FRAKTUR KOMPRESI
OLEH :
NURFITRIA
PO7120421047
2. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
a. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan
benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
b. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang
atau otot, contohnya seperti pada olahragawan yang menggunakan
hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya (Rasjad, 2007).
Selain penyebab fraktur kompresi tidak langsung diatas, fraktur
kompresi dapat disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis,
penderita tumor dan infeksi (Andrew, 2014).
3. Patofisiologi
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh
ligamen di depan dan di belakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis
yang mempunyai daya absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang
memberikan sifat fleksibilitas dan elastis. Semua trauma tulang belakang
harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan
pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus secara hati-hati.
Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang, tulang belakang sendiri dan sumsum tulang belakang (medulla
spinalis) (Graham & Louis, 1995) . Mekanisme trauma diataranya:
a. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior.
Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat
tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.
b. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan
rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur
faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/ dislokasi vertebra
diatasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
c. Kompresi vertical (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang
akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan
memecahakan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.
Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan
vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior
masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil
d. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan
jarang pada vertebra torakolumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat
mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur
ini biasanya bersifat stabil.
e. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen
vertebra dan sendi faset
e. Scintigraphy
Merupakan suatu metode diagnostik yang menggunakan deteksi
radiasi sinar gamma untuk menggambarkan kondisi dari jaringan
atau organ, juga merupakancmetode yang penting untuk
memprediksikan hasil (outcome) dari beberapa teknik operasi.
7. Penatalaksanaan
a. Nyeri akut
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan
pada pasien dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan
rasa nyeri, dengan pembatasan bedrest, penggunaan analgetik,
brancing dan latihan fisik (Aron, 2006).
- Menghindari bedrest terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah,
meningkatkan kehilangan densitas tulang, deconditioning,
thrombosis, pneumonia, ulkus dekubitus, disorientasi dan depresi.
- Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan
sebagai terapi awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu
lama.
- Calcitonin
Calcitonin diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal
mempunyai efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan
oleh osteoporosis dan pasien dengan nyeri tulang akibat metastasis.
- Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen
akut non operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri
dan membantu penyembuhan dengan menstabilkan tulang
belakang. Dengan mengistirahatkan pada posisi fleksi, maka akan
mengurangi takanan pada kolumna anterior dan rangka tulang
belakang.Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat
digunakan untuk dua sampai tiga bulan. Terdapat beberapa tipe
ortose yang tersedia untuk pengobatan.
- Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy
tulang belakang kedalam vertebra yang mengalami kompresi
dengan bimbingan fluoroscopy atau computed tomography.
Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam tulang yang
mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan fraktur dan
megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien.
Tetapi prosedur ini tidak dapat memperbaiki deformitas yang
terjadi pada tulang belakang.
- Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan
tampon kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum
tersebut akan membentuk suatu kavitas pada tulang vertebra.
Kemudian kavitas tersebut diisi dengan campuran
methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel
fraktur, penurun tinggi badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada
pasien-pasien ini, sangat dianjurkan untuk tetap aktif melakukan
pelemasan otot dan program peregangan, seperti program yang
berdampak ringan seperti berjalan dan berenang. Sebagai tambahan
obat penghilang rasa sakit, pemeriksaan nonfarmakologis seperti
stimulasi saraf listrik transkutaneus, aplikasi panas dan dingin, atau
penggunaan bracing, dapat menghilangkan rasa sakit sementara. Aspek
psikologis dari rasa nyeri yang kronis dan kehilangan fungsi fisiologis
harus diterangkan dalam konseling, jika perlu, dapat diberikan
antidepresan (Aron, 2006).
c. Pencegahan fraktur tambahan
- Sebagian besar pasien dengan fraktur akibat osteoporosis akut
harus diberikan terapi osteoporosis secara agresif.
- Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan fraktur kompresi dan sebelumnya diduga mengalami
kehilangan massa tulang.
- National Osteoporosis Foundation menganjurkan semua wanita
yang mengalami fraktur spiral dan densitas mineral tulang harus
diberikan terapi seperti osteoporosis.
- Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal.
Bisphosponates (alendronate, risendronate) mengurangi insidensi
terjadinya fraktur vertebra baru sampai lebih dari 50%.
- Raloxifene, merupakan modulator estrogen selektif, menunjukkan
dapat mengurangi terjadi fraktur vertebra 65% pada tahun
pertama dan sekitar 50% pada tahun ketiga.
- Kalsitonin menunjukkan penurunan resiko terjadinya fraktur
vertebra baru sekitar 1 dari 3 wanita yang mengalami fraktur
vetebra.
