pada saat pengkajian penulis hanya menanyakan berat badan anak

sebelum sakit dan selama sakit kepada ibu klien, karena selama sakit

anak tidak nafsu makan dan susah minum sehingga hal ini perlu dikaji.

Penulis kurang aktif saat melakukan pengkajian, seharusnya penulis

melakukan penimbangan pada anak aecara mandiri agar hasilnya lebih


47

akurat. Tujuan dari penimbangan adalah untuk mengetahui berat badan

anak apabila terjadi penurunan selama anak sakit, supaya bisa segera

teratasi.

d. Penghitungan balance cairan dalam satu hari

Pada waktu proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada An. A, penulis

kurang teliti dalam melakukan pengkajian, seharusnya penulis

menghitung balance cairan pada An. A selama satu hari, akan tetap

penulis hanya menghitung balance cairan dalam waktu satu shift, data

tersebut seharusnya dikaji karena untuk mengetahui secara pasti

keseimbangan cairan pada tubuh anak.

3. Perbedaan dengan Teori

Pada kasus ini penulis tidak menemukan perbedaan antara data klien

dengan teori yang ada.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kesesuaian Kondisi Pasien dengan Definisi

Diagnosa keperawatan yang diambil oleh penulis terkait dengan

masalah cairan dan elektrolit pada klien adalah resiko kurang volume

cairan, penulis menegakkan diagnosa resiko kurang volume cairan karena

data yang penulis temukan pada klien dapat mendukung ditegakkannya

diagnosa tersebut sesuai definisi yang dipaparkan oleh Herdman dan

Kamitsuru, ed. (2015 : 194) yaitu kerentanan mengalami penurunan

volume cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraselular, yang dapat

menganggu kesehatan.
48

2. Pemilihan Etiologi

Menurut NANDA-I tahun 2015-2017 seperti yang dipaparkan oleh

Herdman dan Kamitsuru, ed. (2015 : 194), faktor resiko diagnosa

keperawatan resiko kurang volume cairan adalah:

a. Agens farmaseutikal

b. Barier kelebihan cairan

c. Berat badan ekstrem

d. Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan

e. Gangguan mekanisme regulasi

f. Kehilangan cairan melalui rute normal

g. Kehilangan volume cairan aktif

h. Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan

i. Penyimpangan yang memengaruhi absorpsi cairan

j. Penyimpangan yang memengaruhi asupan cairan

k. Penyimpangan yang memengaruhi kelebihan cairan

l. Usia ekstrim

Penulis memilih faktor resiko gangguan mekanisme regulasi karena

faktor tersebut sesuai dengan kondisi pasien dimana pasien DHF

mengalami peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,

menurunnya volume plasma, serta terjadinya hipotensi, trombositopeni dan

diastesis hemoragik. Renjatan terjadi sebagai akibat dari kebocoran

plasma ke daerah ekstravaskular melalui kapiler yang rusak, sehingga

mengakibatkan menurunnya volume plasma. Plasma merembes selama

perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya pada masa

renjatan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2008 :160).


49

Pada kebocoran plasma mengakibatkan cairan tubuh tidak statis,

karena cairan dan elektrolit berpindah dari satu kompartemen ke

kompartemen lain untuk memfasilitasi proses – proses yang terjadi dalam

tubuh seperti oksigenasi jaringan respon terhadap penyakit dan respon

terhadap terapi obat. Tubuh memiliki mekanisme pengaturan untuk

mempertahankan kompensasi cairan agar dalam kondisi yang seimbang

atau tetap. Banyak organ yang terlibat proses mekanisme regulasi ini.

Normal kebutuhan cairan adalah 35cc/Kg/BB/hr. Sedangkan untuk

pengaturan keseimbangan cairan tubuh terdapat mekanisme pembuangan

cairan tubuh yang melibatkan beberapa organ diantaranya kulit, paru –

paru, gastrointestinal, ginjal, keseimbangan cairan juga diatur melalui

sistem kardiovaskular, endokrin, dan pernafasan. Ketika defisit volume

cairan ekstraseluler maka akan terjadi beberapa mekanisme diantaranya:

Antidiuretik Hormon yang berfungsi untuk mereabsorpsi air, aldosteron

diproduksi oleh cortek adrenal berfungsi untuk mereabsorpsi Na yang

berefek pada peningkatan air di ekstraseluler, renin yang dilepaskan sel

jukstaglomerural ginjal berfungsi untuk vasokontriksi dan sekresi

aldosteron (Mubarak dan Chayatin, 2008 :73-75). Sehingga dapat

disimpulkan etiologi yang penulis pilih sudah sesuai dengan teori.

