Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR LUMBAL

A. Definisi

Vertebra lumbalis terletak di region punggung bawah antara region torakal dan sacrum. Vertebra
pada region ini ditandai dengan corpus vertebra yang berukuran besar, kuat, dan tiadanya costal facet.
Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai gerakan terbesar dan menanggung
beban tubuh bagian atas (Yanuar 2002).
Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)
Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian bawah. Bentuk
cidera ini mengenai ligament, fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia
pada medulla spinalis (Batticaca, 2008).
Fraktur vertebra adalah trauma kompresi hebat dapat menyebabkan fraktur-dislokasi dengan
rupturnya satu diskus, jika terjadi fraktur kominuta, rupturnya dua diskus (Setiati, siti, dkk. 2014).
Fraktur vertebra adalah gangguan kontinuitas jaringan tulang yang terjadi jika tulang dikenai stres
yang lebih besar dari yang diabsorsinya yang terjadi pada ruas-ruas tulang pinggul karena adanya
trauma/benturan yang dapat menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung atau tidak
langsung (Mansjoer, 2014).

B. Anatomi Fisiologi

Tulang belakang adalah susunan terintegrasi dari jaringan tulang, ligamen, otot, saraf dan
pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar tengkorak (basis cranii), leher, dada, pinggang bawah
hingga panggul dan tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai penopang tubuh bagian atas serta pelindung
bagi struktur saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang melewatinya.
Tulang-tulang tersebut berjajar dari dasar tengkorak sampai ke tulang ekor dengan lubang di
tengah-tengah setiap ruas tulang (canalis vertebralis), sehingga susunannya menyerupai seperti
terowongan panjang. Saraf dan pembuluh darah tersebut berjalan melewati canalis vertebralis dan
terlindung oleh tulang belakang dari segala ancaman yang dapat merusaknya.
Antara setiap ruas tulang belakang terdapat sebuah jaringan lunak bernama diskus intervertebra,
yang berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorption) dan menjaga fleksibilitas gerakan tulang
belakang, yang cara kerjanya mirip dengan shock breaker kendaraan kita. Di setiap ruas tulang juga
terdapat 2 buah lubang di tepi kanan dan kiri belakang tulang bernama foramen intervertebra, yaitu
sebuah lubang tempat berjalannya akar saraf dari canalis vertebra menuju ke seluruh tubuh. Saraf-saraf
tersebut keluar melalui lubang itu dan mempersarafi seluruh tubuh baik dalam koordinasi gerakan
maupun sensasi sesuai daerah persarafannya.
Tulang belakang terdiri dari 4 segmen, yaitu segmen servikal (terdir dari 7 ruas tulang),
segmen torakal (terdiri dari 12 ruas tulang), segmen lumbal (terdiri dari 5 ruas tulang) serta
segmen sakrococygeus (terdiri dari 9 ruas tulang). Diskus intervertebra terletak mulai dari ruas
tulang servikal ke-2 (C2) hingga ruas tulang sakrum pertama (S1).
Di luar susunan tulang belakang, terdapat ligamen yang menjaga posisi tulang belakang agar
tetap kompak dan tempat melekatnya otot-otot punggung untuk pergerakan tubuh kita. Ligamen
dan otot tulang tubuh.
Posisi tulang belakang yang normal akan terlihat lurus jika di lihat dari depan
atau belakang. Jika dilihat dari samping, segmen servikal akan sedikit melengkung
ke depan (lordosis) sehingga kepala cenderung berposisi agak menengadah.
Segmen torakal akan sedikit melengkung ke belakang (kyphosis) dan segmen
lumbal akan melengkung kembali ke depan (lordosis).
Kelainan dari susunan anatomis maupun perbedaan posisi tulang belakang
yang normal tersebut, dapat berakibat berbagai keluhan dan gangguan yang
bervariasi. Keluhan dan gangguan tersebut akan berakibat terganggunya
produktivitas dan kualitas hidup seseorang. Tidak jarang keluhan tersebut
berakibat nyeri yang hebat, impotensi, hilangnya rasa (sensasi) hingga
kelumpuhan (Aston. J.N, 2005 & Wibowo, daniel S. 2013).

C. ETIOLOGI
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari fraktur adalah :

 Kecelakaan lalu lintas


 Kecelakaan olahraga
 Kecelakaan industri
 Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
 Luka tusuk, luka tembak
 Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
 Kejatuhan benda keras
Factor patologis : fraktur yang terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis, tumor
tulang, infeksi, atau penyakit lain.
Factor stress : fraktur jenis ini dapat terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat
rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress ini biasanya menyertai
peningkatan yang cepat – tingkat latihan atlet, atau permulaan aktivitas fisik yang baru.
D. KLASIFIKASI

1. Fraktur kompresi (Wedge fractures)


Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang
tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur
tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat
disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk
ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase
kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra
tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur
kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek
ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.

2. Fraktur remuk (Burst fractures)


Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung,
dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinais.
Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar
yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi.
tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis
untuk cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan
dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf
parsial. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi
paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst
fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak fraktur
dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst
fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih
jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak,kerusakan ligamen dan adanya
perdarahan.
3. Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena
kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan
sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi
tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak.
Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan
kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi,
penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen
akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada
ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan
akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi
dari bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme
rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah
costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan
dural tears dan keluarnya serabut syaraf.
4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)
sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan
tiba-tiba mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi,
dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi
fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan
menbetuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian
kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh
penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus
vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan
media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak
stabil.
E. MANIFESTASI
Manifestasi klinis fraktur antara lain :
 Edema/pembengkakan
 Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma
langsungpada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori,
pergerakan padadaerah fraktur.
 Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur
 Deformitas
 Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan
 Kehilangan fungsi
 Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma terbuka
Manifestasi klinis fraktur vertebra berdasarkan lokasi fraktur adalah.
 Manifestasi klinis fraktur vertebra pada cervical
C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)
C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas
C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan
C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit
C7 : gangguan fungsi jari serta otot trisep
C8 : gangguan fungsi jariGangguan motoriknya yaitu kerusakan setinggi
servical menyebabkankelumpuhan tetrapareseb.
 Manifestasi klinis fraktur vertebra pada
torakal
T1 : gangguang fungsi tangan
T1-T8 :gangguan fungsi pengendalian otot abdominal,
gangguanstabilitas tubuh
T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan
batang tubuh
 Manifestasi klinis fraktur vertebra pada lumbal
Gangguan motorik yaitu kerusakan pada thorakal sampai dengan
lumbal memberikan gejala paraparese
L1 : Abdominalis
L2 : Gangguan fungsi ejakulasi
L3 : Quadriceps
L4-L5 : Ganguan Hamstring dan knee, gangguan fleksi kaki dan lutut

Manifestasi klinis fraktur vertebra pada sacral


 Segmen lumbar dan sacral
Cedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu
pengendaliantungkai, sistem saluran kemih dan anus. Selain itu
gangguan fungsisensoris dan motoris, cedera vertebra dapat berakibat
lain sepertispastisitas atau atrofi otot.
S1 : Gangguan pengendalian tungkai
S2-S4 : Penile Erection
S2-S3 : Gangguan system saluran kemih dan anus

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal
menurut Mahadewa dan Maliawan (2009) adalah :
a. Foto Polos
Pemeriksaan foto polos terpenting adalah AP Lateral dan Oblique
view. Posisi lateral dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna
untuk melihat instabilitas ligament. Penilaian foto polos, dimulai
dengan melihat kesegarisan pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi
korpus vertebrae, garis spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak
interspinosus. Posisi oblique berguna untuk menilai fraktur
interartikularis, dan subluksasi facet.
b. C T S c a n
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang
mengenai elemen posterior dari tulang belakang. Fraktur dengan garis
fraktur sesuai bidang horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur
kompresif kurang baik dilihat dengan CT scan aksial..
c. MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medula
spinalis dan struktur ligamen. Identifikasi ligamen yang robek seringkali
lebih mudah dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah
terhadap penderita yang menggunakan fiksasi metal, dimana akan
memberikan artifact yang menggangu penilaian.
Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan kita bisa
melihat kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligamen, diskus
dan medula spinalis). Informasi ini sangat penting untuk menetukan
klasifikasi cedera, identifikasi keadaan instabilitas yang berguna untuk
memilih instrumentasi yang tepat untuk stabilisasi tulang.
d. Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf
Kedua prosedur ini biasanya dikerjakan bersama-sama 1-2 minggu
setelahterjadinyacedera. Elektromiografi dapat menunjukkan adanya
denervasi pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat
membedakan lesi pada medula spinalis atau cauda equina, dengan lesi pada
pleksus lumbal atau sacral.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium klinik rutin dilakukan untuk menilai
komplikasi pada organ lain akibat cedera tulang belakang.
G. Patofisiologi
H. Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus

intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung saraf.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak kuatnya pertahanan primer

kerusakan kulit trauma jaringan.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan paraplegia sekunder dari

kompresi spinal

4. Inkontinensia urine berhubungan dengan gangguan neurologis di atas lokasi

pusat mikturisi sakral.

5. Konstipasi berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah.

Anda mungkin juga menyukai