Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

“KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN”

(“NYERI” )

Disusun Oleh :

Siti Maryam (14201.11.19046)

SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PAJARAKAN-PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

Genggong , Senin20 Januari 2021

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Ainul Yaqin,S.Kep,.Ners,.M.kep Siti Maryam


I. ANATOMI
Sistem saraf adalah sistem kompleks yang berperan dalam
mengatur dan mengoordinasikan seluruh aktivitas tubuh. Sistem saraf pada
manusia terdiri dari otak, sumsum tulang belakang, organ-organ sensorik
(mata, telinga, dan organ lainnya), dan semua saraf yang menghubungkan
organ-organ tersebut dengan seluruh tubuh. Sistem ini bekerja dengan
mengambil informasi melalui bagian tubuh atau indera tertentu,
memproses informasi tersebut, serta memicu reaksi, seperti membuat otot
Anda bergerak, merasakan sakit, atau bernapas. Secara garis besar,
terdapat tiga bagian pada sistem saraf pusat manusia. Ketiga bagian
tersebut adalah:

1. Otak

Otak adalah mesin pengendali utama dari segala fungsi tubuh.


Seperti yang disebutkan di atas, organ ini merupakan bagian dalam
sistem saraf pusat manusia. Jika saraf pusat merupakan pusat kontrol
tubuh, maka otak adalah markas besarnya.
Otak terbagi ke dalam beberapa bagian dengan fungsinya masing-
masing. Secara umum, bagian otak terdiri dari otak besar, otak kecil,
batang otak, serta bagian-bagian otak lainnya. Bagian-bagian ini
dilindungi oleh tengkorak dan selaput otak (meninges) dan dikelilingi
oleh cairan serebrospinal untuk menghindari terjadinya cedera otak.

2. Sumsum tulang belakang

Sama dengan otak, sumsum tulang belakang juga merupakan


bagian dari susunan saraf pusat. Sumsum tulang belakang langsung
terhubung ke otak melalui batang otak dan kemudian mengalir
sepanjang ruas tulang belakang.

Saraf tulang belakang berperan dalam aktivitas sehari-hari dengan


mengirimkan sinyal dari otak ke bagian lain dari tubuh dan
memerintahkan otot untuk bergerak. Selain itu, sumsum tulang
belakang juga menerima masukan sensorik dari tubuh, memprosesnya,
dan mengirimkan informasi tersebut ke otak.

3. Sel saraf atau neuron

Fungsi sel saraf atau neuron adalah menghantarkan implus saraf.


Setiap neuron atau sel saraf tersebut terdiri dari tiga bagian atau
struktur dasar. Anatomi neuron tersebut, yaitu:

1. Badan sel, yang memiliki inti.

2. Dendrit, yang berbentuk seperti cabang dan berfungsi menerima


situmulus dan membawa impuls ke badan sel.

3. Akson, yaitu bagian dari sel saraf yang membawa impuls keluar
dari badan sel. Akson umumnya dikelilingi oleh mielin, yaitu
lapisan padat berlemak yang melindungi saraf dan membantu
pesan untuk keluar. Pada saraf tepi, mielin ini diproduksi oleh sel
Schwann.

Fungsi sistem saraf


Secara umum, sistem saraf pada manusia memiliki beberapa
fungsi. Fungsi tersebut adalah:

1. Mengumpulkan informasi dari dalam dan luar tubuh (fungsi


sensorik).

2. Mengirimkan informasi ke otak dan sumsum tulang belakang.

3. Memproses informasi di otak dan sumsum tulang belakang


(fungsi integrasi).

4. Mengirimkan informasi ke otot, kelenjar, dan organ sehingga


dapat merespon dengan tepat (fungsi motorik).

Masing-masing struktur sistem saraf, yaitu saraf pusat dan tepi,


menjalankan fungsi yang berbeda. Berikut adalah penjelasannya.

