Anda di halaman 1dari 14

BAB I

Konsep teori

1.1 KONSEP PENYAKIT


1.1.1 Definisi/Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer, 2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. (Price, 2006).Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya
tulang; pecahan atau rupture pada tulang (Dorland, 1998). Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Linda Juall)
1.2 Etiologi
1. Trauma
1) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2) Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kondisi patologi
Kekurangan mineral sampai batas tertentu pada tulang dapat
menyebabkan patah tulang: contohnya osteoporosis, tumor tulang (tumor yang
menyerap kalsium tulang)
4) Rotasi-fleksi
Adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi ligamen dan kapsul sendi
teregang sampai batas kekuatannya, kemudian dapat robek, permukaan sendi
dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong.
Akibat dari mekanisme iniadalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada
vertebra di atas, denganatau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-
dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan
neurologik.

1.3 Klasifikasi
1) Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang
dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
2) Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis
patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada
korteks yang utuh).
3) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak keluar melewati kulit.
4) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
1. Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
2. Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
3. Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf, otot dan kulit.
5) Fraktur kompresi ( Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang
mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh
kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat
pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain
ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan
akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur
kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya dari pada ukuran vertebra
sebenarnya.
6) Fraktur remuk (Burst fractures)
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secaralangsung,
dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk kekanalis
spinais. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpusvertebralis
kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih beratdibanding
fraktur kompresi. tepi tulang yang menyebar atau melebar itu
akanmemudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang
yangmengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis
danmenyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial.
7) Frktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi,
rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat
tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau
tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga
bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang
terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan,rotasi dan proses pengelupasan.
Pengelupasan komponen akan terjadi dariposterior ke anterior dengan
kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi
facet dan akhirnya kompresi korpus vertebraanterior. Namun dapat juga terjadi
dari bagian anterior ke posterior. Kolumn avertebralis. Pada mekanisme rotasi
akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur
akan melewati lamina danseringnya akan menyebabkan dural tears dan
keluarnya serabut syaraf.
8) Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba
mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi, dislokasifraktur
sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi fleksi dan distraksi
dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan menbetuk pisau lipat dengan
poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera
sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawantahanan tali
pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna
posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur
tidak stabil.
1.4 Patofisiologi
Antara Vertebra Th I dan Th X, Segmen korda lumbal pertama pada orang
dewasa berada pada tingkat vertebraT10. Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu
akan menghindarkan korda torakstetapi mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan
sakral, disertai paralisis tungkaibawah dan visera. Akar toraks bagian bawah juga
dapat mengalami transeksi tetapitak banyak pengaruhnya.
Di Bawah Vertebra Th X. Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus
medularis) di antara vertebra T I dan LI,dan meruncing pada antar ruang di antara
vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampaiS4 muncul dari konus medularis dan
beraturanan turun dalam suatu kelompok(cauda equina) untuk muncul pada tingkat
yang berturutan pada spina lumbosakral.Karena itu, cedera spinal di atas vertebra
T10 menyebabkan transeksi korda, cederadi antara vertebra T10 dan LI dapat
menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dancedera di bawah vertebra Ll hanya
menyebabkan lesi akar.
Akar sakralmempersarafi: (1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di
sepanjang bagianbelakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar
tapak kaki; (2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan
kaki: (3) refleks anal danpenis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki; dan (4)
pengendalian kencing. Akar lumbal mempersarafi: (1) sensasi pada seluruh tungkai
bawah selain bagianyang dipasok oleh segmen sakral; (2) tenaga motorik pada otot
yang mengendalikanpinggul dan lutut: dan (3) refleks kremaster dan refleks lutut..
Bila cedera tulangberada pada sambungan torakolumbal, penting untuk membedakan
antara transeksikorda tanpa kerusakan akar dan transeksi korda dengan transeksi
akar. Pasien tanpa kerusakan akar jauh lebih baik daripada pasien dengan transeksi
korda dan akar.
1.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri ; Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
2. Bengkak /edema ; Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein
plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
3. Memar / ekimosis ; Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot ; Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi ; Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena
edema.
6. Gangguan fungsi ; Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal ; Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang
pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.
8. Krepitasi ; Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
9. Deformitas ; Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
1.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis:
Ada empat prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur ( disebut empat R ) yaitu:
1) Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan : patah/ tidak. Meenentukan perkiraan
tulang yang patah. Kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk
tulang dan ketidakstabilan. Tindakan apa yang harus cepat dilaksanakan
misalnya pemasangan bidai.
2) Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.
3) Cara pengobatan fraktur secara reduksi :
2. Pemasangan gips. Untuk mempertimbangkan posisi fragmen fraktur.
3. Pemasangan traksi. Menanggulangi efek dari kejang otot serta
meluruskan atau mensejajarkan ujung tulang yang fraktur.
4. Reduksi tertutup. Digunakan traksi dan memanipulasi tulang itu sendiri
dan bila keadaan membaik maka tidak perlu diadakan pembedahan.
5. Reduksi terbuka. Beberapa fraktur perlu pengobatan dengan
pembedahan secara reduksi terbuka, ini dilakukan dengan cara
pembedahan.
4) Rehabilitasi. Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah
untuk mengembalikan ke fungsi normal.
6. Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut
fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera
dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami
fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi
dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi
yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.

7. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi
yang jika tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang
baik terhadap klien.
a. Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami
cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien
harus diajrakna menggunakan trapeze yang dipasangkan di atas tempat
tidur dan di sisi pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk membantunya
dalam mengubah posisi, klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara
bangun dari tempat tidur dan pindah ke kursi.
b. Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan,
mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk,
memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan
mengobservasi balutan luka terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan.
Sesudah dan sebelum reduksi fraktur, akan selalu ada resiko mengalami
gangguan sirkulasi, sensasi, dan gerakan. Tungkai klien tetap diangkat
untuk menghindari edema. Bantal pasir dapat sangat membantu untuk
mempertahankan agar tungkai tidak mengalami rotasi eksterna. Untuk
menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika dapat menggunakan
transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS). Untuk mencegah
dislokasi prosthesis, perawat harus senantiasa menggunakan 3 bantal
diantara tungkai klien ketika mengganti posisi, pertahankan bidai abductor
tungkai pada klien kecuali pada saat mandi, hindari mengganti posisi klien
ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan benda/beban yang berat pada
ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat diizinkan kecuali telah
mendapatkan hasil dari bagian radiologi yang menyatakan adanya tanda-
tanda penyembuhan yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan
BAB 2
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan GCS.
(Doenges, 2000:761)
1) Aktifitas/ Istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah), Takikardi (respon stress, hipovolemia),
Penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisisa kapiler lambat,
pucat pada bagian yang terkena, Pembengkakan jaringan atau massa hematoma
pada sisi cedera
3) Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, Kebas/ kesemutan (parestesis)
Tanda: deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme
otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).
4) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/ kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi).
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat
dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi:
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak
Post operasi:
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak
3. Rencana Keperawatan
Pre Operasi
No Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan pelaksanaan a. Me
fisik berhubungan keperawatan diharapkan aktivitas rekreasi terapeutik mfokuskan perhatian,
dengan kerusakan mobilitas fisik klien (radio, koran, kunjungan meningkatakan rasa kontrol
rangka neuromuskuler optimal, dengan criteria teman/keluarga) sesuai keadaan diri/harga diri, membantu
nyeri, terapi restriktif hasil : klien. menurunkan isolasi sosial.
(imobilisasi) Klien dapat b. Bantu latihan rentang gerak b. Men
meningkatkan/mempertahan pasif aktif pada ekstremitas yang ingkatkan sirkulasi darah
kan mobilitas pada tingkat sakit maupun yang sehat sesuai muskuloskeletal,
paling tinggi yang mungkin keadaan klien. mempertahankan tonus otot,
dapat mempertahankan mempertahakan gerak sendi,
posisi fungsional, mencegah kontraktur/atrofi dan
meningkatkan mencegah reabsorbsi kalsium
kekuatan/fungsi yang sakit c. Berikan papan penyangga kaki, karena imobilisasi.
dan mengkompensasi gulungan trokanter/tangan sesuai c. Me
bagian tubuh, menunjukkan indikasi. mpertahankan posisi fungsional
tekhnik yang memampukan d. Bantu dan dorong perawatan ekstremitas.
melakukan aktivitas. diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien. d. Men
e. Ubah posisi secara periodik ingkatkan kemandirian klien
sesuai keadaan klien. dalam perawatan diri sesuai
kondisi keterbatasan klien.
f. Dorong/pertahankan asupan e. Men
cairan 2000-3000 ml/hari. urunkan insiden komplikasi
kulit dan pernapasan
g. Berikan diet TKTP. (dekubitus, atelektasis,
penumonia)
f. Me
mpertahankan hidrasi adekuat,
h. Kolaborasi pelaksanaan men-cegah komplikasi
fisioterapi sesuai indikasi. urinarius dan konstipasi.
g. Kal
i. Evaluasi kemampuan mobilisasi ori dan protein yang cukup
klien dan program imobilisasi. diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis
tubuh.
h. Kerj
asama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
i. Men
ilai perkembangan masalah
klien.

2 Nyeri akut Setelah diberikan tindakan a. Pertahankan a. Men


berhubungan dengan keperawatan diharapkan imobilasasi bagian yang sakit gurangi nyeri dan mencegah
spasme otot, gerakan klien mengatakan nyeri dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
fragmen tulang, berkurang atau hilang, dan atau traksi
edema, cedera dengan kriteria hasil : b. Tinggikan posisi b. Men
jaringan lunak a.Menunjukkan tindakan ekstremitas yang terkena. ingkatkan aliran balik vena,
santai, mampu c. Lakukan dan awasi mengurangi edema/nyeri.
berpartisipasi dalam latihan gerak pasif/aktif. c. Me
beraktivitas, tidur, d. Lakukan tindakan mpertahankan kekuatan otot
istirahat dengan tepat, untuk meningkatkan dan meningkatkan sirkulasi
b. Menunjukkan kenyamanan (masase, vaskuler.
penggunaan keterampilan perubahan posisi) d. Men
relaksasi dan aktivitas e. Ajarkan penggunaan ingkatkan sirkulasi umum,
trapeutik sesuai indikasi teknik manajemen nyeri (latihan menurunakan area tekanan
untuk situasi individual napas dalam, imajinasi visual, lokal dan kelelahan otot.
aktivitas dipersional) e. Men
f. Lakukan kompres galihkan perhatian terhadap
dingin selama fase akut (24-48 nyeri, meningkatkan kontrol
jam pertama) sesuai keperluan. terhadap nyeri yang mungkin
g. Kolaborasi berlangsung lama.
pemberian analgetik sesuai f. Men
indikasi. urunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.

h. Evaluasi keluhan g. Men


nyeri (skala, petunjuk verbal urunkan nyeri melalui
dan non verval, perubahan mekanisme penghambatan
tanda-tanda vital) rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.
h. Men
ilai perkembangan masalah
klien.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muttaqin, Skep. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem.


Muskuloskeletal. Jakarta: EG
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3
volume 8. Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
Uantox. 2012. Fraktur Torakolumbal. http://www.scribd.com/doc/33615745/fraktur-
torakolumbal.html Diakses tanggal: 19-09-2012. Jam: 21.19 WITA

Anda mungkin juga menyukai