Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN STAS E KMB


DENGAN APPENDICITIS

Disusun Oleh :
ELSYE
14201. 13. 21074

PROGRAM STUDI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2022
I. ANATOMI

II. FISIOLOGI NYERI


Salah satu fungsi sistem saraf yang paling penting adalah menyampaikan
informasi tentang ancaman kerusakan tubuh. Saraf yang dapat mendeteksi nyeri
tersebut dinamakan nociception. Nociception termasuk menyampaikan informasi
perifer dari reseptor khusus pada jaringan (nociseptors) kepada struktur sentral pada
otak. Sistem nyeri mempunyai beberapa komponen :
a. Reseptor khusus yang disebut nociceptors, pada sistem saraf perifer, mendeteksi
dan menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious.(orde 1)
b. Saraf aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious ke
CNS.
c. Kornu dorsalis medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara
serat aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara
lokal eksitasi dan inhibitor interneuron dan traktus desenden inhibitor dari otak.
d. Traktus asending nosiseptik (antara lain traktus spinothalamikus lateralis dan
ventralis) menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus.
(orde 2)
e. Traktus thalamo-kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat relay
sensibilitas ke korteks cerebralis pada girus post sentralis. (orde 3)
f. Keterlibatan area yang lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif
nyeri,ingatan tentang nyeri dan nyeri yang dihubungkan dengan respon motoris
(termasuk withdrawl respon).
g. Sistem inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang datang pada level
medulla spinalis.
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana
nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi
nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
1. Resepsi : proses perjalanan nyeri
2. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3. Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin,
kalium Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis
medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon
reflek protektif.
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin,
kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila
nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang
akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan
membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut
C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu
dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu
dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini
menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih
jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak,
otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek
protektif.
Tipe serabut saraf perifer :
a. Serabut saraf A-delta : Merupakan serabut bermyelin,
Mengirimkan pesan secara cepat, Menghantarkan sensasi yang
tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya, Reseptor berupa ujung-
ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti , otot tendon
dll, Biasanya sering ada pada injury akut, Diameternya besar
b. Serabut saraf C: Tidak bermyelin, Diameternya sangat kecil,
Lambat dalam menghantarkan impuls, Lokasinya jarang, biasanya
dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten, Menghantarkan
sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus,
Reseptor terletak distruktur permukaan.
2. PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
Persepsi menyadarkan individu dan mengarti§kan nyeri itu sehingga
kemudian individu dapat bereaksi. Proses persepsi secara ringkas adalah
sebagai berikut : Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area
limbik) Reaksi emosi Pusat otak Persepsi, Stimulus nyeri ditransmisikan
ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan
nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung
sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area
limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri.
Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan
mempersepsikan nyeri.
3. REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas ringan
hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau
fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum Stimulasi pada cabang
simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri
berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi,
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut: Impuls nyeri medula
spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis &
perilaku, Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke
batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf
simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis
dan akan muncul perilaku.
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu
nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,
eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi.
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat
empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif, Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses
ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon
secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan
sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah
A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses
transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon
terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju
kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik
menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima
aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu
dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak
neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain
related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis
medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya.
Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur
desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak
lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya
menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor.
Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin
dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas
Tamsuri, 2006)
III. DEFINISI
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak meyenangkan adalah suatu
kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terkadang
dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada
seorang pasien di rumah sakit (Perry & Potter, 2009)
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. (SDKI, 2017
Cetakan III (Revisi))
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan. (SDKI, 2017
Cetakan III (Revisi))

IV. ETIOLOGI
Fakor yang mempengaruhi nyeri diantaranya :
1. Usia
Usia adalah variable penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Perbedaan yang ditemukan di antara kelompok usia ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
Anak ang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyei dan prosedur yang
dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin dengan respon nyeri antara laki-laki dengan perempuan
berbeda. Hal ini terjadi karena laki-lakilebih siap menerima efek komplikasi dari
nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya dan menangis (Adha,
2014)
3. Budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai faktor yang
mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang
berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. (Kozier,
2010). Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter
& Perry, 2006)
4. Makna nyeri
Makna nyeri yang dikaitkan dengan nyeri yang mempengaruhi
pengalaman nyeri dengan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal in juga
dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu
akan mempersiapkan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut
member kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersiapkan klien berhubungan dengan makna nyeri. (Potter
& Perry, 2006)
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan repon
nyeri yang menurun (Poter & Perry, 2006)
6. Lingkungan dan dukungan keluarga
Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan
yang berbeda tentang orang, temat mereka menumpahkan keluhan mereka
tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota
keluarga atau teman untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.
Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat
klien semakin tertekan (Potter & Perry, 2006)
7. Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang mempengaruhi
pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara berbincang
dengan penasihat spiritual mereka. (Taylor, 2011)

V. PATOFISIOLOGI
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K
+ ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada
beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan
peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamine yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia
atau allodynia).
Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin
dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi
pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K +
ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin,
bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan
meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto.
Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP)
dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi
dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga
bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor inilah yang
menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000)
Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti
pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan
mengeluarkan zatzat kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat
menimbulkan nyeri. akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti zat-zat
algesik, sitokin serta produkproduk seluler yang lain, seperti metabolit eicosinoid,
radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat menimbulkan efek melalui
mekanisme spesifik.
Zat-zat yang timbul akibat nyeri
Zat Sumber Menimbulkan nyeri Efek pada aferen
primer
Kalium Sel-sel rusak ++ Mengaktifkan
Seroronin Trombosis ++ Mengaktifkan
Bradikinin Kininogen plasma +++ Mengaktifkan
Histramin Sel-sel mast + Mengaktifkan
Prostaglandin Asam arakidonat & ± Sensitisasi
sel rusak
Lekotrien Asam arakidonat & ± Sensitisasi
sel rusak
Substansi P Aferen primer ± Sensitisasi
VI. PATHWAY / Alur masalah KDM

Trauma jaringan atau Infeksi


Agen cedera fisik (memar,
lecet),
agen cedera biologis (kanker, luka lambung), dan
agen cedera kimiawi (alcohol, merokok)

Kerusakan Sel

Pelepasan Mediator Nyeri
(Histamin, Bradikimin, ion Kalium,
Prostaglandin, Sirotonin dll)

Merangsang Nosiseptor (Reseptor Nyeri)

Dihantarkan serabut tipe A delta dan serabut tipe C

Medulla Spinalis

Otak

Persepsi Nyeri

Nyeri

NYERI AKUT

NYERI KRONIS

Penatalaksanaan: Penatalaksanaan:
 Manajemen  Manajemen
nyeri  Perawatan
 Pemberian kenyamanan
analgesik  Terapi
relaksasi
VII. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan tidur
2. Perubahan pola makan
3. Ekspresi raut wajah (misal meringis)
4. Perubahan tekanan darah
5. Nadi meningkat
6. Posisi untuk mengurangi nyeri

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1) Numeric Rating Scale (NRS)

2) Skala intesitas nyeri deskriptif

3) Face Rating Scale

4) Oucher Scale
5) Skala analog visual

Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6 : nyeri sedang, secara objektif klien mendesis, meringis, menyeringai, dapat
mendeskripsikan nyeri dan dapat mengikuti perintah dengan baik
7-9 : nyeri berat, secara objektif terkadang klien tidak dapat mengikuti perintah
10 : klien tidak dapat mendeskripsi nyeri, memukul
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
menghabiskan banyak waktu untk klien melengkapinya. Skala
deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat nyeri,
melainkan juga mengevaludi perubahan kondisi klien.

