Disusun Oleh :
ELSYE
14201. 13. 21074
1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin,
kalium Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis
medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon
reflek protektif.
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin,
kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila
nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang
akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan
membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut
C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu
dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu
dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini
menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih
jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak,
otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek
protektif.
Tipe serabut saraf perifer :
a. Serabut saraf A-delta : Merupakan serabut bermyelin,
Mengirimkan pesan secara cepat, Menghantarkan sensasi yang
tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya, Reseptor berupa ujung-
ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti , otot tendon
dll, Biasanya sering ada pada injury akut, Diameternya besar
b. Serabut saraf C: Tidak bermyelin, Diameternya sangat kecil,
Lambat dalam menghantarkan impuls, Lokasinya jarang, biasanya
dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten, Menghantarkan
sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus,
Reseptor terletak distruktur permukaan.
2. PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Persepsi menyadarkan individu dan mengarti§kan nyeri itu sehingga
kemudian individu dapat bereaksi. Proses persepsi secara ringkas adalah
sebagai berikut : Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area
limbik) Reaksi emosi Pusat otak Persepsi, Stimulus nyeri ditransmisikan
ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan
nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung
sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area
limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri.
Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan
mempersepsikan nyeri.
3. REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas ringan
hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau
fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum Stimulasi pada cabang
simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri
berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi,
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut: Impuls nyeri medula
spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis &
perilaku, Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke
batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf
simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis
dan akan muncul perilaku.
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu
nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,
eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi.
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat
empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif, Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses
ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon
secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan
sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah
A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses
transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon
terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju
kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik
menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima
aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu
dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak
neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain
related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis
medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya.
Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur
desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak
lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya
menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor.
Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin
dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas
Tamsuri, 2006)
III. DEFINISI
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak meyenangkan adalah suatu
kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terkadang
dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada
seorang pasien di rumah sakit (Perry & Potter, 2009)
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. (SDKI, 2017
Cetakan III (Revisi))
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan. (SDKI, 2017
Cetakan III (Revisi))
IV. ETIOLOGI
Fakor yang mempengaruhi nyeri diantaranya :
1. Usia
Usia adalah variable penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Perbedaan yang ditemukan di antara kelompok usia ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
Anak ang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyei dan prosedur yang
dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin dengan respon nyeri antara laki-laki dengan perempuan
berbeda. Hal ini terjadi karena laki-lakilebih siap menerima efek komplikasi dari
nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya dan menangis (Adha,
2014)
3. Budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai faktor yang
mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang
berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. (Kozier,
2010). Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter
& Perry, 2006)
4. Makna nyeri
Makna nyeri yang dikaitkan dengan nyeri yang mempengaruhi
pengalaman nyeri dengan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal in juga
dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu
akan mempersiapkan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut
member kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersiapkan klien berhubungan dengan makna nyeri. (Potter
& Perry, 2006)
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan repon
nyeri yang menurun (Poter & Perry, 2006)
6. Lingkungan dan dukungan keluarga
Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan
yang berbeda tentang orang, temat mereka menumpahkan keluhan mereka
tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota
keluarga atau teman untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.
Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat
klien semakin tertekan (Potter & Perry, 2006)
7. Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang mempengaruhi
pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara berbincang
dengan penasihat spiritual mereka. (Taylor, 2011)
V. PATOFISIOLOGI
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K
+ ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamine yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia
atau allodynia).
Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin
dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi
pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K +
ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin,
bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan
meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto.
Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP)
dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi
dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga
bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor inilah yang
menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000)
Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti
pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan
mengeluarkan zatzat kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat
menimbulkan nyeri. akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti zat-zat
algesik, sitokin serta produkproduk seluler yang lain, seperti metabolit eicosinoid,
radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat menimbulkan efek melalui
mekanisme spesifik.
Zat-zat yang timbul akibat nyeri
Zat Sumber Menimbulkan nyeri Efek pada aferen
primer
Kalium Sel-sel rusak ++ Mengaktifkan
Seroronin Trombosis ++ Mengaktifkan
Bradikinin Kininogen plasma +++ Mengaktifkan
Histramin Sel-sel mast + Mengaktifkan
Prostaglandin Asam arakidonat & ± Sensitisasi
sel rusak
Lekotrien Asam arakidonat & ± Sensitisasi
sel rusak
Substansi P Aferen primer ± Sensitisasi
VI. PATHWAY / Alur masalah KDM
NYERI AKUT
NYERI KRONIS
Penatalaksanaan: Penatalaksanaan:
Manajemen Manajemen
nyeri Perawatan
Pemberian kenyamanan
analgesik Terapi
relaksasi
VII. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan tidur
2. Perubahan pola makan
3. Ekspresi raut wajah (misal meringis)
4. Perubahan tekanan darah
5. Nadi meningkat
6. Posisi untuk mengurangi nyeri
4) Oucher Scale
5) Skala analog visual
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6 : nyeri sedang, secara objektif klien mendesis, meringis, menyeringai, dapat
mendeskripsikan nyeri dan dapat mengikuti perintah dengan baik
7-9 : nyeri berat, secara objektif terkadang klien tidak dapat mengikuti perintah
10 : klien tidak dapat mendeskripsi nyeri, memukul
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
menghabiskan banyak waktu untk klien melengkapinya. Skala
deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat nyeri,
melainkan juga mengevaludi perubahan kondisi klien.
