BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa, dapat terjadi pada tulang, epiphyseal plate,
permukaan sendi tulang rawan. Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas
tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang yang dapat mencederai
jaringan lunak di sekitarnya. Sebagian besar fraktur terjadi akibat trauma yang
disebabkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar
dan tarikan. (Salter R.B, 1999) Fraktur distal radius adalah salah satu jenis
fraktur yang paling sering terjadi pada ekstremitas superior yaitu sebesar 8-
15% dari seluruh trauma pada tulang yang terjadi pada orang dewasa (Meena
S, dkk, 2014).
Angka kejadian fraktur distal radius yang dilaporkan di Amerika Serikat
yaitu 650.000 kasus setiap tahunnya. Insiden terjadinya fraktur distal radius
pada orang tua seringkali berhubungan dengan osteopenia, dan semakin
bertambah seiring dengan meningkatnya usia. Pada laki laki yang berusia
lebih dari 35 tahun, didapatkan angka kejadian 90 per 100.000 populasi setiap
tahunnya, pada wanita yang berusia kurang dari 40 tahun didapatkan angka
kejadian 368 per 100.000 populasi setiap tahun, sedangkan pada wanita yang
berusia lebih dari 40 tahun didapatkan angka kejadian 1150 per 100.000
populasi setiap tahun. (Egol KA, Koval KJ, 2015).
Fraktur lengan bawah biasanya fraktur corpus radii, ulnae, ataupun
keduanya. Fraktur Radius Ulna dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 medial,
atau 1/3 distal. Fraktur dapat terjadi pada salah satu tulang ulna atau radius
saja dengan atau tanpa dislokasi sendi. Fraktur radius ulna biasanya terjadi
pada anak usia 10 tahun (5-13 tahun) (Muttaqin, 2008)
Abraham Colles, pada tahun 1814, menggambarkan tentang salah satu
jenis fraktur yang terjadi pada distal radius, yang selanjutnya diberi nama
sesuai dengan dirinya. Fraktur Colles adalah suatu cedera metaphyseal pada
corticocancellous junction pada distal radius dengan kharasteristic dorsal tilt,
dorsal shift, radial tilt, radial shift, supinasi dan impaksi. Fraktur Smith, yang
merupakan kebalikan dari Fraktur Colles mempunyai karakteristik palmar tilt
dari fragmen distal radius. (Meena S, dkk, 2014) Komponen intraarticular
pada fraktur distal radius sering berkaitan dengan trauma dengan tenaga besar
pada dewasa muda, hal ini menyebabkan robekan dan impaksi pada
permukaan sendi pada sisi distal radius dengan pergeseran dari fragmen
fraktur. Pada dewasa tua, seringkali gambaran fraktur distal radius
dihubungkan dengan komponen ekstraartikular, yang disebabkan oleh
beberapa factor resiko di antaranya penurunan densitas mineral pada tulang,
banyak didapatkan pada wanita, ras kulit putih, riwayat keluarga, dan
menopause dini. (Meena S, dkk, 2014; Egol KA, Koval KJ, 2015)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui mengenai fraktur distal radius
b. Untuk memahami mengenai fraktur distal ulna.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi, etiologi, patifisiologi kejadian fraktur
b. Untuk mengetahui etiologi fraktur distal radius
c. Untuk mengetahui etiologi dari fraktur distal ulna.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah, memperdalam, dan memperluas wawasan tentang
penatalaksanaan fraktur distal ulna dan fraktur distal radius.
2. Bagi Rumah Sakit
Bermanfaat sebagai salah satu metode yang dapat digunakan dalam
menentukan penatalaksanaan fraktur distal ulna dan fraktur distal radius
3. Bagi Pasien
Bermanfaat sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan
yang lebih dalam tentang menghindari fraktur distal ulna dan fraktur distal
radius
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
1. Anatomi Antebrachii
a. Tulang Ulna
Menurut Hartanto (2013) ulna adalah tulang stabilisator pada lengan
bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari
dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium.
Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon, struktur ini
membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.
b. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput
pendek, collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus
radii, berbeda dengan ulna, secara bertahap membesar saat ke distal.
Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika dipotong melintang.
Processus styloideus radii lebih besar daripada processus styloideus
ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki
kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur
(Hartanto, 2013).
a) Carpal
Tulang carpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan
ujung distal ulna dan radius dan dengan ujung proksimal dari tulang
metacarpal. Antara tulang-tulang carpal tersebut terdapat sendi geser.
Delapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunatum, triqutrum,
piriformis, trapezium, trapezoid, capitatum, dan hamatum. (Moore,
2002)
b) Metacarpal
Metacarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat pada pergelangan tangan
dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan distal tulang-tulang
carpal. Khususnya di tulang metacarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari
telunjuk) terdapat tulang sesamoid. (Moore, 2002)
c) Tulang-tulang phalanx
Tulang-tulang phalanx adalah tulang-tulang jari, terdapat dua phalanx
di setiap ibu jari (phalanx proksimal dan distal) dan 3 di masing-
masing jari lainnya (phalangs proksimal, medial, dan distal). Sendi
engsel yang terbentuk antara tulang phalanx membuat gerakan tangan
menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesuatu. (Moore,
2002)
B. Etiologi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa, dapat terjadi pada tulang, epiphyseal plate,
permukaan sendi tulang rawan. Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas
tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang yang dapat mencederai
jaringan lunak di sekitarnya. Sebagian besar fraktur terjadi akibat trauma yang
disebabkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar
dan tarikan. (Salter R.B, 2016). Menurut Nampira (2014) fraktur os radius dan
ulna biasanya terjadi karena cedera langsung pada lengan bawah, kecelakaan
lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang yang merupakan akibat cedera
hebat.
Cedera langsung biasanya menyebabkan fraktur transversa pada tinggi
yang sama, biasanya di sepertiga tengah tulang (Hartanto, 2013). Mekanisme
trauma fraktur distal radius pada dewasa muda yaitu jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas, maupun cedera pada olahraga. Pada dewasa tua, fraktur
distal radius dapat terjadi dari mekanisme dengan tenaga yang kecil seperti
terjatuh saat sedang berdiri atau berjalan (fragile fracture). Mekanisme yang
paling sering terjadi adalah jatuh dengan posisi dorsofleksi pada pergelangan
tangan dengan sudut bervariasi, seringkali antara 40-90 derajat. Trauma
dengan energi tinggi yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor dapat
menyebabkan fraktur kominutif atau displaced pada distal radius. (Egol KA,
Koval KJ, 2015)
C. Patofisiologi Fraktur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Rosyidi, 2013).
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: (1) Fase 1: inflamasi,
(2) Fase 2: proliferasi sel, (3) Fase 3: pembentukan dan penulangan kalus
(osifikasi), (4) Fase 4: remodeling menjadi tulang dewasa.
1. Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila
ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang
cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen
tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat
cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang
akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi
inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung
beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2. Ploriferasi Sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan
osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen
pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah
tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.
Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran
tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen
tulang tak bisa lagi digerakkan. Pembentukan kalus mulai mengalami
penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses
penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat
elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.
4. Remodelling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
bergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi
tulang, dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan
tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan
dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khusunya
pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan
permukaan pada tulang tidak lagi negatif. Proses penyembuhan tulang
dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X. Imobilisasi harus memadai
sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada gambaran sinar X.
E. Fraktur Metacarpal
Fraktur metakarpal adalah hal yang sering ditemukan dalam hand
injury, dari 1.475 fraktur yang terjadi di tangan, 495 darinya terjadi di tulang
metacarpal. Fraktur adalah kata lain dari patah, atau diskontinuitas, atau
disrupsinya bentuk jaringan tulang atau jaringan tulang rawan yang
disebabkan oleh energi berlebihan terhadap jaringan tersebut. Terdapat fraktur
akut, subakut, atau kronik. Ada banyak tipe fraktur yang dapat dialami oleh
tulang, khususnya metakarpal. Tipe- tipenya adalah fraktur terbuka dan fraktur
tertutup, fraktur transverse, oblique, spiral, dan comminuted, fraktur
intraarticular dan extraarticular, serta fraktur displaced dan non displaced.
Metakarpal sendiri terdiri dari lima tulang yang berurutan. Tulang
pertama, atau biasa disebut first metacarpal bone, adalah tulang yang sejajar
dengan tulang ibu jari, tulang kedua sejajar dengan tulang jari telunjuk dan
begitu pula seterusnya sampai tulang kelima. Setiap tulang tersebut terbagi
menjadi tiga bagian yakni head, shaft, dan base. Pada fraktur metakarpal, ada
beberapa kasus yang sering terjadi dan memiliki nama tersendiri, salah
satunya adalah Boxer’s Fracture, Bennet Fracture, dan Rolando Fractur.
Penyembuhan dari fraktur metakarpal terbagi menjadi dua bagian besar,
yakni operative, atau secara pembedahan, dan non-operative atau konservatif.
Mayoritas kasus fraktur metakarpal dapat ditangani dengan baik oleh
konservatif. Penatalaksanaan konservatif adalah sebuah penanganan dengan
splint atau cast yang membuat bagian tubuh yang patah terimmobilisasi, hal
ini dapat dilakukan dengan close reduction. Walaupun mayoritas lebih
memillih penatalaksanaan konservatif untuk patah tulangnya, ada beberapa
kasus yang harus ditangani dengan cara operatif. Kasus tersebut salah satunya
adalah displaced intra-articular fracture, polytrauma, unstable open fractures,
segmental bone loss, atau patah tulang yang tidak ditangani lebih dari empat
minggu. Penatalaksanaan operatif adalah penanganan yang berupa
pembedahan. Setelah adanya pembedahan dan open reduction jika
dibutuhkan, pelat atau wire dapat ditanam di bagian patah tulang untuk
mencegah pergerakan yang eksesif (Suryantari, 2019).