FRAKTUR KOMPRESI
1. Defenisi
corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah
fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan
oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan
di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra
kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah
mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih
pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. Trauma vertebra yang mengenai
2000).
2. Etiologi
pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan benturan benda keras oleh
kekuatan langsung.
b. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot,
contohnya seperti pada olahragawan yang menggunakan hanya satu tangannya untuk
menumpu beban badannya (Rasjad, 2007). Selain penyebab fraktur kompresi tidak
langsung diatas, fraktur kompresi dapat disebabkan oleh proses penyakit seperti
3. Patofisiologi
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh ligamen
di depan dan di belakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya
absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibilitas dan elastis.
Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat, sehingga sejak
awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus secara hati-
hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang,
tulang belakang sendiri dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis) (Graham &
atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior,
strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi
tidak stabil.
c. Kompresi vertical (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen
posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil
d. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra
torakolumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi
fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra dan sendi faset
terputus akibatnya daerah disekitar fraktur dapat mengalami edema atau hematoma.
Kompresi akibatnya sering menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda yang menyertai
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, pemendekan atau pemanjangan tulang dan
kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk
(deformitas).
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak
langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang
belakang adalah penyebab cedera pada medulla spinalis secara tidak langsung. Apabila
trauma terjadi di bawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut mengalami
otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah serta paralisis sfingter
pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu mengakibatkan terjadinya
gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen yang cedera tersebut.
a. Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di bawah level
lesi.
b. Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih tersisa di
c. Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak
fungsional.
fungsional.
neurologisnya.
Pathway terlampir
4. Manifestasi Klinis
belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh karena
abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia dan penurunan
berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat berkurangnya kapasitas
paru.
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada saat
fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur. Jarang
gejala nyeri radikuler yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh
banyak gerak,dan pasien biasanya merasa lebih nyaman dengan beristirahat. Banyak
pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif,
dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut
jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada
sehari-hari.
konus medullaris. Konus medullaris adalah ujung berbentuk kerucut dari sumsum tulang
belakang. Normalnya terletak antara ujung vertebra torakalis (T-12) dan awal dari
1 dan L-2. Saraf yang melewati konus medullaris mengontrol kaki, alat kelamin, kandung
kemih, dan usus. Gejala umum termasuk rasa sakit di punggung bawah, anestesi di paha
bagian dalam, pangkal paha; kesulitan berjalan, kelemahan di kaki, kurangnya kontrol
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan
sel-sel saraf pada medulla spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid
paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medulla spinalis
yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung
sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal
shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Lesi yang terjadi di lumbal
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu
sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan. Selain itu kulit dibawah level
sensoris.
sigmoid dan rectum serta relaksasi otot spincter internus. Kontraksi otot polos
sigmoid dan rectum itu berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh
ganglion yang berada di dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan,
karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter
untuk mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam
dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong ke bawah sampai tiba di rectum
kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran
ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara
tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan.
cidera. Seluruh bagian dari fungsi seksual mengalami gangguan pada fase spinal
shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya
lesi. Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflek pada konus, otomatisasi ereksi
terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas
seksual. Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai
reflex ereksi dan ereksi psikogenik jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan,
biasanya pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian
keluarnya cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter. Kemampuan
fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit, tergantung
seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi pada penis
sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan lokomotor dan
5. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan cara pasien berdiri, sehingga
pemeriksaan dilakukan dengan menekan vertebra dengan ibu jari mulai dari atas
sampai kebawah yaitu pada prosesus spinosus. Fraktur kompresi vertebra dapat
terjadi mulai dari oksiput sampai dengan sacrum, biasanya terjadi pada region
pertengahan torak (T7-T8) dan pada thorakolumbal junction. Ulangi lagi pemeriksaan
sampai benar-benar ditemukan lokasi nyeri yang tepat. Nyeri yang berhubungan
dengan pemeriksaan palpasi vertebra mungkin disebabkan oleh adanya fraktur
fraktur. Jika tidak ditemukan nyeri yang tajam, kemungkinan hal tersebut merupakan
suatu kelainan tulang belakang yang berkaitan dengan umur. Pemeriksaan selanjutnya
dilakukan dengan membantu pasien melakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada
tulang belakang, gerakan ini akan menyebabkan rasa nyeri yang disebabkan oleh
adanya fraktur kompresi vertebra. Spasme otot atau kekakuan otot dapat terjadi
sebagai akibat dari kekuatan otot melawan gravitasi pada bagian anterior dari
osteomielitis mempunyai gejala yang mirip dengan fraktur kompresi vertebra (Hanna
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Aron (2006) yaitu:
a. Rontgen
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra yang fraktur atau yang
mengalami pergeseran
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan ini memberi informasi detail mengenai jaringan lunak di daerah
digunakan untuk mengetahui kerusakn jaringan lunak pada ligament dan diskus
memberikan informasi jika tentang adanya kelainan densitas tulang. CT scan dan
MRI juga sangat penting dalam menentukan diferensial diagnosis karena adanya
6. Penatalaksanaan
a. Nyeri akut
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada pasien
dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan
pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik (Aron, 2006).
- Menghindari bedrest terlalu lama
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan
analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien
digunakan untuk dua sampai tiga bulan. Terdapat beberapa tipe ortose yang
tulang yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan fraktur dan
megurangi rasa nyeri dengan cepat yaitu pada 90% 100% pasien. Tetapi prosedur
ini tidak dapat memperbaiki deformitas yang terjadi pada tulang belakang.
- Kypoplasty
kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan membentuk
suatu kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut diisi dengan
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis umumnya biasa dialami oleh pasien dengan multipel fraktur, penurun
tinggi badan, dan kehilangan densitas tulang. Pada pasien-pasien ini, sangat
dianjurkan untuk tetap aktif melakukan pelemasan otot dan program peregangan,
seperti program yang berdampak ringan seperti berjalan dan berenang. Sebagai
saraf listrik transkutaneus, aplikasi panas dan dingin, atau penggunaan bracing, dapat
menghilangkan rasa sakit sementara. Aspek psikologis dari rasa nyeri yang kronis dan
kehilangan fungsi fisiologis harus diterangkan dalam konseling, jika perlu, dapat
fraktur spiral dan densitas mineral tulang harus diberikan terapi seperti
osteoporosis.
- Diet suplemen vitamin D dan kalsium harus optimal. Bisphosponates
mengurangi terjadi fraktur vertebra 65% pada tahun pertama dan sekitar 50%
a. Biomekanik
signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar pada pevis, menyebabkan terjadinya
yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan, terutama pada pasien yang berusia
lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanya fraktur kompresi pada vertebra dan
kapasitas vital paru. Dalam persamaan, setiap fraktur menurunkan kapasitas vital 9%.
berlebih akan ditopang oleh tulang disekitarnya, ditambah lagi dengan adanya
osteoporosis semakin meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Adanya satu atau lebih
b. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih rendah dalam
pembantu, pengalaman lebih sering mengalami sakit saat bekerja, dan mengalami
ini memiliki nilai yang rendah pada indeks kulalitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan berdasarkan fungsi fisik, status emosi, gejala klinis dan keseluruhan
performa fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien yang mengalami fraktur
kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa
nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi.
Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan
c. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 40% pada pasien yang menderita fraktur
kompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh, detorientasi dalam
kemampuan untuk merawat diri sendiri, dan akibat bedrest yang lama. Pasien yang
mengalami depresi biasanya yang mengalami lebih dari satu fraktur dan akan menjadi
8. Prognosis
Nyeri dan fraktur yang dialami akan membaik dengan dukungan terapi farmakologis
dan farmakologis, namun dengan semakin bertambahnya usia, fungsi dan struktur
fisiologi tulang akan semakin menurun, diperlukan upaya kewaspadaan agar tetap
menjaga stabilitas tulang belakang dan pencegahan trauma pada usia lanjut.
9. Pencegahan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
presipitasi nyeri.
- Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
f. Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
- Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image).
- Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
- Pola reproduksi seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
h. Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
bentuk.
- Head to toe
Sistem integument
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
perdarahan).
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
Rencana Keperawatan
Dignosa Keperawatan
NOC NIC
1. Resiko ketidakefektifan Circulation status Monitor TTV
perfusi jaringan cerebral Neurologic status
Tissue prefusion: cerebral Monitor AGD, ukuran
Setelah dilakukan asuhan pupil, ketejaman,
DO :
selama……ketidakefektifan kesimetrisan dan reaksi
- Gangguan status mental
- Perubahan perilaku perfusi jaringan cerebral Monitor adanya diplopia,
- Perubahan respon motorik teratasi dengan kriteria hasil: pandangan kabur, nyeri
- Perubahan reaksi pupil - Tekanan systole dan diastole
- Kesulitan menelan kepala
- Kelemahan atau paralisis dalam rentang yang
Monitor level
ekstremitas diharapkan
- Abnormalitas bicara - Tidak ada kebingungan dan orientasi
Faktor Risiko :
ortostatikhipertensi Monitor tekanan
Agens farmaseutikal
Aterosklerosisi aortik - Komunikasi jelas intracranial dan respon
Diseksi arteri - Pupil seimbang dan reaktif
- Bebas dari aktivitas kejang neurologis
Embolisme
Endocarditis infektif - Tidak mengalami nyeri Catat perubahan pasien
Fibrilasi atrium kepala
Hiperkolesterolemia dalam merespon stimulus
Hipertensi Monitor status cairan
Kardiomiopati dilatasi
Katub prostetik mekanis Pertahankan parameter
Koagulasi intravascular diseminata hemodinamik
Miksoma atrium
Neoplasma otak Tinggikan kepala 0-45º
penyalahgunaan zat
Segmen ventrikel kiri akinetik tergantung pada kondisi
Sindrom sick sinus
pasien
Stenosis karotid
Stenosis mitral
Terapi trombolitik
Koagulopati (mis, anemia sel sabit)
Masa protrombin abnormal
Tumor otak (mis, gangguan
serebrovaskular, penyakit
neurologis, trauma, tumor
DAFTAR PUSTAKA
Graham, A. and Louis, S. (2015). Ortopedi Fraktur System Apley; edisi ketujuh. Jakarta: Widya
medika.
Jong, W. D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, Hal 870-874
Pearce, Evelyn C. (2016). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama. Hal 89
Rasjad, C. (2017). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone.
Kisner, Carolyn, 2017 ; Therapeutik Exercise Foundations and Techniques ; Third Edition, F. A.
Davis Company, Philadelphia.
Michlovitz, S.L, 2014; Thermal Agents in Rehabilitation; Edisi kedua; F.A Dars Company,
Philadelpia hal 173-190.