Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) /


GAGAL GINJAL KRONIS (GGK)
DI RUANG ICU RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Nor Atia, S.Kep
11194692110114

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Kasus : LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


Nama Mahasiswa : Nor Atia
NIM : 11194692110114

Banjarmasin, Mai 2022

Menyetujui,

ICU RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

Lukmanul Hakim, Ns., M.Kep Eirene E. M. Gaghauna, S.Kep. Ns., MSN


NIP. 197601161996031002 NIK.1166012009017
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIS

A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal


1. Anatomi Ginjal

Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak pada


retroperitoneal (antara dinding tubuh dorsal dan peritoneum parietal) di
daerah lumbal superior. Proyeksi ginjal terhadap tulang belakang
setinggi T12 samapi L3. Ginjal kanan terdesak oleh hepar dan terletak
sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Ginjal orang dewasa memiliki massa
sekitar 150 g (2 ons) dan dimensi ratarata panjangnya 12 cm, lebar 6
cm, dan tebal 3 cm atau seukuran sabun besar. Permukaan lateral
berbentuk cembung. Permukaan medial berbentuk cekung dan memiliki
celah vertikal yang disebut hilus renal yang mengarah ke ruang internal
di dalam ginjal yang disebut sinus ginjal. Saluran ureter, pembuluh
darah ginjal, limfatik, dan saraf semuanya bergabung dengan masing-
masing ginjal di hilum dan menempati sinus. Di atas setiap ginjal
terdapat kelenjar adrenal (atau suprarenal), merupakan kelenjar
endokrin yang secara fungsional tidak terkait dengan ginjal (Marieb &
Hoehn, 2015).
Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang
mengelilinginya :
a. Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa jaringan ikat
fibrosa padat yang menyandarkan ginjal dan kelenjar adrenal ke
struktur sekitarnya.
b. Perirenal fat capsule, merupakan massa lemak yang mengelilingi
ginjal dan bantalannya terhadap pukulan.
c. Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan yang mencegah
infeksi di daerah sekitarnya menyebar ke ginjal (Marieb & Hoehn,
2015).
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat
terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.
Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap
nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari
beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis
menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial.
Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang
kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora,
2016; Moore & Anne, 2017).
Nefron adalah kesatuan unit fungsional dari ginjal, tiap nefron
terdiri dari glomerulus, kapsula Bowman, tubulus contortus proksimalis,
loop henle, tubulus contortus distalis. Bagian luar ginjal disebut korteks
dan bagian dalam disebut medulla, serta bagian paling dalam disebut
pelvis. Dibagian medulla ada bentukan piramida sebagai saluran
pengumpul (tubulus collectivus) yang membawa filtrat dari nefron
korteks menuju pelvis. Permukaan medial ginjal yang cekung ada
bentukan Hilus. Hilus merupakan tempat keluar-masuknya vasa renalis,
dan tempat keluarnya pelvis renalis. Ginjal Mempunyai pembungkus
dari dalam ke luar yaitu capsula renalis, perirenal fat dan paling luar
adalah fascia renalis (Maulana, 2017).
Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan
darah balik adalah vena renalis yang merupakan cabang vena kava
inferior (Marieb & Hoehn, 2017). Sistem arteri ginjal adalah end arteries
yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang
dari arteri lain, sehingga apabila terdapat kerusakan salah satu cabang
arteri, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang
dilayaninya (Purnomo, 2017). Persarafan ginjal berasal dari pleksus
simpatikus renalis dan tersebar sepanjang cabang-cabang arteri vena
renalis. Serabut aferen yang berjalan melalui pleksus renalis masuk ke
medulla spinalis melalui Nervus Torakalis X, XI, dan XII (Netter, 2017).

2. Fisiologi Ginjal

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume


dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan
mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal
dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan
reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di
sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan
keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price &
Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2018), ginjal memiliki fungsi yaitu: a.
Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh b. Memelihara
volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam peraturan
jangka panjang tekanan darah arteri. c. Membantu memelihara
keseimbangan asam basa pada tubuh. d. Mengekskresikan produk-
produk sisa metabolisme tubuh. e. Mengekskresikan senyawa asing
seperti obat-obatan.
Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara
lain ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan
keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh
dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan
keseimbangan asam basa, sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormon
(Guyton & Hall, 2008).
B. KONSEP PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIS
1. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan
dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas
& Levin, 2016. CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau
azotemia (Smeltzer, 2017) Gagal ginjal kronik merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah lain
dalam darah (Brunner & Suddarth, 2017).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Klasifikasi
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan
ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal
dan pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration
Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai
meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin
serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria
sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa
nefron telah hancur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang
masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari
keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat. Klien
akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak
lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien
menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.

3. Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2016) kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
3) Batu ginjal: nefrolitiasis
4) Kista di ginjal: polycstis kidney
5) Trauma langsung pada ginjal
6) Keganasan pada ginjal
7) Sumbatan: batu, tumor

b. Penyakit umum di luar ginjal


1 Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
2 Dyslipidemia
3 SLE
4 Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
5 Preeklamsi
6 Obat-obatan
7 Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar)

4. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara
bertahap fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang
kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah
dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan
filtrasi dan beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga
keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan.
Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai
dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
5. Pathway

Zat Toksik Vaskular Infeksi Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen antibodi Aterosklerosis Tertimbun ginjal


Retensi urine Batu besar & kasar

Suplai darah ginjal turun

Menekan saraf perifer Iritasi/cedera jaringan

GFR turun Nyeri pinggang Hematuria

Gagal Ginjal Kronis (GGK) Nyeri Akut Anemia

Stadium I Stadium II Stadium III

Proses penurunan ginjal. Insufisiensi ginjal dimana Stadium ini merupakan stadium
Selama stadium ini kreatinin lebih dari 75% jaringan akhir dimana 90 % dari massa
serum dan kadar BUN normal yang berfungsi telah rusak nefron telah hancur

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoisis naik

Sindrom uremia Total CES naik Produksi Hb turun


Hipertropi ventrikel kiri

Gg. Keseimbangan asam- Urokrom tertimbun di kulit perpospatemia Tek. Kapiler naik Oksihemoglobin turun
basa

Perubahan warna kulit Pruritis Volume interstisial naik


Produksi asam lambung Suplai O2 turun
meningkat

Gangguan Integritas Edema Perfusi perifer


Iritasi lambung Kulit/jaringan
tidak efektif

Preload naik

Infeksi Perdarahan
Beban jantung naik

Gastritis Hematemesai melena

Mual muntah Keletihan


Payah jantung kiri

Defisit Nutrisi
COP turun Bendungan atrium kiri naik

Tekanan vena pulmonaris


Aliran darah ginjal meningkat Suplai O2 jaringan menurun Suplai O2 ke otak menurun

Kapiler paru naik


RAA turun Metabolisme anaerob Syncope (kehilangan
kesadaran)

Edema paru
Retensi Na dan H2O Asam laktat meningkat

Gangguan Pertukaran Gas


Hipervolemia Fatigue

Intoleransi aktivitas
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Gagal sebagai organ koordinasi dalam peran
sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organ multifuncsion), sehingga
kerusakan klinis secara fisisologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini ada
tanda dan gejala gagal ginjal ronik (Robinson, 2018) :
a. Ginjal
Sebagai akibat dari hiponatremia maka timbul hipotensi, mulut
kering penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual.
Kemudian terjadi penurunan kedasaran (somnolen) dan nyeri
kepala berat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan
iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan
cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis
metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine
output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremia
pecarditis, effuse pericardial (kemungkinan bisa terjadi temponade
jantung), gagal jantung, odema periorbital dan odema perifer.
c. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan
efusi pleura, cracles, sputum yang kental, uremia pleuritis dan
uremia lung, dan sesak nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan userasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi,
dan kemungkinan juga disertai parotitis, caofagotis, gastritis,
ulserasi, lesi pada usus halus/usus besar, dan pancreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea,
dan vomiting.
e. Integument
Kulit pucat, kekuning- kuningan , kecoklatan, kering dan ada sclap.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neurophati perifer, nyeri,
gatal pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot
reflek kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk
meningkat, pusing, koma, kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik enchepalophaty.
g. Endokrin
Biasa terjadi infertilisasi dan penurunan libido, amenorhea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan
sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan
metabolisme karbohidrat.
h. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialisis) dan kerusakan platelet.
Biasanya masalah yang serius pada system hematologi
ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
i. Muskuloskletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur
pathologis dan klasifikasi (otak, mata, gusi, dan miokard).

7. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2019) yaitu :
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistem reninangiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan
kadar aluminium.
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi.
b. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/
obstruksi)
c. IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter
d. USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostat.
e. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
g. Biopsi ginjal
h. Pemeriksaan Laboratorium

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga
yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis ).
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
a) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b) Double lumen : langsung pada daerah jantung
( vaskularisasi ke jantung )
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal

10. Pengkajian Fokus Keperawatan


a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama dan riwayat kesehatan sekarang
a) Aktivitas/ istirahat : kelelahan yang ekstrim, kelemahan,
malaise.
b) Sirkulasi : riwayat hipertensi lama adalah berat, palpitasi,
nyeri dada
c) Integritas ego : faktor stress, contohnya finansial, hubungan
dan sebagainya, perasaan tak berdaya, tidak ada harapan,
tidak ada kekuatan
d) Eliminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria,
abdomen kembung, diare/ konstipasi.
e) Makanan/ cairan : berat badan naik (edema), berat badan
turun (malnutrisi), anorexia, nyeri ulu hati, mual/ muntah,
rasa metalik pada mulut yang tidak sedap (nafas amoniak),
dan penggunaan diuretic.
f) Neurosensori : sakit kepala, pengelihatan kabur, kram otot/
kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada
telapak kaki, kebas/ kesemutan dan kelemahan, terutama
ekstremitas bawah (neuropati perifer).
g) Nyeri/ kenyamanan : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/
nyeri kaki (memburuk pada malam hari).
h) Pernafasan : nafas pendek, dipsnoe nokturnal paraksismal,
batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak
i) Keamanan : kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi
2) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit chronik kidney disease, infeksi
saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat
nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi,
kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi saluran
perkemihan berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebabnya. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
3) Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan
dialisis akan menyebabkan klien mengalami gangguan pada
gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan klien mengalami
kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan
gangguan peran keluarga (self esteem).
c. Pengkajian fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Kaji apakah klien lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan
sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai
coma.
2) Tanda-tanda vital.
Kaji tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,
nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena
kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan
karena kelebihan cairan.
4) Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,
mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
6) Leher dan tenggorokan
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada
leher.
7) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
8) Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit.
9) Genetalia
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
10) Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

11. Diagnosa Keperawatan


a. Hipervolemia
b. Gangguan pertukaran gas
c. Intoleransi aktivitas
d. Perfusi perifer tidak efektif
e. Defisit nutrisi
f. Gangguan integritas kulit/jaringan
g. Nyeri akut
h. Retensi urine
12. Rencana Tindakan Keperawatan
DIAGNOSA
NO SLKI SIKI
KEPERAWATAN

1 Hipervolemia Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen Hipervolemia (I.03114)


Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3 x 24 Jam 1. Periksa tanda dan gejala
diharapkan tingkat nyeri klien hipervolemia
menurun dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
1. Edema dari skala 3 (sedang) ke 3. Monitor status hemodinamik
skala 5 (menurun) 4. Monitor intake dan output cairan
2. asites dari skala 3 (sedang) Terapeutik
menjadi 5 (menurun) 1. Timbang berat badan setiap hari
3. Tekanan darah dari skala 3 pada waktu yang sama
(sedang) menjadi 5 (membaik) 2. Batasi asupan cairan dan garam
4. Berat badan dari skala 3 Edukasi
(sedang) menjadi 5 (membaik) 1. Anjurkan melapor jika BB bertambah
> 1 kg dalam sehari
2. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik
2 Gangguan pertukaran gas Pertukaran Gas (L.01003) Terapi Oksigen (I.01026)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1 x 24 Jam 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
diharapkan gangguan pertukaran 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
gas menurun dengan kriteria hasil : 3. Monitor aliran oksigen secara
1. Dispnea dari skala 3 (sedang) periodik
ke skala 5 (menurun) 4. Monitor efektivitas terapi oksigen
5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
2. Bunyi nafas tambahan dari
skala 3 (sedang) ke skala 5
Terapeutik
(menurun)
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Siapkan dan atur peralatan
3. Pola nafas dari skala 3
pemberian oksigen
(sedang ke skala 5 (menurun)
3. Berikan oksigen tambahan. Jika perlu
4. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur
3 Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
toleransi aktivitas dapat meningkat yang mengakibatkan kelelahan
dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Kemudahan dalam melakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas sehari-hari dari skala Terapeutik
3 (sedang) ke skala 4 (cukup 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
meningkat) rendah stimulus
2. Keluhan lelah dari skala 3 2. Berikan aktivitas distraksi yang
(sedang) ke skala 5 menenangkan
(menurun) 3. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
3. Dyspnea saat aktivitas dari Edukasi
skala 3 (sedang) ke skala 5 1. Anjurkan tirah baring
(menurun) 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
4 Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Emboli Perifer (I.02074)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1 x 24 Jam 1. Periksa sirkulasi perifer secara
perfusi perifer klien membaik menyeluruh
dengan kriteria hasil: 2. Monitor nyeri pada area yang terkena
1. Denyut nadi perifer dari skala 3 3. Monitor tanda-tanda penurunan
(sedang) ke skala 5 (meningkat) sirkulasi vena
2. Turgor kulit dari skala 3 (sedang) Terapeutik
ke skala 5 (membaik) 1. Lakukan rentang gerak aktif atau
3. Akral dari skala 3 (sedang) ke pasif
skala 5 (membaik) 2. Ubah posisi setiap 2 jam
4. Warna kulit pucat dari skala 3 3. Hindari memijat atau mengompres
(sedang) ke skala 5 (menurun) otot yang cedera
Edukasi
Jelaskan mekanisme terjadinya emboli
perifer
5 Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3 x 24 Jam 1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan nutrisi klien membaik 2. Monitor asupan makanan
dengan kriteria hasil : 3. Monitor berat badan
1. Nafsu makan dari skala 3 Terapeutik
(sedang) ke skala 5 (membaik) 1. Sajikan makanan secara menarik
2. Berat badan dari skala 3 2. Berikan makanan tinggi serat untuk
(sedang) ke skala 5 (membaik) mencegah konstipasi
3. Frekuensi makan dari skala 3 Edukasi
(sedang ke skala 5 (membaik) 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
Kolaboratif dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan, jika perlu
6 Gangguan integritas Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit/jaringan (L.14125) Observasi
Setelah dilakukan tindakan Identifikasi penyebab gangguan integritas
keperawatan selama 1 x 24 Jam kulit
diharapkan integritas jaringan Terapeutik
membaik klien menurun dengan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
kriteria hasil : baring
1. Kerusakan jaringan dari skala 2. Lakukan pemijatan pada area
3 (sedang) ke skala 5 penonjolan tulang, jika perlu
(menurun) 3. Gunakan produk berbahan petrolium
2. Nyeri dari skala 3 (sedang) ke atau minyak pada kulit kering
skala 5 (menurun) 4. Gunakan produk berbahan ringan/
3. Kemerahan dari skala 3 alami hipoalergik pada kulit sensitif
(sedang) ke skala 5 5. Hindari produk berbahan dasar
(menurun) alkohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
5. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
7 Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3 x 24 Jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristrik,
diharapkan tingkat nyeri klien durasi, frekuensi, kualiats dan
menurun dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri dari skala 3 2. Identitas skala nyeri
(sedang) ke skala 5 3. Identifikasi faktor yang memperberat
(menurun) nyeri
2. Meringis dari skala 3 Terapeutik
(sedang) menjadi 5 1. Berikan teknik non farmakologis
(menurun) dalam menangani nyeri
3. Gelisah dari skala 3 (sedang) 2. Kontrol lingkungan yang
menjadi 5 (menurun) memperberat rasa nyeri
4. Sikap protektif dari skala 3 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
(sedang) menjadi 5 Edukasi
(menurun) 1. Jelaskan strategi mengurangi nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
3. Ajarkan tehnik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaboratif pemberian analgetik sesuai
order
8 Retensi urine Eliminasi Urine (L.04034) Kateterisasi Urine (I.04148)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1 x 24 Jam Periksa kondisi pasien (mis. kesadaran,
diharapkan eliminasi urine pada tanda-tanda vital, distensi kandung kemih,
klien membaik dengan kriteria dll)
hasil : Terapeutik
1. Distensi kandung kemih dari 1. Siapkan peralatan, bahan-bahan
skala 3 (sedang) ke skala 5 dan ruangan tindakan
(menurun) 2. Siapkan pasien, lepaskan pakaian
2. Berkemih tidak tuntas dari bawah dan posisikan dorsal
skala 3 (sedang) ke skala 5 rekumben (wanita) dan supine (laki-
(menurun) laki)
3. Volume residu urine dari skala 3. Pasang sarung tangan
3 (sedang) ke skala 5 4. Bersihkan daerah perineal dengan
(menurun) cairan NaCl atau aquades
4. Frekuensi BAK dari skala 3 5. Lakukan insersi kateter urine
(sedang) ke skala 5 dengan menerapkan prinsip aseptik
(membaik) 6. Sambungkan kateter urin dengan
urine bag
7. Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai
anjuran
8. Fiksasi selang kateter diatas
simpisis atau di paha
9. Pastikan kantung urine ditempatkan
lebih rendah dari kandung kemih
10. Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter
2. Anjurkan menarik nafas saat insersi
selang kateter

Manajemen Eliminasi Urin


(I.04152)
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gelaja retensi
urine
2. Identifikasi faktor yang
menyebabkan retensi urine
3. Monitor eliminasi urine (frekuensi,
konsitensi,aroma, volume dan
warna)

Terapeutik
1. Catat waktu dan haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sampel urin

Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gelaja infeksi
saluran kemih
2. Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada kontraindikasi
3. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 2016, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan
(Edisi 2). Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2018 Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2017. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University
Press.
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Watson. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai