Anda di halaman 1dari 34

MANAJEMEN FISIOTERAPI NEUROMUSKULAR

PADA KASUS SPINAL CORD INJURY

Oleh
Ni Luh Anita Chandra Dewi 18031003
Putu Agung Ricki Putra 18031012

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Definisi kasus ....................................................................................... 1
1.2 Etiologi Kasus .................................................................................... 2
1.3 Tanda dan Gejala.................................................................................. 2
1.4 Patofisiologi Kasus .............................................................................. 3
BAB II. PROSES ASUHAN FISIOTERAPI
2.1 Assesment Fisioterapi .......................................................................... 1
2.2 Pemeriksaan Khusus............................................................................. 1
2.3 Problematika Fisioterapi....................................................................... 1
2.4 Planning Fisioterapi.............................................................................. 1
2.5 Clinical Reasoning................................................................................ 1
2.6 Intervensi Fisioterapi............................................................................ 1
2.7 Evaluasi................................................................................................. 1
BAB III. HOME PROGRAM
3.1 Home Program...................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Spinal Cord Injury


Spinal Cord Injury adalah suatu kondisi yang terjadi karena adanya kerusakan
pada spinal cord yang memblokir komunikasi antara otak dengan tubuh 1. Kerusakan
dapat terjadi karena adanya cedera langsung maupun tidak langsung ataupun kondisi
patologis lainnya yang pada akhirnya akan menimbulkan lesi pada spinal cord. Lesi
yang terjadi akan menyebabkan gangguan motorik dan gangguan neurologis.
Secara umum spinal cord injury dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu spinal cord
injury komplit dan spinal cord injury inkomplit. Spinal cord injury komplit terjadi
ketika kehilangan total fungsi sensorik dan motorik secara bersamaan. Sedangkan
spinal cord injury inkomplit terjadi ketika hilangnya sebagian fungsi nsensorik dan
motorik.

ASIA (American Spinal Injury Association) dan IMSOP (International Medical


Society of Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991 mengklasifikasikan berdasarkan
derajat kerusakan spinal cord injury menjadi 5 tingkat yaitu:
1. Tingkat A tipe komplit dengan gangguan pada medula spinalis berupa tidak ada
fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5.
2. Tingkat B tipe inkomplit dengan gangguan medula spinalis berupa fungsi sensorik
masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen sakral S4-S5.
3. Tingkat C tipe Inkomplit dengan gangguan medula spinalis berupa fungsi motorik
terganggu dibawah level tetapi otot-otot motorik utama masih mempunyai
kekuatan lebih kecil dari 3.
4. Tingkat D tipe inkomplit dengan gangguan medula spinalis berupa fungsi motorik
terganggu dibawah level, kekuatan otot-otot motorik utama lebih besar dari 3.
5. Tingkat E tipe normal yang mana tidak ditemukannya gangguan fungsi motorik
ataupun sensorik pada medula spinalis.

1.2 Etiologi Spinal Cord injury


Penyebab kerusakan pada spinal cord umumnya dapat dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
1. Trauma
Spinal cord injury dapat terjadi karena adanya trauma pada tulang
belakang. Beberapa jenis trauma yang dapat terjadi adalah kecelakaan lalu
lintas, jatuh, kekerasan, bermain sepak bola, olahraga gymnastik, luka
tembak, dan kecelakaan dalam menyelam. Spinal cord injury yang
dikarenakan oleh trauma biasanya lebih sering terjadi pada pria dan pada
individu dengan usia 16 – 30 tahun karena mereka memiliki faktor resiko
yang lebih tinggi.3
2. Non trauma
Spinal cord injury juga dapat disebabkan karena faktor patologi. Misalnya
kanker, multiple sclerosis, arthritis, osteoporosis dan inflamasi pada spinal
cord.3

1.3 Tanda dan Gejala


Setelah seseorang mengalami spinal cord injury maka akan timbul gejala-gejala
klinis berupa:
1. Kehilangan kemampuan motorik
2. Kehilangan kemampuan sensorik
3. Kehilangan kemampuan dalam mengontrol bowel dan bladder

2
4. Adanya refleks yang berlebihan dan spasme
5. Perubahan dalam fungsi seksual,, sensitivitas seksual dan kesuburan
6. Adanya nyeri dan sensasi yang menyengat
Secara khusus gejala klinis yang terjadi akibat spinal cord injury dapat
dikelompokan berdasarkan area yang mengalami injury, semakin tinggi letak cedera
di vertebra maka semakin tinggi tingkat disfungsi yang terjadi:
b. C1- C4
Paralisis pada esktremitas atas, trunk, dan ekstremitas bawah.
Kemungkinan tidak bisa bernafas, tidak bisa mengontrol bowel dan
bladder.
c. C5
Kemungkinan dapat bernafas, pasien dapatmengangkat tanga dan
mefleksikan sikunya namun mengalami paralisis pada bagian
pergelangan tangan, tangan, trunk dan ekstremitas bawahnya.
d. C6
Kemungkinan dapat bernafas, mengganggu ekstensi pergelangan
tangan, paralisis pada tangan, trunk dan ekstremitas bawah.
e. C7
Kemungkinan dapat bernafas, sebagian besar dapat meluruskan
tangannya dan memiliki gerakan noral pada bahunya. Paralisis pada
ekstremitas bawah, dapat mengalami gangguan pada bowel dan
bladder.
f. C8
Mampu menggenggam dan mengalami paralisis pada bagian
ekstremitas bawah.
g. T1- T5
Ekstremitas atas biasanya normal tetapi akan mengalami paraplegia.
h. T6-T12
Paraplegia, kemungkinan besar akan mengganggu kontrol bowel dan
bladder

3
i. L1-L2
Cedera yang terjadi akan menghilangkan kemampuan ekstremitas
bawah, adanya gangguan kontrol terhap bowel dan bladder.
j. S1-S2
Cedera yang terjadi akan mempengaruhi fungsi ekstremitas bawah dan
adanya gangguan kotrol pada bowel dan bladder.

1.4 Patofisiologi Spinal Cord Injury


Trauma yang menyebabkan spinal cord injury biasanya terjadi karna adanya
perdarahan pada substansia grisea dan lapisan pia-araknoid yang terdapat pada
medula spinalis. Adanya perdarahan pada medulla spinalis yang dilanjutkan
dengan terganggunya aliran darah pada medulla spinalis akan menyebabkan
hipoksia dan iskemia sehingga terjadi infark lokal. Hal inilah yang
menyebabkan substansia grisea rusak. Kerusakan yang terjadi pada substansia
grisea akan mengenai saraf dan saraf yang mengalami trauma secara fisik akan
terganggu serta ketebalan myelinnya berkurang.
Pada kondisi ini juga akan muncul edema di sekitar saraf yang dapat
menyebabkan saraf semakin terganggu. Edema dan perdarahan terjadi paling
berat pada segmen yang mengalami cedera dan pada lebih-kurang dua segmen
disebelah atas dan bawah cedera tersebut. Edema secara temporer menambah
disfungsi pasien dengan meningkatkan tekanan dan kompresi pada saraf. 2
Di dalam substansia alba, peredaran darah biasanya dapat kembali normal
dalam waktu lebih-kurang 24 jam. Akan tetapi, di dalam substansia grisea akan
terjad reaksi inflamasi yang mencegah pemulihan peredaran darah. Sel-sel
fagosit akan muncul di tempat itu dalam waktu 36 – 48 jam sesudah cedera,
kemudian sel-sel makrofag memakan akson yang berdegenerasi, dan jaringan
kolagen menggantikan jaringan saraf yang normal. Sikatriks dan penebalan
meningen akan membuat saraf di daerah tersebut tersekat dan terbelit. 2

4
BAB II
PROSES ASUHAN FISIOTERAPI

2.1 Assesment Pada Kasus Spinal Cord Injury


I. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. D
b. Umur : 38 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Jln. Pulau Hayu X No. 3
e. Pekerjaan : Buruh Bangunan
f. Agama : Hindu
g. MRS : 4 Januari 2020
h. Diagnosa medis : Spinal Cord Injuri et causa frakture L1-L3
II. Pemeriksaan Subjektif
a. Keluhan Utama (KU)

Keluhan utama pasien adalah kedua tungkai yang sulit digerakan, nyeri
dan spasme pada punggung yang diimobilasi, kulit pada area punggung
yang kemerah-merahan, kesulitan mengontrol BAB dan BAK, kelemahan
dalam menggunakan anggota gerak atas dan kesusahan dalam bernafas.

b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Sekitar 1 bulan yang lalu Tn. D mengalami kecelakaan saat bekerja,


jatuh terpeleset dan tertimpa bahan bangunan tepat pada pinggangnya.
Pasien segera di bawa ke RS PH dan setelah dilakukan pemeriksaan
radiologi ternyata pasien mengalami frakture pada area thoraco lumbal
1 dan lumbal 2. Saat dilakukan pemeriksaan dengan AIS didapatkan
hasil pasien didiagnosa spinal cord injury inkomplit (menurut AIS Tipe
C incomplete). Yang mana hal ini menyebabkan pasien mengalami
gangguan fungsi motorik yaitu paresis. Pasien telah mendapatkan
tindakan konservatif berupa pembedahan untuk menyatukan fragmen
tulang yang mengalami frakture dan saat ini pasien tengah
menggunakan lumbo orthose sebagai upaya imobilisasi pada area
lumbal pasien. Kemudian pasien di rujuk ke rehab medik Fisioterapi RS
PH.
5
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) & Penyakit Penyerta

Riwayat trauma sebelumnya dan riwayat kebiasaan mengkonsumsi


alkohol ataupun obat-obatan disangkal.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada

e. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang buruh bangunan yang aktif bekerja dan


termasuk orang yang pandai bergaul.

