Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN FRAKTUR

NAMA : Muhammad Komaruzaman

NIM : 200512036

STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA

Jl. Kubah Putih No.7 RT 001/014 Kel, Jatibening Kec. Pondok Gede

Kota Bekasi
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Warahmatullahi Wb. Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, atas rahmad dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga laporan studi
kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur”, tanpa nikmat yang diberikan
oleh-Nya sekiranya penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada-Nya junjungan Nabi Muhammad. SAW, semoga
atas izin Allah SWT penulis dan teman-teman seperjuangan semua mendapatkan syafaatnya
nanti. Amin Ya Rabbal Alamin.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah
pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya
jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur
adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma
kecepatan tinggi dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat
mengakibatkan trauma organ – organ lain.
Trauma – trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah
raga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat
menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga
dapat sekaligus merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit,
tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma
tidak langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada lansia
dengan fraktur?
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
lansia dengan fraktur.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definis Fraktur

Pengertian fraktur (fraktura) atau patah tulang adalah kondisi ketika tulang
menjadi patah, retak, atau pecah sehingga mengubah bentuk tulang. Kondisi ini bisa
terjadi karena adanya tekanan kuat pada tulang atau karena kondisi tulang yang
melemah, seperti osteoporosis.
Tulang yang retak atau patah dapat terjadi di area tubuh manapun. Namun, kasus
ini lebih sering terjadi di beberapa bagian tubuh, seperti patah tulang selangka atau
bahu, patah tulang tangan (termasuk pergelangan tangan dan lengan), patah kaki
(termasuk tungkai dan engkel), patah tulang belakang, serta fraktur pinggul.
B. Epidemimiologi
Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki
dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian terbanyak pada kelompok
umur decade kedua dan ketiga yang relative mempunyai aktivitas fisik dan mobilitas
yang tinggi. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur terbuka
terjadi pada ekstremitas bawah, terutama daerah tibia dan femur tengah.
C. Etiologi
Adapun penyebab dari fraktur adalah :
a. Trauma
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kondisi patologi : kekurangan mineral sampai batas  tertentu pada tulang
dapat menyebabkan patah tulang: contohnya osteoporosis, tumor tulang
(tumor yang menyerap kalsium tulang)
c. Mekanisme Cedera
Pada cedera tulang belakang mekanisme cedera yang mungkin adalah:
1) Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi). Hiperekstensi jarang
terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher,pukulan pada
muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan
tanpamenyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas
punggung.Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf
mungkinmengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak
ligamen posterior.
2) Fleksi Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada
vertebra.Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat
merusakligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka sifat
fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak
maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini
sering terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X
vertebra telah kembali ketempatnya.
3) Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior
dapatmengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping
kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser
ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni,
keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang
tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi
padasetengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan
posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus remuk,
lesi bersifat tidak stab
4) Pergeseran aksial (kompresi). Kekuatan vertikal yang mengenai
segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan menimbulkan
kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkanlempeng vertebra
dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengankekuatan yang
lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badanvertebral,
menyebabkan fraktur remuk ( burst fracture). Karena unsur posterior
utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang
dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang
menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik sering terj
5)  Rotasi-fleksi. Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat
kombinasi fleksi danrotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai
batas kekuatannya, kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat
mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong.
Akibat dari mekanisme iniadalah pergeseran atau dislokasi ke depan
pada vertebra di atas, denganatau tanpa dibarengi kerusakan tulang.
Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko
munculnya kerusakan neurologik.
6) Translasi Horizontal Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian
atas atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi
bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.
d. Cedera Torakolumbal
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta
kecelakaan lalulintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang
vertebra tipe kompresi. Pada kecelakaan lalulintas dengan kecepatan tinggi
dan tenaga besar sering didapatkan berbagai macam kombinasi gaya, yaitu
fleksi, rotasi,maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah fraktur dislokasi
(Jong, 2005).
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: (Apley, 2000)
1. Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian
medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser
dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga
medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi adalah contoh
cedera stabil
2. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan
gerakannormal karena ligamen posteriornya rusak atau robek,
Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan
integritas dari ligament posterior.
3. Berdasarkan mekanisme cederanya dapat dibagi menjadi: (Apley,
2000)
a) Fraktur kompresi ( Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan
dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur
tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat
disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi
terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan
adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian
membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah
mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan
menjadi lebih pendek ukurannya dari pada ukuran vertebra
sebenarnya.
b) Fraktur remuk (Burst fractures)
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis
secaralangsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi
masuk kekanalis spinais. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya
tepi korpusvertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan
yang lebih beratdibanding fraktur kompresi. tepi tulang yang
menyebar atau melebar itu akanmemudahkan medulla spinalis untuk
cedera dan ada fragmen tulang yangmengarah ke medulla spinalis dan
dapat menekan medulla spinalis danmenyebabkan paralisi atau
gangguan syaraf parsial.
Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan
terjadi paralysis pada kakidan gangguan defekasi ataupun miksi.
Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk
mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut
merupakan fraktur kompresi, burst fracture ataufraktur dislokasi.
Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi
trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdaraha
c) Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena
kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan
sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi
tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang
rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis
dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya
kompresi, penekanan,rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan
komponen akan terjadi dariposterior ke anterior dengan kerusakan
parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi
facet dan akhirnya kompresi korpus vertebraanterior. Namun dapat
juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. Kolumn avertebralis.
Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus
dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina danseringnya
akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.
d) Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-
tiba mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi,
dislokasifraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi
fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan
menbetuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian
kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh
penderita terlempar kedepan melawantahanan tali pengikat. Korpus
vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan
media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak
stabil.

D. Klasifikasi
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
a. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang
dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
b. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan
garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks
(masih ada korteks yang utuh).
2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan
dengan dunia luar, meliputi:
a.  Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak keluar melewati kulit.
b.  Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
1) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
2) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
3) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf, otot dan kulit.
3. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:Green Stick
yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan periosteum) / tidak
mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek.
1) Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).
2) Longitudinal yaitu patah memanjang.
3) Oblique yaitu garis patah miring
4) Spiral yaitu patah melingkar.
5) Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil
4. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan
fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi
3)  Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
4)  Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
5) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
6)   Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan
memendek
E. Patofisiologi

Antara Vertebra Th I dan Th X, Segmen korda lumbal pertama pada orang


dewasa berada pada tingkat vertebraT10. Akibatnya, transeksi korda pada
tingkat itu akan menghindarkan korda torakstetapi mengisolasikan seluruh korda,
lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkaibawah dan visera. Akar toraks bagian
bawah juga dapat mengalami transeksi tetapitak banyak pengaruhnya.
Di Bawah Vertebra Th X. Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus
medularis) di antara vertebra T I dan LI,dan meruncing pada antar ruang di
antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampaiS4 muncul dari konus medularis
dan beraturanan turun dalam suatu kelompok(cauda equina) untuk muncul pada
tingkat yang berturutan pada spina lumbosakral.Karena itu, cedera spinal di atas
vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cederadi antara vertebra T10 dan LI
dapat menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dancedera di bawah vertebra
Ll hanya menyebabkan lesi akar. Akar sakralmempersarafi: (1) sensasi dalam
daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagianbelakang paha dan tungkai
bawah, dan dua pertiga sebelah luar tapak kaki; (2) tenaga motorik pada otot
yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki: (3) refleks anal danpenis,
respons plantar dan refleks pergelangan kaki; dan (4) pengendalian kencing.
Akar lumbal mempersarafi: (1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain
bagianyang dipasok oleh segmen sakral; (2) tenaga motorik pada otot yang
mengendalikanpinggul dan lutut: dan (3) refleks kremaster dan refleks lutut.. Bila
cedera tulangberada pada sambungan torakolumbal, penting untuk
membedakan antara transeksikorda tanpa kerusakan akar dan transeksi korda
dengan transeksi akar. Pasien tanpa kerusakan akar jauh lebih baik daripada
pasien dengan transeksi korda dan akar.
1.  Lesi Korda Lengkap Paralisis Iengkap dan anestesi di bawah tingkat
cedera menunjukkan transeksi korda.Selama stadium syok spinal, bila
tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jampertama) diagnosis tidak
dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dandefisit saraf terus
berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi lengkap
yangberlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh.
2.  Lesi Korda Tidak Lengkap
Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan
peniti didaerah perianal ) menunjukkan lesi tak lengkap sehingga
prognosis baik.Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6 bulan setelah
cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda central
di mana kelemahan adalah hasil awal diikutidengan paralisis neuron
motorik bawah pada tungkai atas dengan paralisis neuronmotorik atas
(spastik) pada tungkai bawah, dan tetap ada kemampuan pengendalian
kandung kemih dan sensasi perianal (sakral terhindar). Pada sindroma
kordaanterior yang lebih jarang terjadi, terdapat paralisis lengkap dan
anestesi tetapi tekanan dalam dan indera posisi tetap ad pada tungkai
bawah (kolom dorsalterhindar). Pada sindroma korda posterior yang agak
jarang terjadi (hanya tekanandalam dan propriosepsi yang hilang), dan
sindroma Brown Sequard (hemiseksi korda,dengan paralisis ipsilateral
dan hilangnya perasaan nyeri kontralateral) biasanyadisebabkan oleh
cedera toraks. Di bawah vertebra Th X, diskrepansi antara tingkat
neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi akar yang turun dari
segmenyang lebih tinggi dari lesi korda.
Grading system pada cedera medulla spinalis :
a. Klasifikasi Frankel :
1. Grade A : motoris (-), sensoris (-)
2. Grade B : motoris (-), sensoris (+)
3.  Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris
4.  Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
5. Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+)
b. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)
1. Grade A : motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacral
2. Grade B : hanya sensoris (+)
3. Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot < 3
4. Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3
5.  Grade E : motoris dan sensoris normal
F. Manifestasi Klinis
Menurut Lewis (2006);
a. Nyeri ; Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak /edema ; Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein
plasma) yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarny
c. Memar / ekimosis ; Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi
daerah di jaringan sekitarnya
d.  Spasme otot ; Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e.  Penurunan sensasi ; Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena
edema.
f. Gangguan fungsi ; Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau
spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal ; Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang
h. Krepitasi ; Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i. Deformitas ; Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
G. Pemeriksaan penunjang
 Penatalaksanaan Medis:
1) Ada empat prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani
fraktur ( disebut empat R ) yaitu:
a.  Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan : patah/ tidak. Meenentukan perkiraan tulang
yang patah. Kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan
ketidakstabilan. Tindakan apa yang harus cepat dilaksanakan misalnya
pemasangan bidai.
b. Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.
Cara pengobatan fraktur secara reduksi :
 Pemasangan gips
Untuk mempertimbangkan posisi fragmen fraktur.
 Pemasangan traksi
Menanggulangi efek dari kejang otot serta meluruskan atau
mensejajarkan ujung tulang yang fraktur.
c. Reduksi tertutup
Digunakan traksi dan memanipulasi tulang itu sendiri dan bila keadaan
membaik maka tidak perlu diadakan pembedahan.
d.  Reduksi terbuka
Beberapa fraktur perlu pengobatan dengan pembedahan secara reduksi
terbuka, ini dilakukan dengan cara pembedaha
e.  Retensi Reduksi
Mempertahankan reduksi seperti melalui pemasangan gips atau traksi
f.  Rehabilitasi
g. Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan ke fungsi normal.
2)  Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan
reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari
luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
3)  Penatalaksanaan Keperawatan
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika
tidak dikenali dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap
klien.
a. Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami
cidera dan kedua lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien harus
diajrakna menggunakan trapeze yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di
sisi pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk membantunya dalam
mengubah posisi, klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun dari
tempat tidur dan pindah ke kursi.
b.  Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan,
mengawasi aktivitas pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan
pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka
terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan sebelum reduksi
fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan
gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari edema. Bantal pasir
dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak mengalami
rotasi eksterna. Untuk menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika
dapat menggunakan transcutaneus electrical nerve stimulator (TENS). Untuk
mencegah dislokasi prosthesis, perawat harus senantiasa menggunakan 3
bantal diantara tungkai klien ketika mengganti posisi, pertahankan bidai
abductor tungkai pada klien kecuali pada saat mandi, hindari mengganti posisi
klien ke sisi yang mengalami fraktur. Menahan benda/beban yang berat pada
ekstremitas yang terkena fraktur tidak dapat diizinkan kecuali telah
mendapatkan hasil dari bagian radiologi yang menyatakan adanya tanda-tanda
penyembuhan yang adekuat, umumnya pada waktu 3 sampai 5 bulan

H. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2.  Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat
3.  Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2.  Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.

3. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kaji tingkat kesadaran pasien dengan GCS.
a. Aktifitas/ Istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah), Takikardi (respon stress, hipovolemia), Penurunan/ tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera; pengisisa kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena, Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, Kebas/ kesemutan (parestesis)
Tanda: deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat
kelemahan/ hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).
d.  Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/
kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi).
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat dan faktor
yang memperingan/ mengurangi nyeri
2)  Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3)    Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4)   Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
5)  Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
atau siang hari
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
2. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi:
a) Perubahan perfusi jaringan peerifer berhubungan dengan trauma pembuluh darah atau
kompresi pada pembuluh darah
b)  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
c)  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
d) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lun
e)  Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan pendarahan
f)  Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan

Post Operasi :
a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
b) ntoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi, pemasangan gips
c)  Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak
d) Resiko infeksi berhubungan dengan  ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
e) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f) Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pada anggota tubuh pasca post
operasi
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 perubahan perfusi Setelah diberikan tindakan 
jaringan perifer keperawatan, diharapkan tidaka. a. kaji adanya / kualitas nadi perifer distal terhadap cidera
berhubungan terjadi perubahan perfusi melalui palpasi / doopler
dengan trauma jaringan, dengan kriteria hasil :
pembuluh darah
a.       a. Individu akanb. b.  Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal
atau kompresi mengidentifikasi factor-faktor pada fraktur
pada pembuluh yang meningkatakan sirkulasi
darah perifer, melaporkan penurunanc. c. Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan
dalam nyer perubahan fungsi motor / sensori. Minta pasien untuk
melokalisasi nyeri
d.  d. Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar /
tekanan selidiki keluhan “rasa terbakar”dibawah gips
ee. Awasi posisi / lokasi cincin penyokong berat
f.   f.  Selidiki tanda iskemis ekstremitas tiba-tiba,conto
penurunan suhu kulit,dan peningkatan nyeri
f. g.   Awasi tanda – tanda vital

2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakanPer


integritas kulitkeperawatan diharapkanPa. tahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering,
berhubungan intregitas kulit pasien normal, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
dengan fraktur dengan kriteria hasil : b.   b. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area
-  a.  Klien menyatakan distal bebat/gips.
terbuka,
ketidaknyamanan hilang,
pemasangan traksi menunjukkan perilaku tekhnikc.    c. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
(pen, kawat, untuk mencegah kerusakan
sekrup) kulit/memudahkan penyembuhand.   d. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap
sesuai indikasi, mencapai kulit, insersi pen/traks
penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.

3 Gangguan etelah dilakukan tindakanPe


mobilitas fisik keperawatan diharapkana. rtahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio,
berhubungan mobilitas fisik klien optimal, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
dengan kerusakan dengan criteria hasil : b.  b.  Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas
rangka Klien dapat yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
neuromuskuler meningkatkan/mempertahankan
nyeri, terapi mobilitas pada tingkat palingc.   c. Berikan papan penyangga kaki, gulungan
restriktif tinggi yang mungkin dapat trokanter/tangan sesuai indikasi.
(imobilisasi) mempertahankan posisid.d.   Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi)
fungsional, meningkatkan sesuai keadaan klien.
kekuatan/fungsi yang sakit dane.   e. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
mengkompensasi bagian tubuh,
menunjukkan tekhnik yangf.f. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
memampukan melakukan
aktivitas. g. g. Berikan diet TKTP.
h.
h.   h. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

i.   i.   Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program


imobilisasi.

4 Nyeri akut Setelah diberikan tindakanPer


berhubungan keperawatan diharapkan kliena. tahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
dengan spasme mengatakan nyeri berkurang gips, bebat dan atau traksi
otot, gerakan atau hilang, dengan kriteriab.  b.  Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
hasil : c. c.    Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
fragmen tulang,
a. Menunjukkan tindakan santai,d.  d. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan
edema, cedera mampu berpartisipasi dalam (masase, perubahan posisi)
jaringan lunak beraktivitas, tidur, istirahate.    e. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan
dengan tepat, napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
b.   b. Menunjukkan penggunaanf.    f. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam
keterampilan relaksasi dan pertama) sesuai keperluan.
aktivitas trapeutik sesuaig.   g. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
indikasi untuk situasi individual

h.  h.  Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non


verval, perubahan tanda-tand

5 Resiko Setelah diberikan tindakan  a. Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian
ketidakseimbangan keperawatan 2x24 jam (misal 1000ml selama siang hari,800ml selama sore
cairan elektrolit diharapkan kebutuhan volume hari,300ml selama malam hari )
berhubungan cairan pasien yang adekuat. b.  b. Jelaskan tentang alasan-alasan untuk mempertahankan
Kriteria Hasil: cairan yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai
dengan
Cairan dalam tubuh klien tujuan masukan
pendarahan kembali normal

6 Ansietas setelah diberikan tindakanKa


berhubungan keperawatan 1x24 jama. ji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik)
dengan prosedur diharapkan cemas pasienb.   b. Dampingi klien
pembedaha berkurang.
Kriteria Hasil: c.  c.   Beri support system dan motivasi klien
Pasien menggunakan
mekanisme koping yang efektifd.  d.  Beri dorongan spiritual

e.    e. Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobat


Post Operasi
N Dx. Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
o hasil
1. Gangguan Setelah dilakukana.   Pertahankan
mobilitas fisik tindakan pelaksanaan a.   Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol d
berhubungan keperawatan aktivitas rekreasi isolasi sosial.
dengan kerusakan diharapkan mobilitas terapeutik (radio,b.   Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempe
rangka fisik klien normal, koran, kunjungan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah r
neuromuskuler, dengan criteria teman/keluarga) c.   Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas.
nyeri, terapi hasil : sesuai keadaan
restriktif Klien dapat klien. d.  Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri s
(imobilisasi) meningkatkan/memperb.   Bantu latihane.   Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (d
tahankan mobilitas rentang gerak pasiff.    Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplika
pada tingkat paling aktif padag.   Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
tinggi yang mungkin ekstremitas yang fungsi fisiologis tubuh.
dapat sakit maupun yangh.   Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyu
mempertahankan sehat sesuai individual.
posisi fungsional, keadaan klien. i.     Menilai perkembangan masalah klien.
meningkatkan
kekuatan/fungsi yang
sakit dan
mengkompensasi c.   Berikan papan
bagian tubuh, penyangga kaki,
menunjukkan tekhnik gulungan
yang memampukan trokanter/tangan
melakukan aktivitas. sesuai indikasi.
d.  Bantu dan dorong
perawatan diri
(kebersihan/elimin
asi) sesuai keadaan
klien.
e.   Ubah posisi secara
periodik sesuai
keadaan klien.

f.    Dorong/pertahank
an asupan cairan
2000-3000 ml/hari.

g.   Berikan diet
TKTP.
h.   Kolaborasi
pelaksanaan
fisioterapi sesuai
indikasi.

i.     Evaluasi
kemampuan
mobilisasi klien
dan program
imobilisasi.

2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukana.     Rencanakan a.    Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan ener
berhubungan dengan tindakan periode istirahat aktivitas seperlunya secar optimal.
imobilisasi, keperawatan yang cukup. b.   Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses
pemasangan gips diharapkan pasien menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi
memiliki cukup c.    Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien
energi untukb.     Berikan latihand.   Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tu
beraktivitas, dengan aktivitas secara
kriteria hasil : bertahap.
-   Klien menampakan
kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan
diri. c.     Bantu pasien
-   Pasien dalam memenuhi
mengungkapkan kebutuhan sesuai
mampu untuk kebutuhan.
melakukan beberapa
aktivitas tanpa
d.    Setelah latihan dan
dibantu. aktivitas kaji
-   Koordinasi otot, respons pasien
tulang dan anggota
gerak lainya baik
3. Nyeri akut Setelah diberikani.     Pertahankan i.     Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
berhubungan tindakan imobilasasi bagian
dengan spasme keperawatan yang sakit denganj.     Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/ny
otot, gerakan diharapkan klien tirah baring, gips,k.   Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirku
fragmen tulang, mengatakan nyeri bebat dan ataul.     Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area teka
edema, cedera berkurang atau traksi m. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan ko
jaringan lunak hilang, denganj.     Tinggikan posisi berlangsung lama.
kriteria hasil : ekstremitas yangn.   Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
c. Menunjukkan terkena.
tindakan santai,k.   Lakukan dan awasio.   Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan r
mampu latihan gerak maupun perifer.
berpartisipasi dalam pasif/aktif. p.   Menilai perkembangan masalah klien.
beraktivitas, tidur,l.     Lakukan tindakan
istirahat dengan untuk
tepat, meningkatkan
d.  Menunjukkan kenyamanan
penggunaan (masase, perubahan
keterampilan posisi)
relaksasi danm. Ajarkan
aktivitas trapeutik penggunaan teknik
sesuai indikasi untuk manajemen nyeri
situasi individual (latihan napas
dalam, imajinasi
visual, aktivitas
dipersional)
n.   Lakukan kompres
dingin selama fase
akut (24-48 jam
pertama) sesuai
keperluan.
o.   Kolaborasi
pemberian
analgetik sesuai
indikasi.