IX. PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan Keperawatan
B. Penatalaksanaan Medis
8. Mulut
Inspeksi : warna bibir, massa/benjolan
Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak
9. Leher
Inspeksi : bentuk, simetris, pembengkakan
Palpasi : adanya benjolan atau tidak, konsistensi, bentuk dan
ukuran
Auskultasi : catat adanya bising (normal: tidak terdapa
bising)
10. Thorak dan Paru-paru
Inspeksi thoraks
Normalnya dada yaitu : simetris
Bentuk dada : normal chest, pigeon chest (bentuk dada
seperti merpati), barrel chest (dada mengembang)
Warna kulit : sianosis, pucat
Pelebaran vena dada normalnya tidak
ada Palpasi thoraks
Adanya nyeri tekan atau tidak, ada benjolan
Palpasi untuk menilai taktil fremitus
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru,
ada massa paru
Meningkat : pleura efusi, emfisema, paru fibrotic, convenmre
Perkusi
Perkusi daerah : ujung atas paru (apeks), paru kiri, paru
kanan, perkusi sampai tulang rusuk paling bawah dan
pastikan sampai midaksila kiri dan kanan
Lakukan perkusi secara merata pada daerah paru
Normalnya : sonor/resonan (dug)
Perkusi untuk menentukan pergerakan atau ekskursi
diafragma
Auskultasi
Tidak ada suara tambahan
11. Jantung
Inspeksi : inspeksi warna, simetris
Palpasi : adanya benjolan atau tidak, ada nyeri tekan atau
tidak
14. Genetalia
Inspeksi : warna, pubis merata atau tidak
Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, massa, benjolan
15. Ekstermtas
Inspeksi : bentuk
Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, massa, benjolan,
adanya kaku kuduk atau tidak
d. Pola-pola Kesehatan yang Berhubungan Dengna Gangguan Kesehatan
1. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan dengan nyeri, adanya faktor sehubunhan dengan kesehatan
yang berkaitan dengan nyeri
2. Pola metabolic-nutrisi
Kebiasaan diet buruk (rendah serta, tinggi lemak, bahan
pengawet), anreksia, mual, muntah, intleransi makan atau minum,
perubahan berat badan, freuensi makan atau minum, adanya sesuatu
yang dapat mempengaruhi makan dan minum ( agama budaya,
ekonomi) dari ketidaknyamanan nyeri tersebut.
3. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri pada saat
defekasi), perubahan pola berkemih (perubahan warna, jumlah,
frekuensi) dari nyeri.
4. Aktivitas-latihan
Adanya nyeri menyebabkan kelemahan dan kelelahan
5. Pola istirahat-tidur
Nyeri menyebabkan perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan
tidur
6. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaan alat bantu penginderaan pasien,
pasien dapat merasakan nyeri.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Nyeri mempengaruhi kedaan sosial seseorang (pekerjaan, siutasi,
keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap nyeri yang
dialaminya.
8. Pola hubungan-peran
Hubunhan dengan anggota keluarga, dukungn keluarga, dan hunugan
dengan anggota keluarga.
9. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah gangguan nyeri
10. Pola toleransi koping-stress
Adanya nyeri yang menyeabkan stress
11. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi nyeri, adanya
pantangan atau larangan dalam nyeri menurut dirinya
2. Nyeri Kronis
3. Implementasi
DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
Nyeri Akut Mananjemen Nyeri Ds : pasien dg nyeri
( D.0077 ) ( 1.08238 ) akut
a) Observasi Do: pasien tampak
Melakukan bagaimana
pengkajian tanda- Tingkat Nyeri
tanda vital ( L.08066)
Mengidentifikasi 1) Keluhan nyeri
lokasi nyeri, menurun (5)
karakterisktik, 2) Respon meringis
durasi, frekuensi, menurun (5)
kualitas, 3) Rasa gelisah
intensitas nyeri. menurun (5)
Mengidentifikasi 4) Kesulitan tidur
skala nyeri menurun (5)
Mengidentifikasi 5) Frekuensi nadi
faktor yang membaik (5)
memperberat dan Kontrol Nyeri
meringankan ( L.08066 )
nyeri 1) Kemampuan
b) Terapeutik mengenali inset
Memberikan nyeri meningkat
teknik (5)
nonfarmakologis 2) Kemampuan
untuk mengurangi mengenali
rasa nyeri penyebab nyeri
( terapi musik, meningkat (5)
terapi pijat, 3) Kemampuan
kompres menggunakan
hangat/dingin. ) teknik
Memasilitasi nonfarmakologis
istirahat dan tidur meningkat (5)
c) Edukasi Pemeriksaan TTV
Menjelaskan Suhu :
penyebab dan Nadi :
pemicu nyeri Tekanan darah :
Mengajarkan Menghitung
teknik pernafasan :
nonfarmakologis Skala nyeri pasien :
untuk mengurangi A : Masalah nyeri
rasa nyeri sudah atau belum
( teknik relaksasi ) teratasi
d) Kolaborasi P : lanjutkan
Jika perlu intervensi
kolaborasikan
pemberian
analgetik.
DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
4. DOKUMENTASI
Melakukan dokumentasi dengan apa yang sudah dilakukan
terhadapa pasien dengan diagnosa medis gangguan rasa aman dan
nyaman ( nyeri ).
DAFTAR PUSTAKA