III. Pemeriksaan Objektif


a. Vital Sign
Absolut Tambahan*

TD : 110/70 mmHg Saturasi Oksien : 96%


HR : 55x/menit Kesadaran : Composmentis
RR : 27 x/menit Berat badan: 57 kg
Suhu : 36.50C Tinggi badan: 168 cm

b. Pemeriksaan Per-Kompetensi
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Hasil

Inspeksi Statis - Tidak ditemukannya tanda-tanda


inflamasi
- Pasien menggunakan lumbo orthose
- Wajah pasien tampak pucat dan terlihat
terengah-engah
- Pasien datang menggunakan kursi roda
- Tampak adanya atrofi otot pada tungkai
bawah
Inspeksi - Pasien memerlukan bantuan saat

6
Dinamis berpindah dari kursi roda menuju ke
ranjang.
- Pasien dapat menggerakkan ekstremitas
atas
Palpasi - Pasien merasakan adanya nyeri tekan
pada area punggung
- Ekstremitas bawah terasa kaku

Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

7
Dorso fleksi 500

hip Fleksi 00
dextra Ekstensi 00
Abduksi 50
Adduksi 50

hip Fleksi 00
sinistra Ekstensi 00
Abduksi 50
Adduksi 50

Knee Fleksi 100


dextra Ekstensi 00

Knee Fleksi 100


sinistra Ekstensi 00

Ankle Plantar fleksi 30


dextra Dorso fleksi 30
Inversi 50
Eversi 30

Ankle Plantar fleksi 30


sinistra Dorso fleksi 30
Inversi 50
Eversi 30

Interpretasi:
Pasien dapat menggerakan ekstremitas atasnya
namun tidak mencapai full ROM atau terjadi
hypomobility
Pasien cenderung tidak dapat menggerakan
ekstremitas bawahnya namun sudah ada kontraksi
dan gerakan sendi serta tidak mampu melawan
gravitasi.
Pasif Sendi Gerakan ROM

Shoulde Abduksi 1800


r dextra Adduksi 750
Fleksi 1800
Ekstensi 500
Internal rotation

8
Eksternal rotation 800
700

Shoulde Abduksi 1500


r Adduksi 750
Fleksi 1800
sinistra Ekstensi 500
Internal rotation 800
Eksternal rotation 700

Elbow Fleksi 1400


dextra Ekstensi 00
Pronasi 600
Supinasi 700

Elbow Fleksi 1400


sinistra Ekstensi 00
Pronasi 600
Supinasi 700

Wrist Palmar fleksi 500


dextra Dorso fleksi 600

Wrist Palmar fleksi 500


sinistra Dorso fleksi 600

hip Fleksi 1200


dextra Ekstensi 200
Abduksi 450
Adduksi 300

hip Fleksi 1200


sinistra Ekstensi 200
Abduksi 450
Adduksi 300

Knee Fleksi 1350


dextra Ekstensi 00

Knee Fleksi 1350


sinistra Ekstensi 00

Ankle Plantar fleksi 500


Dorso fleksi 300

9
dextra Inversi 200
Eversi 350

Ankle Plantar fleksi 500


sinistra Dorso fleksi 300
Inversi 200
Eversi 350

Interpretasi:
Pada gerakan ekstremitas atas tidak ditemukan
nyeri ataupun spastisitas
Pada gerakan pasif di ekstremitas bawah,
cenderung ditemukan spastisitas saat melakukan
gerakan.
Isometrik Sendi Gerakan Nyeri Tahanan
Shoulder Fleksi - Tidak mampu
sinistra Ekstensi - menahan
Abduksi - tahanan
Adduksi - maksimal

Shoulder Fleksi - Tidak Mampu


dextra Ekstensi - melawan
Abduksi - tahanan
Adduksi - maksimal

Elbow Fleksi - Tidak Mampu


dextra Ekstensi - melawan
Supinasi - tahanan
Pronasi - maksimal

Elbow Fleksi - Tidak Mampu


sinistra Ekstensi - melawan
Supinasi - tahanan
Pronasi - maksimal

Wrist Palmar - Tidak Mampu


dextra fleksi - melawan
Dorsal tahanan
fleksi maksimal

Wrist Palmar - Tidak Mampu


sinistra fleksi - melawan

10
Dorsal tahanan
fleksi maksimal

Interpretasi :
Pada seluruh pemeriksaan isometrik didapatkan
hasil bahwa ekstremitas atas cenderung mampu
menahan tahanan minimal tapi tidak mampu
melawan tahanan maksimal.

2.2 Pemeriksaan Khusus Pada Kasus Spinal Cord Injury


Pada kasus spinal cord injury khususnya pada kasus pasien diatas, kita dapat
melakukan beberapa jenis pemeriksaan spesifik untuk mengetahui kondisi pasien
secara lebih mendetail. Berikut pemeriksaan spesifik yang dapat kita lakukan.
1. Pemeriksaan Nyeri menggunakan VAS
Pengukuran Alat Ukur Hasil

Nyeri VAS Jenis nyeri Hasil


Nyeri Diam 2/10
(Visual Nyeri Tekan 6/10
Analog Nyeri Gerak 8/10
Scale) Interpretasi: Pengukuran nyeri dilakukan
pada area punggung yang dibagi menjadi
nyeri diam, nyeri tekan dan nyeri gerak.

Skala nyeri interpretasi


0 Tidak Nyeri
1-3 Nyeri Ringan
4-7 Nyeri Sedang
8-10 Nyeri Berat
Dari hasil pengukuran didapatkan nyeri
diam 2/10 yang berarti nyeri ringan, nyeri
tekan 6/10 yang berarti nyeri sedang dan
nyeri gerak 8/10 yang berarti nyeri berat.

11
2. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi Menggunakan Goniometer
AGA ROM aktif
Bidang Region Dekstra Sinistra
Sagital Shoulder S=300-0o-80o S=30o-0o-80o

Elbow S=0o-0o-120o S=0o-0o-120o


Wrist S=50o-0o-30o S=50o-0o-30o
Frontal Shoulder F=150o-0o- F=150o-0o-30o
30o
Elbow F=50o-0o-40o F=50o-0o-40o
Rotasi Shoulder R=40o-0o-50o R=40o-0o-50o
AGA ROM pasif
Bidan Region Dekstra Sinistra
g
Sagital Shoulder S=75o-0o-180o S=75o-0o-180o
Elbow S=0o-0o-140o S=0o-0o-140o
Wrist S=60o-0o50o S=60o-0o50o
Fronta Shoulder F=1700-0o-75o F=170o-0o-75o
Wrist F=20o-0o-30o F=20o-0o-30o
l
Rotasi Elbow R=90o-0o-80o R=90o-0o-80o

12
AGB ROM aktif
Bidang Regio  Dekstra Sinistra
Sagital Hip S=300-00-1200 S=300-00-1200
Knee S=00-00-1350 S=00-00-1300
Ankle S=500-00-200 S=300-00-200
Frontal Hip F=450-00-300 F=470-00-330
Knee R=400-00-350 R=350-00-300
Rotasi Ankle R=200-00-350 R=150-00-300

AGB ROM pasif


Bidang Regio  Dekstra Sinistra
Sagital Hip S=200-00-1200 S=300-00-1200
Knee S=00-00-1350 S=00-00-1300
Ankle S=500-00-200 S=300-00-200
Frontal Hip F=450-00-300 F=470-00-330
Knee R=400-00-350 R=350-00-300
Rotasi Ankle R=200-00-350 R=150-00-300

13
3. Pemeriksaan ekspansi sangkar thoraks.
Pengukuran Alat Ukur Hasil

Pengukuran Midline Lokasi Hasil


No.
ekspansi Pemeriksaan Inspirasi Ekspirasi
thoraks 1. Axilla 90 89
2. ICS 4 92 90
3. Xypoideus 87 85
Interpretasi: Pada pengukuran ekspansi
thoraks dilakukan pada 3 titik pengukuran
yaitu: Axilla, ICS 4 dan procesus
xypoideus dengan didapat perbandingan
hasil pengukuran dengan selisih ditiap titik
pengukuran diantaranya 1:2:2 yang
seharusnya pada kondisi normal didapat
selisih 3-5 cm.

4. Pemeriksaan kekuatan otot yang dilakukan dengan Manual Muscle Testing


Kekuatan MMT Tangan Kanan dan kiri
Otot
Regio pergerakan score
shoulder fleksi 3
ekstensi 4
adduksi 4
abduksi 3
Internal rotasi 4
Eksternal rotasi 4
elbow fleksi 3
ekstensi 4
supinasi 4
pronasi 4
wrist fleksi 4
ekstensi 4
Radial deviasi 4
Ulnar deviasi 4
Tungkai kanan dan kiri

14
Regio pergerakan score
hip fleksi 2
ekstensi 2
adduksi 2
abduksi 2
Internal rotasi 2
Eksternal rotasi 2
Knee fleksi 2
ekstensi 2
ankle Plantar fleksi 2
Dorso fleksi 2
inversi 2
eversi 2
Interpretasi:
0: zero (tidak ada gerakan sama sekali)
1: Trace (ada kontraksi otot, tanpa gerakan
sendi)
2: Trace (Full ROM gerakan tanpa melawan
gravitasi)
3: Poor (full ROM gerakan melawan gravitasi)
4: Good (full ROM dengan gerakan melawan
gravitasi dan tahanan sedikit)
5: Normal (full ROM dengan gerakan melawan
gravitasi dan tahanan penuh)
Jadi, pada pasien diatas ekstremitas atasnya
masih berada dalam keadaan cukup baik
sedangkan ekstremitas bawahnya berada dalam
keadaan trace.

5. Pemeriksaan Spastisitas dengan menggunakan Skala Asworth

Anggota Gerak bawah kiri Anggota Gerak Bawah kiri


hip Fleksi 2 Hip Fleksi 2
Ekstensi 2 Ekstensi 2
Abduksi 2 Abduksi 2
Adduksi 2 Adduksi 2
Knee Fleksi 1 Knee Fleksi 1
Ekstensi 1 Ekstensi 1
Dorso fleksi 2 Ankle Dorsi fleksi 2
Ankle Plantar fleksi 2 Plantar fleksi 2
Inversi 1 Inversi 1

15
Eversi 1 Eversi 1
Interpretasi:
0: Tidak
2. ada peningkatan
Pemeriksaan sensoristonus otot
menggunakan test tajam, tumpul, panas dingin,
1: Ada peningkatan
diskriminasi sedikit tonus oto, ditandai dengan terasanya tahanan minimal
2 titik
(catch dan release) pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
1+ : Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian
gerakan (catch) dan diikuti dnegan adanya tahan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi
secara umum sendi tetap mudah digerakkan
2: Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi sendi
masih mudah digerakkan
3: Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan
4: Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi
1. Pemeriksaan integritas kulit menggunakan Norton Scale
Physical condition 1: very bad 2
2: poor
3: fair
4: good
Mental Condition 1: stuporous 2
2: Confused
3: aphatetic
4: alert
Activity 1:bedrest 2
2: chairbound
3: walks with help
4: ambulant
Mobility 1: immobile 2
2: very limited
3: slightly impaired
4: full
Incontinence 1: Urinary and fecal 1
2: usually urinary
3: Occasional
4: None

16
Interpretasi:
>18 : resiko rendah
14-18 : resiko medium
10-14 : resiko tinggi
<10 : resiko sangat tinggi

Dari hasil ini dapat kkta simpulkan pasien memiliki resiko yang sangat
tinggi untuk mengalami decubitus
3. Pemeriksaan ADL (activity daily living) menggunakan index barthel
Aktivitas Indikator skor Skor
Makan 0: tidak dapat melakukan sendiri 5
5: memerlukan bantuan dalam beberapa hal
10: mandiri
Mandi 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: mandiri
Kebersihan 0: memerlukan bantuan 0
diri
5: mandiri
Berpakaian 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: memerlukan bantuan minimal
10: dapat dilakukan sendiri
Defekasi 0: tidak dapat mengontrol (perlu diberikan 5
enema)
5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAB
Miksi 0: tidak mampu mengontrol urine dan 5
menggunakan kateter
5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAK
Penggunaan 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: memerlukan bantuan
toilet
10: mandiri
Transfer/ambul 0: tidak dapat melakukan, tidak ada 0
asi keseimbangan
5: dibantu 1 atau 2 orang dan bisa duduk
10: perlu bantuan minimal (lisan atau fisik)
15: mandiri
Mobilisasi 0: tidak dapat berjalan 5

17
5: memerlukan kursi roda
10: berjalan dengan bantuan 1 orang
15: mandiri
Naik dan turun 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: perlu bantuan
tangga
10:mandiri
Total 20
Interpretasi:
0-20 dependen total
21-40 dependen berat
41-60 dependen sedang
61-90 dependen ringan
91-100 independen/mandiri
Pasien diatas memiliki hasil pemeriksaan yaitu dependen total

2.3 Problematika Fisioterapi Pada Kasus Spinal Cord Injury

- Nyeri serta spasme pada area punggung


- Penurunan lingkup gerak sendi tungkai bawah
- Penurunan kekuatan otot- otot pernafasan karena tirah baring lama
- Penurunan kekuatan otot anggota gerak atas
- Paresis
- Gangguan integritas kulit atau dekubitus karena tirah baring lama
- Gangguan dalam melakukan ADL

2.4 Planning Pada Kasus Spinal Cord Injury

I. Jangka Pendek

- Mengurangi nyeri serta spasme pada punggung pasien


- Meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan
- Menguatkan otot anggota gerak atas
- Meningkatkan kekuatan otot tungkai bawah
- Meningkatkan LGS tungkai bawah
- Mencegah timbulnya dekubitus 18
- Meningkatkan kemampuan activity daily living pasien guna meningkatkan
kualitas hidup pasien

- Meningkatkan kualitas fungsional dari activity daily living pasien.

19
2.5 Clinical Reasoning Pada Kasus Spinal Cord Injury

Trauma karena jatuh saat Frakture pada area L1-L3 Spinal cord injury
bekerja dan punggung
tertimba bahan bangunan

Dilakukannya operasi bedah Lesi pada saraf di L1-L3


dan dibawahnya

Tirah baring lama


Mengganggu fungsi
Keterbatasan gerak
motorik dan sensorik
pada bagian yang
Dekubitus Pergerakan otot dipersarafi
pernafasan terganggu
Kelemahan otot pada
ekstremitas atas dan
Positioning
Penurunan ekspansi bawah Functional eletrical
sangkar thorak stimulation

ROM exercise
Kesusahan dalam
bernafas

Breathing exercise

20
2.6 Intervensi Pada Kasus Spinal Cord Injury
Tabel Intervensi
Intervensi Pelaksanaan Dosis Evidence Based

Breathing Latihan pernapasan yang 3-4x/hari Hollis, Margareth. Phyl


exercise dilakukan dengan teknik Fletcher, 1991; Practical
deep breathing dan chest Exercise Therapy,
expantion secara aktif. Fourth edition Oxford,
Tujuan dari latihan The Alden Press, hal
pernapasan ini antara lain: 78-80
menambah atau
meningkatkan ekspansi
thorak, memelihara
ventilasi, mempertahankan
kapasitas vital, mencegah
komplikasi paru dan
relaksasi. Pada teknik deep
breathing, pasien diminta
melakukan inspirasi dan
ekspirasi secara maksimal
dengan kombinasi
gerakan- gerakan pada
lengan secara bilateral
sedangkan pada teknik
chest expantion dilakukan
seperti latihan pernapasan
biasa dengan diberi
tahanan manual.

Positioning Perubahan posisi sangat Setiap 2 jam Long, Charles 1999;


penting pada penderita sekali Handbook of Physical
spinal cord injury. Medicine
Rehabilitation; Second
Perubahan posisi ini
edition, USA, W.B.
bertujuan untuk mencegah Saunders Company, hal
decubitus, mencegah 569-570
komplikasi paru.

21
ROM - Passive ROM exercise Dilakukan 2-3 Kisner Carolyn and
Exercise yaitu latihan dengan cara kali dalam Lynn Colby, 1996;
menggerakan suatu seminggu Therapeutic Exercise
segmen pada tubuh Foundations and
dimana kekuatannya Tecniques; Third
berasal dari luar, bukan Edition, F A Davis
dari kontraksi otot, Company, Philadelphia,
kekuatan dapat dari mesin, Hal 25 – 57.
individu lain atau bagian
lain dari tubuh individu itu
sendiri. Fungsi gerakan
pasif adalah untuk
memelihara sifat-sifat
fisiologis otot, serta untuk
memperlancar aliran darah

Functional FES diberikan dengan Dilakukan 2-3 https://my.clevelandclin


electrical tujuan untuk mengaktifkan kali dalam ic.org/health/treatments/
stimulation otot dan saraf-saraf seminggu 21163-functional-ele
tertentu. Impuls yang
diberikan akan memicu
fungsi yang diinginkan
seperti mengencangkan
otot untuk menggerakkan
kaki atau mengangkat
lengan. FES juga
digunakan untuk
memblokir sinyal nyeri
dan memulihkan atau
meningkatkan fungsi
tubuh seperti kontrol
bladder.