1. Sistem saraf pusat


Sistem saraf pusat, yang terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang, memiliki fungsi untuk menerima informasi atau
rangsangan dari semua bagian tubuh, kemudian mengontrol dan
mengendalikan informasi tersebut untuk menghasilkan respons
tubuh.
Informasi atau rangsangan ini termasuk yang berkaitan
dengan gerakan, seperti bicara atau berjalan, atau gerakan tak
sadar, seperti berkedip dan bernapas. Ini juga termasuk bentuk
informasi lainnya, seperti pikiran, persepsi, dan emosi manusia.
2. Sistem saraf tepi
Secara garis besar, fungsi saraf tepi adalah menghubungkan
respon sistem saraf pusat ke organ tubuh dan bagian lainnya di
tubuh Anda. Saraf ini meluas dari saraf pusat ke area terluar tubuh
sebagai jalur penerimaan dan pengiriman rangsangan dari dan ke
otak.
II. FISIOLOGI NYERI
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna
bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan
memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen
fisiologis berikut ini:
1. Resepsi : proses perjalanan nyeri
2. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3. Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin
bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer
Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat
syaraf di otak Respon reflek protektif.
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia)
akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin,
bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor
bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan
timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer.
Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua
jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa
sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis.
Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan
neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi
sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam
system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak
mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.
Tipe serabut saraf perifer :
a. Serabut saraf A-delta : Merupakan serabut bermyelin,
Mengirimkan pesan secara cepat, Menghantarkan sensasi
yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya, Reseptor
berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam
seperti , otot tendon dll, Biasanya sering ada pada injury
akut, Diameternya besar
b. Serabut saraf C: Tidak bermyelin, Diameternya sangat
kecil, Lambat dalam menghantarkan impuls, Lokasinya
jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat
persisten, Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran,
suhu hangat, dan tekanan halus, Reseptor terletak distruktur
permukaan.
2. PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada
saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang
komplek. Persepsi menyadarkan individu dan mengarti§kan nyeri itu
sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Proses persepsi secara
ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi
emosi Pusat otak Persepsi, Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula
spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke
seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-
sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area
limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap
nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu
akan mempersepsikan nyeri.
3. REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas
ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum Stimulasi
pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem
parasimpatis akan bereaksi, Secara ringkas proses reaksi adalah
sebagai berikut: Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus
Sistem syaraf otonom Respon fisiologis & perilaku, Impuls nyeri
ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan
talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan
parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan
muncul perilaku.
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu
nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,
eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi.
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri
terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan
persepsi.
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam
impuls nosiseptif, Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat
dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut
yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor.
Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat
dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang
tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator
inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju
kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus
sensorik menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim
dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya
berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri
(pain related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu
dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya.
Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai
jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan
area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula
oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses
inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan
penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri.
Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi,
transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu
lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai
reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara
anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan
ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas
Tamsuri, 2006)
III. DEFINISI
Kenyaman atau rasa nyaman adalah keadaan ketika individu
mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam merespons terhadap
sesuatu rangsangan yang berbahaya. Nyeri merupakan kondisi berupa
perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan
nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupuntingkatannya, dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasirasa
nyeri yang dialaminya. (Tetty, 2015).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) nyeri sebagai pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial. Rasa nyeri adalah alasan utama seseorang
untuk mencari bantuan perawat kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak
proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik
atau pengobatan. Nyeri dikatakan sebagai sensasi yang rumit, unik,
universal, dan bersifat individual (Asmadi, 2008). Menurut Potter & Perry
(2010) nyeri merupakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan,
bersifat subjektif dan berhubungan dengan panca indra. Sedangkan,
menurut (Black & Hawks, 2014 dalam Mulyanto dkk, 2014) nyeri
merupakan fenomena multidimensional sehingga sulit untuk didefinisikan.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yangmuncul akibat kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang digambarkansebagai kerusakan (International
Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapatdiantisipasi atau
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan (Nanda I 2018).
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak
menyenangkan yangmuncul akibat kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang digambarkansebagai suatu kerusakan (International
Association fol the Study of Pain); awitanyang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebihdari tiga (>3)
bulan (Nanda I 2018).
IV. ETIOLOGI
Nyeri tidak hanya dihasilkan oleh satu stimulus. Nyeri biasanya
dihubungkan dengan beberapa proses patologis spesifik. Kelainan yang
mengakibatkan rasa nyeri mencakup infeksi, inflamasi, trauma, kelainan
degenerasi, keadaan toksik metabolik atau neoplasma. Nyeri dapat juga
muncul karena distorsi mekanis ujung-ujung saraf misalnya karena
meningkatnya tekanan di dinding organ.
Faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya persepsi nyeri, usia,
jenis kelamin, faktor sosiobudaya, pengalaman masa lalu (Black & Hawks,
2014 dalam Mulyanto dkk, 2014; Potter & Perry, 2010 ; Lusianah dkk,
2012).
1. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan persepsi individu menerima dan
menginterpretasikan nyeri berdasarkan pengalaman masing-masing.
Nyeri yang dirasakan tiap individu berbeda-beda. Persepsi nyeri
dipengaruhi oleh toleransi individu terhadap nyeri.
2. Faktor sosial budaya
Faktor sosiobudaya merupakan faktor penting dalam respons
individu terhadap nyeri. Respon terhadap nyeri cenderung
merefleksikan moral dan budaya masing-masing.
3. Usia
Usia dapat mengubah persepsi dan pengalaman nyeri. Individu
yang berumur lebih tua mempunyai metabolisme yang lebih lambat
dan rasio lemak tubuh terhadap masa otot lebih besar dibanding
individu berusia lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil mungkin
cukup untuk menghilangkan nyeri.
4. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat menjadikan faktor yang dapat mempengaruhi
respon nyeri. Pada dasarnya pria lebih jarang melaporkan nyeri
dibandingkan wanita.
5. Pengalaman masa lalu
Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri mempengaruhi persepsi
akan nyeri yang dialami saat ini. Individu yang memiliki pengalaman
negatif dengan nyeri pada masa kanak-kanak dapat memiliki kesulitan
untuk mengelola nyeri.
6. Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dengan kecemasan bersifat kompleks.
Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap nyeri, tetapi
nyeri juga menyebabkan perasaan cemas. Dalam teorinya melaporkan
bahwa stimulus nyeri yang mengaktivasi bagian dari sistem limbic
dipercaya dapat mengontrol emosi, terutama kecemasan. Sistem
limbik memproses reaksi emosional terhadap nyeri, apakah dirasa
mengganggu atau berusaha untuk mengurangi nyeri.
7. Suku bangsa
Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya mempengaruhi
bagaimana seseorang individu mengatasi rasa sakitnya. Individu
belajar tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh budayanya,
termasuk bagaimana reaksi terhadap nyeri. Beberapa budaya percaya
bahwa menunjukan rasa sakit adalah suatu hal yang wajar. Sementara
budaya yang lain lebih cenderung untuk tertutup. Ada perbedaan
makna dan perilaku yang berhubungan dengan nyeri antara beragam
kelompok budaya. Suatu pemahaman yang baik tentang makna nyeri
berdasarkan budaya seseorang akan membantu perawat dalam
membuat rencana asuhan keperawatan yang lebih relevan untuk nyeri
yang dialami.
8. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi
persepsi nyeri yang dirasakan, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri. Konsep inilah yang mendasari
berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik
imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. Dengan 13
memfokuskan perhatian dan kosentrasi klien terhadap stimulus lain,
kesadaran mereka akan adanya nyeri menjadi menurun.
9. Kelemahan (fatigue)
Kelemahan akan meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri
dan dapat menurunkan kemampuan untuk mengatasi suatu masalah.
Apabila kelemahan terjadi disepanjang waktu istirahat, persepsi
terhadap nyeri akan lebih besar.
10. Teknik koping
Teknik koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
mengatasi nyeri. Seseorang yang memiliki koping yang baik mereka
dapat mengontrol rasa nyeri yang dirasakan. Tetapi sebaliknya, jika
seseorang yang memiliki koping yang buruk mereka akan merasa
bahwa orang lainlah yang akan bertanggung jawab terhadap nyeri
yang dialaminya. Konsep inilah yang dapat diaplikasikan dalam
penggunaan analgesik yang dikontrol pasien (patient-controlled
analgesia/PCA).
11. Keluarga dan dukungan sosial
Seseorang yang merasakan nyeri terkadang bergantung kepada
anggota keluarga yang lain atau teman dekat untuk memberikan
dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun rasa nyeri masih
terasa, tetapi kehadiran keluarga ataupun teman terkadang dapat
membuat pengalaman nyeri yang menyebabkan stress sedikit
berkurang. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang
mengalami nyeri.

V. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri Akut
Ds : mengeluh nyeri
Do: tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur.
a) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
b) Menunjukan kerusakan
c) Gangguan tidur
d) Muka dengan ekspresi nyeri
e) Tingkah laku ekspresif (Gelisah, merintih, nafas panjang,
mengeluh)
f) Posisi untuk mengurangi nyeri
g) Penurunan Tanda-tanda vital
2. Nyeri Kronis
Ds: Mengeluh Nyeri, merasa depresi ( tertekan )
Do: tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas.
a) Perubahan berat badan
b) Melaporkan secara verbal dan non verbal
c) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada
diri sendiri
d) Kelelahan
e) Perubahan pola tidur
f) Takut cedera
g) Interaksi dengan orang lain menurun

VI. PATOFISIOLOGI
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan
ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikitatau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri
dapat memberikanrespons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawiseperti histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan macam asam yang dilepas apabila terdapatkerusakan
pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi.
Stimulasi yang lain dapat berupatermal, listrik atau
mekanis.Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan ke serabut C.serabut-serabut aferen masuk ke spinal
melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal
horn, terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling
bertautan.Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia gelatinosa
yang merupakan saluran utamaimpuls.
Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang
pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling
utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT)atau jalur spinothalamus tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri.Dari proses
transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate
dan jalurnon-opiate.
Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri
atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan
medulla ke tanduk dorsal darisumsum tulang belakang yang berkonduksi
dengan nociceptor impuls supresif. Serotoninmerupakan neurotransmitter
dalam impuls supresif. System supresif lebih mengaktifkan stimulasi
nociceptor yagn ditransmisikan oleh serabut A.
Jalur non-opiate merupakan jalurdesendens yang tidak memberikan
respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahuimekanismenya.
(Barbara C Long. 1989)
VII. PATHWAY / ALUR MASALAH KDM

Faktor prespitasi Kondisi muskuloskeletal kronis,


kerusakan sistem saraf,
penekanan saraf
Agen cedera fisiologis

( inflamasi, iskemia,
neoplasma)
Reseptor Nyeri

Agen cedera kimiawi

( terbakar, bahan kimia


iritan )
Persepsi Nyeri
Agen cedera

( inflamasi, iskemia,
neoplasma )

Reaksi Nyeri
Agen cedera

( inflamasi, iskemia,
neoplasma)

Nyeri Kronis Nyeri Akut


VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Pemeriksaan dengan skala nyeri
1) Visual Analog Scale (VAS)

2) Verbal Rating Scale (VRS)

3) Numeric Rating Scale (NRS)

4) Wong Baker Pain Rating Scale

5) Visual verbal scale


6) mcGill-Mealzack pain questinare
7) Paint assasmentquestion
b) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di
abdomen
c) Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
d) Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik
lainnya
e) CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang peah diotak
f) EKG
g) MRI

