Anda di halaman 1dari 14

1 | Page

A. Pengertian
Cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis, dan
lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Trauma pada tulang
belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen dan diskus,
tulang belakang, dan sumsum tulang belakang (medula spinalis) (Muttaqin, 2008).
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daerah
servikal (leher) ke-5-6-7, torakal ke-12, dan lumbal pertama. Vertebra ini paling rentan
karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral area ini
(Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
Penyebab dari cedera medulla spinalis dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Traumatic spinal cord injury : kecelakaan di jalan raya (penyebab tersering), tindak
kekerasan, jatuh, kegiatan olahraga (menyelam), luka tusuk-tembak-tikam, dan
rekreasi.
2. Non-traumatic spinal cord injury : congenital and developmental, gangguan CNS
degenerative, infeksi, inflamasi, multiple sclerois, transverse myelitis toxic, radiasi,
dan tumor. Gangguan lainnya adalah spondilitis servikal dengan mielopati (yang
menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progressif terhadap medula
spinalis dan akar), mielitis (akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi),
osteoporosis (disebabkan oleh fraktur kompenasi pada vertebra), sisingemelia, tumor
infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular (McDonald & Sadowsky, 2002).

C. Patofisiologi
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana pasien sembuh
sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substansi medulla (baik salah satu

2 | Page

atau dalam kombinasi), sampai transeksi lengkap medulla (yang membuat pasien
paralisis di bawah tingkat cedera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradural, subdural, atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi
kontusio atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea medulla spinalis menjadi terganggu. Tidak
hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi
proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla
spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia,
hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan kerusakan
mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis
pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk
itu jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali
pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat antiinflamasi lainnya
yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian perkembangannya, masuk ke
dalam kerusakan total dan menetap (Smeltzer, 2001).

3 | Page

(Muttaqin, 2008)
D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala cedera medula spinalis meliputi:
1. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang syaraf yang terkena.
2. Paralegia.
3. Paralisis sensorik motorik total.
4. Kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urine, distensi kandung kemih).
5. Penurunan keringat dan vasokomoto
6. Penurunan fungsi pernapasan.
7. Gagal napas
Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung dari tingkat kerusakan dan
lokasi kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan
volunter, hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan proprioseption, hilangnya
fungsi bowel dan bladder dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
Batas

Fungsi yang Hilang

Cedera
C1 4

Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke bawah.

4 | Page

Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya bowel dan bladder.


C5

Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah. Hilangnya


sensasi di bawah klavikula. Tidak terkontrolnya bowel dan
blader.

C6

Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan lengan.


Sensasi lebih banyak pada lengan dan jempol.

C7

Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu, siku,


pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi lebih banyak pada
lengan dan tangan dibandingkan pada C6. Yang lain
mengalami fungsi yang sama dengan C5.

C8

Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari lengan


mengalami kelemahan. Hilangnya sensai di bawah dada.

T1-T6

Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di bawah dada


tengah. Kemungkinan beberapa otot interkosta mengalami
kerusakan. Hilangnya kontrol bowel dan blader.

T6 T12

Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di bawah


pinggang. Fungsi pernafasan sempurna tetapi hilangnya fngsi
bowel dan blader.

L1 L3

Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai. Hilangnya


sensasi dari abdomen bagian bawah dan tungkai. Tidak
terkontrolnya bowel dan blader.

L4 S1

Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal paha, lutut dan


kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.

S2 S4

Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor. Hilangnya


sensai pada tungkai dan perineum. Pada keadaan awal terjadi
gangguan bowel dan blader.

(https://plus.google.com/111876121943239617552/posts/STBBsuqoAm2

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan

jenis

cedera

tulan

(fraktur,

dislokasi),

kesejajaran,reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.


2. Ct-scan, Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural.

unutk

5 | Page

3. MRI,Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi


4. Mielografi.
Untuk

memperlihatkan

kolumna

spinalis

(kanal

vertebral)

jika

faktor

putologisnyatidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid
medullaspinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
5. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan padadiafragma,
atelektasis)
6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasimaksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikatbagian bawah atau
pada trauma torakal dengan gangguanpada saraf frenikus /otot interkostal).
7. GDA: Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penetalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medulla spinalis lanjut dan
mengobservasi gejala penurunan neurologik. Pasien diresusitasi bila perlu, dan stabilitas
oksigenasi dan kardiovaskuler dipertahankan.
1. Farmakoterapi
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi, khususnya metilprednisolon telah ditemukan
untuk memperbaiki prognisis dan mengurangi kecacatan bila diberikan dalam 8 jam
cedera. Dosis pembebanan diikuti dengan infus kontinu telah dikaitkan dengan
perbaikan klinis bermakna untuk pasien cedera medual spinalis akut.
2. Tindakan pernafasan
Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2 arteri tinggi, karena anoksemia dapat
menimbulkan atau memperburuk defisit neurologik medulla spinalis. Intubasi
endotrakea diberikan bila perlu. Diafraghma pacing (stimulasi listrik terhadap saraf
frenik) dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan lesi servikal tinggi tetapi
biasanya dilakukan setelah fase akut
3. Traksi dan Reduksi Skelet
Fraktur servikal dikurangi dan spinal servikal disejajarkan dengan beberapa bentuk
traksi skelet seperti tong skelet atau callipers, atau dengan menggunakan alat halo.
Sedangkan untuk cedera toraks atau lumbal umumnya diatasi melalui intervensi
bedah yang diikuti dengan imobilisasi dengan brace ketat. Traksi tidak diindikasikan
baik pada praoperasi atau pascaoperasi.
4. Intervensi Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau
kdeompresi medulla. Pembedahan diindikasikan bila:
a. Deformitas pasien tidak dapat dikurangi dengan traksi