22
2.7 Evaluasi
Pengukura Alat Ukur Hasil
n
Vital Sign Oximetry, Absolut Tambahan*
Stetoskop, HR : 80 x/Min SpO2 : 99%
spigmomanomete RR : 20 x/Min TB : 158 cm
r BP : 120/80 mmHg BB :58 kg
Suhu : 36 0C Kesadaran : Compos
mentis
Nyeri Visual Analog Jenis Nyeri Nilai
Sclae
Nyeri Diam 0/10
Nyeri Tekan 3/10
Nyeri Gerak 5/10
Interpretasi:
Dari hasil pengukuran didapatkan nyeri diam 0/10
yang berarti tidak nyeri, nyeri tekan 3/10 yang berarti
nyeri ringan dan nyeri gerak 6/10 yang berarti nyeri
sedang.

Kekuatan MMT Tangan Kanan dan kiri


otot
Regio pergerakan score
shoulder fleksi 4
ekstensi 5
adduksi 5
abduksi 4
Internal rotasi 5
Eksternal rotasi 5
elbow fleksi 4
ekstensi 5
supinasi 5
pronasi 5
wrist fleksi 5
ekstensi 5
Radial deviasi 5
Ulnar deviasi 5

Tungkai kanan dan kiri

23
Regio pergerakan score
hip fleksi 2
ekstensi 2
adduksi 2
abduksi 2
Internal rotasi 2
Eksternal rotasi 2
Knee fleksi 2
ekstensi 2
ankle Plantar fleksi 2
Dorso fleksi 2
inversi 2
eversi 2

Interpretasi:
0: zero (tidak ada gerakan sama sekali)
1: Trace (ada kontraksi otot, tanpa gerakan sendi)
2: Poor (Full ROM gerakan tanpa melawan gravitasi)
3: Fair (full ROM gerakan melawan gravitasi)
4: Good (full ROM dengan gerakan melawan gravitasi
dan tahanan sedikit)
5: Normal (full ROM dengan gerakan melawan
gravitasi dan tahanan penuh)

24
Ekspansi Midline Lokasi Hasil
No.
sangkar Pemeriksaan Inspirasi Ekspirasi
thoraks 1. Axilla 93 90
2. ICS 4 92 90
3. Xypoideus 88 85

Interpretasi: Pada pengukuran ekspansi thoraks


dilakukan pada 3 titik pengukuran yaitu: Axilla,
ICS 4 dan procesus xypoideus dengan didapat
perbandingan hasil pengukuran dengan selisih
ditiap titik pengukuran diantaranya 3:2:3 yang
seharusnya pada kondisi normal didapat selisih 3-5
cm.

25
Evaluasi Lingkup Gerak Sendi Menggunakan Goniometer
AGA ROM aktif
Bidang Region Dekstra Sinistra
Sagital Shoulder S=600-0o- S=60o-0o-180o
180o
Elbow S=0o-0o-150o S=0o-0o-150o
Wrist S=70o-0o-80o S=70o-0o-80o
Frontal Shoulder F=30o-0o- F=30o-0o-180o
180o
Wrist F=30o-0o-20o F=30o-0o-20o
Rotasi Elbow R=70o-0o-90o R=70o-0o-90o

AGB ROM aktif


Bidang Regio  Dekstra Sinistra
Sagital Hip S=300-00-1200 S=300-00-1200
Knee S=100-00-1350 S=100-00-1300
Ankle S=200-00-500 S=300-00-200
Frontal Hip F=450-00-300 F=470-00-330
Rotasi Knee R=400-00-350 R=350-00-300
Rotasi Ankle R=200-00-350 R=150-00-300

26
Evaluasi Spastisitas dengan menggunakan Skala Asworth
Anggota Gerak bawah kiri Anggota Gerak Bawah kiri
hip Fleksi 1 Hip Fleksi 1
Ekstensi 1 Ekstensi 1
Abduksi 1 Abduksi 1
Adduksi 1 Adduksi 1
Knee Fleksi 0 Knee Fleksi 0
Ekstensi 0 Ekstensi 0
Dorso fleksi 0 Ankle Dorsi fleksi 0
Ankle Plantar fleksi 0 Plantar fleksi 0
Inversi 0 Inversi 0

Eversi 0 Eversi 0
Interpretasi:
0: Tidak ada peningkatan tonus otot
1: Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya tahanan minimal
(catch dan release) pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
1+ : Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian
4. Pemeriksaan
gerakan sensoris
(catch) dan diikuti menggunakan
dnegan adanya tahantest tajam,sepanjang
minimal tumpul,sisa
panas
ROM,dingin,
tetapi
secara umum sendi tetap
diskriminasi 2 titikmudah digerakkan
2: Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tapi sendi
masih mudah digerakkan
3: Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan
4: Sendi atau ekstremitas kaku/rigid
5. pada gerakan fleksi atau ekstensi

27
Evaluasi integritas kulit menggunakan Norton Scale
Physical condition 1: very bad 3
2: poor
3: fair
4: good
Mental Condition 1: stuporous 4
2: Confused
3: aphatetic
4: alert
Activity 1:bedrest 2
2: chairbound
3: walks with help
4: ambulant
Mobility 1: immobile 3
2: very limited
3: slightly impaired
4: full
Incontinence 1: Urinary and fecal 2
2: usually urinary
3: Occasional
4: None

Interpretasi:
>18 : resiko rendah
14-18 : resiko medium
10-14 : resiko tinggi
<10 : resiko sangat tinggi
Dari hasil ini dapat kita simpulkan pasien memiliki resiko medium untuk
mengalami decubitus.

Evaluasi ADL (activity daily living) menggunakan index barthel


Aktivitas Indikator skor Skor

28
Makan 0: tidak dapat melakukan sendiri 5
5: memerlukan bantuan dalam beberapa hal
10: mandiri
Mandi 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: mandiri
Kebersihan 0: memerlukan bantuan 0
diri
5: mandiri
Berpakaian 0: tidak dapat melakukan sendiri 5
5: memerlukan bantuan minimal
10: dapat dilakukan sendiri
Defekasi 0: tidak dapat mengontrol (perlu diberikan 10
enema)
5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAB
Miksi 0: tidak mampu mengontrol urine dan 10
menggunakan kateter
5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAK
Penggunaan 0: tidak dapat melakukan sendiri 5
5: memerlukan bantuan
toilet
10: mandiri
Transfer/ambul 0: tidak dapat melakukan, tidak ada 5
asi keseimbangan
5: dibantu 1 atau 2 orang dan bisa duduk
10: perlu bantuan minimal (lisan atau fisik)
15: mandiri
Mobilisasi 0: tidak dapat berjalan 5
5: memerlukan kursi roda
10: berjalan dengan bantuan 1 orang
15: mandiri
Naik dan turun 0: tidak dapat melakukan sendiri 0
5: perlu bantuan
tangga
10:mandiri
Total 45
Interpretasi:
0-20 dependen total
21-40 dependen berat
41-60 dependen sedang
61-90 dependen ringan
91-100 independen/mandiri

29
Pasien diatas memiliki hasil pemeriksaan yaitu dependen
sedang

BAB III
HOME PROGRAM

3.1 HOME PROGRAM


Home program Dosis dan prosedur rasional

Breathing exercise Dilakukan setiap hari saat -rileksasi otot otot


pagi hari dan sore hari pernafasan
serta disaat merasa tidak -meningkatkan kapasitas
nyaman akibat nyeri. paru
Dilakukan dengan cara -mencegah statik pulmonal
tarik nafas perlahan dan -mencegah komplikasi
tahan secara beberapa paru
detik dan perlahan lahan
di keluarkan dengan bibir
mencucu.
F: setiap hari
I: Intermiten
T: 3 detik inspirasi 6
detik ekspirasi
T: pursed lips breathing
R: 8-10 kali

Positioning Pasien tidur terlentang -mencegah dekubitus


dan diminta untuk -melancarkan aliran darah
melakukan miring kiri di area kompresi
miring kanan masing -mencegah terjadinya
masing selama 2 jam dan kontraktur
juka pasen dalam kondisi
fit dapat dilakukan duduk
di atas tempat tidur
selama 30 menit.
F: setiap hari
I: intermiten
T: selama 2 jam
R: 3 kali sehari

Pasif exercise Posisi pasien terlentang -memelihara ROM

30
dan terapis atau keluarga -mencegah kontraktur dan
membantu memberikan kekakuan sendi
pergerakan di ekstremitas -pumping action untuk
pasien menambah sirkulasi
F: 3 kali sehari
I: continuous
T: 15-30 menit
T: pasif
R: 10 kali pengulangan

31
DAFTAR PUSTAKA

1. North American Spine Society. Public Education Series.


2. Kowalak, Jennifer P. Buku Ajar Patofisiologi (Professional Guide to
Pathophysiology). Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Hollis, Margareth. Phyl Fletcher, 1991; Practical Exercise Therapy, Fourth
edition Oxford, The Alden Press, hal 78-80
4. Long, Charles 1999; Handbook of Physical Medicine Rehabilitation; Second
edition, USA, W.B. Saunders Company, hal 569-570
5. Kisner Carolyn and Lynn Colby, 1996; Therapeutic Exercise Foundations and
Tecniques; Third Edition, F A Davis Company, Philadelphia, Hal 25 – 57.
6. https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/21163-functional-ele

32

Anda mungkin juga menyukai