6) Visual Verbal Scale (VVS)


7) McGill-Melzack Pain Questinaire
8) Adolescent Pediatric Pain Tool (APPT)
9) Initial Pain Assessment Tool
10) Pain assessment Quetionss

IX. PENATALAKSANAAN

A. Penatalaksanaan Keperawatan

a) Monitor tanda-tanda vital


b) Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
c) Kompres hangat/dingin
d) Terapi pijat
e) Akupresure
f) Fasilitasi istirahat dan tidur

B. Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian obat analgesik seperti morfin dan kodein untuk mengurangi


atau menghilangkan rasa nyeri.
X. KOMPLIKASI
1. Gangguan pola tidur
2. Tekanan darah meningkat
3. Gelisah
4. Tampak meringis
5. Kelelahan

XI. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
I. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan, alamat, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis
II. Keluhan Utama
Keluhan yang diprioritaskan dan dapat mengancam kenyamanan pasien
seperti nyeri akut dan nyeri kronis
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Ringkasan kondisi kesehatan klien mulai dari waktu lampau hingga saat
ini
Pengkajian Riwayat Nyeri
Sifat-sifat nyeri :
P : Provocating (pemacu) dan palliative yaitu faktor yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri.
Q : Quality dan Quantity
a. Supervisial : tajam, mensuk, membakar
b. Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
c. Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
R : Region atau radiation (area atau daerah) : menjalar, menyebar
S : severity atau keganasan : intensitas nyeri
- Lokasi
- Intensitas
- Kualitas dan karakteristik
- Waktu terjadinya dan interval
- Respon nyeri
T : timing : waktu kapan terjadinya nyeri
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang di derita klien yang berhubungan dengan penyakit
saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
penyakit yang diderita saat ini.
V. Riwayat Penyakit Kesehatan
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, dan penyakit
yang menular akibat kontak langsung antar anggota keluarga.
VI. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda Vital (TTV)
 Tekanan darah
 Nadi
 Suhu
 Respirasi Rate
c. Head To Toe
1. Kepala
 Inspeksi : simetris, ada lesi atau tidak bersih atau tidak, ada
kelainan tulang kepala atau tidak
(hidrocefalus/akromegali/mikrosefali/makrosefali/anensefali)
 Palpasi : nyeri tekan, benjolan, massa, pembengkakan
2. Rambut
 Inspeksi : warna, ada ketombe atau tidak, distribusi rambut,
alopecia (botak), cinities (beruban), trichoptilosis,
hipertrichosis (rambut terlalu tebal).

 Palpasi : ketealan rambut, mudah rontok/tidak, rasakan


kering/tidak, kerapuhan/tidak, kandunngan minyak.
3. Kuku
 Inspeksi : bentuk kuku (clubbing finger, beau’s lines
kilonychias, spinter,haemorrhages), warna, konsistesi
kehalusan,kesimetrisan, adanya keretakan, panjang kuku,
ujung kuku yang digigiti atabergerigi dan kebersihan
 Palpasi : kekerasan dasar kuku, keretakan kuku, CRT, nyeri
tekan, benjolan, masa, pembengkakan
4. Kulit
 Inspeksi : inspeksi warna kulit, sianosi )kebiruan), memar,
pucat, eritema (bercak merah), fissure (retak/pecahnya
jaringan kulit), ptekie (bercak perdarahan dibawah kulit
<1cm), hematoma (perdarahan besar dibawah kulit)
 Palpasi kelembaban, tekstur, suhu kulit, turgor, lesi, nyeri
tekan, massa, benjolan, pembengkakan, dan elastisitas
5. Mata
 Inspeksi : inspeksi keadaan bola mata ada kelainan atau tidak
 Palpasi : dengan cara memejamkan mata (catat adanya nyeri
tekan dan benjolan
6. Telinga
 Inspeksi : inspeksi warna, simetris, adanya nyeri tekan atau
tidak
 Palpasi : adanya serumen atau tidak
7. Hidung
 Inspeksi : inspeksi warna, simetris, adanya nyeri tekan atau
tidak
 Palpasi : adanya serumen atau tidak

8. Mulut
 Inspeksi : warna bibir, massa/benjolan
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak

9. Leher
 Inspeksi : bentuk, simetris, pembengkakan
 Palpasi : adanya benjolan atau tidak, konsistensi, bentuk dan
ukuran
 Auskultasi : catat adanya bising (normal: tidak terdapa
bising)
10. Thorak dan Paru-paru
Inspeksi thoraks
 Normalnya dada yaitu : simetris
 Bentuk dada : normal chest, pigeon chest (bentuk dada
seperti merpati), barrel chest (dada mengembang)
 Warna kulit : sianosis, pucat
 Pelebaran vena dada normalnya tidak
ada Palpasi thoraks
 Adanya nyeri tekan atau tidak, ada benjolan
 Palpasi untuk menilai taktil fremitus
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru,
ada massa paru
Meningkat : pleura efusi, emfisema, paru fibrotic, convenmre
Perkusi
 Perkusi daerah : ujung atas paru (apeks), paru kiri, paru
kanan, perkusi sampai tulang rusuk paling bawah dan
pastikan sampai midaksila kiri dan kanan
 Lakukan perkusi secara merata pada daerah paru
 Normalnya : sonor/resonan (dug)
 Perkusi untuk menentukan pergerakan atau ekskursi
diafragma
Auskultasi
 Tidak ada suara tambahan
11. Jantung
 Inspeksi : inspeksi warna, simetris
 Palpasi : adanya benjolan atau tidak, ada nyeri tekan atau
tidak

 Perkusi : terdengar bunyi batas jantung (pekak)


 Auskultasi : adanya bunyi tambahan atau tidak

12. Payudara dan Ketiak


 Inspeksi : inspeksi warna, simetris
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, ada massa atau tidak,
benjolan
13. Abdomen
 Inspeksi : inspeksi warna, bentuk
 Auskultasi : terdengar bising usus normalnya 5-35/ menit
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, benjolan, massa
 Perkusi : normalnya terdengar suara timpani

14. Genetalia
 Inspeksi : warna, pubis merata atau tidak
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, massa, benjolan

15. Ekstermtas
 Inspeksi : bentuk
 Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, massa, benjolan,
adanya kaku kuduk atau tidak
d. Pola-pola Kesehatan yang Berhubungan Dengna Gangguan Kesehatan
1. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan dengan nyeri, adanya faktor sehubunhan dengan kesehatan
yang berkaitan dengan nyeri
2. Pola metabolic-nutrisi
Kebiasaan diet buruk (rendah serta, tinggi lemak, bahan
pengawet), anreksia, mual, muntah, intleransi makan atau minum,
perubahan berat badan, freuensi makan atau minum, adanya sesuatu
yang dapat mempengaruhi makan dan minum ( agama budaya,
ekonomi) dari ketidaknyamanan nyeri tersebut.
3. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri pada saat
defekasi), perubahan pola berkemih (perubahan warna, jumlah,
frekuensi) dari nyeri.
4. Aktivitas-latihan
Adanya nyeri menyebabkan kelemahan dan kelelahan
5. Pola istirahat-tidur
Nyeri menyebabkan perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan
tidur
6. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaan alat bantu penginderaan pasien,
pasien dapat merasakan nyeri.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Nyeri mempengaruhi kedaan sosial seseorang (pekerjaan, siutasi,
keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap nyeri yang
dialaminya.
8. Pola hubungan-peran
Hubunhan dengan anggota keluarga, dukungn keluarga, dan hunugan
dengan anggota keluarga.
9. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah gangguan nyeri
10. Pola toleransi koping-stress
Adanya nyeri yang menyeabkan stress
11. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi nyeri, adanya
pantangan atau larangan dalam nyeri menurut dirinya

VII. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang mungkin terjadi pada klien gangguan kenyamanan adalah
sebagai berikut, antara lain:
1. Nyeri akut b/d cidera, trauma, infeksi
2. Nyeri kronis b/d fraktur, pasca trauma (misalnya infeksi, inflamasi)
VIII. Perencanaan
1. Nyeri akut

DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI


NO
KRITERIA
HASIL
1 Nyeri akut Tujuan : 1. Manajemen Nyeri
(D.0077) Setelah ( 1.08238 )
dilakukan a) Observasi
intervensi  Kaji tanda-tanda
dalam 1x24 vital
jam, masalah  Identifikasi
nyeri akut dapat lokasi nyeri,
diatasi dengan karakterisktik,
kriteria hasil durasi, frekuensi,
sebagai kualitas,
berikut : intensitas nyeri.
Tingkat Nyeri  Identifikasi skala
( L.08066) nyeri
1) Keluhan  Identifikasi
nyeri faktor yang
menurun (5) memperberat dan
2) Respon meringankan
meringis nyeri
menurun (5) Terapeutik
3) Rasa gelisah  Berikan teknik
menurun (5) nonfarmakologis
4) Kesulitan untuk mengurangi
tidur rasa nyeri
menurun (5) ( terapi musik,
5) Frekuensi terapi pijat,
nadi kompres
membaik (5)
Kontrol Nyeri hangat/dingin. )
( L.08066 )  Fasilitasi istirahat
1) Kemampuan dan tidur
mengenali b) Edukasi
inset nyeri  Jelaskan
meningkat penyebab dan
(5) pemicu nyeri
2) Kemampuan  Ajarkan teknik
mengenali nonfarmakologis
penyebab untuk
nyeri mengurangi rasa
meningkat nyeri
(5) ( teknik
3) Kemampuan relaksasi )
menggunaka c) Kolaborasi
n teknik Jika perlu kolaborasikan
nonfarmakol pemberian analgetik.
ogis
meningkat
(5)

2. Nyeri Kronis

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


O KRITERIA
HASIL
2 Nyeri Tujuan : 3. Mananjemen Nyeri
Kronis Setelah ( 1.08238 )
(D.0078) dilakukan d) Observasi
intervensi  Kaji tanda-tanda
dalam 1x24 vital
jam, masalah  Identifikasi
nyeri akut dapat lokasi nyeri,
diatasi dengan
kriteria hasil karakterisktik,
sebagai durasi, frekuensi,
berikut : kualitas,
Tingkat Nyeri intensitas nyeri.
( L.08066)  Identifikasi skala
1) Keluhan nyeri
nyeri  Identifikasi
menurun (5) faktor yang
2) Respon memperberat dan
meringis meringankan
menurun (5) nyeri
3) Rasa gelisah Terapeutik
menurun (5)  Berikan teknik
4) Kesulitan nonfarmakologis
tidur untuk mengurangi
menurun (5) rasa nyeri
5) Frekuensi ( terapi musik,
nadi terapi pijat,
membaik (5) kompres
Kontrol Nyeri hangat/dingin. )
( L.08066 )  Fasilitasi istirahat
1) Kemampuan dan tidur
mengenali e) Edukasi
inset nyeri  Jelaskan
meningkat penyebab dan
(5) pemicu nyeri
2) Kemampuan  Ajarkan teknik
mengenali nonfarmakologis
penyebab untuk
nyeri mengurangi rasa
meningkat nyeri
(5) ( teknik
3) Kemampuan relaksasi )
menggunaka f) Kolaborasi
n teknik Jika perlu kolaborasikan
nonfarmakol pemberian analgetik.
ogis
meningkat
(5)