3. Kesesuaian Data Pendukung dengan Batasan Karakteristik

Menurut NANDA-I tahun 2015-2017 seperti yang dipaparkan

oleh Herdman dan Kamitsuru, ed. (2015 : 193) batasan karakteristik untuk

diagnosa keperawatan kurang volume cairan tidak dipaparkan sehingga

penulis memaparkan faktor risiko sebagai batasan karakteristik


50

a. Agens farmaseutikal

b. Barier kelebihan cairan

c. Berat badan ekstrem

d. Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan

e. Gangguan mekanisme regulasi

f. Kehilangan cairan melalui rute normal

g. Kehilangan volume cairan aktif

h. Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan

i. Penyimpangan yang memengaruhi absorpsi cairan

j. Penyimpangan yang memengaruhi asupan cairan

k. Penyimpangan yang memengaruhi kelebihan cairan

l. Usia ekstrim

Berdasarkan data yang penulis temukan pada klien yaitu ibu klien

mengatakan badan anak lemas, anak susah minum, dan saat dilakukan

pemeriksaan fisik An. A tampak lemas, minum 400 cc dalam waktu 8 jam,

bibir tampak kering dan pecah – pecah, turgor kulit kurang elastis. Dari

data tersebut dapat dianalisa bahwa permasalahan yang sesuai dengan

kondisi klien saat ini adalah masalah gangguan sistem regulasi sehingga

diagnosa resiko kurang volume cairan dapat ditegakkan.

4. Penegakan Diagnosa Keperawatan Sesuai Pathway Dengue Hemoragic

Fever

Pada klien DHF virus dengue masuk melalui gigitan nyamuk aedes

agypti, virus yang sudah masuk dalam tubuh penderita akan menimbulkan

viremia hal ini mengakibatkan pengaktifaan reaksi immunologi sehingga


51

terjadi kopleks imun antibodi –virus, pengaktifan tersebut akan membentuk

dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotonin, thrombin, histamin)

maka akan terjadi ekstravasi cairan elektrolit dan protein, terutama albumin

kedalam rongga diantara jaringan serosa. Sehingga hal ini mengakibatkan

terjadinya resiko kurang volume cairan yang selanjutnya terjadi penurunan

volume cairan tubuh (hipovolemik) plasma, yang jika mencapai 20% dari

seluruh cairan tubuh akan menyebabkan renjatan (shock) (Sudoyo, et al.,

ed., 2007 : 1709).

5. Alasan Pemilihan Judul

Pada kasus klien dengan DHF terjadi peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,

trombositopeni dan diastesis hemoragik. Pada klien dengan masalah DHF

dalam keadaan demam tubuh anak banyak kekurangan cairan karena terjadi

penguapan yang lebih banyak dari biasanya, cairan tubuh akan makin

berkurang bila anak terus menerus tidak mau minum. Hal tersebut

mengakibatkan ketidakseimbangan cairan karena, mekanisme kompensasi

tubuh tidak mampu mempertahankan homeostasis. Cairan dan elektrolit

termasuk dalam kebutuhan fisiologis sehingga kebutuhan tersebut harus

dipenuhi karena tanpa pemenuhan cairan dan elektrolit akan beresiko

mengalami kurang volume cairan dan akan berakhir dengan syok

hipovolemik. Sehingga penulis memilih gangguan cairan dan elektrolit

sebagai masalah keperawatan utama.

C. Perencanaan

Ruang lingkup pembahasan pada bagian bab ini adalah rasional dari

perencanaan yang telah disusun untuk mengatasi resiko kurang volume cairan
52

pada klien Dengue Hemoragic Fever yang meliputi tujuan, indikator, dan

rencana tindakan.

1. Pemilihan NOC dan Indikator

Tujuan yang penulis rumuskan adalah klien mampu mencapai

keseimbangan cairan setelah dilakukan tindakan keperawatan sampai

tanggal 22 April 2016. NOC yang dianjurkan pada diagnosa keperawatan

resiko kurang volume cairan menurut Menurut Moorhead, et al., ed. (2008 :

391, 370) adalah hidrasi dan keseimbangan cairan. NOC yang dipilih

penulis adalah NOC keseimbangan cairan, pengertian dari NOC

keseimbangan cairan adalah keseimbangan air dalam ruang intraseluler dan

ekstraseluler tubuh. Penulis menetapkan NOC tersebut karena klien dengan

DHF akan beresiko mengalami gangguan cairan dan elektrolit apabila

cairan dalam tubuh klien tidak seimbang. Oleh karena itu penulis memilih

NOC keseimbangan cairan karena NOC tersebut sudah sesuai dengan NOC

yang dianjurkan untuk diagnosa keperawatan resiko kurang volume cairan.

