Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN PADA Ny.

M
DENGAN FRAKTUR FEMUR DEXTRA DI RUANG DELTA RUMAH SAKIT PANTI
WILASA DR.CIPTO SEMARANG

DISUSUN OLEH:
RAISA UTAMI
2102043

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan keperawatan pada Ny.M dengan fraktur femur dextra di ruang Delta RS
Panti Wilasa Dr.Cipto semarang ini sudah diteliti dan disetujui oleh Pembimbing Klinik dan
Pembimbing Akademik untuk dikumpulkan ke Program Studi Sarjana Keperawatan sebagai
Tugas Laporan.

Semarang,19 Januari 2024

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

()
()
KATA PENGANTAR
A. DEFINISI
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total maupun sebagian yang
ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Fraktur sendiri biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan kondisi fraktur tersebut (Suriya dan
Zuriati, 2019).
Femur atau tulang paha merupakan tilang terbesar dan terkuat pada tubuh manusia.
Fraktur femur adalah hilangnya kontiunitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara
klinis bisa berupa fraktur femur terbuka disertai adanya kerusakan jaringan lunak
(otot,kulit,jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat
disebabkan oleh trauma pada paha (Noor,2016)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pada tubuh manusia, femur adalah tulang yang paling panjang dan besar. Rerata panjang femur
laki-laki adalah 48cm dan rerata diameter 2,84cm pada pertengahan femur serta dapat menahan
30 kali berat tubuh manusia dewasa (Nareliya & Kumar, 2012). Pada sendi coxae (Hip Joint)
terjadi artikulasi antara caput femur dengan acetabulum dari tulang coxae. Caput femur
membentuk sekitar 2/3 dari permukaan spheris. Kecuali pada tempat dimana ada perlekatan
ligamentum capitis femoris (fovea capitis femoris), seluruh caput femur ditutupi oleh kartilago
artikularis. Kartilago artikularis ini paling tebal ada pada anterosuperior, sedang pada caput femur
paling tebal ada anterolateral. Caput femur menghadap anterosuperomedial, pada permukaan
posteroinferiornya terdapat fovea. Permukaan anterior caput femur dibatasi anteromedial terhadap
arteri femoralis oleh tendo dari otot psoas mayor, bursa psoas dan kapsula artikularis.
Collum femur paling sempit ada pada bagian tengahnya dan bagian paling lebar adalah pada
bagian lateral. Collum menghubungkan caput terhadap corpus femur dengan sudut inklinasi
(Neck Shaft Angle) kurang lebih 125°, hal ini memfasilitasi pergerakan pada sendi coxae dimana
tungkai dapat mengayn secara bebas terhadap pelvis (Solomon et al., 2010). Sudut collum femur
terus-menerus berkurang dari 150° setelah lahir hingga mencapai 125° pada usia dewasa
dikarenakan adanya perubahan bentuk tulang sebagai respon dari perubahan pola tekanan.
Collum femur pada kebanyakan orang juga berputar sedikit ke anterior terhadap bagian koronal.
Putaran ke arah medial ini biasa disebut sebagai anteversi femur. Sudut anteversi diukur sebagai
sudut antara garis mediolateral yang melalui lutut dan garis yang melalui caput femur dan
porosnya. Rata-rata untuk anteversi femur yaitu sekitar 15 sampai 20°.
Sudut collum terlihat paling lebar yaitu pada masa bayi, dan berangsur berkurang selama
pertumbuhan, sehingga saat pubertas akan membentk kurva yang rendah dari sumbu tulang.
Sudut collum femur terus menurun selama periode pertumbuhan, tapi setelah masa pertumbuhan
sudah mencapai puncak, biasanya sudut collum femur sudah tidak mengalami perubahan, seperti
pada usia tua; namun ini bervariasi pada orang yang berbeda di usia yang sama

Sudut inklinasi paling lebar pada masa pasca kelahiran (20-25° lebih besar) dan terus menurun
sampai masa remaja, serta sudut ini akan lebih kecil pada wanita. Sudut ini sangat penting karena
menentukan efektivitas abduksi sendi coxae, panjang tungkai dan gaya yang mengenai sendi
coxae. Sudut inklanasi >125° disebut sebagai coxa valga. Peningkatan ini menyebabkan tungkai
lebih panjang, menurunkan efektivitas otot abduktor, meningkatkan beban pad caput femur
namun meningkatkan beban pada collum femur.
Collum femur berada pada posisi rotasi lateral terhadap corpus femut. Sudut yang terjadi disebut
sebagai sudut anteversi, besar sudut ini adalah 10-15°, walaupun disebutkan sangat bervariasi
antar individu dan populasi. Perlekatan collum terhadap corpus pada aspek anterior ditandai oleh
linea intertrochanterica sedangkan pada aspek posterior oleh crista intertrichanterica. Terdapat
banyak foramina vascular pada collum femur terutama pada aspek anterior dan posterosuperior
Intertrochanter femur terletak di antara trochanter mayor dan trochanter minor pada permukaan
anterior dan basis collum femur. Intertrochanter ini merupakan tempat menempelnya ligamen
iliofemoral, dimana itu merupakan ligamen terbesat dalam kerangka tubuh manusia. Ini berfungsi
untuk menguatkan sendi kapsul pada panggul.
Sistem vaskularisasi regio femur proksimal berasal dari pembuluh darah cabang dari vasa
femoralis profunda dan vasa femoralis yang berasal dari vasa iliaka eksterna. Sistem syaraf
bagian femur proksimal berasal dari percabangan pleksus lumbalis dan sakralis.

C. EPIDEMIOLOGI
1. Global
Insiden fraktur femur pada shaft di seluruh dunia berkisar antara 10-21 per 100.000 per tahun.
Sebanyak 2% dari kasus tersebut merupakan fraktur terbuka. Distribusi berdasarkan usia pada
pria dilaporkan tertinggi pada kelompok 15 hingga 35 tahun, sedangkan pada wanita di usia
60 tahun ke atas. Mekanisme fraktur pada pria yang tersering adalah kecelakaan mobil atau
mekanisme energi tinggi lainnya. Mekanisme pada wanita yang tersering adalah jatuh.Pada
kelompok usia lebih muda, mekanisme energi tinggi merupakan yang paling banyak terlibat.
Di sisi lain, pada lansia fraktur femur sering berkaitan osteoporosis .Pada anak, fraktur femur
pada shaft berkontribusi sebesar 0,7-1,7% dari keseluruhan fraktur pediatrik. Angka tersebut
merupakan 3,5% dari keseluruhan fraktur tulang panjang ekstremitas pada anak.

2. Indonesia
Belum ada data epidemiologi pasti untuk fraktur femur di Indonesia. Menurut data
Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, angka kejadian fraktur secara umum di Indonesia
sekitar 5,5% dan 67% bagian tubuh yang terkena adalah ekstremitas bawah.

D. ETIOLOGI
Menurut Andini, 2018 penyebab fraktur femur dapat dibedakan menjadi:
1. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : a.
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
b. Infeksi seperti osteomielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
c. Rakitis
d. Secara spontan disebabkan oleh stres tulang yang terus menerus
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan
lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti
proses degeneratif dan patologi (Noorisa dkk, 2017).

E. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Penyebab
a. Fraktur traumatik Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi fraktur.
b. Fraktur patologis Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang yang telah
menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali
menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur
semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
c. Fraktur stres Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
2. Klasifikasi Jenis Fraktur Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
a. Fraktur terbuka.
b. Fraktur tertutup.
c. Fraktur kompresi.
d. Fraktur stress.
e. Fraktur avulsi.
f. Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok).
g. Fraktur tranversal.
h. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot
yang mnyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
2. Bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar
biasa) setelah terjadinya fraktur. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas daan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama
lainnya sampai 2,5 – 5cm (1- 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba karena adanya gesekan antar fragmen satu dengan yang lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Edema dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
menyertai fraktur. Edema dan perubahan warna biasanya terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera terjadi.

G. PATHWAY
1. Pre

2. Post

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Evaluasi diagnostik
Menurut Black J.M. & Hawks J.H. (2014) radiografi merupakan metode umum untuk
mengkaji fraktur. Penggunaan posisi radiologis yang tepat sangat penting untuk
mengkaji kecurigaan fraktur dengan tepat. Dua posisi (anteroposterior dan lateral)
yang diambil pada sudut yang tepat merupakan jumlah minimal yang diperlukan
untuk pengkajian fraktur, dan gambar tersebut harus mencakup sendi di atas dan di
bawah lokasi fraktur untuk mengidentifikasi adanya dislokasi atau subluksasi.
2. Tomografi, CT scan, MRI ( bila diperlukan )
Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop. (scan tulang terutama berguna ketika
radiografi atau CT scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis
3. Pemeriksaan darah lengkap (DL) dan golongan darah
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon
stress normal setelah trauma. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan
dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang
dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan
traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk
mengembalikan kesejajaran garis normal.
c. Retensi Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan
untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
J. KOMPLIKASI
1. tulang harus dipasang dengan benar
Ada kemungkinan kaki yang cedera menjadi lebih pendek dan dapat menyebabkan
nyeri pinggul dan lutut kronis; keselarasan yang buruk bisa menyakitkan
2. cedera perifer
Otot,ligamen, dan jaringan dapat rusak
3. bedah
Infeksi atau pembekuan darah, risiko bedah yang umum
4. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi ketika tekanan meningkat di dalam ruang tertutup,
sehingga mengganggu sirkulasi dan fungsi jaringan di sekitarnya. Kerusakan
sementara atau permanen pada otot dan saraf dapat mengakibatkan kerusakan
sementara atau permanen.

K. PENCEGAHAN
Fraktur femur dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor risiko seperti berikut:
1. Mengemudi saat berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
2. Tidak mengenakan sabuk pengaman saat berada di mobil
3. Mengendarai sepeda motor secara agresif atau dalam cuaca buruk
4. Terjadinya osteoporosis
5. Berpartisipasi dalam olahraga ekstrim tanpa mengikuti protokol keselamatan atau
menggunakan peralatan keselamatan.

L. PROGNOSIS
Tiga puluh satu penelitian (37 artikel) dimasukkan. Orang dewasa dengan patah tulang
pergelangan kaki, mengalami keterbatasan aktivitas yang signifikan dalam jangka pendek (rata-
rata 1 bulan, 31,9; interval kepercayaan 95% [CI]: 18,8, 45,1), pulih secara nyata tetapi tidak
lengkap dalam jangka pendek hingga menengah (rata-rata 6 bulan , 78.3; 95% CI: 70.1, 85.1),
dan menunjukkan sedikit perbaikan lebih lanjut dalam jangka panjang (rata-rata pada 24 bulan,
86.6; 95% CI: 78.2, 95.0). Studi dengan peserta yang lebih tua dan sebagian besar peserta laki-
laki cenderung melaporkan hasil fungsional yang lebih buruk.
M. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas klien, meliputi :
Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2. Keluhan utama:
Keluhan utama adalah keluhan yang paling utama saat di kaji dengan
menggunakan OPQRSTU
O (Onzet) = durasi, kapan keluhan mulai terjadi, berapa lama keluhan
dirasakan
P (Provocative/palliative)= - Apakah penyebab keluhan
- Faktor apa yang memperberat dan mengurangi
keluhan
Q (Quality/ Quantity) = - Bagaimana keluhan tersebut dirasakan
- Seberapa sering keluhan tersebut dirasakan
R (Region/Radiation)= - Dimana keluhan tersebut dirasakan
- Apakah keluhan tersebut menyebar, kemana
S (Severity Scale) = - Apakah keluhan tersebut mengganggu aktifitas
- Jika dibuat skala seberapa parahkah keluhan tersebut
anda rasakan
T (Treatment) = - Pengobatan dan tindakan apa yang sudah dilakukan untuk
mengatasi keluhan tersebut?
- Bagaimana efektifitas dari pengobatan dan tindakan?
- Apakah ada efek samping dari pengobatan dan tindakan
tersebut?
U (Understanding) = - Pemahaman terhadap keluhan
V (Value) = - Harapan
3. Riwayat kesehatan sekarang : (menguraikan penyakit yang dirasakan pasien
sekarang tanpa dibatasi waktu) merupakan penjelasan dari permulaan pasien
merasakan keluhan (sebelum masuk RS : keluhan,upaya,hasil) sampai dengan
dibawa ke RS dilanjutkan sampai dengan saat dikaji
4. Riwayat kesehatan dahulu: yaitu hasil pengkajian tentang riwayat penyakit
dahulu sebelum terjadinya penyakit yang dirasakan sekarang dan riwayat
penyakit penyerta
5. Riwayat kesehatan keluarga : menjelaskan apakah adanya penyakit keturunan
dan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang ama dengan pasien
6. Alergi : apakah pasien mengalami alergi pada obat atau makanan
(jenis,reaksi/alergi, tindakan, hasil)
7. Kesehatan keluarga :
- genogram dibuat 3 generasi sesuai dengan kebutuhan: bila pasien seorang
nenek/kakek di buat 2 generasi kebawah. Bilaa pasien adalah anak – anak
dibuat dua generasi ke atas
- memberi tentang keterangan pada setiap pola
8. Pola fungsi kesehatan meliputi:
a. Pola nutrisi-metabolik : berhubungan dengan pemenuhan gizi,nutrisi dan
diet pasien selama di rumah dan setelah di RS
b. Pola eliminasi : kemandirian pasien untuk melakukan BAB dan BAK
selama di rumah dan selama di Rs
c. Pola aktivitas istirahat-tidur : mengetahui porsi istirahat dan tidur pasien
dan aktivitas pasien selama di rumah dan sesudah dirawat Di RS
d. Pola kebersihan diri : mengetahui pemenuhan pola kebersihan dan
kebiasaan pasien untuk membersihkan diri di rumah dan setelah masuk RS
e. Pola managemen kesehatan- persepsi kesehatan : untuk mengetahui
apakah pasien mengerti tentang kesehatan pasien,perilaku untuk mengatasi
masalah kesehatan pasien dan edukasi kesehatan
f. Pola repruduksi seksualitas : pemahaman pasien tentang fungsi seksualitas
dan repruduksi
g. Pola kognitif-persepsi/sensori: mengetahui keadaan mental,tingkat
ansietas, tingkat pendidikan,kemampuan mengambil
keputusan,berbicara/berkomunikasi pasien
9. Pemeriksaan fisik :meliputi tanda – tanda vital pasien,tinggi badan,berat
badan, tingkat kesadaran,respon pasien terhadap gerak dan sentuhan,keadaan
umum dan pemeriksaan fisik head to toe, umtuk mengetahui keadaan pasien.

10. Diagnostik test : yaitu pemeriksaan pasien melalui hasil laboraturium,


radiologi,EEG,USG,CT scan,dll untuk mengetahui pasti apa penyakit pasien
2. Diagnosis
a. Nyeri akut b.d Agen pencidera fisik d.d fraktur femur
b. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan musculoskeletal
c. Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin d.d luka insisi
d. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
3. Nursing Planning Care
Diagnosis Tindakan Keperawatan Rasional
Tujuan dan kriteria Tindakan
SDKI D.OO77 SLKI L.08066 SIKI I.08238 1. Mengidentifikasi
Nyeri akut b.d Tingkat nyeri menurun Manajemen nyeri nyeri
agen pencidera Setelah dilakukan O : 2. Mengidentifikasi
fisik tindakan keperawatan - Identifikasi skala nyeri
selama 3x24 jam, maka lokasi,karakteristik,d 3. Teknik nafas
tingkat nyeri urasi kualitas, dalam
menurun,dengan intensitas nyeri
kriteria hasil: - Identifikasi skala
1. Keluhan nyeri nyeri
menurun - Idenfitikasi respon
2. Meringis nyeri non verbal
menurun - Identifikasi faktor
3. Gelisah yang memperberat
menurun dan memperingan
4. Kesulitan tidur nyeri
menurun - Identifikasi
5. Frekuensi nadi pengetahuan dan
membaik keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan analgetik
T:
- Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur,
terapi music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan ny
eri
E:
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgesik secara
tepat
- Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
K:
- Kolaborasi
pemberian
analgetik,jika perlu

SDKI SLKI L.05042 SIKI I.05173


Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi 1. Mengidentifikasi
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan O: toleransi fisik
gangguan selama 3 x 24 jam, - Identifikasi adanya melakukan
musculoskeletal diharapkan mobilitas nyeri atau keluhan pergerakan
fisik meningkat, fisik lainnya 2. Memonitor
dengan kriteria hasil : - Identifikasi toleransi kondisi umum
1. Pergerakan fisik melakukan selama
ekstremitas pergerakan melakukan
meningkat - Monitor frekuensi mobilisasi
2. Kekuatan otot jantung dan tekanan 3. Mengajarkan
meningkat darah sebelum mobilisasi
3. Rentang gerak memulai mobilisasi sederhana
(ROM) - Monitor kondisi 4. Membantu pasien
meningkat umum selama saat mobilisasi
melakukan mobilisasi
T:
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis: pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
E:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis:
duduk di tempat
tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah
dari
tempat tidur ke kursi)

SDKI SLKI L.14137 SIKI I.14539


Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Pencegahan infeksi 1. Memonitor tanda
penurunan tindakan keperawatan O: dan gejala infeksi
hemoglobin d.d selama 3 x 24 jam, - Monitor tanda dan 2. Mengganti
luka insisi diharapkan tingkat gejala infeksi lokal balutan
infeksi menurun, dan sistemik 3. Memonitor luka
dengan kriteria hasil : T: operasi
1. Demam - Batasi jumlah
menurun pengunjung
2. Kemerahan - Berikan perawatan
menurun kulit pada area edema
3. Nyeri menurun - Cuci tangan sebelum
4. Kadar sel darah dan sesudah kontak
putih membaik dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
E:
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
K:
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika perlu

N. Discharge Planning
1. Edukasi diet makanan manis,asin dan menjaga pola hidup sehat
2. Edukasi pemantauan GDS dan tekanan darah
3. Edukasi meminum obat rutin
4. Edukasi untuk melakukan kontrol rutin

Anda mungkin juga menyukai