As ep Ard i
Beranda
KASUS PEMICU
Pasien tn. DP, 60 tahun, datang kerumah sakit dengan keluhan sesak nafas 2 hari
smrs. Sesak dirasakan semakin memberat sehingga pasien tidak dapat tidur
terlentang dan terbangun malam hari karena sesak. Saat datang pasien terlihat
pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer warna merah
muda. Pada pengkajian riwayat, pasien sebelumnya pernah dirawat dengan
NSTEMI. Pasien juga ada riwayat hipertensi, dyslipidemia dan merokok 1
bungkus perhari. Hasil pemeriksaan auskultasi, didapatkan ronchi (+) pada
basal paru. Pemeriksaan tekanan darah :140/90 mmHg, nadi 90X/menit, RR :
28X/menit, saturasi oksigen 92%. Hasil rontgen thorax menunjukan gambaran
oedema paru.
DATA FOKUS
DS DO
Klien mengatakan sesak nafas sudah 2 Pasien terlihat pucat
hari. Nafas cepat disertai batuk
sesak nafas semakin memberat Sputum encer warna merah muda
tidak dapat tidur terlentang dan Ronchi (+) pada basal paru
terbangun malam hari karena sesak nafas TD : 140/90
Klien mengatakan merokok 1 Nadi 90x/menit
bungkus/hari RR : 28x/menit
Rontgen thorax oedema paru
ANALISA DATA
3 DS Intoleran Ketidakseimbangan
Klien mengatakan sesak aktivitas antara suplai dan
nafas semakin memberat kebutuhan oksigen
DO
Klien terlihat pucat
RR : 28X/menit
TD : 140/90
INTERVENSI
2 2 TUJUAN Mandiri
Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1. Takipnea, pernafasan
tindakan asuhan pernafasan dan gerakan dangkal, dan gerakan dada
keperawatan selama dada. tak simetris r]sering
3X24 jam masalah 2. Bantu pasien latihan terjadi karena ketidak
Bersihan jalan nafas nafas sering. Tunjukan nyamanan gerakan
tak efektif pasien mempelajari dinding dada/cairan paru.
b.d Peningkatan melakukan batuk, mis 2. Nafas dalam
produksi sputum d.d menekan dada dan batuk memudahkan ekspansi
ronchi (+), sputum efektif sementara posisi maksimum paru-paru/
encer warna merah, duduk tinggi (fowler) jalan nafas lebih kecil.
rontgen odema paru 3. Pengisapan sesuai Batuk adalah mekanisme
dapat teratasi dengan indikasi pembersihan jalan nafas
4. Berikan cairan alami, membantu silia
KRITERIA HASIL sedikitnya 2500 ml/hari untuk mempertahankan
1. Mengidentifikasi (kecuali kontra indikasi) jalan nafas paten. Posisi
perilaku mencapai tawarkan air hangat, duduk memungkinkan
bersihan jalan nafas. daripada dingin. upaya nafas lebih dalam
2. Menunjukan jalan Kolaborasi dan kuat.
nafas paten dengan 1. Berikan obat sesuai 3. Merangsang batuk atau
bunyi nafas bersih, tak indikasi : mukolitik, pembersihan jalan nafas
ada dispnea, sianosis. ekspektoran, secara mekanik pada
bronkodilator, analgesik. pasien yang tak mampu
2. Berikan cairan melakukan karena batuk
tambahan mis IV, tak efektif/ penurunan
oksigen humidifikasi, tingkat kesadaran.
dan ruangan. 4. Cairan (khususnya yang
hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret
1. Alat untuk menurunkan
spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret,
analgesik diberikan u/
memperbaiki batuk dgn
menurunkan
ketidaknyamanan tetapi
harus digunakan secara
hati-hati. Karena dapat
menurunkan upaya
batu/menekan pernafasan.
3 3 TUJUAN Mandiri
Setelah diberiakn 1. Evaluasi respon 1. Menetapkan
tindakan asuhan tehadap aktivitas. Catat kemampuan pasien dan
keperawatan selama laporan dispnea, memudahkan pilihan
3X24 jam masalah peningkatan kelemahan intervensi.
Intoleran aktivitas b.d dan perubahan tanda 2. Menurunkan stres dan
Ketidakseimbangan vital selama dan setelah rangsangan berlebihan,
antara suplai dan aktivitas. meningkatkan istirahat.
kebutuhan oksigen d.d2. Berikan lingkungan 3. Tirah baring
Klien mengatakan tenang dan batasi dipertahankan selama fase
sesak nafas semakin pengunjung selama fase akut untuk menurunkan
memberat, akut sesuai indikasi. kebutuhan metabolik,
RR:28X/menit dapat Dorong penggunaan penghematan energi.
teratasi dengan menejemen stres dan 4. Pasien mungkin nyaman
KRITERIA HASIL pengalih yang tepat. dengan posisi kepala
1. melaporkan/ 3. Jelaskan pentingnya tinggi, tidur dikursi, atau
Menunjukan istirahat dalam rencana menunduk kedepan meja
peningkatkan toleransi pengobatan dan atau bantal.
terhadap aktivitas yang perlunya keseimbangan5. Meminimalkan
dapat diukur dengan aktivitas dan istirahat. kelelahan dan membantu
tak adanya dispnea 4. Bantu pasien memilih keseimbangan dan
kelemahan berlebihan, posisi nyaman untuk kebutuhan oksigen.
dan Tanda vital dalam untuk istirahat atau tidur
rentang normal. 5. Bantu aktivitas
perawatan diri yang
diperlukan.
4 4 TUJUAN 1. Dorong beberapa 1. Aktivitas siang hari
Setelah dilakukan aktivitas fisik ringan dapat membantu pasien
tindakan asuhan selama siang hari. Jamin menggunakan energi dan
keperawatan selama pasien berhenti aktivitas siap untuk tidur malam
2X24 jam masalah beberapa jam sebelum hari. Namun kelanjutan
Gangguan pola tidur tidur. aktivitas yang dekat
b.d gangguan 2. Intruksikan tindakan dengan waktu tidur dapat
pernafasan d.d tidak relaksasi. bertindak sebagai stimulus
dapat tidur terlentang 3. Kurangi kebisingan yang memperlambat tidur.
dan terbangun malam dan berikan lampu tidur.2. Membantu menginduksi
hari karena sesak 4. Atur posisi nyaman, tidur.
nafas bantu dalam mengubah 3. Memberikan situasi
Klien tampak pucat posisi. kondusif untuk tidur.
dapat teratasi dengan 5. Gunakan pagar tempat4. Pengubahan posisi
KRITERIA HASIL tidur sesuai indikasi, mengubah area tekanan
rendahkan tempat tidur dan meningkatkan kualitas
1. Melaporkan bila mungkin. tidur.
perbaikan dalam pola KOLABORASI 5. Pagar tempat tidur
tidur/istirahat. 1. Berikan sedatif sesuai memberi keamanan dan
2. Mengungkapkan indikasi dapat digunakan
peningkatan rasa membantu mengubah
sejahtera dan segar. posisi.
1. Mungkin diberikan
untuk membantu pasien
tidur / istirahat selama
periode transisi dari
rumah ke lingkungan
baru. Catatan : hindari
penggunaan kebiasaan
karena obat ini
menurunkan waktu tidur
REM.
IMPLEMENTASI
2 06/04/13 2 Mandiri
1. menkaji frekuensi pernafasan1. frekuaensi
dan gerakan dada. pernafasan 28X/menit
4. memberikan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari
(kecuali kontra indikasi)
tawarkan air hangat, daripada
dingin.
Kolaborasi
1. memberikan obat sesuai 1. klien minum obat
indikasi : mukolitik, 3X sehari
ekspektoran, bronkodilator,
analgesik. 2. terpasang selang
infus dan oksegen
2. memberikan cairan tambahan
mis IV, oksigen humidifikasi,
dan ruangan
3 06/04/13 3 1. mengevaluasi respon tehadap1. Klien berpartisipasi
aktivitas. Catat laporan dalam aktivitas yang
dispnea, peningkatan diberikan perawat
kelemahan dan perubahan
tanda vital selama dan setelah 2. Stres klien hilang
aktivitas. dan dapat kembali
beristirahat
2. memberikan lingkungan
tenang dan batasi pengunjung 3. Klien mengikuti dan
selama fase akut sesuai melakukan tirah
indikasi. Dorong penggunaan baring selama fase
menejemen stres dan pengalih akut.
yang tepat.
4. Klien nyaman
3. menjelaskan pentingnya dengan posisi semi
istirahat dalam rencana fowler
pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan 5. Klien tidak
istirahat. mengalami kelelahan
5. membantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan
4 06/04/13 4 1. Dorong beberapa aktivitas 1. Klien
fisik ringan selama siang hari. mengikuti , dan dapat
Jamin pasien berhenti aktivitas tidur dimalam hari
beberapa jam sebelum tidur.
2. Klien dapat tertidur
2. mengintruksikan tindakan dengan nyenyak
relaksasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas
menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang
tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA
(Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
(Sudoyo, 2006).
2.2 Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.
2.3 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten).
Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas
tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara
simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin
menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit
dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
2.7 Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam
bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang
ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini
penting bahwa semua pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan
terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-obatan seperti:
ASPIRIN
clopidrogel
statin (cholesterol lowering) drugs
beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan melindungi otot
jantung)
ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah)
Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada
yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika
penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung
mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani
serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.
Tabel 2.7.1: Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)
Faktor Risiko (Bobot)
Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
0 (0,8)
Usia > 75 tahun (3 poin)
1 (1,6)
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin)
2 (2,2)
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin)
3 (4,4)
Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin)
4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
5 (12,4)
Berat < 67 kg (1 poin)
6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)
7 (23,4)
Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin)
8 (26,8)
Skor risiko = total poin ( 0-14 )
>8 (35,9)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Data Demografi/ identitas
Nama : Tn. H
Umur : 53 Tahun
Alamat: Perak 73 Surabaya
b. Keluhan Utama
Rasa tertimpa beban berat pada dada kiri.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. H datang ke RS dengan keluhan nyeri dada juga dirasakan sangat
nyeri seperti rasa terbakar dan ditindih benda berat. Keluhan dirasakan menjalar
ke lengan kiri tetapi keluhan agak berkurang jika OS istirahat.
paru Vesikuler +/+, jantung : Bunyi SI-S2 reguler, cardiomegali (-),
bising sistolik (-), dari pemeriksaan penunjang EKG didapatkan ST elevasi : V1
V5 , ST depresed : II, III, AVF, V6
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu memiliki penyakit riwayat penyakit hipertensi.
Keadaan Umum
Suhu : 36,5C
Nadi : 88x/menit
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
RR : 30x/menit
Breathing
Gejala : napas pendek
Pemeriksaan fisik :
Tanda : dispnea, inspirasi mengi, takipnea, pernapasan dangkal.
Blood
Gejala : penyakit jantung congenital
Tanda : takikardia, disritmia, edema.
Brain
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh
inspirasi
Tanda : Gelisah
Gejala: kelelahan, kelemahan.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas
Terapi
Terapi yang diberikan untuk pasien ini berupa O2 3 4 liter/menit, posisi
duduk, diit jantung I, infus D 5% Lini 16 tetes/menit, Captopril 3 x 6.25 mg (ACE
inhibitor), Aspilet 2 x 80 mg (anti platelet), ranitidin 2 x 150 mg (antagonis
reseptor H2), Inj, ISDN diberikan secara sub lingual bila dada terasa nyeri
(Vasodilator).
Intervensi Rasional
Kolaboratif
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
1. Agen non steroid, mis: 1. Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan
indometasin(indocin);, ASA(aspirin) respon inflamasi.
2. Antipiretik mis: ASA/asetaminofen 2. Untuk menurunkan demam dan meningkatkan
(tylenol) kenyamanan.
3. Steroid 3. Diberikan untuk gejala yang lebih berat.
4. Oksigen 3-4 liter/menit 4. Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk
menurunkan beban kerja jantung dan
menurunkan ketidaknyamanan karena iskemia.
Mandiri
1. Selidiki keluhan nyeri dada, 1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri. Pada
memperhatikan awitan, faktor pemberat iskemia miokardium nyeri dapat memburuk
atau penurun dengan inspirasi dalam, gerakan atau berbaring
dan hilang dengan duduk tegak atau
membungkuk.
2. Memberikan lingkungan yang tenang dan
tidakan kenyamanan. Mislanya merubah posisi,
menggunakan kompres hangat, dan menggosok
punggung
1. Tindakan ini dapat meningkatkan kenyamanan
fisik dan emosional pasien.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau irama dan frekuensi jantung 1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi
saat jantung berupaya untuk
meningkatkan curahnya berespon
1. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan terhadap demam. Hipoksia, dan asidosis
jarak / tonus jantung, murmur, gallop S3 karena iskemia.
dan S4. 2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya
komplikasi misalnya GJK, tamponade
1. Dorong tirah baring dalam posisi semi jantung.
fowler 3. Menurunkan beban kerja jantung,
2. Berikan tindakan kenyamanan misalnya memaksimalkan curah jantung
perubahan posisi dan gosokan punggung,4. Meningkatkan relaksasi dan
dan aktivitas hiburan dalam toleransi mengarahkan kembali perhatian
jantung
3. Dorong penggunaan teknik menejemen 1. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas,
stress misalnya latihan pernapasan dan meningkatkan relaksasi dan menurunkan
bimbingan imajinasi kerja jantung
4. Evaluasi keluhan lelah, dispnea,
palpitasi, nyeri dada kontinyu. Perhatikan1. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat
adanya bunyi napas adventisius, demam menyertai endokarditis atau miokarditis
Kolaboratif
1. Berikan oksigen komplemen 1. Meningkatkan keseterdian oksigen
untuk fungsi miokard dan menurunkan
efek metabolism anaerob,yang terjadi
sebagai akibat dari hipoksia dan asidosis.
2. Dapat diberikan untuk meningkatkan
1. Berikan obat obatan sesuai dengan kontraktilitas miokard dan menurunkan
indikasi misalnya digitalis, diuretik beban kerja jantung pada adanya GJK
( miocarditis)
3. Diberikan untuk mengatasi pathogen
1. Antibiotic/ anti microbial IV yang teridentifikasi, mencegah kerusakan
jantung lebih lanjut.
4. prosedur dapat dilakuan di tempat tidur
1. Bantu dalam periokardiosintesis darurat untuk menurunkan tekanan cairan di
sekitar jantung.
1. Siapkan pasien untuk pembedahan bila 5. Penggantian katup mungkin diperlukan
diindikasikan untuk memperbaiki curah jantung
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi status mental. Perhatikikan 1. Indicator yang menunjukkan
terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang, embolisasi sistemik pada otak.
muntah, peningkatan TD.
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba 2. Emboli arteri, mempengaruhi jantung
yang disertai dengan takipnea, nyeri dan / atau organ vital lain, dapat terjadi
pleuritik, sianosis, pucat sebagai akibat dari penyakit katup, dan/
atau disritmia kronis
1. Tingkatkan tirah baring dengan tepat 3. Dapat mencegah pembentukan atau
migrasi emboli pada pasien endokarditis.
Tirah baring lama, membawa resikonya
sendiri tentang terjadinya fenomena
tromboembolic.
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan 1. Kecepatan dan upaya mungkin
kedalaman. Contoh adanya dispnea, meningkat karena nyeri, takut, demam,
penggunaan otot bantu nafas, pelebaran penurunan volume sirkulasi, hipoksia atau
nasal. diatensi gaster.
2. Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga
1. Lihat kulit dan membran mukosa untuk menunjukkan kondisi hipoksia atau
adanya sianosis. komplikasi paru
3. Merangsang fungsi pernafasan/ekspansi
1. Tinggikan kepala tempat tidur letakkan paru. Efektif pada pencegahan dan
pada posisi duduk tinggi atau semifowler. perbaikan kongesti paru.
Kolaborasi:
Berikan tambahan oksigen dengan kanul Meningkatkan pengiriman oksigen ke
atau masker, sesuai indikasi paru untuk kebutuhan sirkulasi khususnya
pada adanya gangguan ventilasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot
miokard, penurunan curah jantung
Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang
pembatasan terapeutik yang diperlukan.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas. 1. Miokarditis menyebabkan inflamasi
Perhatikan adanya dan perubahan dalam dan kemungkinan kerusakan sel-sel
keluhan kelemahan, keletihan, dan miokardial, sebagai akibat GJK.
dispnea berkenaan dengan aktivitas Penurunan pengisian dan curah jantung
dapat menyebabkan pengumpulan
cairan dalam kantung perikardial bila
ada perikarditis. Akhirnya endikarditis
dapat terjadi dengan disfungsi katup,
secara negatif mempengaruhi curah
jantung
1. Pantau frekuensi dan irama jantung, 2. Membantu derajad dekompensasi
tekanan darah, dan frekuensi pernapasan jantung and pulmonal penurunan TD,
sebelum dan sesudah aktivitas dan selam takikardia, disritmia, takipnea adalah
di perluka indikasi intoleransi jantung terhadap
2. Mempertahankan tirah baring selama aktivitas.
periode demam dan sesuai indikasi. 3. Demam meningkatkan kebutuhan dan
konsumsi oksigen, karenanya
1. Membantu klien dalam latihan meningkatkan beban kerja jantung, dan
progresif bertahap sesegera mungkin menurunkan toleransi aktivitas
untuk turun dari tempat tidur, mencatat 4. Pada saat terjadi inflamasi klien
respon tanda vital dan toleransi pasien mungkin dapat melakukan aktivitas
pada peningkatan aktivitas yang diinginkan, kecuali kerusakan
2. Evaluasi respon emosional miokard permanen.
5. Ansietas akan terjadi karena proses
inflamasi dan nyeri yang di timbulkan.
Dikungan diperlukan untuk mengatasi
frustasi terhadap hospitalisasi.
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen Peningkatan ketersediaan oksigen
mengimbangi peningkatan konsumsi
oksigen yang terjadi dengan aktivitas.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Jelaskan efek inflamasi pada jantung, 1. Untuk bertanggung jawab terhadap
ajarkan untuk memperhatikan gejala kesehatan sendiri, pasien perlu
sehubungan dengan memahami penyebab khusus,
komplikasi/berulangnya dan gejala yang pengobatan, dan efek jangka panjang
dilaporkan dengan segera pada pemberi yang diharapkan dari kondisi inflamasi,
perawatan misalny demam, nyeri, sesuai dengan tanda/gejala yang
peningkatan berat badan, peningkatan menunjukkan kekambuhan/komplikasi
toleransi terhadap aktifitas.
2. Anjurkan pasien/orang terdekat tentang1. Untuk bertanggung jawab terhadap
dosis, tujuan dan efek samping obat: kesehatan sendiri, pasien perlu
kebutuhan diet/pertimbangan khusus: memahami penyebab khusus,
aktivitas yang diizinkan/dibatasi pengobatan, dan efek jangka panjang
yang diharapkan dari kondisi inflamasi,
sesuai dengan tanda/gejala yang
menunjukkan kekambuhan/komplikasi
1. Kaji ulang perlunya antibiotic jangka 2. Perawatan di rumah sakit
panjang/terapi antimikrobial lama/pemberian antibiotic
IV/antimicrobial perlu sampai kultur
darah negative/hasil darah lain
menunjukkan tak ada infeksi.
1. Tekankan pentingnya evaluasi 3. Pemahaman alasan untuk pengawasan
perawatan medis teratur. Anjurkan medis dan rencana untuk/penerimaan
pasien membuat perjanjian. tanggung jawab
3.4 Evaluasi
ah satria
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan,
cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala
atau askep cidera kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan
cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat
mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus kelolaan kelompok
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada An. F dengan Cedera Kepala Berat di
Ruang ICU (Intensive Care Unit) Rumah Sakit Saras Husada Purworejo Jawa
Tengah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
cedera kepala berat.
2. Tujuan Khusus
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan cedera kepala
berat.
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan cedera
kepala berat.
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan cedera kepala
berat.
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi dan pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan
pemeriksaan penunjang.
BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta
edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh
trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada
kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan Mekanisme
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan
benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi,
letargi dan stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa
mengikuti perintah sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi <
24 jam, konkusi, amnesia paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur
kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan
serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam,
tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi
cranium.
C. Etiologi
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
ADO
Suplay nutrisi ke otak
Suplay oksigen ke otak
Cedera Kepala
Kerusakan Syaraf Otak
Laserasi
Resiko Infeksi
Kecelakaan
Pukulan
Jatuh dari Ketinggian
Tusukan
Tembakan
Cedera Kepala Ringan
Cedera Kepala Sedang
Cedera Kepala Berat
Asam laktat
Perubahan metabolisme anaerob
hipoxia
Produk atp
Edema jaringan otak
Energi <
Fatigue
Vasodilatasi serebri
Nyeri Akut
Peningkatan TIK
Defisit self care
ADO
Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebral
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Penurunan kesadaran
Penumpukan sekret
Pola nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala, yaitu:
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena
regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan
dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
F. Komplikasi
2. Kejang
5. Infeksi
6. Edema cerebri
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
3. Berikan oksigenasi
6. Atasi shock
Penatalaksanaan lainnya:
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa
40 % atau gliserol 10 %.
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
6. Bedah neuro.
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
Pengkajian Kegawatdaruratan :
1. Primary Survey
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
1. Pengkajian
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe, lokasi
dan keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-
organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
b. Sirkulasi
c. Integritas Ego
d. Makanan/cairan
e. Eliminasi
f. Neurosensori
g. Nyeri/kenyamanan
h. Pernafasan
i. Keamanan
j. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
KEPERAWATAN
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukana. Kaji status pernafasan klien
b.d asuhan
gangguan/kerusakan keperawatan .b. Kaji penyebab ketidakefektifan
pusat pernafasan di jam klien pola nafas
medula menunjukan pola
c. Beri posisi head up 35-45 derajat
oblongata/cedera nafas yang efektif
jaringan otak dengan KH: d. Monitor perubahan tingkat
-Pernafasan 16- kesadaran, status mental, dan
20x/menit, teratur peningkatan TIK
-suara nafas bersih e. Beri oksigen sesuai anjuran medik
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Nn. F
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
No RM : 264623/1071353
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : swasta
B. Primary survey
Airway :
C. Keluhan utama
Keluarga mengatakan bahwa baru kali ini klien masuk rumah sakit dan klien tidak
pernah menderita penyakit seperti DM, Hipertensi dan TBC yang mengharuskan
klien dirawat di rumah sakit, dan hanya menderita penyakit seperti pilek, demam
dan setelah minum obat biasanya langsung sembuh.
G. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : Coma
1. Kepala
Kepala klien normocephalic, rambut klien panjang lurus, rambut kotor terdapat
darah yang mengering pada rambut, penyebaran rambut merata.
2. Muka
Wajah tanpak simetris, warna kulit tidak pucat, terdapat hematom pada dahi
kanan 12 cm
3. Mata
Mata simetris, Konjungtiva anemis, Sklera anikterik, edema pada palpebrae, pupil
anisokor, reaksi pupl terhadap cahaya menurun.
4. Telinga
Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat serumen, tidak ada
pengeluaran darah maupun cairan.
Lubang hidung simetris, septum hidung tepat di tengah, tidak terdapat pernafasan
cuping hidung, tidak terdapat pengeluaran cairan atau darah dari hidung, oksigen
terpasang 3 lpm dengan nasal kanul, terpasang NGT
Bibir terletak tepat ditengah wajah, warna bibir merah muda, tidak kering,terdapat
luka pada bibir bagian bawah, tidak sianosis, tidak ada kelainan congenital,
terdapar sekret pada tenggorokan dan mulut, terpasang mayo, tidak terdapat lidah
jatuh, mulut klien berbau tidak sedap, suara nafas gargling
7. Leher
8. Thorak
Inspeksi thoraks
Palpasi
Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak terdapat massa, tidak
terdapat fraktur thorak.
Perkusi thoraks
Auskultasi thoraks
9. Jantung
Heart rate 132x/menit, perkusi jantung pekak
10. Payudara
Payudara simetrs, letak puting susu tepat di tengah areola, tidak terdapat benjolan
di sekitar payudara.
11. Abdomen
Bentuk abdomen datar, warna kulit normal, kulit tubuh tampak kotor, kulit elastis,
tidak terdapat lesi ataupun nodul masa, tidak terdapat striae maupun spider
nevy, bising usus 10x /menit, perkusi timpani.
Klien terpasang kateter ukuran 16, urine berwarna kuning jernih, terdapat
penyebaran sedikit rambut di mons pubis, tidak terdapat luka, labia minora dan
mayora simetris, tidak berbau dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal,
terdapat anus.
13. Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus ukuran 22 di tangan kanan, tangan kiri deformitas
Ekstemitas bawah : terdapat VE pada lutut kiri, dan bula di kaki kanan, tidak
terdapat edema.
Klien saat ini mengalami koma, klien terbaring lemah dan gelisah. Keluarga klien
mengatakan saat ini yang paling penting anaknya dapat segera sadar, sehat dan
dapat kembali kerumah berkumpul dengan kluarga.
Makanan
Keluarga Klien mengatakan saat dirumah klien biasa makan 3x/hari dengan lauk
pauk dan sayuran, minum 5-6 gelas sehari. Setelah dirumah dan semenjak tidak
sadarkan diri klien dipuasakan sampai tidak terdapat ulcer, terpasang infus RL 20
tts/menit.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi
hari. Dan Saat sakit klien belum pernah BAB, cateter terpasang dengan urin
keluar 300 cc per 12 jam.
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa tidur jika sudah larut
malam klien sering bergadang dengan teman-temannya sebelum tidur. Klien biasa
tidur pukul 23.00-07.00, tidur siang kadang-kadang. Saat iniklien dalam keadaan
tidak sadar
Keluarga klien mengatakan klien tertutup, klien lebih sering menghabiskan waktu
di luar rumah. Klien saat ini tidak sadarkan diri dalam kondisi gelisah.
Keluarga klien mengatakan saat ini anaknya tidak sadarkan diri, terdapat bengkak
pada dahi sebelah kanan, pada kaki sebelah kanan terdapat bula dan yang
dipikirkan saat ini yaitu kesembuhan anaknya agar anaknya bisa pulang kerumah
berkumpul dengan keluarga.
Keluarga klien mengatakan saat ini klien dapat berhubungan baik dengan
lingkungan, baik kepada keluarga, tetangga, dan teman-temannya. Saat klien
dirawat dirumah sakit pun keluarga, tetangga, dan teman-temannya menjenguk
klien.
Keluarga klien mengatakan klien belum menikah, sudah menstruasi saat berumur
13 tahun.
Keluarga klien mengatakan agama yang dianut keluarga dan klien adalah islam.
aktifitas ibadah klien terganggu karna klien tidak sadarkan diri.
J. DATA PENUNJANG
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Cl 93 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif
Pemeriksaan Urine
PH 6 4,0-78
Protein +1 Negatif
Sedimen - Negatif
Sell epitel + +1
GCS : Eye 1
Verbal 1
Motorik 2
Unisokor
RP (+ /+ )
Terapy obat
Infeksi intra-abdominal.
K. Analisa Data
L. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d a danya penumpukan sekresi di
tenggorokan dan mulut.
2. Ketidak efektifan pola nafas b/d Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata,
cedera cidera otak.
h. Monitor tanda-tanda
TIK
2. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan a. Kaji status pernafasan
gangguan/kerusakan pusat asuhan keperawatan 3 x klien
pernafasan di medula 24 jam klien
oblongata/cedera jaringan menunjukan pola nafas b.Kaji penyebab
otak yang efektif dengan KH: ketidakefektifan pola nafas
3. Defisit self care b/d Setelah dilakukan askep Bantuan perawatan diri
kelemahan fisik, penurunan 3 x 24 jam klien dan
kesadaran. keluarga dapat merawat a. Monitor kemampuan
diri : dengan kriteria : pasien terhadap perawatan diri
yang mandiri
-kebutuhan klien sehari-
hari terpenuhi (makan, b.Monitor kebutuhan akan
berpakaian, toileting, personal hygiene, berpakaian,
berhias, hygiene, oral toileting dan makan, berhias
higiene) c. Beri bantuan sampai
-klien bersih dan tidak klien mempunyai kemapuan
bau. untuk merawat diri
05.00
05.30
06.00
07.00
7. Mengkaji KU dan VS A
09.00 p
8. Mengatur posisi tidur yang nyaman
09.30 bagi klien P
9. Mengkaji KU dan VS 1.
06.00
07.00
31-1-13 Defisit self care 08.15 1. Membantu oral hygiene klien S
b/d
13.00 2. Membantu BAB dan BAK klien O
Penurunan
kesadaran, 14.00 3. Membantu mengubah posisi klien K
G
kelemahan fisik 4. Membantu memandikan klien b
15.00 5. Menganjurkan keluarga untuk t
ikutserta dalam memenuhi ADL klien b
16.10 k
6. Membantu membuang balance (
cairan (urine) O
P
8. Membantu memandikan klien
21.00 1.
2.
p
05.00
Mengkaji KU dan VS P
1.
10.00 Mengkaji KU dan VS t
22.00
05.00
05.30
06.00
07.00
8. Mengkaji KU dan VS P
06.00
07.00
07.15
22.00
05.00
05.30
06.00
07.00
07.00
2
05.00
p