Adapun indikator yang dianjurkan dalam NOC keseimbangan cairan

menurut Moorhead, et al., ed. (2008 : 370) adalah membran mukosa

lembab, hematokrit dalam batas normal, turgor kulit baik, keseimbangan

cairan, urine output normal. Sedangkan indikator yang dipilih penulis

adalah membran mukosa lembab, hematokrit dalam batas normal, turgor

kulit baik, keseimbangan cairan, urine output normal. Sehingga indikator

tersebut sudah sesuai dengan indikator yang dianjurkan pada NOC

keseimbangan cairan. Penulis memilih indikator tersebut karena

memungkinkan untuk dicapai oleh klien hal ini disesuaikan juga dengan

kondisi klien dan ruang perawatan. Indikator yang penulis pilih adalah:
53

a. Membran mukosa lembab

Rasional : gejala dari ketidakseimbangan cairan dapat dilihat dari

kelembaban membran mukosa. Apabila membrane mukosa kering

dapat dipastikan klien mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan.

Tubuh kehilangan cairan dan elektrolit disebabkan oleh beberapa hal

yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan

cairan, dan perdarahan (Tamsuri, 2008 : 17-18).

b. Hematokrit dalam batas normal

Rasional : peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu

dijumpai pada DHF, merupakan indikator terjadinya perembesan

plasma. Hemokonsentrasi dapat dilihat dari peningkatan hematokrit

20% atau lebih (Soegijanto, 2006 : 119).

c. Turgor kulit baik

Rasional : keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh

mempengaruhi turgor kulit. Turgor kulit menggambarkan cairan

interestisial dan elastisitas kulit. Normalnya jika dicubit, kulit akan

segera kembali ke posisi normal setelah dilepaskan. Pada klien dengan

defisit volume cairan, kulit akan kembali datar dalam jangka waktu

yang lebih lama atau hingga beberapa detik (Tamsuri, 2008 : 35 – 36).

d. Keseimbangan cairan

Rasional : cairan yang terdapat dalam tubuh selalu mengalami

perubahan, baik konsentrasi, jumlah maupun jenisnya. Cairan juga

melalui proses keluar dan masuk tubuh kita. Manusia selalu minum

setiap hari dan makan yang mengandung air, namun tubuh manusia

tidak lantas menjadi kebanjiran. Sebaliknya, manusia selalu merasa

haus karena kekurangan cairan. Hal ini bisa terjadi karena tubuh
54

memerlukan penggatian cairan sehingga terdapat cairan yang

dikeluarkan oleh tubuh dalam bentuk air seni atau bentuk lain

(Tamsuri, 2008 : 1-2).

e. Urine output normal

Rasional : pada klien dengan DHF untuk memantau bahwa penderita

tidak kekurangan cairan adalah dengan cara memantau jumlah

kencingnya. Apabila anak banyak buang air kecil, minimal 6 kali

dalam satu hari berarti jumlah cairan yang diminum anak mencukupi

(Misnadiarly, 2009 : 45).

2. Batasan waktu

Penulis menetapkan batasan waktu pencapaian tujuan 3 hari karena

sesuai dengan kondisi pasien yang mulai membaik, program terapi medis

yang sesuai dan fasilitas perawatan memadai memungkinkan tujuan 3 hari

tersebut dapat tercapai.

3. Rencana Tindakan

NIC yang dianjurkan untuk diagnosa resiko kurang volume cairan

yang berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi menurut

Bulechek, Butcher, dan Dochterman, ed. (2008 : 370 : 370, 441) adalah

manajemen cairan dan terapi intravena. NIC yang penulis pilih adalah

manajemen cairan, pengertian dari NIC manajemen cairan adalah

peningkatan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi yang

diakibatkan oleh abnormalitas cairan atau kadarnya tidak sesuai harapan.

Penulis menetapkan NIC manajemen cairan karena NIC tersebut sudah

sesuai dengan teori NIC yang dianjurkan untuk diagnosa resiko kurang

volume cairan. Menurut Bulechek, Butcher, dan Dochterman, ed. (2008 :


55

370), aktivitas NIC yang dianjurkan pada diagnosa resiko kurang volume

cairan adalah

a. Pantau keabnormalan hasil laboratorium

b. Pertahankan posisi tirah baring selama masa akut

c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi

d. Monitor intake nutrisi

e. Ajarkan pasien tentang penyebab, tanda dan penanganan

ketidakseimbangan elektrolit

f. Monitor TTV

g. Pantau haluaran urine

h. Keseimbangan cairan secara 24 jam

i. Kaji turgor kulit

j. Timbang BB secara berkala

Sedangkan aktifitas yang penulis pilih berdasarkan NIC manajemen

cairan adalah

a. Monitor membran mukosa

Rasional : memastikan jumlah asupan cairan klien, tujuannya supaya

klien tidak mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan. Jika membran

mukosa kering dapat dipastikan bahwa klien kekurangan asupan cairan

(Tamsuri, 2008 : 17 – 18).

b. Monitor turgor kulit

Rasional : pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengkaji

kebutuhan cairan dan elektrolit klien, tujuanya apabila ada masalah

devisit volume cairan dapat segera teratasi (Tamsuri, 2008 : 33).


56

c. Anjurkan kepada keluarga untuk memberi minum lebih sering kepada

anak

Rasional : anak dengan DHF pada awalnya menderita demam tinggi.

Dalam keadaan demam ini tubuh banyak kekurangan cairan karena

terjadi penguapan yang lebih banyak dari biasanya dan cairan tubuh

makin berkurang bila anak terus menerus muntah atau tidak mau

minum. Maka pertolongan pertama yang terpenting adalah

memberikan minum 1,5–2 liter dalam satu hari. Dengan memberikan

minum banyak diharapkan cairan dalam tubuh tetap stabil

(Misnadiarly, 2009 : 45).

d. Laksanakan terapi pemberian cairan intravena RL 16 tpm

Rasional : kebutuhan cairan sebaiknya diberikan dalam kurun waktu 2–3

jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24–28

jam saat kebocoran plasma terjadi. Petunjuk pemberian cairan jumlah

tetesan harus jelas. Pemberian cairaan yang berlebihan akan

mengakibatkan kegagalan faal pernapasan (efusi pleura dan ascites),

menumpuknya cairan dalam jaringan paru dan berakhir dengan edema.

Pemilihan jenis dan volume cairanyang diperlukan tergantung pada

umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai

dengan derajat hemokonsetrasi yang terjadi (Soegijanto, 2006 : 135–

136).

e. Kolaborasi dengan petugas laborat untuk mengecek Hematokrit dan

pemeriksaan darah lainya setiap pagi

Rasional : pemeriksaan hematokrit secara sering tujuanya adalah untuk

menentukan atau mengatur agar klien memperoleh jumlah cairan

pengganti yang cukup (Soegijanto, 2006 : 135).


57

f. Pantau haluaran urine

Rasional : apabila anak banyak buang air kecil, minimal 6 kali dalam

satu hari berarti jumlah cairan yang diminum mencukupi (Misnadiarly,

2009 : 45).

g. Laksanakan pemberikan trolit 3x1sachet

Rasional : pada keadaan panas penderita di anjurkan banyak minum air

buah atau oralit yang biasanya di pakai untuk penatalaksanaan diare.

Tujuannya untuk menyeimbangkan kadar elektrolit dalam tubuh agar

tidak terjadi dehidrasi (Soegijanto, 2006 : 134).

Aktivitas NIC yang dianjurkan dalam konsep dasar NIC untuk

diagnosa resiko kurang volume cairan menurut Bulechek, Butcher, dan

Dochterman, ed. (2008 : 370) aktivitas tersebut sudah sesuai dengan

aktivitas untuk NIC yang di laksanakan penulis, namun hanya saja ada

beberapa aktivitas yang belum penulis rumuskan saat pengambilan kasus

aktivitas tersebut adalah timbang BB secara berkala tujuannya untuk

mengetahui berat badan anak apabila terjadi penurunan selama anak sakit,

pertahankan posisi tirah baring selama masa akut, karena aktivitas

yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan dan

keseimbangan cairan secara 24 jam, hal ini perlu dipantau karena untuk

mengetahui keseimbangan cairan yang ada pada anak sehingga anak tidak

mengalami syok hipovolemik.

