Anda di halaman 1dari 22

1

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG B2 RSPAL DR.
RAMELAN SURABAYA

Oleh :
FENI ALFIYANITA,S.Kep
2030033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2020
2

HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa:

Nama : Feni Alfiyanita


NIM : 2030033
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (Ckd) Di Ruang B2 RSPAL Dr.
Ramelan Surabaya

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat


menyetujui bahwa Laporan pendahuluan ini dinyatakan layak

Mahasiswa :

Feni Alfiyanita
NIM. : 2030033

Surabaya, November 2020

Pembimbing Institusi Pembimbing Ruangan

Dr. Setiadi, S.Kep.,Ns.,M.Kep Vita


NIP. 03001 NIP.
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN iii
DAFTAR ISI vii

A. Konsep Chronic Kidney Disease 4


1. Pengertian Chronic Kidney Disease 4
2. Etiologi Chronic Kidney Disease 4
3. Anatomi Fisiologi Ginjal 5
4. Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease 6
5. Klasifikasi Chronic Kidney Disease 7
6. Komplikasi Chronic Kidney Disease 8
7. Pemeriksaan Penunjang 8
8. Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease 10
B Konsep Asuhan Keperawatan pada Chronic Kidney Disease 10
1. Pengkajian Keperawatan 10
2. Diagnosa Keperawatan 15
3. Intervensi Keperawatan 16
4. Implementasi Keperawatan 19
5. Evaluasi Keperawatan 19
6. WOC Chronic Kidney Disease 20
DAFTAR PUSTAKA 21
4

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG B2 RSPAL DR.
RAMELAN SURABAYA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
(Smeltzer & Bare, 2015).
Gagal ginjal kronik adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang
menyebabkan uremia atau azotemia (Brunner & Suddarth, 2016)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kondisi gagalnya ginjal
dalam menjalankan fungsinya mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit karena rusaknya struktur ginjal yang
progresif ditandai 10 dengan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)
dalam darah (Muttaqin & Sari, 2014).

2. Etiologi
CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit komplikasi
yang bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal (Muttaqin & Sari
2011). Menurut Robinson (2013) dalam Prabowo dan Pranata (2014)
penyebab CKD, yaitu:
a) Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis)
b) Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c) Kelainan vaskuler (renal nephrosclerosis)
d) Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis)
e) Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythematosus)
f) Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida)
5

3. Anatomi dan Fisiologi

Gambar ginjal tampak samping (Sobota, 2006)


a. Struktur Ginjal
Ginjal terletak di dinding posterior abdomen, di daerah lumbal, kanan dan
kiri tulang belakang, terbungkus lapisan lemak yang tebal, diluar rongga
peritoneum karena itu ginjal berada di belakang peritoneum. Ginjal kanan
memiliki posisi yang lebih rendah dari ginjal kiri karena terdapat hati
yang mengisi rongga abdomen sebelah kanan dengan panjang masing-
masing ginjal 6-7,5 cm dan tebal 1,5-2,5 cm dengan berat sekitar 140
gram pada dewasa (Pearce, 2013).
b. Bagian – Bagian Ginjal
Menurut Haryono (2013) ginjal memiliki 3 bagian, yaitu:
1) Kulit ginjal (korteks) yang terdapat nefron sebanyak 1-1,5 juta yang
bertugas menyaring darah karena memiliki kapiler-kapiler darah yang
tersusun secara bergumpal yang disebut glomerulus yang dikelilingi
oleh Simpai Bownman, dan gabungan dari glomerulus dan Simpai
Bownman disebut malphigi yang merupakan tempat terjadinya
penyaringan darah (Haryono, 2013).
2) Sumsum ginjal (medula) terdapat piramid renal yang dasarnya
menghadap korteks dan puncaknya (apeks/papilla renis) mengarah ke
bagian dalam ginjal. Diantara bagian piramid terdapat jaringan korteks
6

yang disebut kolumna renal yang menjadi tempat berkumpulnya ribuan


pembuluh halus yang mengangkut urin hasil penyaringan darah dalam
badan malphigi setelah diproses yang merupakan lanjutan dari Simpai
Bownman (Haryono, 2013).
3) Rongga ginjal (pelvis renalis) merupakan ujung ureter yang berpangkal
di ginjal, berbentuk corong lebar. Pelvis renalis bercabang menjadi dua
atau tiga yang disebut kaliks mayor yang masing-masing membentuk
beberapa kaliks minor yang menampung urine yang keluar dari papila.
Dari kaliks minor urin ke kaliks mayor lalu ke pelvis renis kemudian
ke ureter hingga akhirnya ditampung di vesika urinaria (Haryono,
2013).
c. Fungsi Ginjal
Ginjal memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh melalui pengeluaran jumlah
urin (Haryono, 2013).
b) Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan
ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit) apabila ada
pengeluaran ion yang abnormal ginjal akan meningkatkan ekskresi ion
yang penting (natrium, kalium, kalsium) (Haryono, 2013).
c) Mengatur keseimbangan asam basa dengan mensekresi urin sesuai
dengan pH darah yang berubah (Haryono, 2013).
d) Mengekskresikan sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin)
obat-obatan, zat toksik dan hasil metabolisme pada hemoglobin
(Haryono, 2013).
e) Mengatur fungsi hormonal seperti mensekresi hormone renin untuk
mengatur tekanan darah dan metabolisme dengan membentuk
eritropoiesis yang berperan dalam proses pembentukan sel darah
merah (Haryono, 2013)

4. Manifestasi Klinis
Menurut Haryono (2013) & Robinson (2013) CKD memiliki tanda dan gejala
sebagai berikut:
7

a) Ginjal dan gastrointestinal biasanya muncul hiponatremi maka akan


muncul hipotensi karena ginjal tidak bisa mengatur keseimbangan cairan
dan elektrolit dan gangguan reabsorpsi menyebabkan sebagian zat ikut
terbuang bersama urine sehingga tidak bisa menyimpan garam dan air
dengan baik. Saat terjadi uremia maka akan merangsang reflek muntah
pada otak.
b) Kardiovaskuler biasanya terjadi aritmia, hipertensi, kardiomiopati, pitting
edema, pembesaran vena leher
c) Respiratory system akan terjadi edema pleura, sesak napas, nyeri pleura,
nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat
d) Integumen maka pada kulit akan tampak pucat, kekuning-kuningan
kecoklatan,biasanya juga terdapat purpura, petechie, timbunan urea pada
kulit, warna kulit abu-abu mengilat, pruritus, kulit kering bersisik,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
e) Neurologis biasanya ada neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat.
f) Endokrin maka terjadi infertilitas dan penurunan libido, gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, kerusakan metabolisme karbohidrat.
g) Sistem muskulosekeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur
tulang.
h) Sistem reproduksi: amenore, atrofi testis

5. Klasifikasi
Dalam Muttaqin dan Sari, 2011 CKD memiliki kaitan dengan penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR), maka perlu diketahui derajat CKD untuk
mengetahui tingkat prognosanya.
Tabel Klasifikasi National Kidney Foundation
Stadium Deskripsi GFR (ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal >90
atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan GFR 60-89
meningkat atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan GFR 30-59
meningkat atau sedang
8

4 Kerusakan ginjal dengan GFR 15-29


meningkat atau berat
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
(Sumber: Sudoyo, 2015)
Penurunan GFR menurut Suwitra (2009) dalam Kandacong (2017) dapat
diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault untuk mengetahui derajat
penurunan fungsi ginjal:

6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2011)

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu:
a) Pemeriksaan pada urine yang meliputi:
1) Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau 1.200
ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi urine kurang
dari 400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria)
(Debora, 2017).
2) Warna urine pada temuan normal transparan atau jernih dan temuan
pada orang CKD didapatkan warna urine keruh karena disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan karena ada
darah, Hb, myoglobin, porfirin (Nuari & Widayati, 2017).
9

3) Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika < 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat (Nuari & Widayati,2017)
4) Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normal
menurun Verdiansah (2016), yaitu :
a. Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/ menit per 1,73 m2
b. Perempuan : 88 mL / menit – 128 mL / menit per 1,73 m2
5) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen ada. Normalnya pada urine tidak
ditemukan kandungan protein.
b) Pemeriksaan darah pada penderita CKD menurut Nuari & Widayati (2017)
1) BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL, kreatinin
meningkat dari nilai normal < 0,95 mg/dL, ureum lebih dari nilai
normal 21-43 mg/dL
2) Hemoglobin biasanya < 7-8 gr/dL
3) SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritopoetin
4) BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH < 7,2
5) Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L
6) Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L atau 3,5-5 mmol/L
7) Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL
8) Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL
9) Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dL
c) Pielografi intravena bisa menunjukkan adanya abnormalitas pelvis ginjal
dan ureter. Pielografi retrograde dilakukan bila muncul kecurigaan adanya
obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal digunakan untuk mengkaji
sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa (Haryono,
2013).
d) Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta ada atau
tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
(Nuari & Widayati, 2017)
e) Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013).
10

8. Penatalaksanaan
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagalginjal kronik
adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien.
Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronik diantaranya :
1. Diit rendah uremi
2. Obat – obatan anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,
suplemen kalsium, furosemid.
3. Tata laksana dialisis / transplantasi ginjal, untuk membantu
mengoptimalkan fungsi ginjal.
4. Dilakukan tindakan hemodialisa (Smeltzer & Bare, 2011)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Kidney Disease


1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan CKD meliputi beberapa
hal, yaitu:
a) Biodata
Tanyakan identitas klien meliputi nama lengkap, tanggal lahir, alamat dan
sebagainya lalu cocokkan dengan label nama untuk memastikan bahwa setiap
rekam medis, catatan, hasil tes dan sebagainya memang milik klien (Gleadle,
2007). Menurut Prabowo & Pranata (2014) pekerjaan dan pola hidup tidak
sehat juga memiliki keterkaitan dengan penyakit CKD karena itu laki-laki
sangat beresiko.
b) Keluhan utama
Pada klien CKD dengan masalah kulit biasanya memiliki keluhan seperti
kulit kering sampai bersisik, kasar, pucat, gatal, mengalami iritasi karena
garukan, edema (Nursalam, & Baticaca, 2009; Muttaqin & Sari, 2011).
c) Riwayat kesehatan sekarang
11

Klien akan mengeluhkan mengalami penurunan urine output (oliguria)


sampai pada anuria, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea,
adanya perubahan pada kulit. Kondisi ini terjadi karena penumpukan
(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal
mengalami kegagalan dalam filtrasi (Muttaqin & Sari, 2014; Prabowo &
Pranata, 2014).
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pemakaian obat-obatan, ada riwayat gagal ginjal akut, ISK, atau
faktor predisposisi seperti diabetes melitus dan hipertensi biasanya sering
dijumpai pada penderita CKD (Muttaqin & Sari, 2011).
e) Riwayat Psikososial
Menurut Muttaqin & Sari (2014) CKD bisa menyebabkan gangguan pada
kondisi psikososial klien seperti adanya gangguan peran pada keluarga
karena sakit, kecemasan karena biaya perawatan dan pengobatan yang
banyak, gangguan konsep diri (gambaran diri).
f) Kebutuhan dasar manusia meliputi:
1) Pola nutrisi: Pada klien CKD terjadi peningkatan BB karena adanya
edema, namun bisa juga terjadi penurunan BB karena kebutuhan nutrisi yang
kurang ditandai dengan adanya anoreksia serta mual atau muntah (Rendi &
Margareth, 2012).
2) Pola eliminasi: Pada klien CKD akan terjadi oliguria atau penurunan
produksi urine kurang dari 30 cc/jam atau 500 cc/24 jam. Bahkan bisa juga
terjadi anuria yaitu tidak bisa mengeluarkan urin selain itu juga terjadi
perubahan warna pada urin seperti kuning pekat, merah dan coklat (Haryono
2013; Debora, 2017).
3) Pola istirahat dan tidur: Pada klien CKD istirahat dan tidur akan terganggu
karena terdapat gejala nyeri panggul, sakit kepala, kram otot dan gelisah dan
akan memburuk pada malam hari (Haryono, 2013).
4) Pola aktivitas: Pada klien CKD akan terjadi kelemahan otot dan kelelahan
yang ekstrem (Rendi & Margareth, 2012).
12

5) Personal Hygiene: Pada klien CKD penggunaan sabun yang mengandung


gliserin akan mengakibatkan kulit bertambah kering (Prabowo & Pranata,
2014).

g) Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)


Pemeriksaan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan
fisik meliputi:
1) Tekanan darah: pada klien CKD tekanan darah cenderung mengalami
peningkatan dari hipertensi ringan hingga berat. Sedangkan rentang
pengukuran tekanan darah normal pada dewasa yaitu 100-140/60-90 mmHg
dengan rata-rata 120/80 mmHg dan pada lansia 100-160/ 60-90 mmHg
dengan rata-rata 130/180 mmHg. 28
2) Nadi: pada klien CKD biasanya teraba kuat dan jika disertai dengan
disritmia jantung nadi akan teraba lemah halus. Frekuensi normal pada nadi
orang dewasa yaitu 60-100 x/menit.
3) Suhu: pada klien CKD biasanya suhu akan mengalami peningkatan karena
adanya sepsis atau dehidrasi sehingga terjadi demam. Suhu pada dewasa
normalnya berbeda pada setiap lokasi. Pada aksila 36,4⁰C, rektal 37,6°C, oral
37,0°C.
4) Frekuensi pernapasan pada klien CKD akan cenderung meningkat karena
terjadi takipnea dan dispnea. Rentang normal frekuensi pernapasan pada
dewasa 12-20 x/menit dengan rata-rata 18 x/menit.
5) Keadaan umum pada klien CKD cenderung lemah dan nampak sakit berat
sedangkan untuk tingkat kesadaran menurun karena sistem saraf pusat yang
terpengaruhi sesuai dengan tingkat uremia yang mempengaruhi (Rendi &
Margareth, 2012; Muttaqin & Sari, 2014; Debora, 2017).
Setelah pemeriksaan TTV selesai selanjutnya pemeriksaan fisik, meliputi:
1) Kepala
Inspeksi: Pada klien CKD, rambut tampak tipis dan kering, berubah warna
dan mudah rontok, wajah akan tampak pucat, kulit tampak kering dan kusam
(Williams & Wilkins, 2011; Debora 2017).
13

Palpasi: Rambut akan terasa kasar, kulit terasa kasar (Haryono, 2013)
2) Telinga
Inspeksi: Periksa kesimetrisan dan posisi kedua telinga, produksi serumen,
warna, kebersihan dan kemampuam mendengar. Pada klien CKD lihat
adanya uremic frost (Nursalam & Batticaca, 2009; Debora, 2017).
Palpasi: Periksa ada tidaknya massa, elastisitas atau nyeri tekan pada tragus,
pada klien CKD kulit akan terasa kasar karena kering (Nursalam & Batticaca,
2009; Debora, 2017).
3) Mata
Inspeksi: Pada klien CKD akan tampak kalsifikasi (endapan mineral kalsium
fosfat) akibat uremia yang berlarut-larut di daerah pinggir mata, di sekitar
mata akan tampak edema, penglihatan kabur dan konjungtiva akan terlihat
pucat jika ada yang mengalami anemia berat (Chamberlain’s, 2012;Haryono,
2013; Debora, 2017).
Palpasi: Bola mata akan teraba kenyal dan melenting, pada sekitar mata akan
teraba edema (Chamberlain’s, 2012; Debora, 2017).
4) Hidung
Inspreksi: Periksa adanya produksi sekret, ada atau tidak pernapasan cuping
hidung, kesimetrisan kedua lubang hidung, pada kulit akan telihat kering dan
kusam (Chamberlain’s, 2012; Debora, 2017).
Palpasi: Periksa ada massa dan nyeri tekan pada sinus atau tidak, ada
dislokasi tulang hidung atau tidak, akan terasa kasar (Chamberlain’s, 2012;
Debora, 2017).
5) Mulut
Inspeksi: Pada saat bernapas akan tercium bau ammonia karena faktor
uremik, ulserasi pada gusi, bibir tampak kering (Williams & Wilkins, 2011).
6) Leher
Inspeksi: Periksa ada massa atau tidak, pembengkakan atau kekakuan leher,
kulit kering, pucat, kusam (Williams & Wilkins, 2011; Debora, 2017).
Palpasi: Periksa adanya pembesaran kelenjar limfe, massa atau tidak. Periksa
posisi trakea ada pergeseran atau tidak, kulit terasa kasar (Debora, 2017). 31
7) Dada
14

a) Paru
Inspeksi: Pada klien CKD pergerakan dada akan cepat karena pola napas juga
cepat dan dalam (kusmaul), batuk dengan ada tidaknya sputum kental dan
banyak apabila ada edema paru batuk akan produktif menghasilkan sputum
merah muda dan encer, pada kulit akan ditemukan kulit kering, uremic frost,
pucat atau perubahan warna kulit dan bersisik (Haryono, 2013; Prabowo &
Pranata, 2014).
Palpasi: Periksa pergerakan dinding dada teraba sama atau tidak, terdapat
nyeri dan edema atau tidak, kulit terasa kasar dan permukaan tidak rata
(Debora, 2017).
Perkusi: Perkusi pada seluruh lapang paru normalnya resonan dan pada CKD
pekak apabila paru terisi cairan karena edema (Debora, 2017).
Auskultasi: Dengarkan apa ada suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, pleural friction rub dan stridor (Debora, 2017).
b) Jantung
Inspeksi: Normalnya akan tampak pulsasi pada ICS 5 midklavikula kiri katup
mitrialis pada beberapa orang dengan diameter normal 1-2 cm (Debora,
2017). Palpasi: Normalnya akan teraba pulsasi pada ICS 5 midkalvikula kiri
katup mitrialis (Debora, 2017).
Perkusi: Normalnya pada area jantung akan terdengar pekak pada ICS 3- 5 di
sebelah kiri sternum (Debora, 2017).
Auskultasi: Pada klien CKD akan terjadi disritmia jantung dan akan
terdengar bunyi jantung murmur (biasanya pada lansia) pada klien CKD yang
memiliki hipertensi (Haryono 2013; Debora, 2017).
8) Abdomen
Inspeksi: Kulit abdomen akan tampak mengkilap karena asites dan kulit
kering, pucat, bersisik, warna cokelat kekuningan, akan muncul pruritus
(Williams & Wilkins, 2011; Debora, 2017).
Auskultasi: Dengarkan bising usus di keempat kuadran abdomen (Debora,
2017).
15

Perkusi: Klien dengan CKD akan mengeluh nyeri pada saat dilakukan
pemeriksaan di sudut costo-vertebrae pada penderita penyakit ginjal (Debora,
2017)
Palpasi: Lakukan palpasi pada daerah terakhir diperiksa yang terasa nyeri,
teraba ada massa atau tidak pada ginjal (Debora, 2017).

9) Kulit dan kuku


Inspeksi: Kuku akan menjadi rapuh dan tipis, kulit menjadi pucat, kering dan
mengelupas, bersisik, akan muncul pruritus, warna cokelat kekuningan,
hiperpigmentasi, memar, uremic frost, ekimosis, petekie (Nursalam &
Batticaca, 2009; Muttaqin & Sari, 2011; Williams & Wilkins, 2011;
Chamberlain’s, 2012)
Palpasi: CRT > 3 detik, kulit teraba kasar dan tidak rata (Muttaqin & Sari,
2011).
10) Genetalia
Inspeksi: Lihat kebersihan genetalia, tampak lesi atau tidak (Debora, 2017).
11) Ekstermitas
Inspeksi: Pada klien CKD terdapat edema pada kaki karena adanya gravitasi
biasanya ditemukan di betis dan paha pada klien yang bedrest, kelemahan,
kelelahan, kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik (Rendi & Margareth, 2012;
Haryono 2013)
Palpasi: Turgor kulit > 3 detik karena edema, kulit teraba kering dan kasar
(Chamberlain’s, 2012)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( proses
hemodialisa ).
( SDKI 2017 Kategori Psikologi Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
D.0077 Hal 172 )
b. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
16

(SDKI 2017 Kategori Fisiologis Subkategori : Nutrisi dan Cairan D.0022


Hal 62)
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri
dan atau vena
(SDKI 2017 Kategori Fisiologis Subkategori : Sirkulasi D. 0009 Hal 37)

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Standar Luaran Keperawatan Standart Intervensi
Keperawatan Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesia (SIKI)

1. Nyeri akut Setelah diberikan intervensi selama 3x4 Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan dengan jam setiap pertemuan diharapkan tingkat Definisi : Mengidentifikasi dan
agen pencedera nyeri menurun , dengan kriteria hasil : mengelola pengalaman sensorik atau
fisiologis ( proses L.08066 (Tingkat nyeri) emosional yang berkaitan dengan
hemodialisa ). 1. Keluhan nyeri dari skala 2 (Cukup
(D.0077) kerusakan jaringan atau fungsional
Meningkat) menjadi skala 3 (Sedang)
dengan onset mendadak atau lambat
2. Meringis dari skala 2 (Cukup
Meningkat) menjadi skala 3 (Sedang) dan berintensitas ringan hingga berat
3. Gelisah dari skala 2 (Cukup dan konstan.
Meningkat) menjadi skala 3 (Sedang) Tindakan :
Observasi
1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non
verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
17

nyeri
3. Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
4. Anjarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri seperti
latihan nafas dalam.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgesic

Pemberian Analgesik
(I.08243)
Definisi: menyiapkan dan
memberikan agen farmakologi
untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit.
Tindakan :
1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuian jenis
analgesic
Terapeutik :
1. Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk mencapai
analgesic optimal
2. Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi :
1. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesic sesuai
indikasi

2. Hipervolemia Setelah diberikan intervensi selama Manajemen hipervolemia (I.03114)


berhubungan dengan 3x4 jam setiap pertemuan diharapkan Definisi : mengidentifikasi dan
gangguan mekanisme keseimbangan cairan meningkat , mengelola kelebihan cairan
regulasi
dengan kriteria hasil : L.03020 intravascular dan ekstraselular serta
(D.0022).
(keseimbangan cairan) mencegah terjadinya komplikasi
18

1. Asupan cairan dari skala 2 (Cukup Tindakan :


menurun) menjadi skala 5 1. Periksa tanda dan gejala
(meningkat) hypervolemia
2. Kelembaban membran mukosa dari 2. Identifikasi penyebab
skala 2 (Cukup menurun) menjadi hypervolemia
skala 5 (meningkat) 3. Monitor intake dan output cairan
3. Edema dari skala 2 (Cukup 4. Monitor tanda hemokonsentrasi
menurun) menjadi skala 5 (mis. Kadar natrium, BUN,
(meningkat) hematocrit, berat jenis urine)
4. Turgor kulit dari skala 2 (cukup 5. Monitor tanda peningkatan
memburuk) menjadi skala 5 tekanan onkotik plasma (mis.
(membaik) Kadar protein dan albumin)
6. Monitor kecepatan infus secara
ketat
Terapeutik :
1. Batasi asupan cairan dan garam
Edukasi :
1. Anjurkan melapor jika haluaran
urine <0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam
2. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
3. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretic
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretik
3. Perfusi perifer tidak Setelah diberikan intervensi selama Manajemen Sensasi Perifer
efektif berhubungan 3x4 jam setiap pertemuan diharapkan (I.06195)
dengan penurunan tingkat perfusi perifer meningkat , Definisi : mengidentifikasi dan
aliran arteri dan atau
dengan kriteria hasil : L.02011 (perfusi mengelola ketidaknyamanan pada
vena
(D.0009). perifer) perubahan sensasi perifer
1. Warna kulit pucat dari skala 2 Tindakan :
(Cukup Meningkat) menjadi 1. Identifikasi penyebab perubahan
skala 5 (menurun) sensasi perifer
2. Edama perifer dari skala 2 2. Monitor terjadinya paresthesia,
(Cukup Meningkat) menjadi jika perlu
skala 5 (menurun) 3. Monitor perubahan kulit
3. Nekrosis dari skala 2 (Cukup 4. Monitor adanya tromboflebitis
Meningkat) menjadi skala 5 Terapeutik :
(menurun) 1. Hindari pemakaian benda-benda
19

yang berlebihan suhunya (terlalu


panas atau dingin)
Edukasi :
1. Anjurkan penggunaan
thermometer
2. Anjurkan memakai sarung tangan
dan kaos kaki

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesic,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan keperawatan dalam
bentuk intervensi. Pada tahap ini perawat harus memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi yang efektif, mampu menciptakan hubungan saling percaya
dan saling bantu, observasi sistematis, mampu memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan dalam advokasi dan evaluasi (Asmadi, 2008).
Implementasi adalah tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan ini mncangkup tindakan mandiri dan kolaborasi
(Tarwoto & Wartonah, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi bertujuan untuk mencapai tujuan yang sudah disesuaikan dengan
kriteria hasil selama tahap perencanaan yang dapat dilihat melalui
kemampuan klien untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2012).
20

6. WOC CKD

Hipervolemia

Perfusi Perifer
Tidak Efektif

Nyeri Akut
21

DAFTAR PUSTAKA

Chamberlain’s. 2012. Chamberlain’s Gejala dan Tanda dalam Kedokteran Klinis.


Jakarta: Permata Puri Media
Debora, Oda. 2017. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika
Gleadle, Jonathan. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Haryono. 2013. Keperawatan medical bedah: system perkemihan. Yogyakarta:
Rapha Publishing
Kandacong, Ayumi. 2017. Jumlah Trombosit Pre dan Post Hemodialisa (HD)
pada Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik (PGK) di Rumah Sakit Perguruan
Tinggi Negeri (RSPTN) Universitas Hasanuddin.Makassar: Universitas
Hasanuddin
Muttaqin & Sari. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Nuari & Widayati.2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Deepublish
Nursalam & Batticaca.2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan.Jakarta: Salemba Medika
Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Prabowo & Pranata. 2014. Buku ajar keperawatan sistem perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Prabowo & Pranata. 2014. Buku ajar keperawatan sistem perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Rendi & Margareth.2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan: Teori &
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sobota. 2006. Atlas Anatomi ManusiaEd. 22. Jakarta: EGC
Sudoyo. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Tarwoto & Wartonah.2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
22

Tim Pokja SLKI DPP PPNI .(2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Williams & Wilkins. 2011. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta Barat: Permata Puri Media

Anda mungkin juga menyukai