FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
SPONDYLOLISTHESIS
OLEH:
dr. Adi Wijayanto
PEMBIMBING:
DR. dr. Nasrullah M., Sp.BS
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
pengetahuan dan teknologi yang pesat serta keadaan gizi yang membaik dinegara-
dikarenakan karena berbagai fasilitas publik seperti transportasi yang aman dan
cenderung murah, dan tingkat kesadaran yang tinggi dari masyarakat membuat
kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada perempuan
tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
1
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
tipe pergeseran dan usia pasien. Gejala jarang berhubungan dengan derajat
yang terjadi. Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif biasanya pada orang tua
dan muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio
pemeriksaan radiologis. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena
merupakan gejala khas. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat
sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan
2
BAB II
ISI
1. Anatomi Umum
tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal
cord merupakan struktur yang sangat sensitif dan penting karena menghubungkan
atau corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint
dan di posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai
dua bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis.
bagian dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian
di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu
3
foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh
inferior.
dengan yang lainnya. Sendi faset merupakan sendi diartrosis yang membolehkan
tulang belakang bergerak. Oleh karena kelenturan dari kapsul sendi, tulang
belakang mampu bergerak dalam batas wajar dengan arah yang berbeda-beda.
dibatasi oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke
bagian kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit
kantong dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan
4
Anatomi Tulang Belakang
vertebralis. Garis berat tubuh manusia di kepala berawal pada vertex, diteruskan
5
melalui columna vertebralis ke tulang panggul yang selanjutnya akan
fungsinya menahan berat badan, tulang-tulang ini diperkuat oleh ligamen dan
vertebra yang terdiri dari tujuh buah vertebrae cervicales, dua belas buah
sacrum merupakan penyatuan (fusi) dari lima buah vertebrae sacrales, dan os
coccygis ( tulang ekor) biasa terdiri dari empat vertebrae coccygeae (Wibowo dan
Paryana, 2009).
merupakan tempat lalu arteria vertebralis yang menuju kepala (lewat foramen
magnum); sedangkan pada vertebrae cervicalis ketujuh lubang ini diisi oleh vena.
vertebrae tetapi mempunyai massa lateralis atlantis di kiri dan kanan. Kedua
6
massa lateralis dihubungkan oleh arcus anterior atlantis dan arcus posterior
terdapat fovea dentis. Rongga yang biasa ditempati corpus akan ditempati oleh
dens axis dari vertebra cervicalis II, dan dens axis ini mempunyai permukaan
vertebra thoracica sehingga mudah diraba dari luar. Selain itu, tuberculum
miring hampir vertikal. Pada bagian atas dan bawah corpus bagian lateral kiri-
kanan terdapat lekukan, fovea costalis (superior dan inferior), tempat lekat tulang
iga (costa). Lekukan serupa juga didapatkan pada processus transversus. Pada
vertebra thoracica kesepuluh sampai kedua belas hanya didapatkan satu buah
7
thoracica ke dua belas sering menunjukkan processus spinosus yang mirip
vertebra lumbalis.
Pediculus dan lamina lebih tebal dan kokoh, processus spinosus berbentuk segi-
empat yang relatif besar dan kokoh. Processus transversus tidak menonjol, tetapi
processus accessorius.
Corpus vertebra lumbalis mempunyai tinggi sekitar dua puluh lima milimeter,
yang menyatu. Di bagian belakang pada garis tengah terdapat crista sacralis
mediana yang merupakan fusi processus spinosus, disertai crista sacralis lateralis
bekas processus transversus dan crista sacralis medialis hasil fusi processus
sacralis atau hiatus sacralis dan cornu sacrale yang berhubungan dengan os
coccygis. Hiatus ini dapat digunakan untuk penyuntikan anaesthesi pada caudal
anaesthesia. Di kiri kanan pada pars lateralis terdapat facies auricularis yang
merupakan tempat artikulasi dengan tulang panggul, dalam hal ini dengan os
ilium. Di bagian depan dan belakang terdapat empat pasang foramina sacralia
(anterior dan posterior) tempat lalu saraf spinalis rami anterior dan rami
8
Os sacrum melengkung ke arah depan dan ke lateral. Pada laki-laki
lengkungan ini lebih nyata dibanding dengan wanita. Bentuk fascies pelvica yang
Ujung atas bagian depan os sacrum lebih menonjol dan dinamakan promontorium
dengan ala ossis sacri di kiri-kanan nya. Bagian ini penting karena dipergunakan
yang paling atas mempunyai cornu coccygeum yang berhubungan dengan cornu
9
Gambar 1. Tulang Belakang
10
Sendi synovial antar vertebra berbeda pada masing-masing kelompok cervical,
thoracica, dan lumbal. Pada vertebrae cervicales hubungan ini miring, pada
vertebrae thoracicae hubungan ini hampir vertikal pada bidang sagital, sedangkan
Sendi atlanto-occipitalis
Selain itu terdapat juga persendian antara tulang atlas dengan condyles
pada processus articularisnya, antara atlas dan epistropheus juga terdapat sendi
trochoida yaitu pada hubungan dens axis (dens episthropheus) dengan fovea
dentis. Sendi ini, yang dibagian posterior diperkuat oleh ligamentum transversum
Sendi costovertebralis
berhubungan dengan costa. Sendi ini juga meruakan suatu ‘plant-joint’, terdapat
antara costa dengan fovea costalis yang terdapat pada corpus dan pada processus
transversus.
iliaca antara facies articularis ossis sacri dan os illium. Sendi terakhir ini, suatu
plane-joint, merupakan jalur yang meneruskan gaya berat yang ditopang oleh
11
columna vertebralis ke tulang panggul untuk selanjutnya diteruskan ke tulang
tungkai. Fungsi ini dipermudah oleh permukaan facies articularis yang berbenjol-
iliolumbale.
dan diikat oleh annulus fibrosus yang merupakan suatu fibro cartilago. Pada
anak-anak discus ini berisi materi yang berbentuk gel, tetapi dengan pertambahan
usia, massa ini mengeras menjadi mirip jaringan rawan. Nucleus pulposus dengan
annulus fibrosus berfungsi sebagai bantalan yang menahan tubuh. Tetapi, bila
keluar. Keadaan ini dinamakan hernia nucleus pulposus. Bagian nucleus yang
keluar akan menekan serabut saraf spinal yang terdapat di sana (Wibowo dan
Paryana, 2009).
12
Ligamenta ini mempunyai hubungan yang erat dengan setiap discus
lain oleh ligamentum flavum yang menyerupai membran (Wibowo dan Paryana,
2009).
2. Definisi
(slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih
tinggi.
13
yang tidak behasil dengan penanganan non-operatif, dan terdapatnya pergeseran
3. Epidemiologi
ditandai dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan
tungkai. Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme
sekitar 69% pada anggota keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga
bertambahnya usia. Vertebrae L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding
L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali lebih sering pada wanita dibanding pria,
14
Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering
terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Tipe
tampak pada spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan
rotasional dan stres/tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting
b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau
individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya
pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra
mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut
dengan spondylolisthesis.
- Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis
15
hiperketensi. Juga disebut dengan stress fracture pars interarticularis dan paling
- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis.
Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap
intak akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.
- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars
kelainan ini.
spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III,
16
e. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang
sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya
5. Patofisiologi
Pertama sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik
yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering
tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5
dan dewasa.
masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe
berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus
17
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan
bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida
occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya
isthmik.
rendah(low grade: kurang dari 50% yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10%
18
bersifat high grade ( lebih dari 50% yang mengalami pergeseran).
didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra superior
dengannya pada foto x ray lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai
19
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan
20
kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua
yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya tertekan akibat stenosis resesus
penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant Cell Tumor, dan metastasis tumor.
6. Gambaran Klinis
tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran
klinisnya berupa back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan
dan mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari
pergeseran serabut saraf (biasanya S1). Progresifitas listesis pada individu dewasa
berupa:
21
- Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
- Kesulitan berjalan
sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4. Gejala radikuler sering terjadi
akibat stenosis resesus lateralis dan hipertropi ligamen atau herniasi diskus.
Cabang akar saraf L5 sering terkena dan menyebabkan kelemahan otot ekstensor
foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga
7. Diagnosis
pemeriksaan radiologis.
22
1. Gambaran klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala
membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya.
Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri
spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak
sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan
umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak
2. Pemeriksaan fisik
Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.
Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri
nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai
timbul.
pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi
dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri dan kekakuan
otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri
disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi
lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position).
23
Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Fleksi tulang belakang seperti itu
membuat massa otot paraspinal lebih tipis pada posisi tersebut. Pada beberapa
pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak mungkin
dilakukan.
biasanya negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada
pasien dengan sindrom cauda equina yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.
3. Pemeriksaan radiologis.
Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam
mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada
posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pada
beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan atau CT scan
stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto
24
dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif
akan terjadi.
akan tetapi MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.
8. Penatalaksanaan
jenis pengobatan dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian analgetik
untuk mengontrol nyeri. Hal tersebut bervariasi dari pemberian ibuprofen hingga
acetaminofen, akan tetapi pada beberapa kasus berat, NSAIDs digunakan untuk
mengurangi pembengkakan dan inflamasi yang dapat terjadi. Jadi terapi untuk
25
istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian anti-inflamasi secara bersamaan.
1. Terapi konservatif
- Bracing
pasien muda. Pada pasien yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade
slip) yang diakibatkan oleh degenerasi diskus, traksi dapat digunakan dengan
beberapa tingkat keberhasilan. Salah satu tantangan adalah dalam terapi pasien
Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit degeneratif pada diskus atau bahkan
pergeseran ringan (low grade slip, <25%), dan biasanya nyeri yang terjadi tidak
faktor tingkah laku dan psikososial yang berperan terhadap timbulnya disabilitas
26
2. Terapi pembedahan
Jika gejala dapat secara langsung diketahui akibat dari defek pada pars
disebabkan oleh defek tersebut. Tujuan terapi adalah untuk dekompresi elemen
neural dan immobilisasi segmen yang tidak stabil atau segmen kolumna
(fusi).
spinal merupakan pilihan terapi. Karena pilihan terapi terbaik untuk beberapa
ahli bedah tersebut merupakan pendekatan terbaik bagi pasien yang simtomatis,
27
beratnya deformitas spinal pada pasien tersebut dan risiko yang terjadi akibat
dewasa. Pada pasien yang lebih muda, faktor dibawah ini diketahui berhubungan
- Tipe displastik.
- Hipermobilitas lumbosacral.
- Ligamentous laxity.
atau modifikasi aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan
tidak adanya tingkat pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan,
dipertimbangkan.
atau modifikasi aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan
28
tidak adanya tingkat pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan,
dipertimbangkan.
2. klaudikasio neurogenik.
4. Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas
5. Spondylolisthesis traumatik.
6. Spondylolisthesis iatrogenik.
7. Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
I. Fusi
29
segmental membuat fiksasi kaku pada segmen fusi dan kemungkinan
kolumna anterior dan media dan meningkatkan permukaan fusi tulang secara
keseluruhan.
II. Fiksasi
fiksasi kaku tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan fusi solid yang valid. Untuk
tinggi.
III. Dekompresi
dekompresi elemen neural baik sentral maupun perifer, diatas serabut saraf
Gill prosedure).
IV. Reduksi
30
alignment(kesejajaran) sagital dan memperbaiki biomekanik vertebra/spinal. Hal
tersebut memiliki manfaat dalam memperbaiki posisi saat berdiri dan mengurangi
9. PROGNOSIS
jelas dalam dilakukannya fusi lumbal juga merupakan faktor lain yang juga ikut
berperan dalam menentukan perlu tidaknya fusi lumbal. Bukti yang mendukung
iatrogenik sangat kuat. Akan tetapi terdapat beberapa kontroversi pada beberapa
melaporkan angka outcome yang baik sekitar 75-90%. Pasien yang mendapatkan
31
jangka panjang mendukung terapi konservatif terhadap anak-anak dan dewasa
dan jika pergeseran yang terjadi berada dalam derajat tinggi (high grade
spondylolisthesis).
32
BAB III
KESIMPULAN
33
bersifat simptomatik, tidak berespon dengan terapi konservatif dan jika pergeseran
34
DAFTAR PUSTAKA
4. Hu, et al. 2008. Spondylolisthesis and Spondylolysis. J Bone Joint Surg Am.
2008;90: 656-671
1999;81-B:670-674
35
10. Nau, et al. 2008. Spinal Conditioning for Athletes With Lumbar Spondylolysis and
2008:43-45
12. R.Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Wim de Jong. Edisi ke-2. EGC. 2005
Elsevier, 2010.
November 2011
16. Wibowo, D dan Paryana, W. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Edinburgh. Pp 1-13
36