IX. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan keperawatan
a) Monitor tanda-tanda vital
b) Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
c) Distraksi dan ajarkan teknik relaksasi
d) Kompres hangat
2. Penatalaksanaan Medis
a) Pemberian obat Analgetik Obat pereda nyeri tanpa disertai
hilangnya perasaan secara total. Seseorangyang mengonsumsi
analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
b) Pemberian obat ANS (Anti inflamasi non steroid)Aspirin dan
Ibuprofen mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf
perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator
inflamasi yangdihasilkan luka.

X. KOMPLIKASI
a) Gangguan pola istirahat dan tidur
b) Gangguan mobilitas fisik
c) Gangguan rasa nyaman
d) Kondisi kronis
e) Infeksi
f) Cedera medula spinalis
g) Tumor
XI. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian
I. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur agama, pekerjaan, alamat,
tanggal pengkajian dan diagnosa medis.

II. Keluhan utama


Keluhan yang diprioritaskan dan dapat mengancam
kenyamanan pasien seperti nyeri akut dan nyeri kronis.

III. Riwayat penyakit sekarang


Ringkasan kondisi kesehatan klien mulai dari waktu
lampau hingga alasan mengapa saat ini datang kepusat
kesehatan dan upaya yang dilakukan klien sebelum masuk
rumah sakit.
Pengkajian Riwayat Nyeri
P : Provokating (pemacu) dan palliative yaitu faktor yang
meningkatkan atau mengurangi nyeri.
Q : Quality dan Quantity
a. Supervisial : tajam, menusuk, membakar
b. Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
c. Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang.
R : Region dan radiation (area atau daerah) menjalar dan
menyebar.

