Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR VERTEBRATA DI RUANG CEMPAKA, RST DR.SOEDJONO

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik


mata kuliah “keperawatan medikalbedah profesi”

Clinical Instruktur : Krisnawati nurutami S.kep, NS

Disusun oleh:
Afif Faisol Ludin
NPM: 22.0604.0025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi
Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan (R.Syamsuhidayat
2021). Tanda-tanda khas terjadinya fraktur adanya krepitasi, disfungsi serta
dislokasi. Fraktur vertebra adalah terputusnya discus invertebralis yang
berdekatan dan berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang(Theodore,2021)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Lewis, 2020). Fraktur
adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada
tulang yang berlebihan (Brunner and Suddarth 2020).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, fraktur lumbal adalah
kerusakan pada tulang belakang berakibat trauma, biasanya terjadi pada orang
dewasa laki-laki yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasan.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan
benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, contohnya
seperti pada olahragawan yang menggunakan hanya satu tangannya untuk
menumpu beban badannya.
3. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis, penderita
tumor dan infeksi.
Penyebab pokok dari fraktur kompresi lumbal adalah osteoporosis. Pada
wanita, faktor risiko utama untuk osteoporosis adalah menopause, atau defisiensi
estrogen. Faktor risiko lain yang dapat memperburuk tingkat keparahan
osteoporosis termasuk merokok, aktivitas fisik, penggunaan prednison dan obat
lain, dan gizi buruk. Pada laki-laki, semua faktor risiko non-hormon di atas juga
berpengaruh. Namun, kadar testosteron rendah juga dapat berhubungan dengan
fraktur kompresi.
Gagal ginjal dan gagal hati keduanya terkait dengan osteopenia. Kekurangan
gizi dapat menurunkan remodeling tulang dan meningkatkan osteopenia.
Akhirnya, genetika juga memainkan peran dalam pengembangan fraktur
kompresi,risiko osteoporosis juga dapat dilihat dari riwayat keluarga dengan
keluhan serupa.
Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai fraktur kompresi. Kanker
yang paling umum di tulang belakang adalah metastasis. Keganasan khas yang
bermetastasis ke tulang belakang sel ginjal, prostat, payudara, paru-paru dan,
meskipun jenis lainnya dapat bermetastasis ke tulang belakang. 2 hal keganasan
tulang primer paling umum adalah multipel myeloma dan limfoma.
Infeksi yang menghasilkan osteomyelitis dapat juga mengakibatkan fraktur
kompresi. Biasanya, organisme yang paling umum dalam infeksi kronis adalah
stafilokokus atau streptokokus. Tuberkulosis bisa terjadi pada tulang belakang dan
disebut penyakit Pott.
C. Patofisologi
Menurut chairudin Rasjad (2021), menegaskan bahwa semua trauma tulang
belakang harus dianggap sebagai trauma yang hebat. Oleh karena itu, klien harus
diperlakukan secara hati – hati saat pertolongan pertama dan dibawa ke rumah
sakit dengan menggunakan transportasi. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang (ligamen dan diskus), tulang
belakang dan sumsum tulang belakang.
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau
bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma kerana tali pengaman (fraktur chance),
kejatuhan benda keras. Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai
tulang tidak disertai kelainan pada sumsum tulang belakang disertai kelainan pada
sumsum tulang belakang.
Mekanisme trauma yang terjadi pada trauma tulang belakang adalah:
a. Fleksi.
Trauma terjadi akibat fleksi dan diserta dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan
kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan
ligamen posterior, fraktus bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.
b. Fleksi dan rotasi.
Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama – sama dengan rotasi.
Pada trauma ini terdapat strain dan ligamen dan kapsul serta ditemukan fraktur
faset. Pada kejadian ini terjadi pergerakan ke depan atau dislokasi vertebra
diatasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
c. Kompresi vertikal (aksial).
Trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan
kompresi aksial. Nukleus polposus akan memecahkan permukaan serta badan
vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan
menyebabkan vertebra bisa menjadi rekah (pecah). Pada trauma jenis ini elemen
posterior masih utuh sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.
d. Hiperekstensi atau retroekstensi.
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikalis dan jarang pada vertebra
torakolumbalis. Ligammen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau
terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
e. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra dan
sendi laser.
f. Fraktur dislokasi
Trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan dislokasi pada
tulang belakang.
Pada pasien dengan fraktur vertebra datang dengan nyeri tekan akut,
pembengkakan, spasme otot paravertebralis dan perubahan lengkungan normal
atau adanya gap antara prosesus spinosus. Nyeri akan memberat saat bergerak,
batuk atau pembebanan berat badan (Brunner dan Suddarth, 2001; 2387). Trauma
pada sumsum tulang belakang dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang
belakang yang disebut hematomiela. Gejala yang penting adalah tetap adanya
sensibilitas di bawah trauma (pinprick perianal). Gejala yang paling sering terjadi
adalah sindrom sentral berupa paralisis layu yang diikuti paralisis lower motor
neuron anggota gerak atas dan paralisis upper motor neuron (spastik) dari anggota
gerak bawah disertai kontrol kandung kemih dan sensibilitas perianal yang tetap
baik. Trauma tulang belakang jika mengenai:
a. Vertebra servikalis. Jika terjadi trauma pada vertebra servikalis, maka dapat
terjadi kelumpuhan otot pernapasan karena blok saraf simpatis sehingga klien
dapat mengalami gagal napas. Trauma vertebra servikalis juga dapat
menyebabkan quadiplegik dengan disfungsi kedua lengan, kedua kaki, defekasi
dan berkemih.
b. Vertebra torakolumbalis. Dapat terjadi paraplegi dan gangguna dalam menelan.
c. Vertebra sakralis. Jika trauma terjadi pada vertebra ini akan terjadi disfungsi
bladder dan bowel. Trauma pada sakralis juga dapat menyebabkan penis erection.

D. Pathway
Terlampir
E. Manifestasi Klinis
Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri
tulang belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur
tubuh karena terjadinya kiposis dan skoliosis. Pasien juga menunjukkan
gejala-gejala pada abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang,
anoreksia dan penurunan berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat
terjadi akibat berkurangnya kapasitas paru.
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala.
Pada saat fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada
sisi fraktur. Jarang sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis, tampilan
klinis menunjukkan gejala nyeri radikuler yang nyata. Rasa nyeri pada
fraktur disebabkan oleh banyak gerak, dan pasien biasanya merasa lebih
nyaman dengan beristirahat.Banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi
vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri
akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang
lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan
mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
Apabila kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan
sindrom konus medullaris.Konus medullaris adalah ujung berbentuk kerucut dari
sumsum tulang belakang. Normalnyaterletak antara ujung vertebra torakalis (T-
12) dan awal dari vertebra lumbalis (L-1),meskipun kadang-kadang konus
medullaris ditemukan antara L-1 dan L-2. Saraf yangmelewati konus medullaris
mengontrol kaki, alat kelamin, kandung kemih, dan usus.Gejala umum termasuk
rasa sakit di punggung bawah, anestesi di paha bagian dalam, pangkal paha;
kesulitan berjalan, kelemahan di kaki, kurangnya kontrol kandung kemih;
inkontinensia alvi, dan impotensi.

a. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi
kerusakan sel-sel saraf pada medulla spinalisnya menyebabkan gangguan arcus
reflek dan flacid paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-
segmen medulla spinalis yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal
shock yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan
sampai enam minggu. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan
flacid. Lesi yang terjadi di lumbal menyebabkan beberapa otot-otot anggota gerak
bawah mengalami flacid paralisis.
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu
sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level
kerusakan akan mengalami anaestesi, karena terputusnya serabut-serabut saraf
sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitkan kontraksi otot
polos sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus. Kontraksi otot
polos sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya
dicetuskan oleh ganglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat
peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah
kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi
dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah
sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena
penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua
kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani dilonggarkan dan sekaligus dinding
perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal yang meningkat
mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak
terkontrol oleh keinginan.
d. Gangguan fungsi seksual
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari
setelah cidera. Seluruh bagian dari fungsi seksual mengalami gangguan pada fase
spinal shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan
komplit/tidaknya lesi. Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflek pada konus,
otomatisasi ereksi terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi
selama aktivitas seksual. Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral
masih mempunyai reflex ereksi dan ereksi psikogenik jika jalur simpatis tidak
mengalami kerusakan, biasanya pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan
melalui uretra yang kemudian keluarnya cairan diatur oleh kontraksi dari internal
bladder sphincter. Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien
dengan lesi tidak komplit, tergantung seberapa berat kerusakan pada medula
spinalisnya. Gangguan sensasi pada penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah
yang terjadi berhubungan dengan lokomotor dan aktivitas otot secara volunter.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :9
a. Roentgenography : pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra
untuk melihat fraktur dan pergeseran tulang vertebra

Fraktur Kompresi Vertebra Lumbal 1


b. Magnetic Resonance Imaging : pemeriksaan ini memberi informasi detail
mengenai jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran yang akan dihasilkan
adalah 3 dimensi. MRI sering digunakan untuk mengetahui kerusakn jaringan
lunak pada ligament dan diskus intervertebralis dan menilai cedera medulla
spinalis
MRI Fraktur Kompresi Lumbal

c. CT- Scan
CT scan sangat berguna dalam menggambarkan adanya fraktur dan dapat
memberikan informasi jika tentang adanya kelainan densitas tulang. CT scan
danMRI juga sangat penting dalam menentukan diferensial diagnosis karena
adanyapenyempitan kanalis spinal, dan komposisi spesifik vertebra dapat
digambarkan.
d. Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Dapat juga digunakan dalam menentukan adanya fraktur dan tingkat
adanyaosteoporosis karena kemampuannya dalam menggambarkan densitas
tulang.
e. Scintigraphy
Merupakan suatu metode diagnostik yang menggunakan deteksi radiasi sinar
gamma untuk menggambarkan kondisi dari jaringan atau organ, juga
merupakancmetode yang penting untuk memprediksikan hasil (outcome) dari
beberapa teknik operasi.

G. Penatalaksanaan
a. Nyeri akut fraktur kompresi vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada pasien
dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan
pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.
1) Menghindari bedrest terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan
kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus
dekubitus, disorientasi dan depresi.
2) Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai terapi
awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu lama.
3) Calcitonin, diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai efek
analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien
dengan nyeri tulang akibat metastasis.
4) Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non
operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu
penyembuhan dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan mengistirahatkan
pada posisi fleksi, maka akan mengurangi takanan pada kolumna anterior dan
rangka tulang belakang.Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat
digunakan untuk dua sampai tiga bulan. Terdapat beberapa tipe ortose yang
tersedia untuk pengobatan.
5) Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang
kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy atau
computed tomography. Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam
tulang yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan fraktur dan
megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien. Tetapi prosedur
ini tidak dapat memperbaiki deformitas yang terjadi pada tulang belakang.
Teknik Vertebroplasty
6) Kypoplasty
Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan tampon
kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan membentuk
suatu kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut diisi dengan
campuran methylmetacrylate dibawah tekanan rendah.

Gambar 2.13. Teknik Kypoplasty


b. Penatalaksanaan nyeri kronis
Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel
fraktur, penurun tinggi badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada pasien-
pasien ini, sangat dianjurkan untuk tetap aktif melakukan pelemasan otot dan
program peregangan, seperti program yang berdampak ringan seperti berjalan dan
berenang. Sebagai tambahan obat penghilang rasa sakit, pemeriksaan
nonfarmakologis seperti stimulasi saraf listrik transkutaneus, aplikasi panas dan
dingin, atau penggunaan bracing, dapat menghilangkan rasa sakit sementara.
Aspek psikologis dari rasa nyeri yang kronis dan kehilangan fungsi fisiologis
harus diterangkan dalam konseling, jika perlu, dapat diberikan antidepresan.
c. Pencegahan fraktur tambahan
1) Sebagian besar pasien dengan fraktur akibat osteoporosis akut harus
diberikan terapi osteoporosis secara agresif.
2) Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien dengan fraktur
kompresi dan sebelumnya diduga mengalami kehilangan massa tulang.
3) National Osteoporosis Foundation menganjurkan semua wanita yang mengalami
fraktur spiral dan densitas mineral tulang harus diberikan terapi seperti
osteoporosis.
4) Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal. Bisphosponates
(alendronate, risendronate) mengurangi insidensi terjadinya fraktur vertebra baru
sampai lebih dari 50%.
5) Raloxifene, merupakan modulator estrogen selektif, menunjukkan dapat
mengurangi terjadi fraktur vertebra 65% pada tahun pertama dan sekitar
50% pada tahun ketiga.
6) Kalsitonin menunjukkan penurunan resiko terjadinya fraktur vertebra baru sekitar
1 dari 3 wanita yang mengalami fraktur vetebra.
7) Teriparatide (fortoe), merupakan preparat hormon paratiroid rekombinan
diberikan secara subkutan. Obat ini juga menunjukkan rendahnya resiko
terjadinya fraktur vertebra dan meningkatkan densitas tulang pada wanita
postmenopause dengan osteoporosis. Obat ini bekerja pada osteoblast untuk
menstimulasi pembentukan tulang baru.

H. Komplikasi
Apakah fraktur kompresi vertebra menunjukkan gejala atau tidak,
komplikasijangka panjangnya sangat penting. Konsekuensinya dapat
dikategorikan sebagai biomekanik, fungsional, dan psikologis.9
a. Biomekanik
Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan segmen torakolumbal yang
signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar padapevis, menyebabkan
terjadinya abdominal discomfort. Gejala-gejala pada gangguanabdomen dapat
berupa anoreksia yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan,terutama
pada pasien yang berusia lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanyafraktur
kompresi pada vertebra dan kyposis umumnya ditandai dengan penyakit
parurestriktif dengan penurunan kapasitas vital paru. Dalam persamaan, setiap
frakturmenurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan resiko terjadinya
fraktur. Karenaterjadinya kyposis, maka beban berlebih akan ditopang oleh
tulang disekitarnya,ditambah lagi dengan adanya osteoporosis semakin
meningkatkan resiko terjadinyafraktur. Adanya satu atau lebih vertebra
mengalami fraktur kompresi semakinmeningkatkan adanya fraktur tambahan
lima kali lipat dalam satu tahun.
b. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih rendahdalam
performa fungsional dibandingkan dengan kontrol, lebih banyakmembutuhkan
pembantu, pengalaman lebih sering mengalami sakit saat bekerja, danmengalami
kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Penelitian terbaru padapasien-
pasien ini memiliki nilai yang rendah pada indeks kulalitas hidup
yangberhubungan dengan kesehatan berdasarkan fungsi fisik, status emosi, gejala
klinisdan keseluruhan performa fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien
yangmengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan
berbagaialasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut
jatuh sehinggaterjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak
pada akhirnyaakan mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam
melakukan aktifitassehari-hari.
c. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 40% pada pasien yang menderita
frakturkompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh,
detorientasi dalamkemampuan untuk merawat diri sendiri, dan akibat bedrest yang
lama. Pasien yangmengalami depresi biasanya yang mengalami lebih dari
satu fraktur dan akanmenjadi cepat tua dan terisolasi secara sosial

I. Pencegahan
a. Hindari aktifitas fisik berat
b. Olah raga seperti jogging dan berjalan cepat
c. Jaga asupan kalsium (sayuran hijau, susu tinggi kalsium dll)
d. Hindari defisiensi vitamin D
e. Nutrisi dengan diet tinggi protein
f. Berjemur pada pagi dan sore hari
g. Diperlukan pendamping untuk usia lanjut
h. Memperhatikan lingkungan dan berbagai penyebab untuk menghindari
berulangnya jatuh
I. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Respon
Cek respon, dengan memanggil nama klien, menggoyangkan badan, dan member
rangsang nyeri.
b. Airways
- Bagaimana jalan nafas
- bisa berbicara secara bebas
- Adakah sumbatan jalan nafas (darah, lendir, makanan, sputum)
c. Breathing
- Bagaimana frekuensi pernafasan, teratur atau tidak, kedalamannya
- Adakah sesak nafas, bagaimana bunyi nafas
- Apakah menggunakan otot tambahan
- Apakah ada reflek batuk
d. Circulation
- Bagaimana nadi, frekuensi, teratur atau tidak, lemah atau kuat Berapa tekanan
darah
- Akral dingin atau hangat
- capillary refill < 3 detik atau > 3 detik, warna kulit, produksi urin
2. Pengkajian Sekunder
➢ Pemeriksaan fisik:
a. Keadaan umum
b. Kepala : bagaimana bentuk kepala, rambut mudah dicabut/tidak, kulit kepala
bersih/tidak
c. Mata : konjungtiva anemis +/-, sclera icterik +/-, besar pupil, refleks cahaya
+/-
d. Hidung :bentuk simetris atau tidak, discharge +/-, pembauan baik atau tidak.
e. Telinga : simetris atau tidak, discharge +/-
f. Mulut : sianotik +/-, lembab/kering, gigi caries +/-
g. Leher : pembengkakan +/-, pergeseran trakea +/-
h. Dada
- Paru
Inspeksi : simetris atau tidak, jejas +/-, retraksi intercostal
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama atau tidak
Perkusi : sonor +/-, hipersonor +/-, pekak +/-
Auskultasi : vesikuler +/-, ronchi +/-, wheezing +/-, crekles +/
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tampak atau tidak
Palpasi : dimana ictus cordis teraba
Perkusi : pekak +/-
Auskultasi : bagaimana BJ I dan II, gallops +/-, mur-mur +/-
i. Abdomen
Inspeksi : datar +/-, distensi abdomen +/-, ada jejas +/-
Auskultasi : bising usus +/-, berapa kali permenit
Palpasi : pembesaran hepar / lien
Perkusi : timpani +/-, pekak +/-
j. Genetalia : bersih atau ada tanda – tanda infeksi
k. Ekstremitas :
- Adakah perubahan bentuk: pembengkakan, deformitas, nyeri, pemendekan
tulang, krepitasi
- Adakah nadi pada bagian distal fraktur, lemah/kuat
- Adakah keterbatasan/kehilangan pergerakan
- Adakah spasme otot, ksemutan
- Adakah sensasi terhadap nyeri pada bagian distal fraktur
- Adakah luka, berapa luasnya, adakah jaringan/tulang yang keluar
➢ Psikologis :
a. Cemas
b. Denial
c. Depresi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tanggal Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dan Jam Keperawatan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan integritas struktur
tulang
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kontrol tidur
Format rencana keperawatan

Tanggal Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dan Jam Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agens Tingkat nyeri Manajemen nyeri
cidera fisiologis (1.08238) - Untuk
(L.08066) Observasi: Mengetahui
(D.0077) Kualitas Nyeri
- identifikasi lokasi, Pasien
karakteristik,durasi, - Untuk Terapi
Setelah dilakukan frekuensi,kualitas, Penyembuhan
intervensi keperawatan intensitas nyeri – Pasien
selama 2x24 jam masalah - identifikasikan skala nyeri - Untuk
terhadap Nyeri akut Terapeutik Meredakan
Nyeri Pada
dapat di atasi dengan - berikan terapi non Pasien
indikator: farmakologi untuk
mengguranggi rasa nyeri
- Keluhan nyeri - fasilitasi istirahat dan tidur
Menurun dari skala 6
menjadi 3
- Meringis (5) menurun Edukasi
- Kesulitan tidur (5)
menurun - jelaskan penyebab dan
- Mual (5) menurun pemicu nyeri –
- jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi

- kolaborasi pemberian
analgenik,jika perlu
Gangguan mobilitas Mobilitas fisik
Dukungan mobilisasi - membantu
fisik b.d Kerusakan
integritas struktur pergerakan
( I.05173)
tulang ( L.05042) Observasi: - dukungan
D.0054 keluaraga dalam
- Identifikasi adanya nyeri mobilitas
atau keluhan fisik lainnya - membnatu
- Palpasi kesimetrisan pergerakan
Setelah dilakukan ekspansi paru sederhana
intervensi keperawatan Terapeutik
selama 2x24 jam masalah
terhadap Gangguan - Libatakan keluaraga untuk
mobilitas fisik b.d membantu pasien dalam
Kerusakan integritas
meningkatkan pergerakan
struktur tulang
dapat di atasi dengan Edukasi
indikator:
- Pergerakan - Anjurkan mobilisasi
ekstremitas cukup sederhana
meningkat (4) Kolaborasi
- Nyeri menurun (5)
- Rentan gerak ROM - kolaborasi pemberian
meningkat (5) analgenik,jika perlu
Tanggal Diagnosa
No. Dan Jam Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan pola Pola Tidur Dukungan tidur
tidur b.d Kontrol (1.05174) - untuk
Tidur Observasi: mengetahui
(D.0055) (L.05045) penyebab pasien
- identifikasi pola aktivitas sulit tidur
- untuk membuat
dan tidur
lingkungan
- identifikasikan faktor aman nyaman
pengganggu tidur - untuk
Setelah dilakukan Terapeutik merangsang
intervensi keperawatan
tidur
selama 2x24 jam masalah
- modifikasi lingkungan
terhadap Gangguan pola
tidur b.d Kontrol Tidur untuk membantu tidur
dapat di atasi dengan - lakukan prosedure untuk
indikator: meningkatkan
- Keluhan sulit tidur kenyamanan
(1) menurun
- Keluhan tidak puas
tidur (1) menurun
Edukasi
- Keluhan istirahat
tidak cukup (1)
menurun - ajar kan relaksasi otot
autogenik atau cara
farmakologi lainnya
Kolaborasi

- kolaborasi pemberian
analgenik,jika perlu

-
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD, Samsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 2020.

2. Andrew L Sherman, MD, MS; Chief Editor: Rene Cailliet, MD. Lumbar
Compression Fracture. (diakses tanggal 17 Juli 2021). Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/309615-overview

3. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.


2020.

4. Young W. Spinal cord injury level and classification (serial online) 2000 (diakses
10 April 2021); Diunduh dari: URL:
http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

5. Hanna J, Letizia M. Kyphoplasty: A treatment for osteoporotic vertebral


compression fractures. nursing journal center (serial online)

6. Pearce, Evelyn C., Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta : PT


Gramedia Pustaka Utama. 2006. Hal 89

7. Philips W. Ballinger, M.S., R.T.(R). (2022), Merrill’s Atlas of Radiographic


Positions and Radiologic Prosedures. Ohio : Mosby-Year Book.

8. Apley graham and Solomon Louis. Ortopedi Fraktur System Apley; edisiketujuh.
Jakarta: Widya medika, 2021.

9. Aron B, Walter CO. Vertebral compreesion fractures : treatment and


evaluation (serial online) 2021

Anda mungkin juga menyukai