D. Tindakan Keperawatan

1. Tindakan Keperawatan yang Penulis Lakukan

Tindakan keperawatan yang penulis lakukan saat pengelolaan kasus

yaitu:
58

a. Menganjurkan minum yang banyak pada An.A, mengamati turgor kulit

dan membran mukosa.

Saat dilakukan pemeriksaan anak masih susah minum, turgor kulit

kurang dan membran mukosa kering.

Rasional : Jika membran mukosa kering dan turgor kulit kurang dapat

dipastikan bahwa anak beresiko kekurangan asupan cairan (Tamsuri,

2008 : 17).

b. Memberikan injeksi IV perinfus Bactesyin 375 mg, Gastridin 20 mg,

dan obat oral Trolit

Rasional : dengan terapi farmakologi, bactesyin untuk mencegah

infeksi saluran napas atas dan bawah, gastridin untuk mengatasi

gangguan sistem pencernaan, memberikan obat oral trolit 1 sachet di

larutkan dengan 200 ml air tujuanya untuk rehidrasi, anak diberikan

minum sedikit demi sedikit danorang tua yang menunggu dilibatkan

dalam hal ini dan diberikan isprinol 3ml untuk menjaga sistem imun

tubuh (Ping, et al., ed., 2014 : 2, 192, 305).

c. Memberikan minum

Anak minum susu formula habis 50 cc, anak masih lemas dan

berbaring di tempat tidur

Rasional : badan akan bertambah lemah bila anak tidak nafsu minum

maupun makan (Misnadiarly, 2009 : 37).

d. Mengganti cairan infus RL 16 tpm

Rasional : pada klien dengan DHF klien memerlukan cairan intravena

untu menggantikan cairan dan elektrolit. Berikan infus sesuai derajat


59

dehidrasi, berikan hanya cairan isotonik seperti cairan ringer laktat

(WHO, 2008).

e. Memantau pengeluaran urine

Ibu klien mengatakan sampai siang ini anak sudah buang air kecil 3

kali, jika dibandingkan asupan minum yang masuk hal ini tidak

seimbang tetapi asupan cairan intravena mampu membantu proses

keseimbangan cairan dalam tubuh anak.

Rasioanal : cairan yang dikeluarka tergantung dengan asupan cairan

yang masuk (Misnadiarly, 2009 : 45).

2. Tindakan Keperawatan yang Dilakukan Perawat Ruangan

Tindakan yang sudah dilakukan oleh perawat ruangan

a. Memantau hasil pemeriksaan darah lengkap

Rasional : tujuan dari pemeriksaan darah lengkap yaitu untuk

mengetahui jumlah dan tipe sel darah putih dan merah per milimeter

kubik, perubahan hitung darah lengkap khususnya hematokrit, terjadi

sebagai respon terhadap dehidrasi atau hidrasi yang berlebih.

b. Memantau pemasukan cairan

Rasional : asupan cairan yang adekuat diperlukan untuk

mempertahankan kekuatan tubuh yang lemas (Mubarak dan Chayatin,

2008)

c. Melaksanakan pemberian cairan intravena dan obat – obatan sesuai

program

Rasional : untuk mengoreksi atau mencegah gangguan cairan dan

elektrolit (Potter dan Perry, 2006 : 125).


60

E. Evaluasi

1. Evaluasi

Data yang penulis temukan saat evaluasi adalah ibu klien mengatakan

anak masih susah minum, turgor kulit kurang, bibir kering dan anak masih

lemas. Indikatordari masalah keperawatan klien membran mukosa lemba,

Hematokrit DBN, turgor kulit baik, keseimbangan cairan dan urine output normal.

Skor dari masing-masing indikator adalah 3. Berdasarakan pencapaian skor

tersebut maka dapat dianalisa bahwa klien belum mampu mencapai

keseimbangan cairan yang optimal.

2. Rencana Tindak Lanjut

Hasil analisa evaluasi untuk masalah ini adalah klien belum mampu

mencapai keseimbangan cairan yang optimal. Hal ini dikarenakan

perencanaan yang direncanakan seharusnya 3 hari tetapi pada saat

pengelolaan kasus hanya 6 jam sehingga klien belum mampu mencapai

keseimbangan yang optimal. Maka penulis merencanakan untuk

melanjutkan rencana tindakan yaitu, monitor membran mukosa, turgor

kulit, mengecek hematokrit dan pemeriksaan darah lainya setiap pagi dan

lakukan evaluasi ulang yang didelegasikan kepada perawat ruangan sampai

tanggal 22 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai