Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“ CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE”

Disusun Oleh :

Dian Faqih

(14201.10.18005)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
TAHUN AKADEMIK 2020- 2021
A. Anatomi fisiologi
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh manusia, karena ginjal
berfungsi mempertahankan homeostasis cairan tubuh supaya selalu berfungsi
dengan baik. Untuk mempertahankan homeostatic supaya berfungsi dengan
baik, ginjal mengatur volume cairan serta menyeimbangkan osmotik, asam basa,
ekskresi sisa metabolisme, dan system pengaturan hormonal. Posisi ginjal dalam
tubuh terletak di rongga abdomen, retroperitoneal primer kiri dan kanan
vertebralis, serta dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang peritonium.
Ginjal terdapat di bagian dinding otot bagian belakang dari rongga perut. Bentuk
ginjal digambarkan seperti kacang dengan ukuran sekepalan tangan. Ginjal
memiliki sepasang ureter, sebuah kandung kemih dan uretra berfungsi
mengeluarkan urine.
Secara umum, anatomi ginjal manusia dibagi menjadi tiga bagian dari
yang paling luar ke paling dalam, yaitu korteks ginjal, medula ginjal, dan pelvis
ginjal. ( Elly Agustina Julisawaty 2020)

1. Korteks
Korteks ginjal adalah bagian ginjal paling luar. Bagian luar korteks ginjal
dibugkus kapsul berupa jaringan lemak sebagai pelindung bagian dalam
ginjal.
2. Medula (Medulla)
Medula ginjal mempuyai bentuk halus halus dan dalam. Medula memiliki
lengkung Henle bentuk piramida ginjal. Bagian ini terdiri dari nefron dan
tubulus. Tubulus bekerja mengangkut cairan ke Ginjal bergerak menjauh dari
nefron kemudian mengumpulkan dan mengangkut keluar urine dari ginjal.
3. Pelvis ginjal (Renal pelvis)
Pelvis berbentuk corong merupakan bagian paling dalam. Berfungsi sebagai
jalur cairan menuju ke kandung kemih. Bagian pertama pelvis
mengandung calyces. Bagian ini berbentuk cangkir kecil berfungsi
mengumpulkan cairan mengirim ke kandung kemih.
Hilum berbentuk lubang kecil di bagian dalam ginjal melengkung ke dalam
membentuk seperti kacang yang berbeda. Pelvis ginjal melewatinya, serta:
a. Arteri ginjal melakukan proses filtrasi dengan membawa darah yang kaya
dengan oksigen dari jantung ke ginjal.
b. Vena ginjal mengirim darah kembali ke jantung. Ureter berupa tabung otot
mengiri urine ke kandung kemih. Nefron bagian anatomi ginjal yang
berfungsi dalam penyaringan darah. Nefron mengambil darah,
memetabolisme nutrisi, dan menyebarkan produk limbah hasil penyaringan.
Nefron bekerja melewati area korteks dan medulla ginjal. Organ ginjal memiliki
satu juta nefron dan masingmasing mempunyai struktur internal.
Berikut adalah bagian dari nefron:
1. Badan Malphigi
Setelah darah masuk ke nefron, darah masuk ke badan malpighi (korpus
ginjal). Bagian ini memiliki dua struktur tambahan yaitu:
a. Glomerulus, kelompok kapiler berfungsi menyerap protein dari darah
yang melalui badan malphigi.
b. Kapsul Bowman.
2. Tubulus Ginjal
Tubulus ginjal berbentuk tabung berawal dari kapsul Bowman dan berakhir di
tubulus pengumpul. Setiap tubulus mempunyai bagian:
a. Tubulus proksimal terletak paling dekat dengan glomerulus dan
memiliki bentuk berbelit-belit. Berfungsi untuk menyerap air, natrium, dan
glukosa dalam darah.
b. Lengkungan Henle (loop of henle) merupakan bagian dari tubulus ginjal
yang membentuk lengkungan ke bawah, dan berada di antara tubulus
proksimal dan distal. Bagian ini menyerap kalium, klorida, dan natrium
dalam darah.
c. Tubulus distal berupa rangkaian tubulus ginjal yang bentuknya
berbelitbelit. Menyerap banyak natrium darah dan mengambil kalium serta
asam.
Nefron menyaring limbah kemudian dikirim ke dalam tubulus pengumpul
selanjutnya mengarahkan urine ke pelvis ginjal. Pelvis ginjal di ureter
mengirim urine mengalir ke kandung kemih untuk ekskresi. ( Elly 2020)

B. Definisi
Chronic Kidney Desease (CKD) merupakan penyakit ginjal kronis dengan
jumlah penderita yang terus meningkat. Kerusakan yang terjadi pada CKD terjadi
secara progresif, tidak dapat pulih sehingga fungsi ginjal mengalami penurunan
yaitu kemmapuannya mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit,
keseimbangan metabolik. Penurunan fungsi ini akan mengakibatkan uremia,
edema, dipsnea, anemia hingga dysuria. (Fida’ Husain, Ika Silvitasari. 2020)
Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan perburukan fungsi ginjal yang lambat, progresif dan irreversible yang
menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk membuang produk sisa dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. (Sri Atun Wahyunngsih.
2020)
CKD didefinisikan sebagai kelainan struktur dan fungsi ginjal selama >3
bulan yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut
dapat terlihat dari penanda kerusakan ginjal diantaranya albuminuria >30mg/24
jam, terdapat abnormalitas sedimen urin (hematuria, red cell casts, dll),
gangguan elektrolit dan tubular (asidosis tubulus ginjal, diabetes insipidus
nefrogenik, pengeluaran kalium dan magnesium ginjal, sindrom Fanconi,
proteinuria non albumin, cystinuria), kelainan ginjal yang terlihat berdasarkan
histologi maupun pencitraan, riwayat transplantasi ginjal, serta adanya
penurunan GFR <60 mL/min/1.73m. (Arianti, Dkk. 2020)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan definisi dari CKD (chronic
kidney disease) adalah kelainan struktur dan fungsi ginjal yang dapat
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

C. Etiologi
a. Usia
Usia menjadi salah satu faktor risiko terjadinya CKD, semakin tua usia
seseorang maka risiko terjadinya CKD semakin besar, selain itu usia tua
juga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penderita CKD
(Mallappallil et al., 2014 di dalam jurnal Arianti dkk 2020)
b. Hipertensi
Lamanya hipertensi turut mempengaruhi kejadian CKD. Fungsi ginjal akan
lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi hipertensi berat. Arianti 2020
c. Diabetes mellitus (nefropati diabetika)
Kerusakan ginjal pada penderita diabetes mellitus diawali adanya kebocoran
albumin ke dalam urin (mikroalbumin, makroalbuminuria) yang berlanjut
pada penurunan fungsi filtrasi ginjal yang semakin lama kerusakan ginjal
akan semakin berkembang (Tedla et al., 2011 di dalam jurnal Arianti 2020).
d. Kelainan bawaan (glomerulopati primer)
e. Gangguan penyumbatan saluran kemih (nefropati obstruksi)
Didapatkan hasil adanya batu saluran kemih akan meningkatkan risiko
terjadinya CKD (Zhe and Hang, 2017). Adanya batu saluran kemih dapat
menghambat pengeluaran aliran urin dan menyebabkan kegagalan fungsi
ginjal (Berns, 2019) di dalam jurnal Arianti 2020.
f. Asam urat
g. Penyakit lupus

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis cronic kidnay disease (Rahmawati,2018)
1. Hipotensi
2. Dehidrasi
Manifestasi klinik menurut (Dani 2019)
a. Lemas, tidak ada tenaga
b. Tidak nafsu makan
c. Mual, muntah
d. Terjadi pembengkakan
e. Kencing berkurang
f. Gatal-gatal
g. Sesak napas
h. Pucat/anemia
Gangguan ginjal yang telah berada pada tahap berat ditunjukkan dengan
ketidakmampuan ginjal membuang sisa-sisa zat metabolisme dari dalam tubuh.
Hal ini menyebabkan tubuh dipenuhi dengan cairan dan racun sehingga timbul
gejala seperti mual, muntah dan sesak napas yang memerlukan hemodialisis
darah sesegera mungkin. Akibat dari penyakit ginjal kronik yang menahun ini
menimbulkan gejala klinis yang merugikan pada keseluruhan sistem tubuh yang
lain dan diantaranya adalah terkait penurunan sistem imunitas tubuh. Pada
penderita PGK, fungsi imunologis terganggu dan infeksi sering terjadi. Adanya
komplikasi imunologis menyebabkan penderita PGK lebih mudah terkena infeksi
dibandingkan orang normal. Penderita PGK mudah terkena infeksi seperti infeksi
saluran kemih (Mamonto, dkk, 2015dalam Dani 2019).

E. Pathofisiologi
Ada banyak penyakit yang menyebabkan CKD; masing-masing memiliki
patofisiologinya sendiri-sendiri. Bagaimanapun Juga, ada mekanisme umum
perkembangan penyakit. Fitur patologisnya termasuk fibrosis,hilangnya sel
ginjal, dan infiltrasi jaringan ginjal oleh monosit dan makrofag. Proteinuria,
hipoksia, dan produksi angiotensin II berlebih yang semuanya berkontribusi
terhadap patofisiologi. Dalam upaya menjaga GFR, glomerulus berhiperfiltrasi;
Hal ini cedera endotel. Proteinuria yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas glomerulus dan meningkatnya tekanan kapiler. Hipoksia juga
berkontribusi terhadap perkembangan penyakit. Angiotensin II meningkatkan
hipertensi glomerulus, yang merusak ginjal lebih jauh. (joyce dkk 2014)
Patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan kerusakan
nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju fitrasi
glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat.
Nefron yang masih tersisa mengalami hipertrofi akibat usaha menyaringan
jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan
memekatkan urin. Tahap untuk melanjutkan ekskresi sejumlah besar urin yang
dikeluarkan. Yang menyebabkan kline mengalami kekurangan cairan. Tubulus
secara bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya urin
yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri (Bayhakki,
2013 dalam shafira 2019).
dari gambaran di atas gagal ginjal kronik terjadi karna pada tahap
disebabkan oleh penyakit dalam jangka panjang sehingga dapat menyebabkan
kehilangan fungi nefron secara bertahap. kerusakan nefron merangsang
kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan hemeostasi
(mempertahankan kondisi tetap normal) dan elektrolik. sehingga nefron yang
masih utuh meningkatkan kecepatan filtrasi, beban soult dan reabsorbsi tubulus.
Akibatnya keseimbangan glomerulus dan tubulus tdk dapat di pertahankan maka
terjadilah ketidak seimbangan antara filtrasi dan reabsorbsi

F. Pathway
G. Pemeriksaan Diagnostic
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal,
pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari
350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1
: 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya
bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan
perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan
kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat.
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
d. Pemeriksaan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Halini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga
asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal. (Nurhadi,2019)

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
1. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2. Observasi balance cairan
3. Observasi adanya odema
4. Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis
1. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
2. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
a. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b. Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
1. Pengambilan batu
2. Transplantasi ginjal

I. Komplikasi
1. Penyakit kardiovaskular
Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit multifaktorial yang disebabkan
oleh proses deposisi plaque ateroma dan penyempitan progresif dari arteri
yang menyuplai darah ke otot jantung, sehingga aliran darah dalam
pembuluh koroner tidak adekuat lagi, dengan demikian dinding otot jantung
mengalami iskemia di mana oksigen bagi otot jantung tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme sel-selnya. Dua faktor yang dianggap
memiliki kontribusi dalam terbentuknya atheroma pada pasien gagal ginjal
kronik adalah inflamasi dan kalsifikasi dinding pembuluh darah. (Tiffany
Christine Sagita,vol 7, 2018)
2. Hipertensi
Berdasarkan Konsensus Indonesian Society of Hypertension 2019 target
tekanan darah (TD) pada pasien PGK ialah TDS <140 dan TDD <90. Hal ini
dapat terjadi karena perubahan gaya hidup dan telah mendapatkan
pengobatan antihipertensi yang bisa mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular.(Tasya,vol 7,2019)
3. Anemia
Anemia merupakan salah satu komplikasinya Pada saat ginjal mengalami
kerusakan, maka produksi eritropoietin akan berkurang. Eritropoietin
merupakan glikoprotein yang dikeluarkan oleh fibroblas interstisial ginjal dan
penting untuk diferensiasi sel darah merah di sumsum tulang. Anemia pada
PGK dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme seperti defisiensi besi,
asam folat, atau vitamin B12, perdarahan gastrointestinal, hiperparatiroidisme
berat, peradangan sistemik, dan kelangsungan hidup eritrosit yang pendek.
Penyebab utama terjadinya anemia pada PGK ialah produksi eritropoietin
yang tidak adekuat. (Tasya,vol 7,2019)
4. Hiperurisemia
Hiperurisemia pada PGK terjadi karena penurunan ekskresi asam urat.
Pasien dengan hiperurisemia lebih banyak pada PGK stadium 4, prevalensi
hiperurisemia lebih tinggi dari pada yang tidak menderita hiperurisemia.
Hiperurisemia dapat terjadi karena diet purin dan fruktosa, perubahan gaya
hidup, dan dosis obat allopurinol. (Tasya,vol 7,2019)
5. Gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit yang dimaksud ialah kadar abnormal dari natrium dan
kalium. Natrium yang abnormal terdiri dari hiponatremia dan hipernatremia,
sedangkan untuk kalium yang abnormal ialah hipokalemia dan hiperkalemia.
Pada PGK, sekresi dan reabsorpsi keseimbangan elektrolit terganggu
sehingga dapat terjadi kadar abnormal dari natrium atau kalium. (Tasya,vol
7,2019)
6. Diabetes mellitus
Diabetes Melitus (DM) terbukti merupakan faktor risiko yang kuat untuk
semua penyakit aterosklerotik. Mortalitas dan morbiditas PJK pada penderita
DM 23 kali. lipat dibandingkan dengan yang non DM. Pada penderita DM
dewasa 75-80 % akan meninggal karena komplikasi PJK. Penderita dibetes
mellitus cenderung untuk mengalami atherosclerosis pada usia yang lebih
dini dan penyakit yang ditimbulkan lebih cepat dan lebih berat pada penderita
diabetets dari pada nondiabetes. Insulin memainkan peran utama
dalammetabolisme lipid dan kelainan-kelainan pada lipid seringkali ditemukan
pada penderita diabetes.
7. Dislipidemia
Kelainan lipid pada PGK ialah terjadi penurunan HDL atau peningkatan
TG, LDL, dan kolesterol total. Kelainan lipid dapat meningkatkan risiko
kardiovaskular.14 Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien dislipidemia
lebih banyak terjadi pada PGK stadium 4 (28,57%). Pada pasien PGK,
semakin menurun fungsi ginjal maka semakin banyak VLDL yang kaya akan
TG terakumulasi di ginjal. Trigliserida yang tinggi disebabkan oleh kadar
lipoprotein lipase menurun. Selain itu, lipoprotein ApoB yaitu LDL-C
umumnya meningkat pada PGK. (Tiffany Christine Sagita,vol 7, 2018)

J. Askep teori
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal
ginjal kronik menurut Prabowo (2014) dan Le Mone & Burke (2016)
a. Anamnesa
1. Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki
sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola
hidup sehat.
2. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder
yang menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang menurun dari
oliguria- anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem
sirkulasi- ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue,
napas berbau urea, dan pruritus.
3. Riwayat kesehatan
Keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau edema,
penurunan output urin, perubahan pola napas, perubahan fisiologis
kulit dan bau urea pada napas.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit ISK, payah jantung,
penggunaan obat-obat berlebihan, diabetes melitus, hipertensi atau
batu saluran kemih.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun
pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit
tersebut bersifat herediter.
6. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jka klien memiliki koping adaptif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan
psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur
fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa.
7. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV
sering didapatkan RR meningkat (Tachypneu), hipertensi/hipotensi
sesuai dengan kondisi.
8. Sistempernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patalogis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
ventilasi(Kusmaul)
9. Sistem hematologic
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,
biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi
jantung, chest pain, dyspnue, gangguan irama jantung dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam
eksresinya. Selain itu, pada fisiologi darah sendiri sering ada
gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
10. Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan
sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan
terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
11. Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal
kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi
diatas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler.
Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung.
12. Sistem endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan
hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes militus, makan akan ada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada
prosesmetabolisme.
13. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling
menonjol adalah penurunan urin output < 400 ml/hr bahkan sampai
pada anuria.
14. Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect). Sering ditemukan anoreksia, mual, muntah dan diare.
15. Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/ kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi.
b. Pemeriksaan fisik
1. Tanda tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi
lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidakteratur.
2. Kepala
 Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
 Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
 Hidung : pernapasan cuping hidung
 Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,
mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi.
3. Leher : pembesaran vena leher.
4. Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis,
edema pulmoner, friction rubpericardial.
5. Abdomen
a. inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau tumpikan
cairan, pasien tampak mual dan muntah
b. palpasi : biasanya acites, nyeri tekan bagian pinggang, yang
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir
c. perkusi : biasanya terdengar pekak karna terjadinya pekak
d. auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali permenit
6. Genitourinaria : biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, oliguria,
anoria, distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna
urine menjadi kuning pekat
7. Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam
serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
foot drop, kekuatan otot.
8. Kulit :ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat
atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar
(purpura), edema.
Derajat edema:
a. Derajat I: Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik.
b. Derajat I: Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik.
c. Derajat III: Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
d. Derajat IV: Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronis yaitu :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasiperfusi
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
3. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi,
diabetesmelitus
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan
7. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring.
8. resiko cedera
9. ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
10. ketidak efektifan pola nafas
3. intervensi keperawatan
Nausea b.d gangguan biokimia ( mis: uremia, ketoasidosis) d.d mengeluh
mual, merasa ingin muntah , pucat
1. Observasi
a. Identifikasi penglaman mual
b. Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis. Nafsu
makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
c. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
2. Terapeutik
a. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
b. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
c. Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak
berwarna, jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan sering membersihkan mulut kecuali jika merangsang mual
b. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis untuk mengatasi mual
(mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Anisa Rachmawati, Erlina Marfianti.2020. Karakteristik Faktor Risiko Pasien


Chronic Kidney Disease (Ckd) Yang Menjalani Hemodialisa Di Rs X
Madiun.Biomedika.Volume 12.No 1
Arianti, Rachmawati Anisa , Marfianti Erlina. 2020. Journal Biomedika. Karakteristik
Faktor Risiko Pasien Chronic Kidney Disease (Ckd) Yang Menjalani Hemodialisa
Di Rs X Madiun. Volume 12. No 1

Atun wahyuningsih Sri. 2020. Jurnal Keperawatan Silampari. Terapi Thought Stopping,
Relaksasi Progresif Dan Psikoedukasi Terhadap Penurunan Ansietas Pasien
GGK Yang Menjalani Hemodialisa. Vol 3, No 2

Dani Aisyah Bako. 2019. Polytechnic of health ministry of health medan departement of health
analyst. viii . 27 Pages. 5 Table. 7 Attachment
Elly agustina julisawaty ,hurnaningsih dan munich heindari ekasari. 2020. aplikasi
augmented reality tentang fungsi organ ginjal manusia dan cara menjaga
kesehatannya. volume 4 nomor 1, 23 september 2020, issn : 2581-2327
Husain Fida’, Silvitasari Ika. 2020. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Management Keperawatan
Mengurangi Rasa Haus Pada Pasien Dengan Chronic Kidney Disease :
Literature Review.

Joyce M. Black. 20. Keperawatan Medical Bedah. Elsevier (Singapore) Pte. Ltd

Shafira Syabilla. 2019. Gambaran Penggunaan Obat pada pasien Gagal Ginjal Kronik.
Page 1-34
Tasya, Cerelia, Emma. 2019. Gambaran Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik. Jurnal e-
Clinic (e CI). Vol 7. No 2
Tiffany Cristine Sagita.2018.Hubungan derajat gagal ginjal kronik dengan kejadian
penyakit jantung koroner. Vol 7. No 2.Page 472-484
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia definisi dan
tindakan keperawatan. 2018. Edisi 1 : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia definisi dan
indicator diagnostik. 2018. Edisi 1 : Jakartacerelia, emma

Anda mungkin juga menyukai