Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN

PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NON REBREATHING MASK

DI RUANG IGD RSUD TUGUREJO

Inisial Pasien : Ny. I

Diagnosa Medis :

Tanggal Tindakan : Sabtu, 1 September 2018 Pukul 21.00 WIB

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan:
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
Data Subjektif : -
Data Objektif :

2. DASAR PEMIKIRAN
Intensive care unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan
perlengkapan khusus ditunjukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau
komplikasi yang mengancam jiwa. Gagal nafas masih merupakan penyebab angka
kseakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif. Gagal nafas terjadi bila
pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Hal ini
mengakibatkan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (Hiperkapmia).
Salah satu kondisi yang menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas.
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk
secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit
infeksi, mobilisasi statis sekresi dan batuk tidak efektif.
Penanganan untuk obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi pada pasien kritis
adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lender (suction) dengan
memasukan selang kateter suction melalui hidung atau mulut atau endotraceal tube
yang bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum dan
mencegah infeksi paru (Roni, 2015).
Apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan
bersihan jalan nafas, maka pasien tersebut akan mengalami suplai oksigen
(hipoksemia), dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit,
maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk
mengetahui hipoksemia adalah dengan saturasi oksigen (SpO2) yang dapat
mengukur seberapa banyak persentase oksigen yang mampu dibawa oleh
hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen adalah dengan menggunakan alat
oksimetri nadi (puls oksimetri), dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang
benar dan tepat saat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus
hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal nafas hingga mengancam nyawa
bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini (Wiyoto, 2010).

3. TINDAKAN KEPERAWATAN YANG DILAKUKAN


Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah memberikan melakukan tindakan
penghisapan lendir (Suction).
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan
okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah
(Ikhsannudin, 2004):
a. Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah,
b. Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi :
a. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol
b. Tidak terjadi penumpukan CO2
c. Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
d. Efisien dan ekonomis
e. Nyaman untuk pasien.
Pasien diberikan oksigenasi dengan non rebreathing mask dikarenakan pasien mengalami
dispneu, frekuensi nafas 34x/menit. Sehingga membutuhkan konsentrasi oksigen yang
tinggi. Non rebreathing mask pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan
aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.

4. PRINSIP TINDAKAN YANG DILAKUKAN


Prinsip tindakan pemberian terapi oksigen dengan Non rebreathing mask adalah :
a. Tindakan prinsip bersih
b. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
c. Tindakan dilakukan sesuai indikasi

Prosedur Pemberian Terapi Oksigen dengan Non Rebreathing Mask:


a. Persiapan alat (Non Rebreathing Mask, tabung oksigen)
b. Ucapkan salam, perkenalkan diri dan validasi pasien.
c. Jaga privasi klien
d. Mencuci tangan dan menggunakan handscoon
e. Pasangkan selang pada tabung oksigen
f. Isikan oksigen kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit.

5. ANALISA TINDAKAN KEPERAWATAN


Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif
yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien
berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah
pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian. Pengkajian keperawatan
dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara
lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah
transportasi O2. Metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan
pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang didapat dapat berupa kecepatan, irama dan
kedalam pernafasan, usaha nafas, sianosis, berkeringat, peningkatan suhu tubuh,
abnormalitas sistem pernafasa serta kardiovaskular. Selanjutnya data-data ini dapat
didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti gas darah arteri seerta pemeriksaan
diagnostik foto torak.
Indikasi yang dapat dilakukan tindakan terapi oksigen dengan non rebreathing
mask yaitu:
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-
otot tambahan pernafasan,
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien
dengan gejala :

a. Sianosis
b. Hipovolemi
c. Perdarahan
d. Anemia berat
e. Keracunan CO
f. Asidosis
g. Selama dan sesudah pembedahan
h. Klien dengan keadaan tidak sadar.

Pada Ny. K mengalami sesak nafas berat dengan RR 34x/menit sehingga perlu
diberikan terapi oksigen melalui non rebreathing mask sehingga mampu membantu
pernafasan pasien, menghindari adanya keletihan untuk bernafas dan mencegah gagal
nafas. Prosedur yang dilakukan pada pasien sudah sesuai dengan prinsip dan prosedur.
Alat dan bahan yang digunakan sudah lengkap. Tetapi perawat tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan dan tidak memakai handscoon. Selain itu juga perawat
tidak mengkomunikasikan kepada pasien untuk menghirup oksigen yang ada.

6. BAHAYA YANG DAPAT TERJADI


Pemberian O2 bukan hanya memberiakan efek terapi tetapi juga dapat menimbulkan efek
merugikan, antara lain (Ikhsannudin, 2004):
a. Kebakaran
O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian O2 harus menghindari : Merokok, membuka
alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”.
b. Depresi Ventilasi
Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang tepat pada
klien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi.
c. Keracunan O2
Dapat terjadi bila terapi O2 yang diberikan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu
relatif lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasi dan
kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu

7. HASIL YANG DIDAPAT MAKNANYA


Hasil yang didapat adalah:
S :-
O : Frekuensi nafas 34x/menit, pasien masih terlihat sesak nafas
A : Masalah pasien belum teratasi
P : Memberikan intervensi lanjut pasien (membenarkan posisi nyaman pasien yaitu
semifowler)

8. TINDAKAN KEPERAWATAN LAIN UNTUK MENGATASI DIAGNOSA


KEPERAWATAN
a. Tindakan Mandiri
1) Monitor tanda-tanda vital pasien
2) Memberikan posisi semi fowler
3) Kontrol lingkungan (suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
4) Melakukan EKG

b. Tindakan Kolaborasi
1) Memasang infus
2) Terapi farmakologi

9. EVALUASI DIRI
Memberikan terapi oksigen meski sederhana tetapi membutuhkan ketrampilan untuk
menghitung berapa liter yang harus diberikan pada pasien, apabila terlalu berlebihan
pemberian oksigen pada pasien akan menimbulkan beberapa bahaya yang terjadi. Evaluasi
diri saya sendiri yaitu saya memasang NRM masih berdasarkan perintah kakak perawat
yang ada, belum menghitung sendiri berapa liter yang harus diberikan. Sudah memberikan
posisi yang nyaman untuk pasien dan membersihkan muntahan atau cairan yang
dikeluarkan pasien yang ada di masker.

10. KEPUSTAKAAN
Ikhsannudin, 2004. Teori Oksigen dalam Asuhan Keperawatan. Diakses pada 24 Agustus
2018, pukul 21.30 dari :
Muttaqin, Arif.(2009).Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.jakarta:Salemba Medika
Nugroho,T.,Bunga,T.P.(2016).Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika Kemenkes.(2014).Situasi Kelainan
Jantung.Jakarta
Rachma,L.N.(2014).Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif.Jurnal
Patomekanisme Penyakit,4(2),81-90.
Suratinoyo, I., Julia, V.R., Gresty, N.M.(2016).Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan
Mekanisme Koping Pada Pasien Gagal Jantung Kongstif Diruangan CVBC
(Cardio)
Udjianti,W.J.(2011)Keperawatan Kardiovaskular.Jakarta:Salemba Medika

Vaskuler Brain Center) Lantai III Di RSUD DR. R. D. Kandau Manado.Ejournal


Keperawatan,4(1),1.
Yancy.(2013).Guideline for the Management of Heart Failure.A Report of The American
Collageo of Cardiology Fundaation/american Heart Association Task Force on
Practice Guidelines.American:ACCF/AHA

Anda mungkin juga menyukai