6 | Page

b. Tidak ada kestabilan tulang servikal


c. Cedera terjadi pada daerah toraks atau lumbal
d. Status neurologik pasien memburuk
5. Laminektomi
Laminektomi (eksisi cabang posterior dan prosesus spinosus vertebra) diindikasikan
pada adanya defisit neurologik progresif, dicurigai adanya hematoma epidural, atau
cedera penetrasi yang memerlukan debridemen pembedahan, atau memungkikan
visualisasi langsung dan eksplorasi medulla (Smletzer, 2001).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas istirahat
Tanda : kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal ) pada/ dibawah lesi.
Kelemahan umum/kelemahan otot ( trauma dan adanya kompresi saraf).
2. Sirkulasi
Gejala: Berdebar Debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau bergerak.
Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3. Eliminasi
Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih.
4. Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltic usus hilang. Melena, emesis berwarna
seperti kopi tanah/hematemesis.
5. Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.
6. Makanan/ Cairan
Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang ( ileus paralitik).
Higyene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
7. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan /kaki. Paralysis
flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada area spinal
yang sakit.
Tanda : Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan
pada syok spinal. Kehilangan sensasi, kehilangan tonus otot/ vasomotor, kehilangan
refleks/ refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil,ptosis,
kehilangan keringat dari bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

7 | Page

8. Nyeri/kenyamanan
Gejala ; Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan vertebral.
9. Pernapasan
Gejala : napas pendek, lapar udara sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal/labored,periode apnea, penurunan bunyi napas,
ronki,pucat, sianosis.
10. Keamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi.
11. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur.

8 | Page

B. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan:

NOC :

NIC :

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),

Pain Level,

kerusakan jaringan

pain control,

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

comfort level

durasi,

DS:

Setelah

Laporan secara verbal

dilakukan

Posisi untuk menahan nyeri

Tingkah laku berhati-hati

Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek,

kriteria hasil:

sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

nyeri,

menggunakan

mampu

Terfokus pada diri sendiri

nonfarmakologi untuk mengurangi

Fokus menyempit (penurunan persepsi

nyeri, mencari bantuan)

waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan

nyeri

manajemen nyeri

Tingkah laku distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,

bahwa

Mampu mengenali nyeri (skala,

faktor

Observasi

reaksi

nonverbal

dari

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari


Kontrol

lingkungan

yang

dapat

pencahayaan dan kebisingan

berkurang dengan menggunakan

interaksi dengan orang dan lingkungan)

Melaporkan

dan

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

tehnik

kualitas

secara

dan menemukan dukungan

Mampu mengontrol nyeri (tahu


penyebab

frekuensi,

nyeri

ketidaknyamanan

tidak mengalami nyeri, dengan

pengkajian

presipitasi

tinfakan

keperawatan selama 3x24 Pasien

DO:

Lakukan

Kurangi faktor presipitasi nyeri


Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi:


napas dala, relaksasi, distraksi, kompres

9 | Page

aktivitas berulang-ulang)

intensitas, frekuensi dan tanda

perubahan tekanan darah, perubahan nafas,

nadi dan dilatasi pupil)

Perubahan autonomic dalam tonus otot


Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,

Menyatakan

rasa

Tanda

vital

nyeri: ...

dalam

Tingkatkan istirahat

rentang

Berikan informasi tentang nyeri seperti

normal

merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas

Tidak

penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan


mengalami

gangguan

berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan

tidur

dari prosedur

panjang/berkeluh kesah)

Berikan analgetik untuk mengurangi

nyaman

setelah nyeri berkurang

(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

nyeri)

Respon autonom (seperti diaphoresis,

hangat/ dingin

Monitor vital sign sebelum dan sesudah

Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Gangguan mobilitas fisik

pemberian analgesik pertama kali


NOC :

NIC :

Berhubungan dengan :

Joint Movement : Active

Gangguan metabolisme sel

Mobility Level

Keterlembatan perkembangan

Self care : ADLs

Pengobatan

Transfer performance

Kurang support lingkungan

Setelah

Keterbatasan ketahan kardiovaskuler

keperawatan

Kehilangan integritas struktur tulang

gangguan mobilitas fisik teratasi

Terapi pembatasan gerak

Kurang pengetahuan tentang kegunaan

Exercise therapy : ambulation

dilakukan
selama

latihan dan lihat respon pasien saat latihan

tindakan
3x24

dengan kriteria hasil:

Monitoring vital sign sebelm/sesudah

Konsultasikan dengan terapi fisik tentang


rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan

Bantu klien untuk menggunakan tongkat


saat berjalan dan cegah terhadap cedera

Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain


tentang teknik ambulasi

Klien meningkat dalam aktivitas

Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

10 | P a g e

pergerakan fisik

Indeks massa tubuh diatas 75 tahun

percentil sesuai dengan usia


Kerusakan persepsi sensori

Tidak nyaman, nyeri

Kerusakan

muskuloskeletal

dan

neuromuskuler
Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan

dari

Memverbalisasikan

Depresi mood atau cemas

Kerusakan kognitif

Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau


masa

Keengganan untuk memulai gerak

Gaya

yang

menetap,

digunakan, deconditioning
Malnutrisi selektif atau umum

DO:

Penurunan waktu reaksi

Kesulitan merubah posisi

Latih

pasien

dalam

pemenuhan

kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai


kemampuan

perasaan

Dampingi

dan

Bantu

pasien

saat

dalam meningkatkan kekuatan dan

mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan

kemampuan berpindah

ADLs ps.

Memperagakan penggunaan alat

Bantu untuk mobilisasi (walker)

Berikan

alat

Bantu

jika

klien

memerlukan.
Ajarkan

pasien

bagaimana

merubah

posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

tujuan

dan stamina

hidup

Mengerti

peningkatan mobilitas

fisik

tidak

11 | P a g e

Perubahan gerakan (penurunan untuk


berjalan,

kecepatan,

kesulitan

memulai

langkah pendek)

Keterbatasan motorik kasar dan halus

Keterbatasan ROM

Gerakan disertai nafas pendek atau tremor

Ketidak stabilan posisi selama melakukan


ADL

Gerakan

sangat

lambat

dan

tidak

terkoordinasi
Konstipasi berhubungan dengan

Fungsi:kelemahan

NOC:

otot

abdominal,

Aktivitas fisik tidak mencukupi

NIC :

Bowl Elimination

Hidration

Manajemen konstipasi

Perilaku defekasi tidak teratur

Setelah

Perubahan lingkungan

keperawatan selama 3x24 jam

Toileting tidak adekuat: posisi defekasi,

konstipasi pasien teratasi dengan

Psikologis:

depresi,

stress

emosi,

gangguan mental

Farmakologi:
antikonvulsan,

antasid,

antikolinergis,

antidepresan,

kalsium

Pola BAB dalam batas normal

Feses lunak

Cairan dan serat adekuat

faktor-faktor

yang

menyebabkan konstipasi

tindakan

kriteria hasil:

privasi

dilakukan

Identifikasi

Monitor

tanda-tanda

ruptur

bowel/peritonitis

Jelaskan

penyebab

dan

rasionalisasi

tindakan pada pasien

Konsultasikan dengan dokter tentang


peningkatan dan penurunan bising usus

Kolaburasi jika ada tanda dan gejala

12 | P a g e

karbonat,diuretik, besi, overdosis laksatif,

Aktivitas adekuat

NSAID, opiat, sedatif.

Hidrasi adekuat

konstipasi yang menetap

Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit,


hemoroid, gangguan neurologis, obesitas,

dan serat) terhadap eliminasi

obstruksi pasca bedah, abses rektum, tumor

makanan,

penurunan

motilitas

klien

konsekuensi

Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi


serat dan cairan

DS:

Dorong

peningkatan

aktivitas

yang

optimal

Nyeri perut

Ketegangan perut

Anoreksia

Perasaan tekanan pada rektum

Nyeri kepala

Peningkatan tekanan abdominal

Mual

Defekasi dengan nyeri

DO:

pada

lama

gastrointestnal, dehidrasi, intake serat dan


cairan kurang, perilaku makan yang buruk

Jelaskan

menggunakan laxative dalam waktu yang

Fisiologis: perubahan pola makan dan


jenis

Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan

Feses dengan darah segar

Sediakan privacy dan keamanan selama


BAB

13 | P a g e

Perubahan pola BAB

Feses berwarna gelap

Penurunan frekuensi BAB

Penurunan volume feses

Distensi abdomen

Feses keras

Bising usus hipo/hiperaktif

Teraba massa abdomen atau rektal

Perkusi tumpul

Sering flatus

Muntah

14 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
Ed.8. Jakarta: EGC.
https://plus.google.com/111876121943239617552/posts/STBBsuqoAm2 diakses tanggal 24
November 2014 pukul 19.20 WIB
McDonald, John W, & Cristina Sadowsky. The lancet. Vol 359. February 2, 2002. Spinal cord
injury.
Doengoes, Marilyn dkk . 2012 . Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C
Wilkinson, Judith . 2013 . Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta:
EGC .

Anda mungkin juga menyukai