Anda di halaman 1dari 16

Pendahuluan

Limfoma maligna adalah suatu kelompok dari kanker yang berasal dari sel-sel

sistem limfatik yang abnormal dan dimulai dengan pertumbuhan yang tidak terkontrol.

Limfoma maligna di bagi atas dua kelompok yaitu: Non Hodgkin’s Lymphoma (NHL)

dan Hodgkin’s Lymphoma (HL). Insiden NHL berkisar 63.190 kasus pada tahun 2007

di AS dan merupakan penyebab kematian utama pada kanker pada pria usia 20-39

tahun1. Di Indonesia, LNH bersama-sama dengan limfoma Hodgkin dan leukemia

menduduki urutan peringkat keganasan ke-6. Tumor primer, malignansi pada lien

jarang ditemukan dan limfoma non-Hodgkin’s adalah neoplasma maligna primer yang

paling banyak ditemukan pada lien..[1,2,3,4,5] Perbandingan laki-laki dan perempuan

adalah 53:48, usia rata rata pasien adalah antara 17- 82 tahun.[8]

Pemeriksaan lien yang akurat pada limfoma sangat penting karena dapat

mengubah staging tumor, pilihan terapi dan menentukan prognosis secara keseluruhan.

Pada NHL, lien kadang dapat menjadi organ utama yang terlibat dan lokasi ini dapat

ditargetkan secara selektif oleh pilihan pengobatan seperti splenektomi atau

radioterapi.[8]. Primary Splenic Lymphoma adalah istilah yang digunakan untuk

tumor-tumor yang terdiri sebaran sel-sel tumor berbentuk bulat, tersusun difus,

cenderung monoton dengan ukuran sel tumor sedikit lebih besar dari limfosit matang.

Kelompokan sel tumor terpisah dari jaringan ikat pada organ spleen membentuk

noduler. Sel-sel tumor berasal dari sel limfoid. Untuk menegakkan diagnosis yang

akurat, selain pemeriksaan rutin pewarnaan hematoxylin dan eosin ( H & E ) juga

sangat penting untuk melakukan pemeriksaan imunohistokimia ( IHC ) untuk

menentukan diagnosis.[6]

1
Laporan Kasus

Dilaporkan seorang pasien perempuan 49 tahun datang ke rumah sakit dengan

keluhan benjolan pada perut kiri atas disadari sejak 4 bulan sebelumnya. Awalnya

benjolan sebesar telur lalu membesar dengan cepat dalam 4 bulan terakhir sebesar bola

tenis. Mual ada , muntah ada. Riwayat penurunan berat badan dalam 5 kg dalam 4

bulan terakhir ada.

Pada pemeriksaan fisis abdomen ditemukan teraba massa tumor ukuran

10x10 cm, konsistensi padat kenyal, batas tegas, berbenjol-benjol, kesan mobile, nyeri

tekan ada. Pemeriksaan laboratorium ditemukan anemis ( Hb = 6,2 g/dL ).

Pada pemeriksaan USG abdomen ditemukan: lien membesar, tampak multiple

lesi kistik dengan berbagai ukuran didalamnya. Tampak lesi hipoechoic dominan

kistik bentuk bulat, batas relatif tegas, tepi regular ukuran 4,41 x 5,47 x 6,65 cm

disertai sedikit vaskularisasi ditepinya kesan pada adneksa kanan.

Gambar 1. USG Abdomen

2
Pada CT-Scan abdomen memperlihatkan lien membesar, densitas parenkim

dalam batas normal, tampak multipel lesi hipodens, bentuk bulat, tepi reguler, dengan

berbagai ukuran yang tersebar irreguler pada lien. Lesi heterogen (38HU) batas

relative tegas, tepi lobulated, ukuran 11,7 x 7,3 cm, intra abdomen, kesan ekstralumen

pada paraaorta abdomen kanan yang mendesak ginjal kanan. Lesi hipodens, batas

relatif tegas, tepi regular, pada rongga pelvis kanan, berasal dari adneksa kanan. Pada

foto thorax tidak memperlihatkan tanda metastase.

Gambar 2. CT-Scan abdomen memperlihatkan pembesaran lien

3
Gambar 3. CT-Scan abdomen memperlihatkan massa pada paraaorta kanan

retroperitoneal

Pasien didiagnosis sebagai Tumor Lien suspek malignasi T4N1Mo, Karnofsky

skor 90%. Dilakukan spelenektomi total dan biopsi retroperitoneal.

Gambar 4. Potongan lien ukuran 12 x 11 x 6 cm , berat 2000 gram

4
Pada pemeriksaan histopatologis sediaan jaringan asal limfa dan biopsi retroperitoneal,

setelah dipotong ulang dan disusun, terdiri dari sebaran sel-sel tumor berbentuk bulat,

tersusun difus, cenderung monoton dengan ukuran sel tumor sedikit lebih besar dari

limfosit matang. Kelompokan sel tumor terpisah dari jaringan ikat pada organ spleen

membentuk noduler. Sel-sel tumor kemungkinan berasal dari sel limfoid. Pasien

didiagnosis sebagai Limfoma Maligna pada lien dan retroperitoneal.

Gambar 5. Gambaran histopatologis Diffuse Large B-Cell Lymphoma

Pasca operasi pasien dirawat di ruang perawatan ICU selama 5 hari. Kemudian

dilanjutkan diperawatan selama 3 hari. Pasien diistirahatkan selama sebulan.

Kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi VIII siklus. Pada kasus ini diberikan terapi

dengan menggunakan regimen BACOP yang terdiri dari Bleomycin (15mg x BSA),

Cyclophosphamide (15mg x BSA), Hydroxydaunorubicin (50mg x BSA), Oncovin

/vincristine (1,4-2 x BSA), Prednisone atau prednisolone (3 x 4mg). Diberikan

dengan 8 siklus terdiri dari 2 tahap setiap siklusnya, dengan waktu antara tahap adalah

5 hari sedangkan waktu antara siklus adalah 3 minggu.

5
DISKUSI

Tumor maligna pada limpa jarang terjadi. Sebagian besar adalah limfoma non-

Hodgkin (NHL). Limpa dapat dilibatkan sebagai bagian dari limfoma sistemik atau

sebagai tempat utama limfoma[6]. Limfoma primer limpa sangat jarang jika kriteria

diagnosis yang ketat disarankan oleh Das Gupta et al[7] diterapkan. Menurut Dasgupta,

limfoma primer merupakan limfoma yang hanya melibatkan limpa dan limfonodus
[6]
hilar . Solitary splenic non Hodgkin Limfoma (NHL) jarang terjadi; Insidennya

kurang dari 1%. Beberapa limfoma soliter tidak dapat dilihat dengan pemindaian CT-

Scan biasa saja atau USG saja. Splenektomi sering dipilih untuk mendiagnosis

limfoma soliter[6].

Tidak ada gejala klinis yang khas pada kasus neoplasma pada lien.

Splenomegali yang paling sering didapatkan. Rasa tidak nyaman pada kuadran kiri

atas, nyeri atau nyeri tekan mungkin juga didapatkan. Anemia, granulositopenia dan

trombositopenia mungkin juga ditemukan pada pemeriksaan darah, tergantung lokasi

dan ukuran lesi. Pada kasus-kasus malignansi, splenomegali sering disertai gejala-

gejala sistemik seperti demam, kakesia dan efusi pleura. [12]

USG memiliki terbatas keakuratannya dalam mendeteksi keterlibatan limpa

pada limfoma. USG lebih sensitif daripada CT karena mendeteksi keterlibatan limpa:

63% untuk USG dibandingkan dengan 37% untuk CT dalam satu studi, dengan USG

secara istimewa menunjukkan inhomogenitas struktur limpa dan juga infiltrat kecil.

6
Ct-Scan adalah pemeriksaan imaging yang paling banyak digunakan untuk

menilai limfoma, namun memiliki keakuratan yang rendah dalam mendeteksi

keterlibatan lien. Tercatat sensitifitas bervariasi antara 22 dan 65 %..[8]

Gambaran limfoma limpa pada CT-Scan dan USG diperlihatkan berhubungan

dengan penampakan makroskopis potongan limpa yang diperoleh saat splenektomi.

Penampakan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : normal (hanya terlibat secara

mikroskopis), splenomegali tanpa fokal mass lesi, dan keterlibatan fokal yang bisa

soliter atau multifokal, dan selanjutnya keterlibatan milier/mikronoduler atau massa

yang luas, antara 1 sampai 10 cm. Daerah limpa yang terlibat biasanya dapat terlihat

pada penampakan kasar potongan spesimen, meskipun kadang-kadang infiltrasi difus

limpa kadang dapat terlihat normal secara makroskopis. Infiltrat yang luas lebih sering

pada NHL , terutama pada limfoma high grade .[8].

Secara mikroskopik, limfoma biasanya melibatkan pulpa putih yang

memproduksi nodul yang bisa membesar dan bergabung, dengan kompresi dan

infiltrasi sekunder pulpa merah yang berdekatan. Keterlibatan pulpa merah jarang

terjadi dalam limfoma. .[6]

Berbagai sub tipe histologis limfoma bisa muncul pada permulaan keterlibatan

limpa, meskipun kebanyakan adalah sub tipe difus large cell atau diffuse small-cell

lymphocytic. .[6]

Dalam morfologi seluler, tiga varian paling sering terlihat Diffuse Large B-Cell

Lymphoma : sentroblastik, imunoblastik,dan anaplastik. Sebagian besar kasus DLBCL

adalah sentroblastik, memiliki penampilan limfosit berukuran medium sampai besar

7
dengan sitoplasma yang sedikit. Inti bulat atau oval yang mengandung kromatin halus

terlihat jelas, memiliki dua sampai empat nukleoli dalam masing-masing nukleus.

Kadang tumor mungkin monomorfik, hampir seluruhnya terdiri dari centroblas.

Namun, kebanyakan kasus bersifat polimorfik, dengan campuran sel sentroblastik dan

imunoblastik. [10].

Pasien ini menjalani terapi splenektomi total. Splenektomi dilakukan untuk

menetapkan diagnosis patologis yang benar, mengurangi hipersplenisme, mengurangi

lapangan radiasi, menghilangkan gejala dan mencegah ruptur limpa. Secara umum,

limfoma indolen yang terlokalisir diperkirakan memiliki prognosis yang baik meski

tidak diikuti pengobatan lebih lanjut dengan kemoterapi. Sebaliknya, kebanyakan

limfoma agresif yang memperlihatkan penyebaran dan perkembangan penyakit, yang

membutuhkan kemoterapi segera. Diperkirakan bahwa tingginya tingkat kematian

perioperatif pada splenomegali masif dapat disebabkan oleh perkembangan penyakit

yang cepat dan pasien tersebut harus menjalani metode diagnostik yang kurang invasif

dan harus segera menjalani pengobatan. Jika tidak dilakukan splenektomi, maka lien

dapat membesar secara masif dan beresiko mengalami ruptur lien sehingga

membutuhkan tindakan operasi splenetomi emergency.[7]

Namun, beberapa laporan sebelumnya membahas risiko splenektomi untuk

splenomegali besar (lebih besar dari 1500 gm). Splenektomi untuk splenomegali masif
[4,5]
menunjukkan tingkat mortalitas perioperatif yang tinggi (sekitar 20% . Dalam

beberapa kasus dengan status umum yang buruk, kecenderungan pendarahan,

komplikasi akibat infeksi atau kegagalan organ, seseorang harus hati-hati untuk

menggunakan metode diagnostik yang kurang invasif. [7].

8
Tam et al [ dikutip dari kepustakaan 7 ] melaporkan biopsi jarum halus limpa

perkutaneus dengan guiding pada 156 kasus dan disimpulkan biopsi jarum limpa

dalam evaluasi neoplasma baru atau rekuren adalah prosedur invasif minimal dengan

tingkat komplikasi rendah dan hasil diagnostik tinggi. Jika secara institusional dan

teknis memungkinkan, biopsi jarum limpa harus dipertimbangkan untuk pasien

berisiko tinggi . Baru-baru ini, laparoskopi splenektomi sering digunakan untuk massa

limpa karena komplikasi yang lebih sedikit dan karena ini agak sesuai untuk

splenomegali sedang[7].

Limfoma limpa dan splenomegali sekunder akibat limfoma atau keganasan

hematologis lainnya sering terjadi dilaporkan sebagai penyebab hipersplenisme dan

sitopeni, pada kebanyakan kasus ditangani dengan splenektomi. Oleh karena itu,

splenektomi berguna tidak hanya untuk diagnosis tetapi juga untuk pengobatan

keganasan hematologis yang mendasarinya[7,8,9].

Setelah splenektomi dapat diberikan terapi injeksi LMWH subkutan (Low

Molecular Weight Heparin) secara rutin, 0,3 mL per 12 jam selama 5 hari dan

kemudian dosis maintenance dengan terapi oral dengan warfarin selama satu bulan

untuk. mempertahankan target prothrombin time / rasio normalisasi internasional (PT /

INR) pada kadar antara 1,25 dan 1,5 untuk mencegah PSVT ( portal splenic vein

trombosis.[7]

Setelah dilakukan splenektomi, terapi dapat dilanjutkan dengan pemberian

kemoterapi dengan regimen CHOP: Cyclophosphamide, doxorubicin (Adriamycin),

vincristine, dan prednisone. Cyclophosphamide (15mg x BSA),

9
Hydroxydaunorubicin (50mg x BSA), Oncovin /vincristine (1,4-2 x BSA), Prednisone

atau prednisolone (3 x 4mg). Diberikan dengan 8 siklus terdiri dari 2 tahap setiap

siklusnya, dengan waktu antara tahap adalah 5 hari sedangkan waktu antara siklus

adalah 3 minggu. Pada tahap pertama diberikan cyclophosphamide , prednisone tablet

3x4 mg diberikan selama 5 hari dari hari pertama sampai hari ke lima. Tahap kedua

diberikan Hydroxydaunorubicin dan vincristine. Pilihan lain dapat diberikan CHOP 3-

4 siklus diikuti oleh terapi radiasi Involved-field radiation therapy (IFRT). Jika

terdapat pemeriksaan hasil imunohistokimia maka dapat menggunakan regimen R-

CHOP: Rituximab plus CHOP. Penggunaan Cyclophosphamide dapat menimbulkan

komplikasi sistitis hemoragik steril, alopesia, mual muntah, mielosupresi, amenorrhea,

gangguan fungsi hati, hiperpigmentasi dan ulserasi oral. Untuk doxorubicin dapat

menimbulkan gangguan fungsi jantung, mielosupresi, alopesia dan hand-foot

syndrome.[13]

Infeksi pasca splenektomi biasanya sering disebabkan oleh bakteri tak

berkapsul yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, dan Neisseria

meningitides. Patogen lainnya seperti Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa,

Canocytophagia canimorsus, group B streptococci, enterococcus spp, dan protozoa

seperti plasmodium. Infeksi dari post splenektomi dapat dicegah dengan memberikan

pendekatan pada pasien dan imunisasi rutin, pemberian antibiotic profilaksis, edukasi

dan penanganan infeksi yang segera.[13]

10
Ringkasan

Limfoma primer pada lien bersifat jarang, kebanyakan sekunder dari

keganasan lain. Setelah dilakukan splenektomi perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan

histopatologis dan imunohistokimia. Namun, di Makassar pemeriksaan

imunohistokimia pada kasus-kasus neoplasma pada lien tidak pernah dilakukan karena

kasus masih jarang dan sampel harus dikirim keluar kota. Setelah dilanjutkan dengan

kemoterapi, perlu dilakukan follow up untuk memantau kelangsungan hidup pasien

pasca operasi dan kemoterapi. Namun, pasien tidak datang kontrol kembali sehingga

dropped out dari follow up.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Diehl.V, Harris.N.L, Maugh.P.M. Hodgkin’s Lymphoma in Cancer Principles &

Practice of Oncology, 7th edition. Lippincott William & Wilkins, Philadelphia

2005;27:176-9

2. Anderson. The lympomas in The M.D. Anderson Surgical Oncology Hand book,

3rd edition, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia. 2003;55:511-12

3. Das Gupta T, Goombes B, Brosfeld RD. Primary malignant neoplasms of the

spleen. Surg Gynecol Obstet 1996; 120:947-60

4. Murphy,M.et al. Haematological Disease in clinical medicine, 5th edition, W.B.

Saunder Company, Toronto. 2002;50:31-3

5. Fisher.R.I, Maugh.P.M, Harris.N.L. Non Hodgkin’s Lymphoma in Cancer

principles & practice of Oncology, 7th edition . Lippincott William & Wilkins,

Philadelphia. 2005;24:54-8

6. Schmaier H.A & Petruzelli L.M. Characteristics of Primary Splenic Diffuse Large

B-Cell Lymphoma and Role of Splenectomy in Improving Survival 2001;28:49-

52

7. Sachin B. Ingle, Chitra R Hinge Ingle. Splenic lymphoma with massive

splenomegaly: Case report with review of literature World journal of clinical

cases;WJCC. 2014. Sep 16;2(9); 478.30

8. Bhatia, MB, Kunwar et al. Lymphoma of the Spleen. Semin Ultrasound CT

MRI.Elsevier Health Science;.2007; 28:12-20:12-20

12
9. Han B,Yang Z,et.al. Diagnostic splenectomy in patients with fever of unknown

origin and splenomegaly. Acta Haematol 2008;119;83-88

10. Danforth DN, Fraker Dl.. Splenectomy for the massively enlarged spleen.Arm

Surg. 2008;49-54

11. Swerdlow, SH; Campo, E; Jaffe, ES; et al., WHO Classification of Tumours of

Haematopoietic and Lymphoid Tissues. Lyon: IARC. eds. 2008.

12. Fotiadis C, Georgopoulous I, Stoidis C, Patapis P. Primary tumors of the spleen.

International journal of biomedical science : IJBS. 2009 Jun;5(2);85

13. Francisco J Hernandez-Ilizaliturri, MD, Diffuse Large B-Cell Lymphoma (Non-

Hodgkin Lymphoma) Treatment Protocols.Medscape.2016 April;3-4.

13
LIMFOMA PRIMER PADA LIEN

Andi Mappaodang1, Ronald E.Lusikooy2


1
Departemen Ilmu Bedah, Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
2
Departemen Bedah Digestif, Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin,M akassar,Indonesia

Abstrak
Limfoma primer pada lien jarang ditemukan, kebanyakan datang dengan
keluhan benjolan diperut kiri atas dan kadang disertai nyeri dan penurunan berat
badan. Dilaporkan seorang perempuan berusia 49 tahun dengan benjolan diperut kiri
atas sejak 4 bulan, didiagnosa Tumor Lien suspek malignansi dan telah menjalani
operasi splenektomi total. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan limfoma
maligna pada lien dan retroperitoneal. Pasien dipulangkan 8 hari pasca operasi.
Diistirahatkan selama sebulan. Dilanjutkan dengan Kemoterapi VIII siklus BACOP

Kata kunci: Primary malignant Lymphoma, keganasan pada lien, splenomegali

14
PRIMARY LYMPHOMA OF THE SPLEEN

Andi Mappaodang1, Ronald E.Lusikooy2


1
Department of Surgery,Faculty of Medicine Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
2
Department of Digestive Surgery,Faculty of Medicine Hasanuddin University, Makassar, Indonesia

Abstract

Primary lymphomas of the the lien are very rare, most of them come with complaints
of left upper abdominal lump and sometimes with pain and weight loss. It was
reported a 49-year-old woman with lumps in left upper abdomen since 4 months ago,
was diagnosed as Tumor Lien suspected malignancy and had undergone total
Splenectomy surgery. Histopathological examination results show malignant
lymphoma in the lien and retroperitoneal. The patient was discharged 8 days
postoperatively. Rested for a month. Then Followed by chemotheraphy, BACOP for
VIII cycles

Keywords:Primary malignant lymphoma,malignacy of the spleen, splenomegaly

15
Makalah 2

Laporan Kasus

LIMFOMA PRIMER PADA LIEN

Oleh

Andi Mappaodang

Supervisor

Dr.dr. Ronald E. Lusikooy, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS I

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2017

16

Anda mungkin juga menyukai