Diagnosa Medis :
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan:
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
Data Subjektif : -
Data Objektif :
2. DASAR PEMIKIRAN
Intensive care unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan
perlengkapan khusus ditunjukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau
komplikasi yang mengancam jiwa. Gagal nafas masih merupakan penyebab angka
kseakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Gagal nafas terjadi bila
pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Hal ini
mengakibatkan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (Hiperkapmia).
Salah satu kondisi yang menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas.
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk
secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, mobilisasi statis sekresi dan batuk tidak efektif.
Penanganan untuk obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi pada pasien kritis
adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lender (suction) dengan
memasukan selang kateter suction melalui hidung atau mulut atau endotraceal tube
yang bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum dan
mencegah infeksi paru (Roni, 2015).
Apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan
bersihan jalan nafas, maka pasien tersebut akan mengalami suplai oksigen
(hipoksemia), dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit,
maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk
mengetahui hipoksemia adalah dengan saturasi oksigen (SpO2) yang dapat
mengukur seberapa banyak persentase oksigen yang mampu dibawa oleh
hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen adalah dengan menggunakan alat
oksimetri nadi (puls oksimetri), dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang
benar dan tepat saat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus
hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal nafas hingga mengancam nyawa
bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini (Wiyoto, 2010).
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien
dengan gejala :
a. Sianosis
b. Hipovolemi
c. Perdarahan
d. Anemia berat
e. Keracunan CO
f. Asidosis
g. Selama dan sesudah pembedahan
h. Klien dengan keadaan tidak sadar.
Pada Ny. K mengalami sesak nafas berat dengan RR 34x/menit sehingga perlu
diberikan terapi oksigen melalui non rebreathing mask sehingga mampu membantu
pernafasan pasien, menghindari adanya keletihan untuk bernafas dan mencegah gagal
nafas. Prosedur yang dilakukan pada pasien sudah sesuai dengan prinsip dan prosedur.
Alat dan bahan yang digunakan sudah lengkap. Tetapi perawat tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan dan tidak memakai handscoon. Selain itu juga perawat
tidak mengkomunikasikan kepada pasien untuk menghirup oksigen yang ada.
b. Tindakan Kolaborasi
1) Memasang infus
2) Terapi farmakologi
9. EVALUASI DIRI
Memberikan terapi oksigen meski sederhana tetapi membutuhkan ketrampilan untuk
menghitung berapa liter yang harus diberikan pada pasien, apabila terlalu berlebihan
pemberian oksigen pada pasien akan menimbulkan beberapa bahaya yang terjadi. Evaluasi
diri saya sendiri yaitu saya memasang NRM masih berdasarkan perintah kakak perawat
yang ada, belum menghitung sendiri berapa liter yang harus diberikan. Sudah memberikan
posisi yang nyaman untuk pasien dan membersihkan muntahan atau cairan yang
dikeluarkan pasien yang ada di masker.
10. KEPUSTAKAAN
Ikhsannudin, 2004. Teori Oksigen dalam Asuhan Keperawatan. Diakses pada 24 Agustus
2018, pukul 21.30 dari :
Muttaqin, Arif.(2009).Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.jakarta:Salemba Medika
Nugroho,T.,Bunga,T.P.(2016).Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika Kemenkes.(2014).Situasi Kelainan
Jantung.Jakarta
Rachma,L.N.(2014).Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif.Jurnal
Patomekanisme Penyakit,4(2),81-90.
Suratinoyo, I., Julia, V.R., Gresty, N.M.(2016).Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan
Mekanisme Koping Pada Pasien Gagal Jantung Kongstif Diruangan CVBC
(Cardio)
Udjianti,W.J.(2011)Keperawatan Kardiovaskular.Jakarta:Salemba Medika