p.   Evaluasi keluhan
nyeri (skala,
petunjuk verbal
dan non verval,
perubahan tanda-
tanda vital)
4. Resiko infeksi Setelah diberikana.   Lakukan a.    Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyemb
berhubungan tindakan perawatan penb.   Meminimalkan kontaminasi.
dengan  keperawatan steril dan
ketidakadekuatan diharapkan klien perawatan lukac.    Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan
pertahanan primer mencapai sesuai protokol mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infe
(kerusakan kulit, penyembuhan lukab.   Ajarkan kliend.   Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anem
taruma jaringan sesuai waktu, untuk pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organ
lunak, prosedur dengan KH : bebas mempertahankan e.    Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
invasif/traksi drainase purulen sterilitas insersi
tulang) atau eritema dan pen.
demam c.   Kolaborasi
pemberian
antibiotika dan
toksoid tetanus
sesuai indikasi.

d.  Analisa hasil
pemeriksaan
laboratorium
(Hitung darah
lengkap, LED,
Kultur dan
sensitivitas
luka/serum/tulang)

e.   Observasi tanda-
tanda vital dan 
tanda-tanda
peradangan lokal
pada luka.
5. Kerusakan integritas Setelah dilakukane.    Pertahankan a.    Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih lu
kulit berhubungan tindakan tempat tidur yang
dengan fraktur keperawatan nyaman dan amanb.   Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelem
terbuka, pemasangan diharapkan (kering, bersih, alat yang relatif konstan pada imobilisasi.
traksi (pen, kawat, intregitas kulit tenun kencang,c.    Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akiba
sekrup) pasien normal, bantalan bawahd.   Menilai perkembangan masalah klien.
dengan kriteria siku, tumit).
hasil : f.    Masase kulit
-   Klien menyatakan terutama daerah
ketidaknyamanan penonjolan tulang
hilang, menunjukkan dan area distal
perilaku tekhnik untuk bebat/gips.
mencegah kerusakan
kulit/memudahkan g.   Lindungi kulit dan
penyembuhan sesuai gips pada daerah
indikasi, mencapai perianal
penyembuhan luka
sesuai h.   Observasi keadaan
waktu/penyembuhan kulit, penekanan
lesi terjadi. gips/bebat terhadap
kulit, insersi
pen/traksi
6. Gangguan body Setelah dilakukana.   Dorong klien
image tindakan untuk
berhubungan keperawatan mengekspresikan
dengan perubahan diharapkan klien ketakutan, perasaan
pada anggota dapat menerima negative dan
tubuh pasca post situasi dengan perubahan bagian
operasi realitas, dengan tubuh.
kriteria hasil : b.   Beri penguatan
-      Mulai menunjukan informasi pasca
adaptasi dan operasi, harapan
menyatakan tibdakan operasi,
penerimaan pada termasuk control
situasi diri nyeri dan
-      Mengenali dan rehabilitas.
menyatu dengan
perubahan dalam
konsep diri yang
akurat tanpa harga diric.   Kaji derajat
negative dukungan yang ada
-      Membuat rencana
nyata untuk adaptasi
peran baru/perubahand.  Diskusikan
peran persepsi pasien
tentang diri dan
hubungannya
dengan perubahan
dan bagaimana
pasien melihat
dirinya dalam
pola/peran fungsi
yang biasa.

e.   Dorong partisipasi
dalam aktivitas
sehari-hari.
f.    Berikan
lingkungan yang
terbuka pada
pasien untuk
mendiskusikan
masalah.

Kolaborasi
g.   Diskusikan
tersedianya
berbagai sumber,
contoh kons

4. Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi


5. Evaluasi

Pre operasi:
Dx 1    :
            Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
Dx 2    :
Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah
kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Dx 3    :
            Klien dapat menerima situasi dengan realitas
Dx 4    :
            Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Dx 5    :
            Kebutuhan volume cairan pasien yang adekuat.
Dx 6    :
            Cemas pasien berkurang.
Post Operasi:
Dx 1    :
Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
Dx 2    :
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Dx 3    :
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Dx 4    :
Tidak terjadi infeksi
Dx 5    :
Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah
kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Dx 6    :
Mulai menunjukan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antara fragmen tulang. Setelah terjadinya fraktur, bagian-
bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar
biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Biasanya pasien mengeluhkan cedera pada daerah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai