Disusun Oleh:
Nor Atia, S.Kep
11194692110114
Menyetujui,
2. Fisiologi Ginjal
3. Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2016) kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
3) Batu ginjal: nefrolitiasis
4) Kista di ginjal: polycstis kidney
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor
4. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara
bertahap fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang
kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah
dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan
filtrasi dan beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga
keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan.
Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai
dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
5. Pathway
Proses penurunan ginjal. Insufisiensi ginjal dimana Stadium ini merupakan stadium
Selama stadium ini kreatinin lebih dari 75% jaringan akhir dimana 90 % dari massa
serum dan kadar BUN normal yang berfungsi telah rusak nefron telah hancur
Gg. Keseimbangan asam- Urokrom tertimbun di kulit perpospatemia Tek. Kapiler naik Oksihemoglobin turun
basa
Preload naik
Infeksi Perdarahan
Beban jantung naik
Defisit Nutrisi
COP turun Bendungan atrium kiri naik
Edema paru
Retensi Na dan H2O Asam laktat meningkat
Intoleransi aktivitas
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Gagal sebagai organ koordinasi dalam peran
sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organ multifuncsion), sehingga
kerusakan klinis secara fisisologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini ada
tanda dan gejala gagal ginjal ronik (Robinson, 2018) :
a. Ginjal
Sebagai akibat dari hiponatremia maka timbul hipotensi, mulut
kering penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual.
Kemudian terjadi penurunan kedasaran (somnolen) dan nyeri
kepala berat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan
iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan
cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis
metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine
output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremia
pecarditis, effuse pericardial (kemungkinan bisa terjadi temponade
jantung), gagal jantung, odema periorbital dan odema perifer.
c. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan
efusi pleura, cracles, sputum yang kental, uremia pleuritis dan
uremia lung, dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan userasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi,
dan kemungkinan juga disertai parotitis, caofagotis, gastritis,
ulserasi, lesi pada usus halus/usus besar, dan pancreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea,
dan vomiting.
e. Integument
Kulit pucat, kekuning- kuningan , kecoklatan, kering dan ada sclap.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neurophati perifer, nyeri,
gatal pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot
reflek kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk
meningkat, pusing, koma, kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik enchepalophaty.
g. Endokrin
Biasa terjadi infertilisasi dan penurunan libido, amenorhea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan
sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan
metabolisme karbohidrat.
h. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialisis) dan kerusakan platelet.
Biasanya masalah yang serius pada system hematologi
ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
i. Muskuloskletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur
pathologis dan klasifikasi (otak, mata, gusi, dan miokard).
7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2019) yaitu :
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistem reninangiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan
kadar aluminium.
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter
d. USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
g. Biopsi ginjal
h. Pemeriksaan Laboratorium
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis ).
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
a) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b) Double lumen : langsung pada daerah jantung
( vaskularisasi ke jantung )
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik
2 Gangguan pertukaran gas Pertukaran Gas (L.01003) Terapi Oksigen (I.01026)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1 x 24 Jam 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
diharapkan gangguan pertukaran 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
gas menurun dengan kriteria hasil : 3. Monitor aliran oksigen secara
1. Dispnea dari skala 3 (sedang) periodik
ke skala 5 (menurun) 4. Monitor efektivitas terapi oksigen
5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
2. Bunyi nafas tambahan dari
skala 3 (sedang) ke skala 5
Terapeutik
(menurun)
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Siapkan dan atur peralatan
3. Pola nafas dari skala 3
pemberian oksigen
(sedang ke skala 5 (menurun)
3. Berikan oksigen tambahan. Jika perlu
4. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur
3 Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
toleransi aktivitas dapat meningkat yang mengakibatkan kelelahan
dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Kemudahan dalam melakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas sehari-hari dari skala Terapeutik
3 (sedang) ke skala 4 (cukup 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
meningkat) rendah stimulus
2. Keluhan lelah dari skala 3 2. Berikan aktivitas distraksi yang
(sedang) ke skala 5 menenangkan
(menurun) 3. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
3. Dyspnea saat aktivitas dari Edukasi
skala 3 (sedang) ke skala 5 1. Anjurkan tirah baring
(menurun) 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
4 Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Emboli Perifer (I.02074)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1 x 24 Jam 1. Periksa sirkulasi perifer secara
perfusi perifer klien membaik menyeluruh
dengan kriteria hasil: 2. Monitor nyeri pada area yang terkena
1. Denyut nadi perifer dari skala 3 3. Monitor tanda-tanda penurunan
(sedang) ke skala 5 (meningkat) sirkulasi vena
2. Turgor kulit dari skala 3 (sedang) Terapeutik
ke skala 5 (membaik) 1. Lakukan rentang gerak aktif atau
3. Akral dari skala 3 (sedang) ke pasif
skala 5 (membaik) 2. Ubah posisi setiap 2 jam
4. Warna kulit pucat dari skala 3 3. Hindari memijat atau mengompres
(sedang) ke skala 5 (menurun) otot yang cedera
Edukasi
Jelaskan mekanisme terjadinya emboli
perifer
5 Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3 x 24 Jam 1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan nutrisi klien membaik 2. Monitor asupan makanan
dengan kriteria hasil : 3. Monitor berat badan
1. Nafsu makan dari skala 3 Terapeutik
(sedang) ke skala 5 (membaik) 1. Sajikan makanan secara menarik
2. Berat badan dari skala 3 2. Berikan makanan tinggi serat untuk
(sedang) ke skala 5 (membaik) mencegah konstipasi
3. Frekuensi makan dari skala 3 Edukasi
(sedang ke skala 5 (membaik) 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
Kolaboratif dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan, jika perlu
6 Gangguan integritas Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit/jaringan (L.14125) Observasi
Setelah dilakukan tindakan Identifikasi penyebab gangguan integritas
keperawatan selama 1 x 24 Jam kulit
diharapkan integritas jaringan Terapeutik
membaik klien menurun dengan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
kriteria hasil : baring
1. Kerusakan jaringan dari skala 2. Lakukan pemijatan pada area
3 (sedang) ke skala 5 penonjolan tulang, jika perlu
(menurun) 3. Gunakan produk berbahan petrolium
2. Nyeri dari skala 3 (sedang) ke atau minyak pada kulit kering
skala 5 (menurun) 4. Gunakan produk berbahan ringan/
3. Kemerahan dari skala 3 alami hipoalergik pada kulit sensitif
(sedang) ke skala 5 5. Hindari produk berbahan dasar
(menurun) alkohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
5. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
7 Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3 x 24 Jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristrik,
diharapkan tingkat nyeri klien durasi, frekuensi, kualiats dan
menurun dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri dari skala 3 2. Identitas skala nyeri
(sedang) ke skala 5 3. Identifikasi faktor yang memperberat
(menurun) nyeri
2. Meringis dari skala 3 Terapeutik
(sedang) menjadi 5 1. Berikan teknik non farmakologis
(menurun) dalam menangani nyeri
3. Gelisah dari skala 3 (sedang) 2. Kontrol lingkungan yang
menjadi 5 (menurun) memperberat rasa nyeri
4. Sikap protektif dari skala 3 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
(sedang) menjadi 5 Edukasi
(menurun) 1. Jelaskan strategi mengurangi nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
3. Ajarkan tehnik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaboratif pemberian analgetik sesuai
order
8 Retensi urine Eliminasi Urine (L.04034) Kateterisasi Urine (I.04148)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1 x 24 Jam Periksa kondisi pasien (mis. kesadaran,
diharapkan eliminasi urine pada tanda-tanda vital, distensi kandung kemih,
klien membaik dengan kriteria dll)
hasil : Terapeutik
1. Distensi kandung kemih dari 1. Siapkan peralatan, bahan-bahan
skala 3 (sedang) ke skala 5 dan ruangan tindakan
(menurun) 2. Siapkan pasien, lepaskan pakaian
2. Berkemih tidak tuntas dari bawah dan posisikan dorsal
skala 3 (sedang) ke skala 5 rekumben (wanita) dan supine (laki-
(menurun) laki)
3. Volume residu urine dari skala 3. Pasang sarung tangan
3 (sedang) ke skala 5 4. Bersihkan daerah perineal dengan
(menurun) cairan NaCl atau aquades
4. Frekuensi BAK dari skala 3 5. Lakukan insersi kateter urine
(sedang) ke skala 5 dengan menerapkan prinsip aseptik
(membaik) 6. Sambungkan kateter urin dengan
urine bag
7. Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai
anjuran
8. Fiksasi selang kateter diatas
simpisis atau di paha
9. Pastikan kantung urine ditempatkan
lebih rendah dari kandung kemih
10. Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter
2. Anjurkan menarik nafas saat insersi
selang kateter
Terapeutik
1. Catat waktu dan haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sampel urin
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gelaja infeksi
saluran kemih
2. Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontraindikasi
3. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2016, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan
(Edisi 2). Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2018 Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2017. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Watson. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 4. Jakarta: EGC.