S : Severity atau keganasan : intensitas nyeri

- Lokasi
- Intensitas
- Kualitas dan karakteristik
- Respon nyeri
T : Time : waktu kapan terjadinya nyeri.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan
dengan pnyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien
saat ini.
V. Riwayat Penyakit Kesehatan
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan
kemungkinan adanya penyakit keturunan, kecenderungan alergi
dalam suatu keluarga, dan penyakit yang menular akibat kontak
langsung antar anggota keluarga.
VI. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah
 Nadi
 Suhu
 Respirasi Rate
c. Head to toe
1. Kepala
 Inspeksi : simetris, ada lesi atau tidak, bersih atau
tidak, ada kelainan tulang kepala atau tidak;
hidrocefalus/akromegali/mikrosefali,
makrosefali, anensefali.
 Palpasi : nyeri tekan, benjolan, massa,
pembengkakan,
2. Rambut
 Inspeksi : warna, ada ketombe atau tidak,
distribusi rambut, alopecia (botak), cinities
(perubanan), tricoptilosis, hypertrichosis (rambut
terlalu tebal).
 Palpasi : ketebalan rambut, mudah rontok atau
tidak, rasakan kering atautidak, kerapuhan atau
tidak, kandungan minyak.
3. Kuku
 Inspeksi : bentuk kuku : (clibing finger, beau’s
lines koilonychias, spinter haemorrhages,
paronichia), warna konsistensi kehalusan,
kesimetrisan, kehalusan, kesimetrisan adanya
keretakan, panjang kuku, ujung kuku yang
digigiti atau bergerigi dan kebersihannya.
 Palpasi : kekerasan dasar kuku, keretakan kuku,
CRT, nyeri tekan, benjolan, massa,
pembengkakan.
4. Kulit
 Inspeksi : warna kulit, sianosis (kebiruan),
memar, pucat, eritema (bercak merah), fissure
(retak/pecahnya jaringan kulit), ptekie (bercak
pendarahan dibawah kulit < 1 cm), hematoma
(pendarahan besar dibawah kulit).
 Palpasi : kelembapan, suhu kulit, tekstur, tugor,
lesi, nyeri tekan, benjolan massa, bengkak,
elastisitas.
5. Mata
 Inspeksi : lihat keadaan bola mata ada kelainan
atau tidak.
 Palpasi : dengan cara memejamkan mata; catat
adanya nyeri tekan dan benjolan.
6. Telinga
 Inspeksi : warna, simetris, adanya nyeri tekan
atau tidak.
 Palpasi : adanya serumen atau tidak
7. Hidung
 Inspeksi : warna, simetris, adanya nyeri tekan
atau tidak
 Palpasi : adanya serumen atau tidak
8. Mulut
 Inspeksi : warna bibir, massa; benjolan
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak
9. Leher
 Inspeksi : bentuk dan kesimetrisan
 Palpasi : adanya benjolan atau tidak, konsidtensi,
bentuk, ukuran
 Auskultasi : catat adanya bising (normal : tidak
terdapat bising)
10. Thorak dan Paru- paru
 Normalnya dada yaitu : simetris
 Bentuk dada : normal chest, pigeon chest (bentuk
dada seperti merpati), barrel chest (dada
mengembang)
 Warna kulit sianosis pucat
 Pelebaran vena dada normalnya tidak ada
Palpasi thorak
 Tentukan adanya : nyeri atau benjolan
 Palpasi untuk menilai taktil fremitus :
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, tbc,
tumor paru, ada massa paru
Meningkat : pleura efusi, emfisema, paru
fibrotik, convenmre
Perkusi
 Perkusi daerah : ujung atas paru (apeks), paru
kiri, paru kanan, perkusi sampai tulang rusuk
paling bawah dan pastikan sampai midaksila kiri
dan kanan
 Lakukan perkusi secara merata pada daerah paru
 Normalnya : sonor/resonan (dug)
 Perkusi untuk menentukan pergerakan atau
ekskursi diagfragma
Auakultasi
 Tidak ada suara nafas tambahan
11. Jantung
 Inspeksi : warna, simetris atau tidak
 Palpasi : adanya benjolan atau tidak
 Perkusi : terdengar bunyi batas jantung pekak
 Auskultasi : adanya bunyi tambahan atau tidak
12. Payudara fan ketiak
 Inspeksi : warna, simetris atau tidak
 Palpasi : adanya nyeri atau tidak, benjolan, massa
13. Abdomen
 Inspeksi : warna, bentuk
 Auskultasi ; terdengar bising usus normalnya 5-
35 per menit
 Palpasi : adanya nyeri tekan, benjolan, massa
 Perkusi : normalnya terdengar suara timpani
14. Genetalia
 Inspeksi : warna, pubis merata atau tidak
 Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak, massa,
benjolan
15. Ekstermitas
 Inspeksi : bentuk
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, massa,
benjolan, adanya kaku kuduk atau tidak.
d. Pola- Pola Kesehatan yang Berhubungan Dengan Gangguan
Rasa Aman dan Nyaman
1. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi
masalah kesehatan dengan nyeri, adanya faktor
sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan
nyeri.
2. Pola metabolic-nutrisi
Kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak,
bahan pengawet), anoreksia, mual, muntah, intoleransi
makan atau minum, perubahan berat badan, frekuensi
makan atau minum, adanya sesuatu yang dapat
mempengaruhi makan dan minum (agama, budaya,
ekonomi) dari rasa ketidak nyamanan nyeri tersebut.
3. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri
saat devekasi), perubahan pola berkemih (perubahan
warna, jumlah, frekuensi) dari nyeri.
4. Aktivitas-latihan
Adanya nyeri menyebabkan kelemahan atau
kelelahan.
5. Pola istirahat-tidur
Nyeri menyebabkan perubahan pola istirahat dan
jam kebiasaan tidur.
6. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran
indera pasien terganggu atau tidak, penggunaan alat
bantu dalam penginderaan pasien, pasien dapat
merasakan nyeri.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Nyeri mempengaruhi keadaan sosial seseorang
(pekerja, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian
terhadap nyeri yang dialaminya.
8. Pola hubungan-peran
9. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah gangguan nyeri dikaji.
10. Pola toleransi koping-stess
Adanya nyeri yang menyebabkan stress
11. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi
nyeri, adanya pantangan atau larangan dalam nyeri
menurut dirinya.

i. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien gangguan
kenyamanan sebagai berikut :
1. Nyeri akut b/d cidera, trauma, dan insfeksi
2. Nyeri kronis b/d fraktur, pasca trauma (insfeksi,
inflamasi)

ii. Perencanaan

N DIAGN TUJUAN & INTERVENSI


O OSA KRITERIA HASIL
1 Nyeri Tujuan : Setelah 1. Mananjemen Nyeri
Akut dilakukan intervensi ( 1.08238 )
(D.0077) dalam 1x24 jam, a) Observasi
masalah nyeri akut  Kaji tanda-tanda vital
dapat diatasi dengan  Identifikasi lokasi nyeri,
kriteria hasil sebagai karakterisktik, durasi,
berikut : frekuensi, kualitas,
Tingkat Nyeri intensitas nyeri.
( L.08066)  Identifikasi skala nyeri
1) Keluhan nyeri  Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
2) Respon meringis meringankan nyeri
menurun
3) Rasa gelisah b) Terapeutik
menurun  Berikan teknik
4) Kesulitan tidur nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
5) Frekuensi nadi ( terapi musik, terapi
membaik pijat, kompres
Kontrol Nyeri hangat/dingin. )
( L.08066 )  Fasilitasi istirahat dan
1) Kemampuan tidur
mengenali inset c) Edukasi
nyeri meningkat  Jelaskan penyebab dan
2) Kemampuan pemicu nyeri
mengenali  Ajarkan teknik
penyebab nyeri nonfarmakologis untuk
meningkat mengurangi rasa nyeri
3) Kemampuan ( teknik relaksasi )
menggunakan d) Kolaborasi
teknik  Jika perlu kolaborasikan
nonfarmakologis pemberian analgetik.
meningkat

2 Nyeri Tujuan : Setelah 1. Mananjemen Nyeri


kronis dilakukan intervensi ( 1.08238 )
(D.0078) dalam 1x24 jam, a) Observasi
masalah nyeri kronis • Kaji tanda-tanda vital
dapat diatasi dengan • Identifikasi lokasi nyeri,
kriteria hasil sebagai karakterisktik, durasi, frekuensi,
berikut : kualitas, intensitas nyeri.
Tingkat Nyeri • Identifikasi skala nyeri
( L.08066) • Identifikasi faktor yang
1) Keluhan nyeri memperberat dan meringankan
menurun nyeri
2) Respon meringis b) Terapeutik
menurun • Berikan teknik
3) Rasa gelisah nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
4) Kesulitan tidur ( terapi musik, terapi pijat,
menurun kompres hangat/dingin. )
5) Frekuensi nadi • Fasilitasi istirahat dan tidur
membaik c) Edukasi
Kontrol Nyeri • Jelaskan penyebab dan
( L.08066 ) pemicu nyeri
1) Kemampuan • Ajarkan teknik
mengenali inset nyeri nonfarmakologis untuk
meningkat mengurangi rasa nyeri
2) Kemampuan ( teknik relaksasi )
mengenali penyebab d) Kolaborasi
nyeri meningkat Jika perlu kolaborasikan
3) Kemampuan pemberian analgetik.
menggunakan
teknik
nonfarmakologis
meningkat

