Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

FT MUSCULOSKELETAL
“MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA
KASUS POST FRAKTUR
MONTEGGIA”

OLEH:
ANDI NANDA TENRI BULAN
ERWIN ERIANTO
MELISA AMELIA
NOVIANTI BONTONG
RENI ANDRIANI

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


TAHUN AJARAN 2019

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan

ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung

maupun trauma tidak langsung (Noor, 2012). Fraktur adalah suatu perpatahan

pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu

retakan atau primpilan korteks, biasanya patahan tersebut lengkap dengan

fragmen tulangnya bergeser. Jika kulit diatasnya masih utuh disebut fraktur

tertutup, sedangkan jika salah satu rongga tubuh tertembus disebut fraktur terbuka

(Aplay, 1993).

Kebanyakan fraktur pergelangan tangan dapat terjadi baik akibat jatuh

dengan posisi lengan terbuka maupun pukulan langsung saat kecelakaan

kendaraan bermotor maupun perkelahian. Fraktur kedua tulang lengan bawah

merupakan cedera yang tidak stabil, fraktur non dislokasi jarang terjadi. Stabilitas

fraktur bergantung pada jumlah energi yang diserap selama cedera dan gaya otot

besar yang cenderung menggeser fragmen (Thomas dkk, 2011).

Pelayanan fisioterapi Indonesia sebagaimana pelayanan Fisioterapi di

Negara lain mencakup bidang Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif dengan

tujuan utamanya tercapai manusia yang sehat, promotif dan berprestasi Untuk

mencapai tujuan itu dan luasnya spektrum pelayanan dimana Fisioterapi terlibat

kolaboratif dengan profesi keshatan lain, maka pengembangan Fisiotrapi

mengarah pada spesialisasi pada bidang pelayanan yang utama yaitu bidang

Tumbuh kembang, Bidang Muskuloskeletal, Bidang Neuromuskular dan Bidang

Cardiovaskular dan Respirasi, Olahraga, Geriatri, Kesehatan Wanita ,wellness dll.

(Depkes RI, 2008).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Biomekanik

Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar

yangbdiperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius

dan di distaloleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar

yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membrana interosea

memperkuat hubungan inisehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan

yang kuat. Oleh karena itu,patah yang hanya mengenai satu tulang agak

jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu

disertai dislokasi sendi radioulnar yangdekat dengan patah tersebut. Selain

itu, radius dan ulna dihubungkan oleh ototantar tulang, yaitu m. supinator,

m.pronator teres, m.pronator kuadratus yangmembuat gerakan pronasi-

supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yangberinsersi pada radius

dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertaidislokasi angulasi

dan rotasi, terutama pada radius. 

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus, yaitu tulang

lunatumdan navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke

arah medial.Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di

sebelah volar dandorsal, dan ligamen radiokarpal kolateral ulnar dan radial.

Antara radius dan ulnaselain terdapat ligamen dan simpai yang memperkuat

hubungan tersebut, terdapatpula diskus artikularis, yang melekat dengan

semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamen

kolateral ulnar.Ligamen kolateral ulnar bersama dengan meniskus

homolognya dandiskus artikularis bersama ligamen radioulnar dorsal dan

volar. yang kesemuanya menghubungkan radius dengan ulna, disebut


kompleks rawan fibroid triangularis (TFCC = triangularjibro cartilage

complex).

Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

serta gerakan deviasi radial dan ulnar. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat

mencapai 90º oleh karena adanya dua sendiyang bergerak yaitu sendi

radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan

pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi.1 Regio antebrachii tersusun

atas dua buah tulang yaitu os radius dan os ulna. Os radius dan ulna secara

konseptu-al dapat diibaratkan sebagai dua kerucut (cones) yang terletak

berdampingan dengan satu sama lain saling me-nunjuk pada arah yang

berlawanan. Karena letaknya yang berdampingan, maka segala cedera yang

terjadi pada regio antebrachii menimbulkan efek pada kedua tulang tesebut

beserta ligamen yang melekat pada os radius dan os ulna. Seperti dikatakan

sebelumnya bah-wa secara konseptual, os radius dan ulna diibaratkan sebagai

dua kerucut (cones) yang ujungnya sejajar, hal ini memungkinkan gerakan

supinasi dan pronasi dengan radius bergulir di sekitar ulna. Hal ini

memunculkan aksioma bahwa frakt ur pada salah satu tulang di regio

antebrachii, terutama ketika terjadi angulasi dan displa-cement, biasanya

disertai oleh fraktur atau dislokasi dari tulang regio antebrachii lainnya.
B. Tinjauan Kasus

1. Jenis Fraktur Pada Antebrachii

Gambar 3. Klasifikasi Fraktur Antebrachii

1. Galeazzi fracture dislocation

Fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar

distal

2. Monteggia fracture dislocation


Fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari

kapitulum radius

3. Essex Lopresti lesion

Klasifikasi fraktur Monteggia menurut Bado adalah ber- dasarkan

arah dari apeks ulna yang mengalami fraktur serta arah dari dislokasi caput

radii. Adapun klasifikasi- nya adalah:

1. Tipe 1: dislokasi anterior caput radii disertai fraktur dari diafisis ulna pada

tingkat manapun dengan angulasi anterior.

2. Tipe 2: dislokasi caput radii ke arah posterior atau posterolateral disertai

fraktur diafisis ul- na dengan apeks mengalami angulasi posterior.

3. Tipe 3: dislokasi caput radii ke arah lateral atau anterolateral disertai

dengan fraktur metafisis os ulna. Tipe ini paling sering terjadi pada anak-

anak.

4. Tipe 4: dislokasi caput radii ke arah anterior disertai dengan fraktur dari

seper- tiga proksimal ulna dan fraktur dari os radius pada level yang sama.

2. Fraktur Monteggia

a) Definisi

Fraktur Os Ulna Fraktur os ulna atau fraktur sepertiga

proksimal ulna disertai dengan dislokasi kaput radii sering disebut

juga Fraktur Monteggia. David, (1994) Terdapat 2 tipe yaitu tipe

ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang

terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi.

Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah


fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke

posterior.

b) Etiologi

Fraktur Monteggia sangat terkait dengan jatuhnya

seseorang yang diikuti oleh outstretchhand dan tekanan maksimal

pada gerakan pronasi Dan jika siku dalam keadaan fleksi maka

kemungkinan terjadinya lesi tipe I atau III semakin besar. Pada

beberapa kasus, cedera langsung pada Forearm dapat

menghasilkan cedera serupa. Evans pada tahun 1949 dan Pennrose

melakukan studi mengenai etiologi fraktur Monteggia pada

cadaver dengan cara menstabilkan humerus dan menggunakan

energy secara subjektif pada forearm. Penrose menyebutkan

bahwa lesi dengan tipe II merupakan variasi pada dislokasi

posterior dari siku. Bado percaya bahwa lesi tipe III terjadi akibat

gaya lateral pada siku sering terjadi pada anak-anak. Secara esensi,

trauma energy tinggi (tabrakan motor) dan trauma energy rendah

(atuh dari posisi berdiri) bisa memicu cedera ini.

Struktur pada forearm tertaut secara baku. Dan jika ada satu

tulang yang mengalami disrupsi maka akan berpengaruh ke

tlnlain. Ulna dan radial berikatan secara intak hanya pada

proksimal dan distal sendi. Namun, mereka menyatu sepanjang

sumbu dihubungkan dengan membrane interosseus. Hal inilah

yang menyebabkan radius bias berputar mengelilingi ulna. Ketika

ulna mengalami fraktur, energy disalurkan terdisplasi pada


proksimal radius. Akhirnya yang terjadi adalah disrupsi membrane

interosseus sehingga mendisplasi proksimal radius. Hasil akhirnya

adalah disrupsi menbran intraoseus poksimal dari fraktur,

dislokasi sendi proksimal radioulnar dan dislokasi sendi

radiocapitellar sepanjang membrane interosseus dan Dislokasi

kaput radialis bisa mengarah pada cedera nervus radialis. Cabang

dari nervus radialis yang mempersarafi posterior interoseus yang

mengelilingi leher dari radius, sangat rentan beresiko untuk

mengalami cedera, terutama pada injuri dengan Bado tipe II.

Cedera pada nervus radialis cabang median interoseus

anterior dan nervus ulnaris juga dilaporkan. Kebanyakan cedera

saraf adalah neurapraksis dan smembaik dalam waktu 4-6 bulan.

Pemuntiran pada pergelangan tangan akibata trauama bisa diatasi

dengan ekstensi dan latihan gerak jari bisa mencegah terjadi

kontraktur sembari menunggu cedera saraf. 

c) Patofisiologi

Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu:

Fase 1: inflamasi, (2) Fase 2: proliferasi sel, (3) Fase 3:

pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi), (4) Fase 4:

remodeling menjadi tulang dewasa.

 Inflamasi Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera

dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung

fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya


pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi

oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan

membersihkan daerah tersebut dari zat asing.

 Proliferasi sel Terbentuk benang-benang fibrin pada darah

dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi

fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast

(berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel

periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan

sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk

jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Tulang

yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial

elektronegatif.

 Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan

lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai

celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan

dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang

imatur. Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan

dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses

penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun

sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

 Remodeling Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi

pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke

susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan

waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung


pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi

tulang, dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang

melibatkan tulang kompak dan kanselus).

d) Gambaran Klinis

Pasien dengan fraktur Monteggia biasanya datang dengan

keluhan pembengkakan pada siku, deformitas, krepitasi, serta rasa

nyeri yang menyertai pergerakan dari siku terutama pada gerakan

supinasi dan pronasi. Pemeriksaan neurovaskular yang teliti sangat

penting untuk dilakukan karena cedera nervus terutama nervus

radialis dan posterior interosseus nerve (PIN) sangat sering terjadi.

Cedera neurovascular ini terutama terjadi pada fraktur

Monteggia tipe II berdasarkan klasifikasi Bado. 8 Deformitas dari

ulna biasanya nampak sangat jelas, akan tetapi dislokasi dari caput

radii biasanya tersamarkan oleh bengkak yang terjadi pada pasien.

Petunjuk penting yang dapat kita gunakan sebagai patokan adalah

nyeri pada sisi lateral dari siku. Pergelangan tangan dan tangan

juga harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya cedera dari

nervus radialis.

1. Tipe Ekstensi (lebih sering)

Pada tipe ekstensi, gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah

hiperekstensi dan pronasi.

2. Tipe Fleksi

Tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang

menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.


3. Manajemen Fraktur

 Penanganan Medis

Pemeriksaan radiologis X-Ray posisi AP dan lateral

dari regio antebrachia sangat diperlukan dengan

menampakkan secara jelas elbow joint dan wrist joint.

Pemeriksaan posisi oblique dapat membantu lebih jauh

dalam mendiagnosis. Untuk mendiagnosis dislokasi

caput radii yang agak samar kita perlu mengetahui

terlebih dahulu bagaimana gambaran radiologis normal

dari os radius. Pada keadaan normal seharusnya garis

khayal yang ditarik dari caput radii dan shaft harus

selalu sejajar dengan capitellum. Pada posisi supinasi

lateral, garis khayal tangensial terhadap caput radii

anterior dan posterior harus menempel pada

capitellum.

 Penanganan Fisioterapis

Semenjak fraktur terdiagnosa, pengobatan yang

sesuai harus segera diputuskan, yaitu intervensi yang

aman dan efektif memberikan lingkungan yang tepat

untuk penyembuhan fraktur. Hal yang menarik adalah

merancang suatu intervensi yang memberikan gerakan

minimal pada lokasi fraktur, dimana berguna untuk


merangsang formasi callus namun perlu dibuat

keseimbangan antara immobilisasi lokasi fraktur dan

memberikan gerakan yang cukup untuk merangsang

formasi callus dan penyembuhan.


BAB III

PROSEDUR ASSESSMENT POST FRAKTUR/RUFTUR

A. Identitas Pasien

Nama : Riki Reskiawan

Usia : 21th

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Denyut Nadi : 80/menit

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Jl. Barrang Caddi No. 53

Kondisi Sebelumnya : Fraktur Monteggia

Kondisi Sekarang : Kembali Normal

Riwayat Penyakit Sebelumnya : Tidak Ada

B. History Taking

1. Bagaimana mekanisme terjadinya?

a. Berlari menuju area sekitar gawang

b. Posisi melompat dengan kepala ingin menyundul bola

c. Sebelum menyundul bola salah satu pemain menyenggol bahu

pasien sehingga menyebabkan mereka berbenturan

d. Akibat dari benturan tersebut pasien jatuh dan salah posisi

kemudian datang salah satu pemain menimpa salah satu sisi

badan pasien

2. Apa saja tindakan awal pada saat cedera?


a. Tim medis mengambil tindakan dengan memberikan pertolongan

pertama berupa pemberian spray etil

b. Kemudian tim medis memberikan obat pereda nyeri yaitu fultaren

c. Untuk mencegah terjadinya dislokasi yang lebih besar tim medis

memberikan perlakuan berupa pemasangan elastic band

d. Pasien di rujuk ke rumah sakit

3. Apa saja tindakan yang dilakukan di rumah sakit

a. X-ray

b. Pemberian GIPS

c. Tindakan operasi

4. Bagaimana nyeri yang dirasakan saat ini?

a. Adanya rasa ngilu pada saat pasien mengangkat beban berat.

C. Inspeksi/Observasi

1. Inspeksi

a. Swelling (Bengkak) : Tidak Ada

b. Muscle Spasm : Tidak Ada

c. Bruising : Tidak Ada

d. Odema : Tidak Ada

e. Atrofi : Tidak Ada

f. Deformitas : Ada (Os Ulna)

2. Palpasi

a. Bengkak : Tidak Ada


b. Rasa Panas : Tidak Ada

c. Sensasi : Ada (Otot Ekstensor dan Fleksor

lengan bawah)

d. Nyeri Tekan (Tendernes) : Ada (Sedikit pada bagian Otot

fleksor lengan bawah)

e. Muscle Spasm : Tidak Ada

D. Pemeriksaan Gerak

1. Gerak Aktif

a. Fleksi : Normal

b. Ekstensi : Normal

c. Supinasi : Terbatas

d. Pronasi : Normal

2. Gerak Pasif

a. Fleksi : Normal (Soft Endfeel)

b. Ekstensi : Normal (Hard endfeel)

c. Supinasi : Terbatas (Elastic Endfeel)

d. Pronasi : Normal (Elastic Endfeel)

E. Pemeriksaan Spesifik

1. ROM

a. Fleksi : 1450

b. Ekstensi : 150

c. Supinasi : 400

d. Pronasi : 400

2. Manual Muscle Testing


a. Fleksi : 5 (ROM Full, Resisted Maksimal,

Melawan Gravitasi)

b. Ekstensi : 5 (ROM Full, Resisted Maksimal,

Melawan Gravitasi)

c. Supinasi : 4 (ROM Terbatas, Resisted Maksimal,

Melawan Gravitasi)

d. Pronasi : 4 (ROM Terbatas, Resisted Maksimal,

Melawan Gravitasi)

3. Joint Play Movement

a. Proksimal Radio Ulnar Joint (Normal)

b. Humero Radial Joint (Normal)

c. Humero Ulnar Joint (Normal)

d. Distal Radio Ulnar Joint (Normal)

e. Radio Carpal Joint (Normal)

4. Pemeriksaan Neurologis

 Vallen Test (Normal)

F. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (Berdasarkan Katergori ICF)

1. Problematic Fisioterapi

a. Body Structure and Body Function

Adanya atrofi dan nyeri tekan pada area fraktur

b. Activity Limitation

Tidak mampu mengangkat beban yang berat

c. Partisipan Restriction

Terganggu dalam aktivitas bekerja sebaga teknisi mesin


2. Diagnosa Fisioterapi

Adanya atrofi dan nyeri tekan pada area fraktur sehingga tidak mampu

mengangkat beban yang berat serta terganggu dalam aktivitasnya

bekerja sebagai teknisi mesin.


BAB IV

INTERVENSI FISIOTERAPI

A. Intervensi

Intervensi fisioterapi pada kasus post fraktur monteggia termasuk

dalam pemberian program rehabilitasi pada fase kronik

Goals fase kronik adalah menurunkan nyeri akibat adhesion,

meningkatkan ekstensibilitas struktur lainnya, meningkatkan ambulasi,

meningkatkan performa otot secara progresif dan stabilitas, memperbaiki

proprioception dan koordinasi secara progresif.

Pemberian program rehabilitasi ini, biasanya memerlukan durasi

selama 8 – 12 minggu atau 8 minggu ke atas.

Adapun pemberian intervensinya adalah sebagai berikut :

a. Fase Maximum Proteksi

Pemberian Active movement adalah suatu Gerakan aktif yang

dilakukan oleh otot otot anggota tubuh sendiri. Gerakan ini

merangsang rileksasi proprioceptive karena adanya peranan musle

spindle bekerja secara sadar dan optimal maka terjadi mekanisme

adaptasi dan rileksasi akan melenturkan nyeri.

b. Fase Moderat Proteksi

 Hold Relax

Menurut Kisner (2007) dengan terapi latihan berupa hold relax

dapat meningkatkan LGS dengan adanya kontraksi isometric yang kuat

dan disertai dengan fase rileksasi, maka ketegangan otot dan spasme
akan berkurang. Hal tersebut ditambah dengan mekanisme penguluran

otot sehingga sarcomere otot yang semula memendek akan memanjang

kembali.

 Resisted Active Movement

Resisted active movement dapat meningkatkan kekuatan otot

karena jika suatu tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi, maka

otot tersebut akan beradaptasi dengan meningkatkan kekuatan otot

akibat hasil adaptasi saraf dan peningkatan serat otot (Brotzman, 2006)

c. Fase Minimum Proteksi (Meningkatkan kemampuan fungsional)

Peningkatan kemampuan fungsional dipengaruhi oleh

berkurangnya nyeri, meningkatnya LGS, meningkatnya kekuatan otot.

Dengan menurunnya nyeri, maka pasien akan lebih mudah bergerak

tanpa adanya rasa takut. Semakin banyak pasien tersebut bergerak dan

berlatih maka LGS akan meningkat serta kekuatan otot juga

meningkat.

B. Evaluasi

 Evaluasi Sesaat

Evaluasi sesaat adalah setelah pemberian intervensi fisoterapi

terjadi penurunan nyeri.

 Evaluasi Berkala

Evaluasi berkala, adanya peningkatan LGS, kekuatan otot

meningkt sehingga bisa meningkatkan kemampuan fungsional.


DOKUMENTASI

Model lengan post fraktur monteggia


Test gerak aktif

Pengukuran ROM
Test gerak pasif

Test Palpasi
DAFTAR PUSTAKA

Medstellar 4:42 PM
(diakses pada tanggal 13 Januari 2020)

http://eprints.ums.ac.id/36748/3/BAB%20I.pdf
(diakses pada tanggal 13 Januari 2020)

https://dokumen.tips/download/link/penatalaksanaan-fisioterapi-pada-kondisi-
post-fraktur-penatalaksanaan-fisioterapi
(diakses pada tanggal 14 Januari 2020)

Anda mungkin juga menyukai