Disusun oleh
Kelompok B
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalnya : memaki-maki orang di sekitarnya, membanting-banting barang,
menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan
sepedah montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa paksa ke rumah sakit
jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling
banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh
keluarga belum memadai sehingga selama perawaatan klien seyogyanya
sekeluarga mendapatkan pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
( manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan kepperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit
umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan
keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya
dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan
keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan
perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
b. Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
c. Mengetahui rentang respon perilaku kekerasan
d. Mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan
e. Mengetahui akibat dari perilaku kekerasan
f. Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
g. Mengetahui pohon masalah perilaku kekerasan
h. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari perilaku kekerasan
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan kekerasan adalah
a. Teori biologis
1) Neurologic faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti strip,
neurotransmitter, dendrit, akson aminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan
mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif
(Mukripah Damaiyanti,2012 : hal 100). Lobus frontalis
memegang peranan penting sebagai penengah antara perilaku
yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak
dimana terdapat interaksi antara rasional dan emosional.
2) Genetic faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazumurakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang
tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal.
3) Cycardian rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian
pada jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhir kerja ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang
untuk lebih mudah bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti,
2012 : hal 100).
4) Faktor biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neuorotransmitter di otak
contohnya epineprin, nonepenieprin, dopamin dan sesofrin sangat
berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantarkan
melalui impuls, neurotransmitter ke otak dan meresponnya
melalui serabur efferent. (Mukripah Damaiyanti, 2012).
b. Faktor psikologis
1) Teori psikonalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak
mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang
cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai konspensasi ketidakpuasannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
2) Imitation, modeling and processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan.
3) learning theory
Menurut teori ini perilaku keekerasan merupakan hasil dari
individu terhadap lingkungan –lingkungan terdekatnya.
c. Faktor sosial budaya
1) Latar belakang budaya
Budaya permissive : kontrol sosial tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima.
2) Agama dan keyakinan
a) Keluarga yang tidak solid antara nilai keyakinan dan praktek,
serta tidak kuat tehadap nilai-nilai baru yang rusak.
b) Keyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang
marah dalam kehidupan.
3) Keikutsertaan dalam poliyik
a) Telibat dalam politik.
b) Tidak siap menerima kekakalahan dalam pertarungan politik.
4) Pengalaman sosial
a) Sering mengalami kritikan yang mengarah pada penghinaan
b) Kehilangan sesuatu yang di cintai (orang atau pekerjaan)
c) Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
d) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
e) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal
5) Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisai
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat
c) Perubahan status dan mandiri ke ketergantungan (pada lansia)
d) Praduga negatif
2. Faktor presipitasi
Yosep (2011) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan :
a. Ekpresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal.
b. Ekpresi dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial dan
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa .
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
frustasinya.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
D. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
E. Mekanisme Koping
Dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya (Yosep, 2011). Mekanisme
koping yang umum di gunakan adalah mekanisme pertahan ego seperti :
1. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada obyek yang pada
mulanya membangkitkan emosi.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
3. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan dari
keadaan yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis
1.) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasaan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya dan membuat konsep diri rendah. Agresif dan
kekerasan dapat memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri.
2.) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
di pelajari individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh peran
eksternal (Nuraenah, 2012).
b. Perilaku
Reinforment yang di terima pada saat melakukan kekerasan sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya
Tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik
dan stress.
d. Psikoneurologis
Kerusakan sistem limbik, lobus temporal dan ketidakseimbangan
neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Prestipasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
a. Kondisi klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan.
c. Lingkungan : panas, padat dan bising.
3. Tanda dan gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kekeran :
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar mandir
Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukkan :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah, dan dendam
b. Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-
debar, rasa tercekik dan bingung
e. Klien menyatakan semua orang ingin menyerangnya.
B. Pohon masalah
Halusinasi Causa
C. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perilaku Kekerasan
D. Perencanaan Keperawatan
Dx.
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Risiko TUM: Klien 1. Setelah … X 1. Bina hubungan
dapat pertemuan klien saling percaya
Perilaku
mengontrol menunjukkan tanda- dengan:
Kekerasan perilaku tanda percaya Beri salam
kekerasan kepada perawat: setiap
o Wajah cerah, berinteraksi.
1. TUK: tersenyum Perkenalkan
Klien dapat o Mau berkenalan nama, nama
membina o Ada kontak panggilan
hubungan mata perawat dan
saling o Bersedia tujuan perawat
percaya menceritakan berinteraksi
perasaan Tanyakan dan
panggil nama
kesukaan klien
Tunjukkan
sikap empati,
jujur dan
menepati janji
setiap kali
berinteraksi
Tanyakan
perasaan klien
dan masalah
yang dihadapi
klien
Buat kontrak
interaksi yang
jelas
Dengarkan
dengan penuh
perhatian
ungkapan
perasaan klien
2. Klien dapat 2. Setelah … X 2. Bantu klien
mengidenti- pertemuan klien mengungkapkan
fikasi menceritakan perasaan
penyebab perilaku marahnya:
penyebab
kekerasan yang Motivasi klien
perilaku dilakukannya: untuk
kekerasan o Menceritakan menceritakan
yang penyebab penyebab rasa
dilakukan- perasaan kesal atau
nya jengkel/kesal jengkelnya
baik dari diri Dengarkan
sendiri maupun tanpa menyela
lingkungannya atau memberi
penilaian setiap
ungkapan
perasaan klien
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN
Pertemuan ke 1 (satu)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi pasien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Pasien dapat mengenal penyebab marah
b. Pasien dapat mengidentifikasikan tanda gejala perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasan
4. Tindakan keperawatan
SP 1 : Mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara baik,
latihan nafas dalam.
Pertemuan ke 2 (dua)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
Pasien dapat mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasan dengan
menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 : Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
obat (bantu klien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar disertai
penjelasan guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun
jadwal minum obat secara teratur)
Pertemuan ke 3
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat bicara.
2. Diagnose keperawatan
Resiko perilaku kekerasan.
3. Tujuan khusus
4. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan dengan klien cara baru mengungkapkan marah yang
sehat.
b. Menjelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah.
1) Cara fisik : nafas dalam, olahraga
2) Verbal :mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal
kepada orang lain
3) Social : latihan asertif dengan orang lain
4) Spiritual : sembahyang/doa, dzikir, meditasi, dan sebagainya
sesuai keyakinan agama masing-masing.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase orientasi
Selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya? Bagus, ibu bagaimana
perasaannya hari ini? Sesuai janji kita kemarin kita akan melakukan
berbagai cara yang konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan ibu,
bagaimana bu? Apa ibu mau latihan sekarang? Dimana enaknya
berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama? Ibu mau kita
berbincang-bincang berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?
2. Fase kerja
Ibu sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah,
saat marah latihan yang pertama adalah tarik nafas yang dalam melalui
hidung dan keluarga melalui mulut. Coba ibu praktekkan setelah saya
peragakan ya bu? Sekarang gentian ibu, coba peragakan! Bagus sekali ibu.
Nah sekarang cara yang keduanya itu mengungkapkan perasaan kesal. Jika
ada perlakuan orang lain yang membuat kesal, ibu dapat mengatakan “
saya jadi ingin marah karena perkataan itu, jangan diulangi ya”. Coba ibu
praktekkan, bagus ibu.
Selanjutnya cara yang ketiga yaitu meminta dengan baik tanpa marah
dengan suara yang rendah tanpa menggunakan kata-kata kasar. Saya akan
memberikan contohnya, nanti ibu peragakan ya. Contoh: bapak/ibu
bolehkah saya meminta kursi itu untuk saya duduki. Nah sekarang gantiibu
yang mempraktekkan. Bagus ibu. Contoh yang lain yaitu menolak dengan
baik jika ada yang menyuruh dan ibu tidak mau melakukannya, ibu bisa
mengatakan “ bapak/ibu saya tidak mau melakukannya, alangkah lebih
baik jika bapak/ibu melakukannya sendiri”. Coba ibu praktekkan. Bagus
sekali ibu. Nah cara yang terakhir yaitu dengan ibadah. Ibu pernah
mengatakan pada saya kalau ibu adalah seorang mualaf, coba ibu ceritakan
kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan. Bagus! Saya punya 3 cara, nanti
ibu pilih ya. Yang pertama jika ibu sedang marah coba langsung duduk
dan tarik nafas dalam lalu keluarkan melalui mulut. Jika belum reda juga
marahnya lakukan cara yang kedua, yaitu rebahkan diri ibu di kasur
supaya rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat,
berdzikir dan berdoa kepada Tuhan untuk selalu disebarkan hatinya. Dan
semua latihan kita tadi, ibu pilih cara mana yang lebih efektif dalam
meredakan marah. Atau mungkin ibu dapat melakukan semuanya. Ibu
bersedia melakukannya? Bagus sekali ibu.
3. Fase terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah secara konstruktif? Coba ibu sebutkan lagi cara mengontrol marah
yang kita pelajari hari ini? Bagus ibu. Sekarang mari kita masukkan dalam
jadwal. Nah, ibu jangan lupa cara-cara yang kita pelajaran hari ini. Bila
perlu gunakan semua jika marah itu meletus.
Pertemuan ke 4
A. Proses Keperawatan
1. Tujuan khusus
Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekeraan.
2. Tindakan keperawatan
a. Mendiskusikan pada keluarga pentingnya peran serta keluarga
sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan.
b. Mendiskusikan pada keluarga potensi untuk membantu klien
mengatasi pk.
c. Menjelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien
pk.
d. Memeragakan cara merawat klien (penanganan pk)
e. Memberi kesempatan keluarga untuk memeragakan ulang.
f. Memberi pujian setelah memperagakan.
g. Menanyakan perasaan keluarga setelah mencoba latihan.
Jelaskan : sejak kecil pasien tidak nyaman dengan orang tuanya dan
lebih dekat dengan neneknya, pasien merasa bahwa dia bukan anak
kandung orang tuanya
d. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan :
Pasien gagal menikah karena ditinggal mati pacarnya
V. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : baik
b. Tanda-tanda vital
c. TD : 120/90 mmHg
d. N : 96x/menit
e. S : 37
f. P : 22x/menit
g. BB : 65 kg
h. TB : 159 cm
VI. Pengkajian Psikososial (sebelum dan sesudah sakit)
1. Konsep diri
a. citra tubuh : pasien mengatakan anggota tubuhnya baik dan klien
menyukai dan menerima anggota tubuhnya dengan apa adanya
b. Identitas : pasien mempersiapkan dirinya sebagai wanita dewasa
yang belum menikah, dan pasien anak kedua dari empat
bersaudara
c. Peran : pasien mengatakan bahwa dalam keluarganya ia
diperlakukan berbeda terutama oleh kakak kandung dan kakak
iparnya
d. Ideal diri : pasien menerima statusnya sebagai penderita gangguan
jiwa, pasien ingin sembuh dan cepat pulang, tapi terkadang pasien
merasa nyaman di puskesmas karena dapat makan bersama
e. Harga diri : pasien terkadang malu saat berinteraksi dengan laki-
laki, kadang juga pasien memiliki harga diri yang baik terbukti
dan dia bersenang-senang dengan orang lain
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti dan terdekat: paling dekat dengan neneknya
sewaktu masih hidup, sekang dia baik pada semua orang dan mau
bersosialisasi
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat dan hubungan
sosial: pasien mau ikut dalam kegiatan kelompok dan mau
bersama-sama menyiapkan makanan dan mau bergabung dengan
pasien lainnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: pasien
mengatakan memiliki hambatan dalam berhubungan dengan laki-
laki karena takut terjadi kesalahpahaman, ia juga merasa salah
tingakah dan malu jika dekat dengan laki-laki.
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : pasien beragama islam, ia seorang mualaf,
ia beranggapan bahwa bunuh diri dosa dan dilarang oleh agama
b. Kegiatan ibadah : pasien melaksanakan sholat meskipun tidak 5
waktu
VII. Status Mental
1. Penampilan
Cukup rapi, rambut lurus warna hitam pendek setelinga, pasien juga
menyisir rambutnya, memakai baju yang seharusnya, pasien cukup
memperhatikan penampilannya.
2. Pembicaraan
Pasien berbicara agak menggigit gigi, bicara cepat dengan intonansi
kurang jelas.
3. Aktifitas motorik/psikomotor
Kelambatan:
Tindakan sesuai dengan yang harus dilakukan, saat bersih – bersih,
bersantai, suka membantu menyiapkan makanan.
Peningkatan :
Pasien berbuat sesuatu secara otomatis sebagai pernyataan atau ekspresi
simbolik dari pada aktivitas yang tidak disadari, misalnya saat ngamuk
dikamarnya.
4. Afek dan emosi
a. Afek
Sikap pasien sesuai, jika berbicara yang tidak menyenangkan dia
jengkel bahkan marah, sedih bila bercerita tentang masa lalunya, dan
tertawa saat berbicara hal lucu.
b. Emosi
Pasien marah dan menyalahkan keluarga karena telah membawanya
ke puskesmas Rejoso. Kadang ngamuk dengan teman satu kamarnya.
5. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara pasien kooperatif, pasien dapat menjawab semua
pertanyaan perawat meskipun panjang dan lebar, ada kontak mata saat
berbicara, pasien merespon dengan baik, awal pengkajian tatapan mata
tajam.
6. Persepsi – sensori
Halusinasi
Pasien mengatakan terkadang melihat bayangan mantan pacarnya yang
sudah meninggal di dalam kertas.
7. Proses piker
a. Arus piker
Saat diajak berinteraksi awalnya nyambung dengan pertanyaannya,
bahkan terkadang keluar dari pertanyaan yang diajukan, hingga
akhirnya di tengah – tengah pembicaraan kadang ngelantur dan keluar
dari pertanyaan.
b. Isi piker
Pasien kadang menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa,
pasien mempunyai perasaan curiga kalau ada yang sengaja
memancing emosinya supaya Ia dimasukkan lagi ke puskesmas
Rejoso.
8. Kesadaran
Kesadaran pasien baik, pasien dapat berkomunikasi dengan teman –
temannya, perawat, dan satpam, serta mahasiswa praktek.
9. Orientasi
Pasien mengetahui tentang waktu, bahkan Ian menanyakan jam, dapat
mengenali tempat, dan juga dapat mengenali diri sendiri dan orang lain.
10. Memori
Pasien tidak mengalami gangguan daya ingat karena pasien mampu
menjelaskan kegiatan sehari – hari, dan juga menceritakan pengalaman –
pengalaman sebelum masuk puskesmas begitu juga dengan alamatnya.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien dapat berkonsentrasi dan dapat berhitung sederhana
12. Kemampuan penilaian
Pasien dapat menilai makanan yang diberikan, pasien mengatakan bahwa
masakannya enak.
13. Daya tilik diri
Menyalahkan hal – hal diluar dirinya, pasien mengatakan bahwa Ia merasa
ada orang yang menyebabkan Ian dibawa ke puskesmas Rejoso.
VIII. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Pasien dapat makan sendiri tanpa bantuan orang lain
2. BAB/BAK
Pasien dapat melakukan toileting tanpa bantuan orang lain
3. Mandi
Pasien dapat mandi tanpa bantuan orang lain, pasien mandi sehari 2x
4. Berpakaian/berhias
Pasien dapat berpakaian tanpa bantuan orang lain, pasien menyisir
rambutnya sendiri, penampilannya rapi.
5. Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan tidur, pasien juga
mengatakan tidur nyenyak.
6. Penggunaan obat
Dalam minum obat pasien masih membutuhkan bantuan, dan butuh
orang lain untuk menyiapkan obatnya.
7. Pemeliharaan kesehatan
Pasien selalu bekerjasama dalam menyiapkan kebutuhan temannya, dan
pasien didukung oleh temannya untuk menjaga lingkungan dengan cara
membuang sampah pada tempatnya.
8. Aktifitas dalam rumah
Mempersiapkan makanan, menjaga kerapihan rumah/kamar, dan
mencuci pakaian.
9. Aktifitas di luar rumah
Pasien mengatakan saat dirumah, Ia suka belanja untuk memasak dan
menjahit pakaian.
IX. Mekanisme Koping
Pasien mampu berkomunikasi dengan orang lain, pasien mampu melakukan
teknik relaksasi (nafas dalam) dan aktivitas konstruktif, pasien juga menyukai
olahraga.
X. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
1. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya pasien mengatakan Ia
dibawa langsung untuk pengobatan oleh keluarganya.
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya masyarakat
setempat tidak mendukung kesembuhan pasien, terbukti yang
membawanya kesini adalah keluarganya.
3. Masalah dengan pendidikan, spesifiknya sekolah hanya sampai SMK
4. Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya pasien mengatakan mendapatkan
kesulitan dalam mencari pekerjaan sesuai dengan hobinya.
5. Masalah dengan perumahan, spesifiknya belum menikah, masih tinggal
satu rumah dengan kedua orang tua dan kakak kandung serta kakak ipar
dengan 2 keponakan.
6. Masalah dengan ekonomi, spesifiknya pasien masih bergantung rkonomi
dengan orang tua dan kakak kandung serta kakak iparnya.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya fasilitas kesehatan
gangguan jiwa untuk rawat inap jauh dari rumahnya.
8. Masalah lainnya, spesifiknya pasien merasa marah karena batal nikah
dan tidak dimintai ijin pernikahan adiknya.
XI. Pengetahuan Kurang Tentang
Pasien mengatakan tidak tahu alasan Ian dimasukkan ke Puskesmas, pasien
juga mengatakan tidak tahu mengenai kondisinya.
XII. Aspek Medis
1. Terapi medis
2. Depakote 250 mg 1 – 0 – 0
3. Clozapin 0 – 1 – 1
B. Analisa Data
NO DATA MASALAH/DIANOSA
KEPERAWATAN
1. DS : pasien mengatakan kalau Risiko Perilaku Kekerasan
emosi Ia membanting piring,
cangkir
DO : tatapan mata tajam, pasien
menggigit jari
2. DS : pasien mengatakan melihat Halusinasi
bayangan – bayangan pacarnya
yang sudah meninggal dikertas.
DO : terlihat cemas, nada
bicaranya sedikit pelan, kadang
bicara dengan makanannya.
3. DS : pasien mengatakan salah Harga Diri Rendah
tingkah dan malu jika dekat
dengan laki – laki.
DO : malu, menundukkan kepala,
bicara sedikit membisik.
4. DS : pasien mengatakan ada Waham curiga
orang yang sengaja memancing
emosinya agar Ian dirawat di
Puskesmas lagi.
DO : mengerutkan dahi, wajah
cemas.
Dst. DS : pasien mengatakan pacarnya Trauma masa lalu
meninggal, dan batal nikah.
DO : menundukkan kepala, nada
bicaranya sedikit pelan.
Waham
Halusinasi
HDR
O:
Tatapan mata tajam,
pasien tenang, pasien
kooperatif, pasien
mampu menjawab
semua pertanyaan yang
diajukan.
A:
a. Pasien mampu
mengidentifikasi
penyebab perilaku
kekerasan yang
dilakukannya.
b. Pasien mampu
mengidentifikasi
tanda – tanda
perilaku kekerasan.
c. Pasien mampu
mengidentifikasi
jenis perilaku
kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d. Pasien mampu
mengidentifikasi
akibat perilaku
kekerasan.
e. Pasien mampu
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku kekerasan.
P:
Intervensi dilanjutkan ke
SP 2
RTL : SP 2 menjelaskan
tentang obat secara
teratur.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
O:
a. Pasien merespon
dengan baik
b. Pasien terlihat minum
obat sesuai aturan
c. Pasien tampak tenang
d. Pasien kooperatif
A : Pasien mampu
menggunakan obat sesuai
dengan program yang
telah ditetapkan.
P:
Intervensi dilanjutkan ke
SP 3.
RTL SP 3 :
mengidentifikasi cara
konstruktif dalam
mengungkapkan
kemarahan.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
P : intervensi dihentikan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai
suatu akibat yang ekstrim dari marah atau kekuatan panik. Perilaku agresif
dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana
agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain.
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan
kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien
dengan masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan
keluarga dalam mengatasi masalahnya. Kemampuan perawat dalam
menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi keterampilan
dalam pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu
contoh intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan adalah dengan mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam atau memukul kasur/ bantal agar klien dapat meredam
kemarahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Proesional Jiwa.
Jakarta ; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta;
EGC