3. Implementasi
DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
Nyeri Akut Mananjemen Nyeri Ds : pasien dg nyeri
( D.0077 ) ( 1.08238 ) akut
a) Observasi Do: pasien tampak
 Melakukan bagaimana
pengkajian tanda- Tingkat Nyeri
tanda vital ( L.08066)
 Mengidentifikasi 1) Keluhan nyeri
lokasi nyeri, menurun (5)
karakterisktik, 2) Respon meringis
durasi, frekuensi, menurun (5)
kualitas, 3) Rasa gelisah
intensitas nyeri. menurun (5)
 Mengidentifikasi 4) Kesulitan tidur
skala nyeri menurun (5)
 Mengidentifikasi 5) Frekuensi nadi
faktor yang membaik (5)
memperberat dan Kontrol Nyeri
meringankan ( L.08066 )
nyeri 1) Kemampuan
b) Terapeutik mengenali inset
 Memberikan nyeri meningkat
teknik (5)
nonfarmakologis 2) Kemampuan
untuk mengurangi mengenali
rasa nyeri penyebab nyeri
( terapi musik, meningkat (5)
terapi pijat, 3) Kemampuan
kompres menggunakan
hangat/dingin. ) teknik
 Memasilitasi nonfarmakologis
istirahat dan tidur meningkat (5)
c) Edukasi Pemeriksaan TTV
 Menjelaskan Suhu :
penyebab dan Nadi :
pemicu nyeri Tekanan darah :
 Mengajarkan Menghitung
teknik pernafasan :
nonfarmakologis Skala nyeri pasien :
untuk mengurangi A : Masalah nyeri
rasa nyeri sudah atau belum
( teknik relaksasi ) teratasi
d) Kolaborasi P : lanjutkan
Jika perlu intervensi
kolaborasikan
pemberian
analgetik.
DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

Nyeri kronis Mananjemen Nyeri Ds : pasien dg nyeri


( D.0078 ) ( 1.08238 ) kronis
e) Observasi Do: pasien tampak
 Melakukan bagaimana
pengkajian tanda- Tingkat Nyeri
tanda vital ( L.08066)
 Mengidentifikasi 6) Keluhan nyeri
lokasi nyeri, menurun (5)
karakterisktik, 7) Respon meringis
durasi, frekuensi, menurun (5)
kualitas, 8) Rasa gelisah
intensitas nyeri. menurun (5)
 Mengidentifikasi 9) Kesulitan tidur
skala nyeri menurun (5)
 Mengidentifikasi 10) Frekuensi
faktor yang nadi membaik
memperberat dan (5)
meringankan Kontrol Nyeri
nyeri ( L.08066 )
f) Terapeutik 4) Kemampuan
 Memberikan mengenali inset
teknik nyeri meningkat
nonfarmakologis (5)
untuk mengurangi 5) Kemampuan
rasa nyeri mengenali
( terapi musik, penyebab nyeri
terapi pijat, meningkat (5)
kompres 6) Kemampuan
hangat/dingin. ) menggunakan
 Memasilitasi teknik
istirahat dan tidur nonfarmakologis
g) Edukasi meningkat (5)
 Menjelaskan Pemeriksaan TTV
penyebab dan Suhu :
pemicu nyeri Nadi :
 Mengajarkan Tekanan darah :
teknik Menghitung
nonfarmakologis pernafasan :
untuk mengurangi Skala nyeri pasien :
rasa nyeri A : Masalah nyeri
( teknik relaksasi ) sudah atau belum
h) Kolaborasi teratasi
Jika perlu P : lanjutkan
kolaborasikan intervensi
pemberian
analgetik.

4. DOKUMENTASI
Melakukan dokumentasi dengan apa yang sudah dilakukan
terhadapa pasien dengan diagnosa medis gangguan rasa aman dan
nyaman ( nyeri ).
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, Mochamad.2017. PATOFISIOLOGI NYERI (PAIN). Malang


Kurniawan, Andi Adi Saputra. 2013. Laporan Pendahuluan Nyeri
Ruang Edelways RSUD Soewondo Pati. Semarang Mubarak, Wahit
Iqbal dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta :
Salemba Medika
Putu, Ni Wardani.2014. MANAJEMEN NYERI AKUT. Denpasar PPNI. 2017.
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Defisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi1 (Cetakan III (REVISI). Jakarta : DPP PPNI
A.H dan Kusuma, H. (2016).Asuhan Keperawatan Rasa Aman dan Nyaman
Nurarif; Jakarta.
Andarmoyo, Sulistyo.(2013).Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.
Hidayat A.Aziz.Ainul.(2008).Pengatur kebutuhan dasar manusia, Salemba
Medika; Jakarta
MedicationTetty, S.( 2015 ). Asuhan Keperawatan Praktis., Jakarta. Potter & Perry.
(2006)

Anda mungkin juga menyukai