- Teriparatide (fortoe), merupakan preparat hormone
paratiroid rekombinan diberikan secara subkutan. Obat ini juga
menunjukkan rendahnya resiko terjadinya fraktur vertebra dan
meningkatkan densitas tulang pada wanita post menopause
dengan osteoporosis. Obat ini bekerja pada osteoblast untuk
menstimulasi pembentukan tulang baru.
8. Komplikasi
a. Biomekanik
Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan segmen
torakolumbal yang signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar
pada pevis, menyebabkan terjadinya abdominal discomfort. Gejala-
gejala pada gangguan abdomen dapat berupa anoreksia yang dapat
mengakibatkan penurunan berat badan, terutama pada pasien yang
berusia lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanya fraktur kompresi
pada vertebra dan kyposis umumnya ditandai dengan penyakit paru
restriktif dengan penurunan kapasitas vital paru. Dalam persamaan,
setiap fraktur menurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan resiko
terjadinya fraktur. Karena terjadinya kyposis, maka beban berlebih
akan ditopang oleh tulang disekitarnya, ditambah lagi dengan adanya
osteoporosis semakin meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Adanya
satu atau lebih vertebra mengalami fraktur kompresi semakin
meningkatkan adanya fraktur tambahan lima kali lipat dalam satu
tahun.
b. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih
rendah dalam performa fungsional dibandingkan dengan kontrol, lebih
banyak membutuhkan pembantu, pengalaman lebih sering mengalami
sakit saat bekerja, dan mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas
sehari-hari. Penelitian terbaru pada pasien-pasien ini memiliki nilai
yang rendah pada indeks kulalitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan berdasarkan fungsi fisik, status emosi, gejala klinis dan
keseluruhan performa fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien yang
mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan
berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan
terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga
kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan
semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
c. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 40% pada pasien yang menderita
fraktur kompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk
tubuh, detorientasi dalam kemampuan untuk merawat diri sendiri, dan
akibat bedrest yang lama. Pasien yang mengalami depresi biasanya
yang mengalami lebih dari satu fraktur dan akan menjadi cepat tua dan
terisolasi secara social (Aron, 2006).
9. Prognosis
Nyeri dan fraktur yang dialami akan membaik dengan dukungan terapi
farmakologis dan farmakologis, namun dengan semakin bertambahnya
usia, fungsi dan struktur fisiologi tulang akan semakin menurun,
diperlukan upaya kewaspadaan agar tetap menjaga stabilitas tulang
belakang dan pencegahan trauma pada usia lanjut.
10. Pencegahan
a. Hindari aktifitas fisik berat
b. Olah raga seperti jogging dan berjalan cepat
c. Jaga asupan kalsium (sayuran hijau, susu tinggi kalsium dll)
d. Hindari defisiensi vitamin D
e. Nutrisi dengan diet tinggi protein
f. Berjemur pada pagi dan sore hari
g. Diperlukan pendamping untuk usia lanjut
h. Memperhatikan lingkungan dan berbagai penyebab untuk menghindari
berulangnya jatuh.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang
dilaksanakan sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.
b. Pengumpulan data
i. Identitas pasien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikanm,
pekerjaan, dan sebagainya.
4. Pola eliminasi
Klien mengalami konstipasi dikarenakan tirah baring lama, selain
itu biasanya terjadi retensi urine karena fungsi buli-buli kurang
berfungsi dengan baik (tidak kontraksinya muskulus detrusor dan
tidak relaksasinya spinkter external).
c. Analisa data
1. Data subyektif :
Data obyektif : Tanda-tanda vital (TD, suhu, nadi, RR), cuping
hidung, adanya retraksi suprastenal, gelisah,
cyanosis, sputum tidak bisa keluar, reflek batuk
menurun.
Masalah keperawatan : Ketidak efektifan jalan nafas
2. Data subyektif :
Data obyektif : Meningkatkan tanda-tanda vital (tensi, nadi,
3. Data subyektif :
Data obyektif : Berat badan klien menurun drastis, klien tampak
kurus perubahan peristaltik usus.
Masalah keperawatan : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
4. Data subyektif :
Data obyektif : Konstipasi, retensi urin, distensi abdomen.
Terapeutik
- Berika teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(TENS, hipnosis, akupresusr, terapi musik, biofeedback,terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat
atau dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
-
b. Intervensi : Dukungan mobilisasi (06171)
Definisi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan pergerakan fisik.
Tindakan
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
c. Intervensi : Pencegahan Infeksi (I.14539)
Tindakan
Observasi :
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik
Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikn perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien lingkungan
pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborsi
- Kolaborsi pemberian imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Https://id.scribd.com/document/436886475/LP-FRAKTUR-KOMPRESI-docx.
(Diakses pada tanggal 30 desember 2021)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia:
Definisi dan indikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia:
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.