iii. Implementasi

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


Nyeri Akut Mananjemen Nyeri Ds : pasien dg nyeri akut
( D.0077 ) ( 1.08238 ) Do: pasien tampak bagaimana
a) Observasi dan menyebutkan bagaimana
 Melakukan pengkajian kriteria hasilnya ?
tanda-tanda vital Tingkat Nyeri
 Mengidentifikasi ( L.08066)
lokasi nyeri, 1) Keluhan nyeri menurun
karakterisktik, durasi, 2) Respon meringis
frekuensi, kualitas, menurun
intensitas nyeri. 3) Rasa gelisah menurun
 Mengidentifikasi skala 4) Kesulitan tidur menurun
nyeri 5) Frekuensi nadi membaik
 Mengidentifikasi Kontrol Nyeri
faktor yang ( L.08066 )
memperberat dan 1) Kemampuan mengenali
meringankan nyeri inset nyeri meningkat
b) Terapeutik 2) Kemampuan mengenali
 Memberikan teknik penyebab nyeri meningkat
nonfarmakologis untuk 3) Kemampuan
mengurangi rasa nyeri menggunakan teknik
( terapi musik, terapi nonfarmakologis
pijat, kompres meningkat
hangat/dingin. )
 Memasilitasi istirahat Pemeriksaan TTV

dan tidur Suhu :

c) Edukasi Nadi :
Tekanan darah :
 Menjelaskan penyebab
Menghitung pernafasan :
dan pemicu nyeri
Skala nyeri pasien :
 Mengajarkan teknik
A : Masalah nyeri sudah atau
nonfarmakologis untuk
belum teratasi
mengurangi rasa nyeri
P : lanjutkan intervensi
( teknik relaksasi )
d) Kolaborasi
Jika perlu kolaborasikan
pemberian analgetik.
Nyeri kronis Mananjemen Nyeri Ds : pasien dg nyeri akut
( D.0078 ) ( 1.08238 ) Do: pasien tampak bagaimana
e) Observasi dan menyebutkan bagaimana
 Melakukan pengkajian kriteria hasilnya ?
Tingkat Nyeri
tanda-tanda vital ( L.08066)
 Mengidentifikasi 1) Keluhan nyeri menurun
lokasi nyeri, 2) Respon meringis
karakterisktik, durasi, menurun
frekuensi, kualitas, 3) Rasa gelisah menurun
intensitas nyeri. 4) Kesulitan tidur menurun
 Mengidentifikasi skala 5) Frekuensi nadi membaik
nyeri Kontrol Nyeri
 Mengidentifikasi ( L.08066 )
faktor yang 1) Kemampuan mengenali
memperberat dan inset nyeri meningkat
meringankan nyeri 2) Kemampuan mengenali
f) Terapeutik penyebab nyeri meningkat

 Memberikan teknik 3) Kemampuan

nonfarmakologis untuk menggunakan teknik

mengurangi rasa nyeri nonfarmakologis

( terapi musik, terapi meningkat

pijat, kompres Pemeriksaan TTV

hangat/dingin. ) Suhu :

 Memasilitasi istirahat Nadi :

dan tidur Tekanan darah :

g) Edukasi Menghitung pernafasan :

 Menjelaskan penyebab Skala nyeri pasien :

dan pemicu nyeri A : Masalah nyeri sudah atau


belum teratasi
 Mengajarkan teknik
P : lanjutkan intervensi
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
( teknik relaksasi )
h) Kolaborasi
Jika perlu kolaborasikan
pemberian analgetik.
iv. Dokumentasi
Melakukan dokumentasi dengan apa yang sudah dilakukan
terhadapa pasien dengan diagnosa medis gangguan rasa aman
dan nyaman ( nyeri ).
DAFTAR PUSTAKA

A.H dan Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Rasa Aman dan


Nyaman Nurarif; Jakarta.
Andarmoyo, Sulistyo.(2013).Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta :
EGC.
Hidayat A.Aziz.Ainul.(2008).Pengatur kebutuhan dasar manusia, Salemba
Medika; Jakarta
MedicationTetty, S.( 2015 ). Asuhan Keperawatan Praktis., Jakarta.
Potter & Perry.(2006)

Anda mungkin juga menyukai